Anda di halaman 1dari 5

Bridge Love

Hya, Kang Beom Sil! teriak So Yeon dari belakang sambil berlari. Terik sinar matahari menguras
peluhnya. Rambut panjangnya dibiarkan teruai tertiup angin. Langkah kakinya semakin cepat, berlari
mengejar sosok laki-laki sebayanya. Mereka adalah teman baik sejak kecil sampai sedewasa ini. Beom Silah, aku akan jelaskan semua ini.. Kenapa kau berlari menghindariku! ia terus berlari sampai ke jembatan
yang berada tepat di atas sungai Han. Tiba-tiba ia terjatuh, kakinya terkilir. Aaa..omo, hya Beom Sil!
Kakiku terkilir. Bisakah kau berhenti? teriakanya keras namun tak menggubris sahabatnya itu. Sejenak
Sahabatnya berhenti namun tak membalikan badanya. Aaaah, kenapa lagi dia. Sudah kubilang jangan
mengejarku. Aigoo, aku sungguh tak tega, keluhnya. Hatinya terasa tercabik-cabik. Badanya hendak
berbalik, namun keraguan hatinya seperti akan menjegal kakinya jika ia berbalik. Perasaan apa yang
sebenarnya ada di hatinya.
Eomma, apakah temanku sudah datang? tanya So Yeon pada ibunya yang sedang menyiapkan sarapan. So
Yeon sibuk merapikan buku-buku yang akan ia kumpulkan hari ini. Banyak tugas yang ia harus selesaikan
tadi malam. Mata pandanya kelihatan. Beom Sil eoh? Bukankah dia kemari selalu tetap jam 7. Kenapa kau
buru-buru sekali? Beom Sil tidak akan ke sekolah duluan. Dia pasti akan menunggumu.. ibunya menjawab
tapi bukan itu jawaban yang diharapkan So Yeon. Ahh, eomma. Aku segera berangkat dalam 5 menit.
Bawakan saja sarapan ku eoh. So Yeon menyiapkan sepatunya. Bus di halte tempat ia menunggu cepat
datang sehingga tak memakan waktu lama untuk sampai ke sekolah. So Yeon-ah! Mianhe, aku lupa tidak
menjemputmu. Rantai sepedaku lepas. Mianhe So Yeon-ah.. sebenarnya So Yeon sedikit kesal
mendengarnya. Gwaencana, lagi pula busnya cepat datang jadi aku bisa menunggumu di kelas,
senyumnya merekah di depan laki-laki itu. Hwan Min Jeong namanya, teman sekelas So Yeon yang akhirakhir ini didekatinya. Entah apa yang ada di pikirannya, ia selalu bersama Min Jeong kemana-mana tanpa
memikirkan Beom Sil sahabatnya. Sudah 2 minggu ini Beom Sil terabaikan olehnya. Dalam hatinya pun tak
terbesir untuk mengingatnya. Waktu istirahat tiba, Min Jeong mengajak So Yeon pergi ke kantin. So Yeonah, Kajja ke kantin. Aku sudah lapar dan ingin makan bersamamu. Min jeong menarik tangan So Yeon
yang sedang asik dengan handphonenya. Dari luar Beom Sil memperhatikan mereka dengan perasaan sedih.
Dia tak bisa berbuat apa-apa, hanya menahan dan menahan. Wmo ya, kenapa dia? Apa aku berbuat salah
padanya? Beom Sil terus mengawasi sahabatnya itu. Kemanapun SoYeon pergi, Beom Sil akan terus
mengawasinya. Dia takut So Yeon menyukai Min Jeong, dan dia tidak ingin melihat So Yeon disakiti. Lima
hari berlalu, Beom Sil merasa kalau hatinya berkata Cukup Beom Sil, biarkan dia. Beom Sil merasakan
sakit yang teramat saat So Yeon dan Min Jeong selalu pergi bersama. Hari ini Beom Sil memutuskan untuk
tidak membuat dirinya sakit. Beom Sil-ah, tolong belikan ibu daging sapi eoh di kedai Oh Ki Chul, Ne
eomma.
Beom Sil berlari ke kedai. Tiba-tiba ia berhenti tepat di samping pohon. Aku harap kau bersabar, Hye Rie.
Aku hanya memanfaatkanya saja. Sekarang cepatlah pulang sebelum So Yeon datang. Aku menyanyai mu.
perempuan yang bersama Min Jeong memeluknya erat kemudian berlari menghilang di tengah ramainya
jalan. Beom Sil terkejut mendengar yang dibicarakan Min Jeong. Apa yang harus ku lakukan, aku tak ingin
So Yeon terluka. Oh Tuhan berikan kami kejelasan. Beom Sil berbalik arah dan pergi. Ia terus memikirkan
percakapa Min Jeong dihari itu. Dia merasa harus bicarakan semua ini pada So Yeon, tapi Beom Sil tidak
yakin jika So Yeon akan mempercayainya. Keesokan harinya setelah bel berbunyi Beom Sil mengikuti So
Yeon. So Yeon-ah! Berhenti. Beom Sil sedikit ragu, ia hampir jatuh karena kakinya terus bergetar. Angin
musim dingin menerbangkan rambut So Yeon. Ia berbalik ke arah suara Beom Sil yang memanggilnya.
Hya, Beom Sil! Kemarilah. Aku merindukanmu, rencananya setelah pulang sekolah aku akan ke rumahmu.
Ada yang ingin aku bicarakan (berbisik). Beom Sil tersenyum. Ne, bicarakan saja sekarang. Beom Sil
bersemangat untuk mendengarkan So Yeon. Begini, kau tau Min Jeong? Teman satu kelasku. Dia mengajak

ku Dinner malam ini. Aku rasa dia akan menyatakan cintanya. Bagaimana menurutmu, haa? Beom Sil
terkejut. Ia terdiam dan belum menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Beom Sil-ah! Kau selalu saja diam
dan diam. Bagaimana aku tak bosan denganmu. Aiissh. Mwo? Kau bosan denganku? Baiklah, jika kau
bosan denganku pergilah denganya. Jangan mencariku lagi, kurasa kau sudah terbiasa tanpaku selama ini.
Mungkin jika kau tau apa yang ada dibalik semua ini, jangan mengejarku. Min Jeong hanya
memanfaatkanmu, So Yeon-ah. Dia mencintai perempuan lain. Bukan dirimu! kesabaran Beom Sil meledak
menjadi amarah yang membuat So Yeon kesal. Beom Sil terdiam. Kini giliran So Yeon yang berbicara. Kau
tau apa tentangnya? Dia benar-benar mencintaiku. Sudah, percuma saja aku bercerita padamu. Sahabat
macam apa kau ini. hati Beom Sil terasa sakit mendengar perkataan So Yeon. So Yeon berlari
meninggalkanya. Berjalan sendiri sudah terbiasa untuk Beom Sil. So Yeon-ah! ia berteriak.
Semenjak kejadian itu Beom Sil tidak pernah menemui So Yeon lagi. Begitu pula sebaliknya, So Yeon pun
tidak pernah menemui Beom Sil. Sesekali mereka bertemu di koridor kelas, keduanya tidak memperlihatkan
reaksi. Rutinitas mereka sekarang berbeda, tidak ada lagi Beom Sil dan So Yeon bersama. Beom Sil selalu
sibuk pergi ke perpustakaan bersama teman-temannya yang lain. Saat ini So Yeon masih tertawa bersama
Min Jeong teman yang mencintainya.
So Yeon-ah, anak ibu.. cepatlah turun, ibu sudah membuatkanmu samgyetang kesukaanmu. Harum
samgyetang memenuhi ruang makan, namun So Yeon belum memenuhi panggilan ibunya. Ibunya masih
sabar merapikan meja tempat biasa ia dan ibunya makan berdua. Di tempat pembaringan So Yeon menangis
tanpa henti. Air matanya tumpah yang begitu deras melewati pipinya. Ini salahku.. harusnya aku
mendengarkan apa yang dikatakan Beom Sil. Apa yang harus kulakukan eomma.. ia memukul-mukul
dadanya, terasa begitu sakit. Min Jeong yang berjanji akan terus mencintai dan menjaganya kini pergi
dengan wanita yang benar-benar ia sayangi. Ini tidak ada dalam pikiran So Yeon sebelumnya. Kenapa aku
begitu mempercayainya, Ya Tuhan. Kenapa aku tidak percaya pada sahabatku sendiri.. wae! ia sungguh
menyesali kejadian ini.
Di rumah Beom Sil merindukan So Yeon, sangat bosan dan tidak ada kegiatan dihari libur ini. Tiba-tiba
telepon di rumah berbunyi, Beom Sil segera mengangkatnya. Terdengar suara seorang ibu yang sedang
merasa khawatir. Yeoboseo, Beom Sil-ah. Tolong kau cepat kemari. So Yeon tidak mau keluar dari
kamarnya. Ibu sangat khawatir, dia belum makan. Bisakah kau menolong ibu?. Ne, eommanim. Aku
segera kesana. Dia berlari menuju rumah SO Yeon. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah Min
Jeong meninggalkanya? Sudah ku duka Min Jeong akan melakukan ini pada So Yeon. Bagaimana bisa aku
menatap wajah So Yeon. sesampainya di rumah So Yeon. Anyeonghaseyo, kajjha, masuklah. Aku
menunggu mu dari tadi. Cobalah bujuk dia supaya turun dari kamarnya. Ne, Beom Sil memberi salam
untuk ibu So Yeon. Ia diberi pesan untuk membujuk So Yeon agar ke luar dari kamarnya. Langkahnya pelan
menuju kamar So Yeon. Ketokan pintu lembut mengagetkan So Yeon dari tangisnya, ia mengusap sisa-sia
air mata di pipinya. Bukakan pintunya, aku mau masuk, suara Beom Sil sedikit berat terdengar dari dalam
kamar So Yeon. Apakah kau marah pada ku? Apa kau kemari untuk memukul ku? Mianhe Boem Sil-ah.
tangis So Yeon pecah kembali mendengar suara di balik pintu kamarnya. Apa yang harus So Yeon lakukan,
ia takut untuk membuka pintu kamarnya. Hya, pertanyaan konyol macam apa ini?! Sudahlah semua sudah
terjadi. Cepat buka pintu dan turunlah, ibu mu menunggu di bawah. sedih dan kesal berkecamuk dalam
hatinya, ia ingin menangis melihat sahabatnya disakiti. Beom Sil-ah, jawab pertanyaanku.. aku tidak berani
menatapmu. seketika hening ada diantara mereka. Beom Sil terdiam, ia menyeka air mata yang hendak
keluar. Ne, kalau kau tidak mau keluar lebih baik aku yang keluar dari rumahmu. Apa itu membuatmu mau
untuk ke luar? Jangan mencariku, Tunggu, aku akan keluar. So yeon membuka pintu kamarnya, namun
Beom Sil sudah tak berdiri disana. So Yeon Menengok kiri dan kananya. oh, eommanim aku pulang eoh.
Cheosonghamnida. Ibu So Yeon mengangguk bingung dengan sikap Beom Sil yang tiba-tiba pamit pulang.
So Yeon menuruni tangga denga cepat. Eomma, stop dia. namun Beom Sil sangat cepat untuk berlari. So

Yeon mengejarnya sampai ke jalan raya. Beom Sil-ah, kenapa kau berlari sangat cepat. Beom Sil tetap
berlari dan So Yeon masih mengejarnya sampai ke jembatan sungai Han. Tiba-tiba So Yeon tersandung dan
jatuh. Dipanggilnya Beom Sil untuk berbalik. Namun Beom Sil tidak berbalik dan hanya diam di tempat.
Tanganya mengepal keras seperti hendak memukul sesuatu. Beom Sil-ah, mianheyo.. aku memang
mengabaikanmu. Ini salah ku, pukul aku saja! So Yeon menangis keras. Ia sulit berdiri, dan tak bisa
mengejar Beom Sil. Di seberang sana Beom Sil merasa tak tega meninggalkan So Yeon sendiri. Percuma
saja aku memberitau mu soal Min Jeong. sekarang, apa yang akan kau minta dariku.. So Yeon-ah. Beom
Sil-ah, mianheyo.. aku ingin kembali padamu. Seharusnya aku mendengarkanmu waktu itu. Aku terbuai
kata-kata Min Jeong, Aniyo, aku masih harus memikirkanya, rasa sakit ini tidak mudah hilang. tangis So
Yeon semakin menjadi, tidak ada yang bisa ia perbuat setelah mendengar perkataan Beom Sil. So Yeon
menundukan kepalanya, ia sungguh menyesal. Bunyi bising jalanan tidak memecahkan keheningan di
antaranya. Beom Sil-ah, aku sungguh menyesal.. detik berjalan. Namun tak lama, Beom Sil membalikan
badanya dan berlari memhampiri So Yeon. Diangkatkanya tubuh So Yeon kepelukanya. So Yeon masih
menangis, bahkan semakin keras. So Yeon-ah, maukah kau mengobati luka ini? Kau yang membuatnya,
bukankah kau harus bertanggung jawab?, aku tidak bisa.. huuuhuu, Tatap wajah ku, lihat mata ini. Apa
aku terlihat membohongimu? Sarangheyo, So Yeon-ah. So Yeon diam menatap mata Beom Sil, ia merasa
begitu bersalah. Wae.. bukankah kau membenciku?, ahh aniyo.. aku tidak bisa membencimu, aku hanya
bisa menjaga dan menyanyangimu, Beom Sil-ah, kau memang sahabat baik ku, Keunde, sebenarnya aku
menginginkan sesuatu darimu. Bolehkah aku memintanya?. Tiba-tiba So Yeon bingung, Ne, apa yang kau
inginkan? Akan kukabulkan, Aku ingin hubungan kita lebih dari persahabatan, Wae? Maksudmu, kau
menembak ku? Ohh jinja eoh.. eotokhe, hehehe. Tanganya menggaruk-garuk kepala, ia harus menjawab
apa. So Yeon melihat ketulusan di mata Beom Sil. Ia tak bisa membiarkanya lepas dari genggamanya lagi.
Saat ini adalah kesempatan untuk So Yeon agar bersama kembali. Beom Sil-ah, saranghe.., Saranghee So
Yeon-ah, aku akan selalu di sampingmu, Gomawo Beom Sil-ah, jeongmal gomawo. Beom Sil memeluk
erat So Yeon, seperti tak ingin kehilangan dunianya lagi. So Yeon tersenyum dalam pelukan Beom Sil,
rasanya ia tak ingin pergi jauh dari Beom Sil. Ia tak ingin kejadian bersama Min Jeong terlulang kembali
pada dirinya. Yang ia miliki saat ini adalah Beom Sil, ia ingin melakukan lebih banyak hal dalam hidupnya
bersama orang yang ia cintai. Hya, kau ini. Sudah-sudah jangan menangis lagi. Kajja, kita pulang. Beom
Sil mengacak-acak rambut So Yeon, dan menggendongnya. Mereka berjalan menyusuri jembatan sungai
Han sambil tertawa bahagia melihat indahnya pesona sungai dan jembatan yang meraka lewati.

Cinta Berkicau
Pak Arka, ada?, tanya Felly kepada resepsionis kantor.
Pak Arka sedang meeting dengan pihak luar negeri. Apakah ada yang bisa saya bantu?
Saya mau bertemu dengannya sekarang juga.
Maaf, Bu. Untuk saat ini, Pak Arka tidak bisa menemui tamunya.
Seketika Felly mengerutkan dahinya, mendengus kesal dengan nafas beratnya, bibirnya terkatup rapat,
menggertakkan giginya, mencibir dan menatap resepsonis itu dengan tajam.
Saya nggak mau tahu ya, Mbak! Saya mau ketemu suami saya sekarang? Atau jangan-jangan, Mbak ini
memang sudah menggoda suami saya, dan menghalangi saya untuk menemuinya di kantor? Dasar wanita
jal*ng! Tak tahu diuntungg! Seharusnya Mbak sadar dong, kalau Pak Arka itu sudah beristri. Masih, aja
digodain!!!
Maaf, Bu. Saya tidak pernah melakukan hal itu. Ibu jangan ngomongin sembarangan, ya!
Ya mbak itu, yang harusnya jaga sikap ke suami saya. Lagipula, ucapnya terputus saat terdengar suara
yang sangat familiar memanggil namanya.
Sayang, panggilnya dengan lembut. Tapi, dengan dahi yang mengeryit.
Felly pun meninggalkan resepsionis itu dan menjelaskan semuanya. Akan tetapi, Arka justru tertawa
mendengar cerita istrinya dan tuduhan selingkuh istrinya. Arka pun meminta maaf kepada resepsonis itu dan
membawa Felly untuk ke ruangannya.
Sesampai di sana, Felly semakin meledakkan amarahnya. Membuat, Arka heran dengan sikapnya. Tidak
seperti Felly yang biasanya. Dia selalu lembut. Meskipun selalu manja. Apakah dia lagi PMS? Atau darang
tingginya lagi kumat? Arka memutuskan untuk bertanya secara halus kepada Felly. Dan, Felly menjawabnya
dengan keinginannya.
Aku ingin punggung kamu!
Hah? Punggung? Kenapa bisa begitu sayang?!
Kamu pulang sekarang! Aku mau punggung kamu!
Tapi, jamnya belum pulang sayang!
Sebentar, aja sayang. Habis itu, kamu balik lagi ke sini.
Arka mengeryit heran. Hingga akhirnya, Arka memutuskan untuk menurutinya. Maklum, pengantin baru.
Lagi panas-panasnya.
Selama di perjalanan, Felly selalu meluapkan kemarahannya terhadap Arka. Padahal, Arka sendiri tidak
mengetahui masalahnya apa. Arka sempat menanyakan, apakah Felly sedang datang bulan. Dan, Felly
menjawabnya dengan panas. Sehingga membuat telinga Arka ikut panas.
Sesampai di rumah, Felly menggeret Arka untuk masuk ke dalam kamar. Melepas jas, dasi, dan kemeja Arka
dengan kasar. Arka sempat bingung.

Apakah dia melakukan ini di siang bolong begini? Sedang bergairah atau gimana, ya? Tapi, kalau
bergairah, kenapa bawa minyak kayu putih sama uang logam? Istriku kenapa sih? Di pegang dahinya, dia
nggak demam! Aneh!, gumamnya.
Kamu berbaring telungkup gih!
Arka sempat menolak, tapi dengan ocehan istrinya itu Arka pun menurutinya dengan perasaan yang lembut.
Dioleskannya keyu putih membetuk garis panjang, lalu digesekkan uang logam itu di atas punggung Arka
hingga berwarna merah. Kerokan. Secara otomatis Arka merintih sakit. Bagaimana tidak, orang tidak masuk
angin dikerokin. Siang bolong begini, lagi. Bela-belain jemput ke kantor dan makan jam kerja.
Arka berulang kali membalikkan tubuhnya. Namun, Felly melarangnya. Terpaksa, Arka menurut. Di tengah
aktivitas mereka, Felly menceritakan kesehatan tubuhnya Ia merasa pusing, mual, dan memuntahkan seluruh
makanannya. Ia juga telat datang bulan selama 2 minggu. Setiap malam, ia susah untuk tidur meski ia
merasa capek. Ia selalu dilanda lapar di malam hari dan dilanda mual di pagi hari. Arka terus berpikir
dengan hal tersebut. Tanggal pernikahan mereka terhitung dengan perhitungan tepat untuk menyangka
kehamilan. Curiga!. Arka pun mengambil ponselnya yang terletak di samping meja. Mengirim pesan ke
satpam, untuk membeli tespen.
Arka menjebak Felly dengan menginginkan jatahnya. Namun, ia mmanfaatkan air kencingnya saat
melakukan hal itu. Menunggu, beberapa menit. Setelah mereka ke luar kamar mandi dengan segar. Arka
terkejut saat melihat garis dua merah di tespen. Hamil! Yah pantas jika Felly hari ini sangat aneh, marahmarah, pengen ngerokin, pengen ini dan itu. Ternyata, alasannya cuma satu. Ngidam karena HAMIL!.
Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani
Facebook: Pratiwi Nur Zamzani (Pakai Kerudung Putih)
Nama saya Pratiwi Nur Zamzani. Dapat menghubungi melalui akun facebook saya yaitu Pratiwi Nur
Zamzani ( Pakai kerudung putih ) , twiiter @nur_zamzani atau E-mail pratiwinurzamzanip[-at-]yahoo.co.id.
Dengan alamat, Jl. Rambutan, Pesanggrahan selatan, Bangil, Pasuruan. Prestasi yang pernah saya raih
adalah juara 3 Mading, puisi dan cerpen pernah diterbitkan di majalah SPEKTRUM dan berbagai buku
antologi. Antara lain adalah, Menjembut Ridhomu, Sapa malam teriak rindu, Dream Wings, dll.

Anda mungkin juga menyukai