Anda di halaman 1dari 19

3.1.

KEDUDUKAN STUDI KELAYAKAN DALAM PERENCANAAN


Pengembangan infrstruktur secara perlu melalui berbagai proses sebelum dilakukan
pembangunannya. Tahapan-tahapan pembangunan infrastruktur tersebut melalui
mekanisme pentahapan pre feasibility study, feasibility study, Detail Engineering Desain,
Kajian Transportasi (ANDALALIN), Kajian lingkungan (AMDAL), Konstruksi dan terakhir
monitoring.
Kajian kelayakan ini biasanya dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi
infrastruktur yang akan dibangun baik secara teknis, transportasi, lingkungan, sosial,
ekonomi dan sebagainya. Kajian ini terutama untuk infrastruktur yang profit juga
membutuhkan kajian finasial. Ada beberapa tahap atau prosedur kegiatan yang harus
ditempuh dalam suatu perencanaan seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Pre
Feasibility
Studi

Feasibility
Studi

Detail
Engineeri
ng
Desain

Gambar 3.1 Tahapan Proses Perencanaan


Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa sampai dengan pelaksanaan implementasi pekerjaan
dalam bentuk proyek, secara umum terdapat tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan
konstruksi dan yang terakhir adalah proses monitoring atau evaluasi hasil pelaksanaan
pekerjaan. Tahap perencanaan-pun dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap studi pra
kelayakan (pre feasibility study atau pra-FS), studi kelayakan (feasibility study atau FS)
dan tahap desain terinci (detail engineering design). Pada tiap tahapan tersebut terdapat
perbedaan signifikan terutama pada substansi pekerjaan dan tingkat kesalahan yang
masih dapat ditolerir. Pada dasarnya, tahapan kegiatan sebelumnya menjadi masukan
utama bagi kegiatan selanjutnya, mulai tahapan studi pra kelayakan sampai dengan
desain terinci.
Proses perencanaan merupakan tahap yang panjang karena pada proses tersebut harus
mempertimbangkan resiko yang lebih besar yaitu biaya pembangunan. Biaya
pembangunan merupakan suatu investasi yang harus dikembalikan dalam bentuk
manfaat (social benefit) atau revenue. Besarnya biaya pembangunan mengakibatkan
proses perencanaan (Pra-FS dan FS) harus di-review beberapa kali untuk mendapatkan
suatu hasil yang akurat dan benar-benar meyakinkan yang kemudian dijadikan suatu
dasar dalam perencanaan yang lebih terinci (Detail Engineering Design). Tahapan pre
III-1

feasibility study adalah tahap awal dalam studi atau penelitian sebelum implementasi
suatu proyek. Tahapan ini adalah tahapan dimana suatu ide pembangunan suatu proyek
infrastruktur dimunculkan kemudian dilakukan beberapa analisis yang diperlukan dalam
proses pra-FS tersebut yaitu, analisis supply-demand, analisis operasi, analisis teknis
dan, tentu saja analisis finansial maupun ekonomi. Keluaran yang dihasilkan adalah
analisis kelayakan teknis serta pembiayaan pada kajian ini
Seperti dijelaskan pada Gambar 3.1, tahapan pre feasibility study ditindaklanjuti dengan
pekerjaan feasibility study. Pada proses tersebut dilakukan beberapa review atau kaji
ulang dari studi sebelumnya. Dalam studi FS analisis yang dilakukan pada dasarnya
sama dengan lingkup analisis pada tahapan pra-FS namun dengan lingkup yang lebih
dibatasi serta tingkat akurasi analisis yang lebih tajam. Secara umum konsep studi,
analisis dan substansinya sama tetapi pada studi ini toleransi kesalahan yang dilakukan
akan semakin kecil.
Pada tahap pekerjaan FS terdapat tahapan ANDALL atau analisis dampak lalu lintas atas
dibangunnya suatu proyek tersebut. Preliminary design dari pembangunan proyek
tersebut harus sudah terlihat pada proyek FS dan preliminary design tersebut digunakan
untuk menghitung estimasi biaya pembangunan sampai dengan estimasi per pekerjaan
atau per satuan pekerjaan secara lebih rinci dan akurat sebagai penyempurnaan estimasi
pada tahap pra-FS.
Setelah proses perencanaan baik Pra-FS dan FS selesai kemudian masuk ke tahap
desain terinci dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi harus dilanjutkan dengan tahap
evaluasi atau monitoring. Tahap ini adalah tahap teknis dimana segala permasalahan baik
secara ekonomi finansial, kendala teknis dan operasi telah dianalisis dan diprediksi pada
dua tahap sebelumnya sehingga keputusan untuk melaksanakan kegiatan tersebut
adalah keputusan yang sudah final.
3.2. PERATURAN MENGENAI PERLINTASAN KA
Pada UU No 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, menjelaskan bahwa
perekerataapian adalah satu kesatuan system yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumber daya manusia, serta norma, criteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api.
Pasal 91
(1) Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api
dan lalu lintas jalan.
Pasal 92
1. Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana
lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan dan\atau persinggungan
dengan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) harus
dilaksanakan dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan
keselamatan perjalanan kereta api
III-2

Tabel 3.1. Beberapa produk hukum yang berkaitan dengan


perlintasan dan keselamatan kereta api
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Pasal
Isi
Pasal 91 (1)
Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang
Pasal 91 (2)
Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud [ada ayat (1)
hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan
kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.
Pasal 92 (1)
Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air
dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan
perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 (2) harus dilaksanakan
dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan
keselamatan perjalanan kereta api
Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta
Api
Pasal 16 (1)
Perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan dibuat dengan prinsip
tidak sebidang
Pasal 16 (2)
Pengecualian terhadap ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal letak
geografis yg tidak memungkinkan, membahayakan dan mengganggu
kelancaran operasi kereta api
Pasal 17
Persambungan, pemotongan atau penyinggungan dengan jalur kereta
api dapat diberikan ijin dengan memperhatikan, rencana umum
jaringan jalur kereta api, konstruksi jalan rel, keselamatan & kelancaran
operasi kereta api, persyaratan teknis bangunan dan keselamatan
serta keamanan di perlintasan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan
Pasal 64
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan,
pengemudi harus:
a. Mendahulukan kereta api,
b. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu
melintasi rel
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 tahun 2000 tentang Perpotongan
dan/atau Persinggungan antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain
Pasal 2 (1)
Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan lain dapat
berupa perpotongan sebidang atau tidak sebidang
Pasal 2 (2)
Perpotongan sebidang keberadaannya dapat di atas maupun di bawah
jalur kereta api
Pasal 3 (1)
Perlintasan dibuat dengan prinsip tidak sebidang
Pasal 3 (2)
Pengecualian prinsip tidak sebidang dapat dilakukan dalam hal letak
geografis
yang
tidak
memungkinkan,
tidak
membahayakan/mengganggu kelancaran operasi kereta api dan lalu
lintas di jalan, serta untuk jalur tunggal tertentu.
Pasal 4 (1)
Perlintasan sebidang sebagai dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) dapat
dibuat pada lokasi dengan ketentuan:
a). kecepatan kereta api yang melintas kurang dari 60 km/jam,
b). headway kereta api yang melintas di lokasi tersebut minimal 6
menit,
c). jalan yang melintas adalah jalan kelas III,
d). jarak perlintasan antara satu dengan lainnya pada satu jalur kereta
api tidak kurang dari 800 m,
e). tidak terletak pada lengkung jalan kereta api atau tikungan jalan,
III-3

f). jarak pandangan bebas minimal 500 m untuk masinis dan minimal
150 m untuk pengemudi kendaraan bermotor
Pasal 4 (2)
Jarak pandangan bebas minimal 500 m bagi masinis kereta apian 150
meter bagi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf f dimaksudkan bagi masing-masing untuk
memperhatikan tanda-tanda atau rambu-rambu dan khusus untuk
pengemudi kendaraan bermotor harus menghentikan kendaraannya
Pasal 6 (1)
Untuk melindungi keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta api
pada perlintasan sebidang, kereta api mendapat prioritas berlalu lintas
Pasal 6 (2
Untuk keamanan dan kelancaraan operasi kereta api perlintasan wajib
dilengkapi rambu peringatan, rambu larangan, marka berupa pita
penggaduh, pintu perlintasan,dan isyarat suara adanya kereta api
melintas
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 22 tahun 2003 tentang Pengoperasian
Kereta api
Pasal 75 (3)
Pasal 80 (1)
Rintang jalan pada lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(3) huruf e, disebabkan oleh:
a. peristiwa alam,
b. kecelakaan,
c. adanya gangguan prasarana kereta api,
d. sebab ain yang dapat mengancam keselamatan perjalanan kereta
api
Pasal 80 (2)
Kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
disebabkan:
a. tabrakan kereta api dengan kereta api atau dengan moda lain,
b. kereta api sebagian atau seluruhnya keluar jalur rel,
c.kecelakaan lainnya.
3.3. PERLINTASAN JALAN REL DENGAN JALAN RAYA
Perlintasan antara jalan rel dengan jalan umum pada prinsipnya terbagi atas dua macam,
yaitu:
1. perlintasan yang dilalui dengan kendaraan, umumnya banyak dijumpai di daerah
perkotaan. Perlu dilengkapi dengan rambu dan pintu pengamanan lalu lintas;
2. perlintasan yang hanya dilewati orang dan hewan, tetapi tidak dilalui kendaraan.
Biasanya dapat ditemui pada daerah luar perkotaan atau pinggiran kota (pedesaan).
Perlintasan yang dilewati dengan kendaraan berarti perlintasan dengan jalan raya dapat
berbentuk sebidang dan tidak sebidang. Untuk lalu lintas kendaraan yang rendah masih
dimungkinkan terjadi perlintasan sebidang yang dilengkapi dengan beberapa rambu
pengamanan dan penjaga lintasan. Tetapi untuk lalu lintas kendaraan yang padat
khususnya di kota-kota besar, seharusnya dihindari terjadinya perlintasan sebidang,
sehingga perlu dibuat dibuat perlintasan tidak sebidang (viaduct).
A. Perlintasan sebidang
Untuk perlintasan sebidang yang merupakan suatu daerah konflik antara 2 moda yang
masing-masing mengejar sasaran yang sama yaitu efisiensi dalam pengoperasian
dengan kecepatan laju yang tinggi dan penyelaan yang rendah.

III-4

Perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya harus tersedia jarak pandangan yang
memadaii bagi kedua belah pihak, terutama bagi pengendara kendaraan. Sering terjadi
kecelakaan antara kereta api dengan pemakai jalan raya. Perlu dilakukan pengurangan
jumlah perlintasan sebidang inii khususnya untuk daerah-daerah yang padat lalu lintas
untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi terutama di dalam kota.
Apabila tidak ada rambu atau tanda pemberitahuan. Bahwa kereta api akan melewati
perlintasan, maka ada dua kejadian yang menetukan jarak pandangan (A policy on
Geometric Design of Highways and Streets, 1984, ASHTO).
a) Pengemudi kendaraan dapat melihat kereta api yang mendekat sedemikian rupa ,
sehingga kendaraan dapat menyeberangi perlintasan sebelum kereta api tiba pada
perlintasan
b) Pengemudi kendaraan dapat melihat kereta api yang mendekat sedemikian rupa,
sehingga kendaraan dapat dihentikan sebelum memasuki daerah perlintasan
B. Perlintasan tidak sebidang
Pada dasarnya perlintasan jalan rel dengan jalan dibuat tidak sebidang. Perlintasan tidak
sebidang ini merupakan pertemuan lintasan antara jalan dengan jalan rel tidak memiliki
elevasi (ketinggian) yang sama, sehingga salah satu dari lintasan tersebut berada di
bawah atau di atasnya. Secara umum terdapat dua macam perlintasan tidak sebidang
yaitu flyover dan underpass. Flyover merupakan bentuk perlintasan yang berupa
jembatan layang (jalan) yang berada di atas jalan rel. Sedangkan untuk underpass
merupakan bentuk perlintasan jalan raya berada di bawah jembatan (perlintasan) jalan
rel.
Untuk perlintasan tidak sebidang ini ketinggian (elevasi) dan kelandaian sangat
mempengaruhi. Dengan adanya persyaratan ini, maka untuk membuat perlintasan yang
tidak sebidang ini membutuhkan bentang jembatan (baik rel maupun jalan) yang cukup
panjang sebagai bentuk arahan keselamatan transportasi diperlintasan. Untuk keideal
jalur lintasan ini diusulkan untuk lintasan yang tidak sebidang. Namun secara finansial
kondisi saat ini untuk perlintasan seperti subway dan monorel masih jauh untuk
diterapkan di Indonesia.
3.4. PENENTUAN JENIS PERLINTASAN KA DAN JALAN RAYA
a. Perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, terdiri dari :
1) perlintasan sebidang yang dilengkapi dengan pintu;
a) otomatis;
b) tidak otomatis baik mekanik maupun elektrik
2) perlintasan sebidang yang tidak dilengkapi pintu.
b. Perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dalam huruf a butir 1) apabila melebihi
ketentuan mengenai:
1) Jumlah kereta api yang melintas pada lokasi tersebut sekurang-kurangnya 25
kereta/hari dan sebanyak-banyaknya 50 kereta /hari;
2) volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) sebanyak 1.000 sampai dengan 1.500
kendaraan pada jalan dalam kota dan 300 sampai dengan 500 kendaraan pada
jalan luar kota; atau
III-5

3) hasil perkalian antara volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) dengan frekuensi
kereta api antara 12.500 sampai dengan 35.000 smpk, maka harus ditingkatkan
menjadi perlintasan tidak sebidang.
Untuk menentukan batasan perlu tidaknya perlintasan kereta api dijaga atau tidak,
Gambar 2.2 memberikan batasan itu.

Gambar 3.2 Grafik area perlintasan KA dan jalan raya


Sumber: Pedoman Teknis Perlintasan antara Jalan dengan Jalur Kereta Api (2005)

3.5. PEMAHAMAN STUDI KELAYAKAN


Studi kelayakan merupakan suatu kegiatan penelitian atau kajian yang dilakukan secara
komprehensif dari berbagi aspek dalam usaha mengkaji tingkat kelayakan dari suatu
proyek. Kegiatan ini merupakan salah satu tahapan awal dari serangkaian kegiatan
pelaksanaan pekerjaan. Hasil dari suatu kajian kelayakan ini merupakan rekomendasi
untuk tahapan lebih lanjut.
Untuk kasus pekerjaan infrastruktur transportasi, dalam hal ini pada lingkup pekerjaan
pada tahap studi kelayakan survai lokasi, lalu lintas, permintaan (demand) transportasi,
tata guna lahan, sosial masyarakat, angkutan serta survei sarana dan prasarana untuk
melengkapi studi terdahulu. Kelayakan ini perlu ditinjau dari berbagai aspek, maka
lingkup studi kelayakan ini meliputi semua aspek yang ditinjau ataupun dikaji
kelayakannya. Secara umum aspek yang ditinjau dari kajian kelayakan ini meliputi:

III-6

Aspek teknis dan transportasi


Kajian aspek teknis dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan dari pekerjaan
yang dimaksud dari segi teknis dan transportasi. Kajian ini pada dasarnya usaha
untuk menjawab apakah jalan yang akan dikembangkan cukup andal, aman dan
dapat dipertanggungjawabkan. Aspek-aspek teknis yang ditinjau meliputi aspek
rekayasa, operasional dan perawatan yang diperlukan kemudian hari.
Aspek manajerial dan administratif
Aspek manajerial dan administrasi dikaji dalam usaha untuk mengetahui apakah SDM
yang dicanangkan dan juga sistem dan mekanisme administrasi yang dicanangkan
cukup mampu mengelola jalan tersebut, dimulai dari tahpan perencanaan,
pelaksanaan, operasional, maupun perawatan. Jadi kajian ini dilakukan menyangkut
juga kempuan staf dari pada pekerjaan untuk menjalankan pengelolaan. Perlu
disadari disini bahwa meskipun keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara
subyektif, tetapi yang lebih ditekankan adalah hal-hal yang berkaitan dengan
mekanisme kerja, gaya manajemen, dan kualifikasi sumber daya manusia yang akan
terlibat.
Aspek ekonomis
Pada dasarnya kajian ekonomis hampir sama dengan kajian finansial, yang
membedakannya adalah sudut pandang yang digunakan. Dalam kajian ekonomis ini
sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang kepentingan masyarakat luas
atau pemerintah. Dengan demikian dalam kajian ekonomis ini yang diperhatikan
adalah apakah proyek dimaksud akan memberikan sumbangan atau mempunyai
peranan yang positif dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan apakah
peranannya itu cukup besar sehingga alokasi dana yang ditempatkan pada proyek
yang dimaksud cukup bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas.
Dengan sudut pandang yang berbeda ini tentu saja komponen-komponen yang
diperkirakan akan mendatangkan manfaat akan berbeda dibandingkan kajian
finansial. Hal ini perlu diingat disini adalah seperti halnya kajian finansial, hal
mendasar yang berusaha dijawab adalah apakah alokasi dana yang diperlukan untuk
jalan ini cukup efisien dan efektif penggunaannya ditinjau dari manfaat yang akan
dirasakan masyarakat secara umum.
Aspek lingkungan
Kajian lingkungan pada dasarnya dilakukan dalam usaha menjawab keberadaan
ataupun implementasi jalan akan berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Jika
memiliki dampak, maka perlu diketahui intensitas dampak yang dimaksud dan apa
yang perlu dilakukan untuk mencegah, memeperkecil, ataupun mengelola dampak
dimaksud.
5. Aspek sosial masyarakat
Kajian sosial masyarakat pada dasarnya untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat
terhadap keberadaan ataupun implementasi jalan. Aspek sosial masyarakat ini lebih
mengarah pada partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan jalan ini.
Kajian sosial masyarakat juga terkait dengan dampak terhadap perubahan kondisi
sosial masyarakat dengan adanya jalan ini.

III-7

3.6. METODOLOGI STUDI


Secara umum pekerjaan Penyusunan Pekerjaan feasibility study Perlintasan Tidak
sebidang Kroya ini terdapat beberapa bagian kajian yang dilakukan antara lain
penyusunan kajian kelayakan teknis yang dilengkapi dokumen-dokumen mengenai studi
lapangan dan laboratorium pendukungnya. Secara umum kajian pra kelayakan studi ini
tidak diperlukan dengan melihat kondisi jaringan jalan yang ada sudah ada, hanya
diperlukan peningkatan terkait dengan jalan eksisting yang ada agar memiliki daya
hubung yang optimal. Secara umum kajian ini dapat diilustrasikan pada diagram alur
kerangka penyusunan kajian yang diberikan sebagai berikut.
PERLINTASAN TIDAK SEBIDANG KROYA

Pendalaman susbtansi

Pengumpulan data survei

Survei transportasi
Hidrologi dan drainase
Topografi (pengukuran)
Geologi dan geoteknik Lingkungan

Volume
Kapasitas
Kinerja

Curah hujan
Genangan
Drainase

BM dan titik acu


Poligon horiontal
Beda Tinggi
Penampang

Geologi
Sondir
Gempa

Anlaisis

Alternatif-Alternatif

PRA RENCANA TEKNIS

Sosial
Utilitas
Ekonomi
Tata Guna
lahan

Teknis
Sosial
Lingkungan
Ekonomi
Transportasi

Analisis ekonomi
Evaluasi kelayakan

Rekomendasi

Gambar 3.3 Metodologi Penyusunan


Sumber Departemen Pekerjaan Umum, diolah kembali (2005)

III-8

1. Pendalaman substansi
Pendalaman substansi pengembangan Perlintasan Tidak Sebidang Kroya merupakan
langkah awal di dalam pengkajian studi ini. Pendalaman ini dengan melihat kondisi
secara langsung jaringan jalan secara spot dengan tingkat kedetailan yang sesuai
dengan ketetapan dan kriteria yang ada. Selain itu juga perlu dilakukan pemantapan
pada pendalama substanasi ini. Beberapa hal yang perlu didalami antara lain:
- pendalaman permasalahan
- pemetaan lingkup
- kajian literatur
- pemantapan metodologi
- penyusunan metode survei
- analisis kelayakan teknis
2. Pengumpulan data survei
Pengumpulan data survei merupakan parameter yang diambil sebagai bahan atau
dasar di dalam kajian kelayakan dan perencanaan untuk pengembangan Perlintasan
tidak sebidang Beberapa komponen survei yang ditinjau antara lain sebagai berikut.

Survei transportasi
Survei transportasi merupakan survei yang digunakan untuk mengetahui kondisi
Jaringan jalan pendekatan dengan ruas jaringan eksisting dan Inventarisasi jalan
ini dilakukan dengan visualisasi kondisi berdasarkan kajian lalu lintas dan
sebagainya.

Hidrologi dan hidrolika


Kondisi hidrologi ini dengan menguji untuk mengetahui data aliran luapan air banjir
dan saluran drainase pada kondisi tertentu.

Topografi
Pada kajian topografi ini dilakukan pengukuran terhadap poligon horisontal dan
vertikal lahan yang ada.

Geologi
Pada kajian geologi/tanah ini terdapat pada pendekatan dari data sekunder
3. Studi kelayakan
Studi kelayakan ini dilakukan lebih untuk mengetahui seberapa jauh kendala dan
potensi dengan adanya pengembangan Perlintasan tidak sebidang ini. Kelayakan
studi ini meliputi dari tinjauan aspek transportasi, sosial, lingkungan, ekonomi, dan
teknis. Pada pengembangan Perlintasan Tidak sebidang Kroya ini lebih pada upaya
penyelesaian kemungkinan permasalahan yang terkait dengan kajian kelayakan ini.
Namun apabila terdapat item yang secara acuan/aturan maupun teknis yang ada tidak
dapat ditoleransi, maka akan memberikan kewaspadaan terhadap kelayakan kajian
terkait peningkatan perlintasan jalan dengan rel tersebut sebagai masukan apakah
peningkatan ini perlu diteruskan atau perlu dilakukan penyesuaian maupun tidak layak
sama sekali untuk dilakukan. Kondisi ini dimungkinkan apabila terkait dengan tidak
dapat masuk atau sesuai standar yang ditentukan, diperlukan penanganan dengan
biaya yang relatif besar, terkait aspek keamanan dan keselamatan.

III-9

3.7. TAHAPAN KEGIATAN STUDI


Secara umum, kegiatan FS Perlintasan Tidak Sebidang Kroya ini akan dilaksanakan
dibagi dalam 4 (empat) tahap utama, yaitu:
A. Tahap Persiapan, yang merupakan langkah awal dari kegiatan pelaksanaan
pekerjaan, berupa mobilisasi personil, pengenalan situasi/lingkungan lokasi pekerjaan,
pembuatan program kerja, pengurusan ijin-ijin survei dan mobilisasi peralatan survei,
serta tahap pengembangan metodologi perencanaan yang meliputi penyusunan
konsep dan metoda perencanaan.
B. Tahap Pengumpulan Data, berupa tahapan kegiatan pengumpulan data berupa data
sekunder maupun data primer. Data sekunder yang dikumpulkan pada studi ini
merupakan data yang dikumpulkan secara instansional yang terkait dengan
perencanaan desain jalan dan perlintasan tak sebidang. Sedangkan survei primer yang
dilakukan, antara lain: survei lalu lintas, survei kondisi dan geometrik jalan. Catatan
detail mengenai kebutuhan data dan metoda pengumpulannya disampaikan pada
bagian selanjutnya.
Pada tahapan ini, juga dilakukan kajian awal identifikasi dan deskripsi alternatifalternatif dari kegiatan yang dikaji, khususnya alternatif perencanaan fisik, meliputi
bentuk geometrik maupun pemilihan jenis struktur yang digunakan. Identifikasi
alternatif ini didasarkan pada 4 (empat) faktor utama, yaitu:
1. Sasaran dan tujuan kegiatan
2. Kondisi eksisting
3. Kendala (constraints) yang ada, dan
4. Komponen sistem yang mungkin dirubah
Tahapan identifikasi dan deskripsi alternatif-alternatif ini diharapkan menghasilkan
keluaran berupa uraian lanjut atau detail yang secara teknis mampu mengidentifikasi
dimensi dasar maupun spesifkasi teknis lainnya. Dengan demikian, gambaran teknis
dari kerangka alternatif-alternatif yang diusulkan dapat dikaji lebih akurat, terutama
menyangkut estimasi kebutuhan biaya untuk konstruksi.
C. Tahap Analisis, pada prinsipnya tahapan ini merupakan pengolahan lanjut data
sekunder serta data primer dari lapangan yang diikuti dengan proses analisis terkait
kelayakan perlintasan tidak sebidang Kroya
D. Tahap Finalisasi, merupakan perbaikan dan penyempurnaan dari tahap sebelumnya
berdasarkan hasil dari diskusi dan pembahasan yang dilakukan bersama pemberi
kerja.
3.8. KEBUTUHAN DATA
Secara umum data yang dibutuhkan dapat digolongkan dalam 2 (dua) kategori, yakni:
data untuk analisis teknis dan analisis kebutuhan pergerakan serta data untuk kebutuhan
analisis kelayakan ekonomi. Data yang digunakan untuk analisis teknik terdiri dari:

III-10

(1) Data sosio-ekonomi, yang meliputi data jumlah dan penyebaran penduduk, tingkat
pendidikan, jumlah dan penyebaran tenaga kerja, PDRB dan PDRB perkapita,
output (produksi) dari kegiatan ekonomi dan data terkait lainnya yang memiliki
hubungan yang kuat dengan studi
(2) Data tata ruang, yang meliputi data penggunaan lahan per jenis kegiatan, pola
penyebaran lokasi kegiatan, besaran penggunaan ruang dan pola kegiatannya.
(3) Data jaringan prasarana dan pelayanan transportasi, yang merangkum data
mengenai kondisi dan tingkat pelayanan jaringan transportasi yang berada di dalam
daerah studi, baik ruas maupun simpul pada moda transportasi yang dioperasikan.
Data yang dikumpulkan merupakan data eksisting dan data rencana
pengembangannya.
(4) Data Kondisi Geografis dan Geoteknik, yang meliputi data topografi, keberadaan
hambatan alam (sungai, bukit, daerah rawan bencana alam, dll.) di sekitar lokasi,
serta kondisi tanah untuk keperluan kajian kemungkinan peningkatan prasarana
pada ruas yang ditinjau.
(5) Data kondisi Right of Way (ROW) koridor yang ditinjau untuk kemungkinan
pengembangan dan identifikasi potensi permasalahan sosial yang mungkin terjadi.
Secara keseluruhan, data yang diperlukan dalam pelaksanaan studi ini ditampilkan pada
Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2. Kebutuhan dan Sumber Data
No
.
1.

Kelompok
Data
Data Sosial
Ekonomi

2.

Data Tata
Ruang
(RTRW)

Item Data
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.

3.

Data Sarana
dan
Prasarana
Transportasi

Data Kondisi
Geografis
Data Lalu

5.

a.
b.
c.
d.
a.
b.
a.

Demografi/Kependudukan
Penggunaan ruang
Produktifitas dan sistem ekonomi
Data lain yang terkait dengan
pengembangan wilayah Kabupaten
Banyumas dan Cilacap (Kroya)
Penggunaan lahan/jenis kegiatan
Pola peneyebaran lokasi
kegiatan
Besaran pengguaan ruang dan
pola kegiatannya
Rencana pengembangan dan
Recana Detail Tata Ruang
Right of way pengembangan
jaringan jalan dan penggunaan tata
ruangnya
Jaringan jalan
Kondisi dan geometrik jalan
Kinerja jaringan jalan
Data kondisi simpang, berupa
antrian, delay, dsb
Topografi
Keberadaan hambatan alam
Data kebutuhan

Sumber
BPS, Pemda, dan
studi terdahulu

Bapeda Kab , Dinas


Tata Kota, Dinas Bina
Marga

Dinas Bina marga,


Dishubkominfo
dan/atau
Bapeda/studi-studi
terkait
Peta topografi atau
survei topografi
Kementrian Pekerjaan
III-11

No
.

6.

Kelompok
Data
lintas

Data
Penyelidikan
Tanah

Item Data
perjalanan/pergerakan
b. Data asal tujuan penumpang
c. Data jumlah kendaraan.

a. Data sondir tanah


b. Data boring tanah
c. Data profil tanah di lokasi
perencanaan jalan
7.
Data
a.
Estimasi komponen biaya (harga
Kelayakan
satuan, dll)
Ekonomi
b. Data estimasi biaya operasi
kendaraan, nilai waktu perjalanan
dan kecelakaan
8.
Data
a. Data nilai jual obyek pajak
Penunjang
b. Data jual-beli dan informasi terkait
Lainnya
c. Data tata guna lahan
d. Data utilitas
e. Perundangan dan peraturan tentang
tanah
f. Peta administrasi
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, diolah kembali (2005)

Sumber
Umum, Dinas Bina
Marga,
Dishubkominfo,
Bapeda
Hasil Studi atau Dinas
Bina Marga, Dinas
Tata Kota
Dinas Bina marga,
Dishubkominfo

Kantor PBB, agen


properti, Pemkot.

3.9. METODE PENGAMBILAN DATA


Metodologi pengambilan data ini berdasarkan pada kerangka pikir dalam pendekatan
studi bahwa untuk survei teknis desain Perlintasan Tidak Sebidang Kroya ini terbagi
menjadi empat kategori pengambilan data utama. Pengambilan survei utama ini
kesemuanya merupakan survei primer dan sekunder.
Hasil survei yang dikumpulkan tersebut akan dimasukkan ke dalam data base untuk
diverifikasi dan dilakukan kompilasi data agar didapatkan data yang siap diolah.
1. Survei visualisasi jaringan jalan dan transportasi
Survei visualisasi jaringan jalan dan transportasi ini diambil berdasarkan kondisi jalan
secara keseluruhan dan juga kondisi pendekat jalan tersebut. Survei visualisasi ini
dengan menggunakan metode pengamatan langsung di lapangan. Survei pengamatan
di lapangan ini lebih pada pengamatan kondisi fisik jalan dan kondisi transportasi
lainnya.
2. Survei hidrologi
Survei hidrologi lebih kearah pola aliran dan luapan air banjir. Metode survei ini dengan
menggunakan data sekunder aliran yang ada.
Tahap pengumpulan data akan mengintegrasikan data primer dan data sekunder yang
akan dipergunakan sebagai bahan kajian dan analisis untuk menghasilkan suatu rumusan
kebijakan yang berdasarkan dari Survei Teknis Desain Perlintasan Tak Sebidang
III-12

3.9.1.Teknik Pengambilan Survei Lalu Lintas


Survei lalu lintas ini dengan menggunakan metode manual dengan melakukan
perhitungan turus jumlah kendaraan yang melintas. Penggunaan manual survei ini dapat
menggunakan alat bantu traffic count dan hand tally. Beberapa langkah yang diambil
terkait survei lalu lintas di ruas dan simpang sebagai berikut
1. Melakukan perhitungan setiap kendaraan yang melintas dengan membagi menjadi
beberapa golongan seperti mobil, mikro bus, bus sedang, bus besar, pickup, truk
engkel, truk tronton, truk trailler, sepeda motor dan sepeda.
2. Perhitungan jumlah kendaraan dilakukan dengan selang waktu tiap 15 menitan
3. Pada survei di simpang dihitung juga kendaraan yang melakukan manuver (gerakan
membelok).
4. Masing-masing untuk tiap penggolongan kendaraan tersebut dikalikan dengan
ekivalensinya untuk satuan mobil penumpang dengan asumsi tiap ekivalensi mengacu
MKJI 1997.
5. Setelah dilakukan perhitungan menjadi satuan mobil penimpang, kemudian dilakukan
penambahan secara bertahap untuk satuan jam sehingga menjadi smp/jam.
3.9.2.Survei Hidrologi
Dalam survei hidrologi akan dilakukan pengamatan terhadap sistem drainase yang sudah
ada (selokan samping pipa drainase, gorong-gorong, dll) yang akan dianalisis untuk
menyediakan fasilitas drainase yang memadai pada rencana perlintasan tak sebidang.
Pada survei hidrologi, dimungkinkan untuk melakukan pengukuran dimensi saluran dan
besaran volume endapan pada saluran yang ada, dilakukan pegukuran debit pada
saluran dan sebagainya yang mengikuti kondisi dan kebutuhan di lapangan.
3.9.3.Survei Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Kegiatan sosial ekonomi dilakukan mendapatkan masukan untuk proses peramalan
kebutuhan lalu lintas berkaitan dengan perubahan sosial dan/atau pertumbuhan ekonomi
yang meliputi: Pengumpulan data sekunder (seperti yang telah diuraikan diatas) dan
pengumpulan data primer (data jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian,
kondisi kesehatan penduduk setempat).
3.10. KONSEP ANALISIS STUDI KELAYAKAN
Studi kelayakan proyek (project feasibility study) diartikan sebagai "penelitian tentang
dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil" (Husnan dan Suwarsono,
1994: 4). Secara umum, suatu studi seperti ini menyangkut tiga aspek, yaitu:
(1) manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri, dalam arti apakah
keuntungannya lebih besar daripada biaya atau resikonya;
(2) manfaat ekonomis proyek tersebut dilihat dari kepentingan nasional (ekonomi makro);
(3) manfaat sosial proyek tersebut dilihat dari kepentingan masyarakat sekitar proyek
Kelayakan suatu proyek biasanya diukur dengan minimal terdapat empat macam
kelayakan, yaitu: kelayakan teknis, kelayakan ekonomi dan finansial, kelayakan
administratif dan kelayakan ekologis-sosial budaya. Keempat kelayakan ini diprediksi
sebelum suatu proyek dijalankan. Kelayakan teknis berkaitan dengan pertanyaan apakah
secara teknis, proyek tersebut dapat dilaksanakan Misal: apakah jembatan yang
diusulkan dapat menahan beban lalu lintas yang akan terjadi diatasnya Kelayakan
III-13

ekonomi dan finansial berkaitan dengan biaya dan keuntungan, sedangkan kelayakan
ekologis-sosial budaya berkaitan dengan perkiraan pengaruh proyek terhadap kondisi
lingkungan dan sosial masyarakat berkaitan dengan keberadaan proyek tersebut.
Kelayakan administratif mengukur apakah proyek tersebut dapat diimplementasikan
dalam sistem administrasi pemerintahan yang ada. Satu per satu, tiap macam kelayakan
tersebut di bahas di bawah ini.
3.10.1.
Kelayakan Teknis
Dua kriteria prinsip yang termasuk dalam katagori teknis adalah: efektivitas dan
ketercukupan (adequacy). Efektif berarti proyek dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Tapi, seringkali ketercapaian tujuan tidak selalu dapat dilacak hanya karena keberadaan
proyek tersebut, sering banyak faktor yang lain ikut mempengaruhi. Cara paling langsung
dan cepat untuk memprediksi kelayakan teknis adalah dengan cara melihat apakah
proyek seperti itu secara teknis dapat dilaksanakan di tempat lain. Tetapi, perlu
diwaspadai faktor-faktor lain yang khas di lokasi mungkin sekali ikut mempengaruhi
keberhasilan proyek di lokasi tersebut, sehingga cara ini pun tidak selalu cocok untuk
dipakai.
Pada kelayakan teknis ini, terdapat beberapa ketentuan maupun kriteria kelayakan yang
perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut

Kriteria
Trase

Topografi

Geologi
tanah

Tabel 3.3. Kriteria Penentuan Kelayakan Teknis


Ketentuan
Acuan pedoman
Trase
pada
alinemen Standar Perencanaan Geometrik
horisontal
Jalan Perkotaan, Deptemen PU,
Ditjen Bina Marga, 1992
Tanjakan (kelandaian)
Standar Perencanaan Geometrik
Jalan Perkotaan, Deptemen PU,
Ditjen Bina Marga, 1992
Daya dukung (Q)tanah > Q desain

Sumber Departemen Pekerjaan Umum, diolah kembali (2005)

3.10.2.
Kelayakan Ekonomi dan Finansial
Salah satu alasan mengapa disiplin ekonomi mencapai kepopulerannya dalam analisis
kebijakan adalah karena mempunyai konsep-konsep yang terukur. Analis dan pengambil
keputusan lebih menyukai analisis dan informasi yang "keras" yang dapat
dikomunikasikan dengan istilah-istilah kuantitatif. Tiga konsep yang sering dijumpai dalam
kelayakan ekonomi, yaitu: kriteria yang terlihat dan yang tidak terlihat, dapat atau tidak
dapat diukur secara moneter, dan langsung atau tak langsung diukur dengan analisis
biaya-keuntungan (cost benefit analysis).
Penentuan kelayakan ekonomi ini didasarkan seberapa besar nilai manfaat yang
dihasilkan terhadap nilai biaya investasi yang ada. Beberapa indikator ekonomi telah
banyak diberikan dan banyak ragam metode untuk batasan penentuan kelayakan
ekonomi ini. Pada dasarnya batasan-batasan kelayakan ekonomi tersebut hampir sama

III-14

penggunaannya, untuk itu dalam kajian ekonomi ini dipergunakan batasan dasar untuk
menghitung nilai kelayakan ekonomi/finasial antara lain sebagai berikut
Tabel 3.4. Kriteria Penentuan Kelayakan Ekonomi
Kriteria
Ketentuan
Benefit Cost Ratio (BCR)
BCR > 1 (layak)
BCR = < 1 (tidak layak)
Economi Internal Rate of return (EIRR) EIRR > diskonto rate (layak)
EIRR < Discount rate (tidak layak)
NPV positif (layak)
Net Present Value
NPV negative (tidak layak)
3.10.3.
Kelayakan Administratif
Bila suatu proyek telah dikaji layak dari segi teknis, ekonomis maupun politis, tapi tidak
dapat diimplementasikan dalam sistem administrasi pemerintahan yang ada, maka proyek
tersebut mendapat masalah. Kelayakan administratif berkaitan dengan: kewenangan
(authority), komitmen kelembagaan (institutional commitment), kemampuan (capability),
dan dukungan organisasional (organizational support), kewenangan (authority) untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan, menjadikannya suatu program atau proyek,
sering merupakan kriteria yang kritis.
3.10.4.
Kelayakan Ekologis dan Sosial-Budaya
Suatu usulan proyek perlu dikaji dampaknya dari segi ekologis, dengan mengadakan
Kajian Lingkungan baik dapat dalam bentuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) maupun UKL-UP. Demikian pula, kajian dampak sosial-budaya juga perlu
dilakukan sebagai bagian dari studi kelayakan proyek berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup.
3.10.5.
Kelayakan Transportasi
Secara umum, pada kelayakan transportasi ini beberapa ketentuan terkait kriteria
kelayakan yang perlu diperhatikan di dalam penyusunan perhitungan adalah kondisi
kinerja jaringan jalan yang ada dengan tingkat layanan jalan tersebut. Biasanya
penggunaan batasan antara kinerja ruas jalan mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (1997). Adapun beberapa kriteria penting sebagai bagian dari kriteria
penentuan kelayakan transportasi ini adalah sebagai berikut
Tabel 3.5. Kriteria Penentuan Kelayakan Transportasi
Kriteria
Ketentuan
Acuan pedoman
Kinerja jalan (VCR)
Semakin tinggi nilai volume per MKJI, 1997
kapasitasnya (VCR) pada ruas
jalan tersebut menunjukkan nilai
kelayakannya
semakin
kecil.
Batasan nilai VCR ini adalah
maksimal 0,8. Apabila mencapai
nilai 1 atau lebih berarti
mengalami traffic jam (kemacetan
total)
III-15

Kriteria
Kecepatan/tundaan

Ketentuan
Semakin
lama
tundaan
perjalanan
dan
kecepatan
menurun semakin rendah nilai
kelayakannnya
Panjang antrian
Panjang antrian semakin panjang
memberikan kondisi semakin
rendah nilai kelayakannya
Sumber Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Acuan pedoman
MKJI, 1997

MKJI, 1997

3.10.6.
Analisis Kelayakan Ekonomi
Untuk mempersiapkan implementasi Feasibility Study beberapa kajian perlu dilakukan
terlebih dahulu, khususnya yang terkait dengan evaluasi kelayakan ekonomi. Indikator
ekonomi baku yang biasa digunakan dalam evaluasi kalayakan ekonomi, antara lain: Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Break
Event Point (BEP). Secara umum semua indikator tersebut akan memberikan suatu
besaran yang membandingkan nilai manfaat dan biaya dari setiap alternatif yang
diusulkan, namun secara spesifik setiap indikator tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Pada umumnya semua indikator tersebut perlu diperiksa untuk
menggambarkan secara lebih jelas kejadian-kejadian ekonomi selama masa
perencanaan. Pada bagian berikut ini disampaikan penjelasan singkat mengenai indikator
kelayakan yang dimaksud.
Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah selisih antara Present Value Benefit dikurangi dengan
Present Value Cost. Hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara
ekonomu adalah yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif. Dalam hal ini semua
rencana dinyatakan layak apabila NPV > 0
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah besarnya tingkat suku bunga pada saat nilai NPV
= 0. Nilai IRR dari suatu proyek harus lebih besar dari nilai suku bunga yang berlaku
atau yang ditetapkan dalam perhitungan kelayakan proyek. Nilai ini digunakan untuk
memperoleh suatu tingkat bunga dimana nilai pengeluaran sekarang bersih (NPV)
adalah nol. Perhitungan untuk dapat memperoleh nilai IRR ini dilakukan dengan cara
coba-coba (trial and error).
Jika nilai IRR lebih besar dari discount rate yang berlaku, maka proyek mempunyai
keuntungan ekonomi dan nilai IRR pada umumnya dapat dipakai untuk membuat
ranking bagi usulan-usulan proyek yang berbeda.
Benefit Cost Ratio ( BCR )
Benefit Cost Ratio adalah Perbandingan antara Present Value Benefit dibagi dengan
Present Value Cost. Hasil BCR dari suatu proyek dikatakan layak secara finansial bila
nilai BCR adalah lebih besar dari 1. Nilai ini dilakukan berdasarkan nilai sekarang, yaitu
dengan membandingkan selisih manfaat dengan biaya yang lebih besar dari nol dan
selisih manfaat dan biaya yang lebih kecil dari nol.
III-16

Nilai BCR yang lebih kecil dari satu menunjukkan investasi yang tidak layak. Hal ini
menggambarkan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh pemakai jalan lebih kecil
daripada investasi yang diberikan pada penanganan jalan.
3.10.7.
Kajian Dampak Lingkungan
Penetapan tingkat kepentingan dampak mengacu pada Pedoman Mengenai Ukuran
Dampak Penting berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL No. KEP-056/Tahun 1994.
Ketujuh faktor yang digunakan sebagai ukuran dampak penting adalah:
Jumlah manusia yang akan terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak
Banyaknya komponen lingkungan yang akan terkena dampak
Sifat kumulatif dampak, dan
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Dalam evaluasi dampak penting, dilakukan telaahan secara holistik komponen/parameter
lingkungan yang akan terkena dampak penting, mengevaluasi dampak berdasarkan
kegiatan yang akan dilaksanakan serta menganalisis kegiatan yang dominan
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Hasil evaluasi dituangkan dalam matriks evaluasi dampak penting sebagai kesimpulan
dari analisis prakiraan dan evaluasi dampak penting. Pembobotan dalam penentuan
besar/kecilnya dampak yang terjadi akan dikelompokkan sebagai berikut:
P
= Dampak Positif Penting
TP
= Dampak Positif Tidak Penting
P
= Dampak Negatif Penting
TP
= Dampak Negatif Tidak Penting
Hasil evaluasi dampak penting akan digunakan sebagai dasar pertimbangan penyusunan
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Penyusunan RKL dan RPL akan mempertimbangkan beberapa pendekatan, yaitu:
pendekatan teknologi, pendekatan sosial budaya dengan melibatkan masyarakat sekitar
lokasi proyek untuk berpartisipasi aktif, serta pendekatan institusional.
3.11. FINALISASI STUDI
Tahap ini merupakan tahap akhir dari studi yang dilaksanakan. Diharapkan rekomendasi
yang dihasilkan dapat digunakan/dimanfaatkan sebagai pegangan untuk tahapan
perencanaan lebih lanjut dan perbaikan pergerakan sistem transportasi pada wilayah
studi dan daerah Kecamatan Kroya secara umum.

III-17

Contents
3.1.

KEDUDUKAN STUDI KELAYAKAN DALAM PERENCANAAN............................1

3.2.

PERATURAN MENGENAI PERLINTASAN KA.................................................2

3.3.

PERLINTASAN JALAN REL DENGAN JALAN RAYA........................................4

3.4.

PENENTUAN JENIS PERLINTASAN KA DAN JALAN RAYA..............................5

3.5.

PEMAHAMAN STUDI KELAYAKAN................................................................6

3.6.

METODOLOGI STUDI.................................................................................. 8

3.7.

TAHAPAN KEGIATAN STUDI.......................................................................10

3.8.

KEBUTUHAN DATA................................................................................... 10

3.9.

METODE PENGAMBILAN DATA..................................................................12

3.9.1.

Teknik Pengambilan Survei Lalu Lintas...................................................13

3.9.2.

Survei Hidrologi................................................................................... 13

3.9.3.

Survei Ekonomi dan Sosial Masyarakat...................................................13

3.10.

KONSEP ANALISIS STUDI KELAYAKAN...................................................13

3.10.1.

Kelayakan Teknis.............................................................................. 14

3.10.2.

Kelayakan Ekonomi dan Finansial.......................................................14

3.10.3.

Kelayakan Administratif.....................................................................15

3.10.4.

Kelayakan Ekologis dan Sosial-Budaya...............................................15

3.10.5.

Kelayakan Transportasi.....................................................................15

3.10.6.

Analisis Kelayakan Ekonomi...............................................................16

3.10.7.

Kajian Dampak Lingkungan................................................................17

3.11.

FINALISASI STUDI................................................................................. 17

Tabel 3.1. Beberapa produk hukum yang berkaitan dengan.........................................3


Tabel 3.2. Kebutuhan dan Sumber Data..................................................................11
Tabel 3.3. Kriteria Penentuan Kelayakan Teknis.......................................................14
Tabel 3.4. Kriteria Penentuan Kelayakan Ekonomi....................................................15
Tabel 3.5. Kriteria Penentuan Kelayakan Transportasi...............................................15

Gambar 3.1 Tahapan Proses Perencanaan...............................................................1


Gambar 3.2 Grafik area perlintasan KA dan jalan raya...............................................6
Gambar 3.3 Metodologi Penyusunan........................................................................8

III-18

III-19

Anda mungkin juga menyukai