Anda di halaman 1dari 28

HERPES ZOSTER

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Sistem Integumen

DOSEN TUTOR

Ikeu Nurhidayah, M.Kep.,Sp.Kep.An


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK TUTORIAL 5

Andika Isnaeni S.

220110140011

Anissa Riyanti

220110140099

Aprilia Siti Solehat

220110140147

Asti Hanifah

220110140033

Astri Eka Wulandari

220110140130

Atika Nofianti

220110140071

Citra Marchelina N

220110140168

Clara Dwi Amri

220110140079

Desri Resnawati

220110140134

Hermin Setiorini

220110140170

Santi Ariyanti

220110140092

Siti Halinda Amelia

220110140039

Tia Hafsari

220110140149

Yeti Amidawati

220110140005
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke ke hadirat Allah SWT karena atas
kehendak-Nya tugas makalah Sistem Integumen ini dapat di selesaikan. Sholawat
dan salam kami limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena
berkatnya kita dapat keluar dari jaman kebodohan hingga ke jaman ilmu
pengetahuan sekarang ini.
Terimakasih kepada Ibu Etika Emaliyawati selaku dosen koordinator mata
kuliah Sistem Integumen yang telah mengkoordinir kami semua dalam mata
kuliah Sistem Integumen. Terimakasih juga kami haturkan kepada dosen tutorial
kami Ibu Ikeu Nurhidayah yang telah mendampingi kami dalam kegiatan Small
Group Discussion dan praktikum. Terimakasih kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam penyelesaian tugas makalah kasus satu khususnya kepada orang tua
kami yang telah mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian tugas
makalah ini.
Kami menyadari dalam mengerjakan tugas ini terdapat kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan di masa mendatang. Harapan
kami semoga tugas makalah kasus satu dalam Sistem Integumen ini dapat
memberi tambahan pengetahuan dan juga dapat memenuhi kriteria penilaian.

Jatinangor, Maret 2016

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................iii
BAB I.....................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................2
BAB II....................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................3
2.2 Etiologi.............................................................................3
2.3 Faktor resiko......................................................................3
2.4 Manifestasi Klinis.................................................................4
2.5 Pemeriksaan.......................................................................5
2.6 Pencegahan........................................................................6
2.7 Pengobatan........................................................................7
2.7.1 Farmakologi...................................................................7
2.7.2 Nonfarmakologi...............................................................8
2.8 Patofisiologi........................................................................9
BAB III.................................................................................11
ANALISIS KASUS....................................................................11
3.1 Kasus.............................................................................11
3.2 Pengkajian.......................................................................11
3.3 Analisis Data.....................................................................13
BAB IV.................................................................................15
ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................15
BAB V..................................................................................17
SIMPULAN DAN SARAN............................................................17
5.1 Simpulan.........................................................................17
5.2 Saran.............................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................iv
LAMPIRAN..............................................................................v

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.
Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya
lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf
spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Insiden
herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 3-5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus
berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal
melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi
infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster
pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela
yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan
tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular
merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah
40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah
sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena
defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.Secara
umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi

inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes
zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Herpes Zoster?
2. Apa etiologi penyakit Herpes Zoster?
3. Apa faktor resiko terjadinya Herpes Zoster?
4. Apa manifestasi klinis Herpes Zoster?
5. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk Herpes Zoster?
6. Apa pencegahan untuk Herpes Zoster?
7. Apa pengobatan untuk Herpes Zoster?
8. Bagaimana patofisiologi dari Herpes Zoster?
9. Apa asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita Herpes Zoster?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, etiologi, faktor resiko, manifestasi,
pemeriksaan,

pencegahan,

pengobatan,

keperawatan pada Herpes Zoster.

patofisiologi,

dan

asuhan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang
tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus
VaricellaZoster yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler,
unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang
diinervasi satu ganglion saraf sensoris.
2.2 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang disebabkan oleh virus
herpes yang sama dengan virus penyebab varisela. Atau terjadi karena relaps
endogen atau reaktivasi virus varisella zoster (VVZ). Setelah infeksi varisela
primer, virus akan bertahan pada ganglia radiks dorsalis. Herpes zooster biasanya
menyerang penderita yang berusia lanjut. Virus varisela yang dorman diaktifkan
dan timbul vesikel-vesikel meradang unulateral di sepanjang satu dermatom. Kulit
desekitarnya mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului
atau disertai nyeri hebat dan/ atau rasa terbakar. Meskipun setiap saraf dapat
terkena, tetapi saraf torakal, lumbal atau kranial agaknya paling sering terserang.
Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Nyeri
yang timbul sesudah serangan herpes disebut neuralgia post-herpetika dan
biasanya berlangsung selama beberapa bulan, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa tahun. Neuralgia post-herpetika lebih sering dialami oleh penderita yang
sudah lanjut usia.
2.3 Faktor resiko
1. Usia lebih dari 50 tahun. Pada usia ini infeksi sering terjadi akibat daya
tahan tubuh menjadi melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster
makin tinggi pula resiko terserang nyeri.

2. Oran yang mengalami penurunan kekebalan seperti HIV dan leukemia.


Adanya

lesi

pada

ODHA merupakan

manifestasi

pertama

dari

imunocompromised
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi
4. Orang dengan transplantasi oragan mayor seperti transplantasi sumsum
tulang

2.4 Manifestasi Klinis


Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) da orang dewasa biasanya
di dahului dengan gejala prodomal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual, dan
anoreksia, yang teradi 1-2 hai sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak
kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodomal jarang dijumpai
hanya demam dan malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi
kulit.
Lesi pada varicella diawali pada daerah dan scalp kemudian meluas ke
dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian meluas ke eksetremitas. Lesi
juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada vericella biasanya
sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua
stadium lesi secara bersamaan pada suatu saat.
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah
dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi
papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang
jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang
eritematosa mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan
mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air
diatas kulit berdiameter 2-3mm , berbentuk elips dengan aksis panjangnya sejajar
dengan lapisan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik embun. Cairan vesikel
dapat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga hari ke 2 akan
berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada
bagian tengah shingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya akan menjadi
krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan
lepas dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase penyembuan varicella jarang terbentuk

parut (scar).
Lesi awal berupa makula dan papula yang eritematosa, kemudian dalam
waktu 12-24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi
pustula pada hari ke 3-4 dan akhirnya pada hari ke 7-10 akan terbentuk krusta dan
dapat sembuh tanpa parut, kecuali terjadi infeksi sekunder bakterial. Pada pasien
imunokompromais dapat terjadi herpes zoster desiminata dan dapat mengenai alat
viceral seperti paru, hati, otak dan disseminated intravascular coagulophaty (DIC)
sehingga dapat berakibat fatal. Lesi pada kulit biasanya sembuh lebih lama dan
dapat mengalami nekrosis, hemogarik, dan dapat terbentuk parut.
2.5 Pemeriksaan
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa
test yaitu :
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous.
Dengan
-

menggunakan

mikroskop

cahaya

akan

dijumpai

multinucleated giant cells.


Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster

dengan herpes simpleks virus.


2. Direct Fluorescent Assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
-

berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.


Hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence.
Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes

simpleks virus.
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga
-

digunakan sebagai preparat, dan CSF.


Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.

2.6 Pencegahan
Tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi untuk
menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa,
dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varicella. Tindakan
pencegahan dapat dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif
a.

Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live

attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi
dan tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih
lama. Dapat diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia,
imunodefisiensi. Untuk penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini
dalam waktu 72 jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi
gejala penyakit.
Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini
ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya
proteksi yang sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan. Efek
samping: biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat ringan.
b. Imunisasi pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster
Imun Plasma (ZIP). Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama
dengan titer antibody yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang
telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG):
0,6 mL/kg BB intramuscular diberikan sebanyak 5 mL dalam 72 jam setelah
kontak. Indikasi pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:
1) Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus
atau 2 hari setelah melahirkan.
2) Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang sebelumnya
belum divaksinasi.
3) Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.
4) Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti
kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau
penyakit keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak
menyebabkan pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster

Imun Globulin (ZIG) dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih
besar.
Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari
penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara
intravena sebanyak 3-14,3 mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun Plasma
(ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varisela pada anak
dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau penyakit keganasan lainnya
mengakibatkan menurunnya insiden varisela dan merubah perjalanan
penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah varisela untuk kedua
kalinya.
2.7 Pengobatan
Pengobatan yang umum dianjurkan adalah dengan tidak keluar rumah
rumah., karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi
varisela dan orang dengan defisiensi imun. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga
kebersihan badan. Pengobatan untuk penyakit herpes dapat menggunakan
farmakologi dan non farmakalogi.
2.7.1 Farmakologi
1. Pengobatan Sitemik
Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan yaitu obat antivirus asiklovir dan
modifikasinya misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir
bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir
dapat diberikan secara oral ataupun intravena.asiklovir
sebaiknya diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis yang dianjurkan peroral adalah 5x800 mg/hari selama 7
hari, sedangkan untuk pemberian intravena biasanya hanya
diberikan pada pasien yang imunokompromise atau yang tidak
bisa minum obat. Obat yang lain yang bisa diberikan adalah
Valasiklovir , dosis yang diberikan 3x1000 mg/hari selama 7
hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu,
Farmasiklovir juga dapat dipakai, farmsiklovir juga bekerja
sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan
3x200 mg/hari selama 7 hari.

Analgetik
Analgetik yang diberikan biasanya asam mefenamat sebanyak
1500 mg/ hari selama 3 kali atau diberikan seperlunya saat
nyeri muncul. Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia
yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster.
Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah sindrom ramsey hunt.

Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya


paralisis. Yang biasa diberikan ialah predinson dengan dosis
3x20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis yang tinggi imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.
2. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal yang diberikan masih pada bergantung pada
stadiumnya. Jika masih stadium vesikel bisa diberikan bedak
dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres
terbuka dan jika terjadi ulserasi bisa diberikan salep antibiotik.
2.7.2 Nonfarmakologi
A. Pendekatan neuroaugmentif
Beberapa pendekatan neuroaugmentif yang banyak digunakan
antara

lain

counterirritation,

transcutaneous,

electrical

nerve

stimulation (TENS), akupuntur dan stimulasi deep brain.Penggunaan


tehnik lain, seperti aplikasi ultrasound pada dermatom yang terkena dan
stimuli korda dorsalis dikatakan tidak bermanfaat.
1. Counterirritation
Counterirritation

(menggosok

area

yang

terkena)

dilaporkan dapat memperbaiki post herpetic neuralgia dengan


meningkatkan inhibisi normal serabut saraf kecil di medulla
spinalis.
2. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
TENS dapat memberikan perbaikan nyeri sebagian hingga
sempurna pada beberapa pasien post herpetic neuralgia..
3. Stimulasi deep brain

Stimulasi di nucleus ventrobasal thalamus pada pasien


Postherpetic Neuralgia memberikan perbaikan nyeri yang
bermakna dan berlangsung selama 7 hingga 17 bulan.
4. Akupuntur
Akupuntur tidak efektif untuk postherpetic neuralgia.
5. Low Intensity Laser Therapy (LILT)
Beberapa bukti menunjukkan LILT mempunyai efek
terhadap sintesis, pelepasan, metabolisme, berbagai bahan
neurokimia antara lain serotonin dan asetilkolin. LILT yang
umum digunakan ialah laser HeNe.

2.8 Patofisiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang
dorman, yang sebelumnya telah menginfeksi tubuh secara primer. Infeksi primer
dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Virus bereplikasi kemudian
dilepas kedarah sehingga terjadi permulaan viremia yang terbatas dan bersifat
asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya
lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa.
Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih
ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Virus berdiam diri
di ganglion posterior saraf tepi dan ganglion kranialis. Selama antibodi beredar
dalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisisr,
tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tubuh turun dibawah titik kritis, maka
akan terjadi reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster. (Herpes Zoster,
2010)
Setelah tereaktivasi, virus herpes zoster kemudian keluar dari sel
neuron

ganglion

posterior ke

saraf sensorik,

dan mencapai

kulit

menginfeksi sel-sel epitel kulit dan menimbulkan lesi herpes zoster.


Lama-kelamaan akan muncul macula eritroskuamosa yang berkembang menjadi
papul. Kemudian pada hari ketiga terbentuk vesikel, dan di ikuti dengan pastulpastul yang nantinya mengering dalam waktu 7-10 hari. Sehingga timbullah

krusta, kemudian krusta mengelupas dan nyeri segmental hilang. (Patogenensis


Herpes Zoster, 2013). Lesi baru kemudian muncul sehingga terjadi erupsi kulit
berat, macula hiperpigmentasi dan jaringan parut. Adapun, pada lansia biasanya
mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitif terhadap nyeri yang
dialami.

BAB III
ANALISIS KASUS
3.1 Kasus
Seorang pasien perempuan 62 tahun, dating ke poli umum mengeluh nyeri
pada bagian dada kiri menjalar sampai punggung sejak 3 hari yang lalu, nyeri
dirasakan hamper setiap saat dengan skala nyeri 3 dari 5. Keluhan tersebut
disertai pegal dan linu diseluruh tubuh. Pada saat nyeri dirasakan pasien
merasa cemas mengidap penyakit jantung, sehingga pasien tidak mau makan.
Hari ke 3 pasien mengatakan muncul erythema di bagian dada kiri sampai
punggung, disertai rasa gatal dan perih. Kemudian keesokkan harinya mulai
muncul vesikel. Hal ini menyebabkan pasien sangat kesakitan sehingga tidak
dapat menggunakan pakaian dalam. Keluhan nyeri ini juga menyebabkan
pasien mengalami gangguan tidur.
Pasien mendapatkan terapi: Acyclovir tablet dan Acyclovir salep.

3.2 Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas pasien
a Nama
b Usia
c Alamat
d Jenis kelamin
e Pendidikan
f Agama
g Suku bangsa
h Diagnosa medis

: Tidak diketahui
: 62 tahun
: Tidak diketahui
: Perempuan
: Tidak diketahui
: Tidak diketahui
: Tidak diketahui
: Herpes Zoster

2. Identitas Penanggung Jawab


a
b
c
d
e

Nama
Tempat tanggal lahir
Pekerjaan
Alamat
Hubungan dengan klien

: (perlu dikaji)
: (perlu dikaji)
: (perlu dikaji)
: (perlu dikaji)
: (perlu dikaji)

3. Keluhan Utama : Nyeri dada bagian kiri


4. Riwayat Penyakit Sekarang :

: Pasien mengeluh nyeri dada disertai pegal dan linu, kecemasan

pasien, serta muncul eritema hingga vesikel pada bagian tubuh pasien.
Q

: Nyeri menyebabkan pasien susah tidur.

: Nyeri pada bagian dada kiri menjalar hingga punggung

: Skala nyeri 3dari 5

: Keluhan nyeri sejak tiga hari yang lalu, muncul eritema pada hari

ke 3 dan muncul vesikel pada hari berikutnya.


5. Riwayat penyakit masa lalu : (perlu dikaji)
6. Riwayat penyakit keluarga : (perlu dikaji)
7. Riwayat kesehatan lingkungan: (perlu dikaji)
b. Pemeriksaan Fisik
1
2

Keadaan Umum
a Tanda vital:
Tekanan Darah : (perlu dikaji)
Frekuensi nadi : (perlu dikaji)
Frekuensi napas : (perlu dikaji)
Suhu
: (perlu dikaji)
b Kesadaran: Compos mentis

Pemeriksaan
- Inspeksi : Eritema dibagian dada kiri sampai punggung vesikel
- Palpasi : Nyeri pada bagian dada kiri menjalar sampai punggung

pegal dan linu seluruh tubuh


- Perkusi : - Auskultasi: c. Data Psikologis
Pada saat nyeri dirasakan pasien merasa cemas mengidap penyakit
jantung, sehingga pasien tidak mau makan. Keluhan nyeri juga
mengakibatkan pasien susah tidur.

3.3 Analisis Data


No
Data
1 - Data Subjektif:
*Keluhan nyeri
bagian kiri menjalar
hingga punggung
*Perubahan selera

Etiologi
Vericella

Ujung syaraf sensorik

Ganglion syaraf sensorik


(laten)

Masalah
Gangguan rasa nyaman nyeri
dan gatal b.d respon inflamasi

makan
*Gangguan tidur
- Data Objektif:
*Skala 3

- Data Subjektif:
*Pasien merasa
cemas

Daya tahan tubuh

Virus replikasi

Menyebar dalam
ganglion

Inflamasi

Pelepasan histamine,
bradikinin

Nyeri
Paien merasa cemas
Kecemasan b.d ketidaktauan
mengidap penyakit
pasien terhadap penyakit
jantung karena rasa nyeri
yang dirasakan pada
bagian dada kiri.

- Data objektif: 3.

- Data subjektif: - Data objektif:


*adanya eritema dan
vesikel pada kulit

Vericella
Resiko penyebaran infeksi b.d

lesi pada kulit


Ujung syaraf sensorik

Ganglion syaraf sensorik


(laten)

Daya tahan tubuh

Virus replikasi

Menyebar dalam
ganglion

Inflamasi

Pelepasan histamine,
bradikinin

Penumpukan histamine

Rasa gatal


Respon menggaruk

Luka pada kulit

Resiko penyebaran
infeksi

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
DO : terdapat eritema, vesikel, skala nyeri 3 dari 5
DS : nyari dada kiri menjalar sampai punggung, pegal linu di

seluruh tubuh, tidak nafsu makan, gatal, perih.


Tujuan : setelah dilakukan perawatan rasa nyeri pasien
berkurang atau hilang
Intervensi :
1) Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi.
2) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
3) Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi,
distraksi, visualisasi positif, teknik nafas dalam
4) Istirahat yang cukup.
5) Kolaborasi pemberian analgetik dan anti virus seperti
acyclovir
6) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan vesikel dari inflamasi


DO : eritema, vesikel
Intervensi :
1) Kaji tingkat kerusakan
2) Jaga kulit tetap bersih supaya tidak timbul lesi baru
3) Lakukan teknik perawatan luka yang baik dan higienis
4) Kolaborasi pemberian bedak atau acyclovir untuk
mencegah penyebaran viskel
5) Evaluasi, keefektifan perawatan
3. Cemas berhubungan dengan adanya lesi/ kurang pengetahuan/
perubahan status kesehatan
DS : pasien tegang, melamun, dan tidak mau makan
Tujuan : pasien bisa mengatasi kecemasannya dan mngetahui

tentang penyakitnya
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Beri penjelasan mengenai penyakit dan prosedur perawatan.
3) Libatkan keluarga untuk memberi dukungan

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit reaktivitas virus laten dengan
gejala prodomal yaitu nyeri diikuti oleh ruam unilateral yang distribusinya
mengikuti dermatom. Umumnya terjadi pada manula dan biasanya menyerang
seluruh permukaan kulit ( daerah badan).Manifestasi klinis Herpes Zoster meliputi
keterlibatan kulit dan mukosa , muculnya respon sistemik serta terganggunya
kualitas kenyamanan dan kualitas hidup pasien.Hingga saat ini herpes zoster
diobati dengan terapi farmakologi dan non-farmakologi, untuk terapi farmakologi
umumnya menggunakan golongan obat-obatan

antiviral , non-steroid anti-

inflammatory (NSAID), dan analgesik , sedangkan terapi non-farmakologi


dilakukan dengan cara memperhatikan tingkat konsumsi makanan dan pola
istirahat pasien sebagai salah satu upaya untuk membantu meningkatkan sistem
imun tubuh, memberikan edukasi pada pasien untuk menghindari garukan lesi,
menjaga dan merawat lesi kulit untuk menghindari resiko penyebaran infeksi serta
mengajarkan tekhnik relaksasi untuk manajemen/kontrol nyeri dalam upaya
meningkatkan kualitas kenyamanan dan kualitas hidup pasien .
5.2 Saran
Dalam mengobati pasien herpes zoster peran perawat sebagai educator
sangat diperlukan, karena selain dikhawatirkan adanya kesalah persepsi pasien
terhadap penyakit yang dideritanya, dalam peroses penyembuhan pasien herpes
zoster ini, pasien dan juga pihak keluarga memiliki andil yang cukup tinggi
terutama dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melakukan perawatan
luka yang ada pada tubuh pasien.Selain itu saat melakukan perawatan terhadap
pasien herpes zoster perawat dan petugas kesehatan juga harus memperhatikan
keselamatan dirinya agar tidak tertular oleh pasien, dengan cara menjaga agar
sistem imun tidak menurun dan memakai APD (alat pelindung diri) saat kontak
dengan pasien, karena dikhawatirkan ketika sistem imun perawat dan petugas

kesehatan

menurun

ditambah

dengan

kontak

langsung

dengan

pasien

menyebabkan perawat atau petugas kesehatan lainnya ikut tertular herpes zoster.

DAFTAR PUSTAKA
C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Brunner & Suddart) . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Willson, Loraine M (2006). Patofisiologi konsep klinis
proses proses penyakit. Jakarta: EGC
Rahariyani, L.D. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
2013.

Varicella

dan

Herpes

Zoster.

Retrieved

from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3425/1/08E00895.pdf.

(Diakses

pada 21 Februari 2016)


2013.

Patogenesis

Herpes

Zoster.

Retrieved

from:

https://www.scribd.com/doc/178895312/Patogenesis-Herpes-Zoster-2a4 ( Diakses
pada 27 Februari 2016)
2010.

Herpes

Zoster.

Retrieved

From:

https://www.scribd.com/doc/33615704/Herpes-Zoster. (Diakses pada 27 Februari


2016)

LAMPIRAN
Kasus :
Seorang perempuan 62 tahun,datang ke poli umum mengeluh nyeri
pada dada kiri menjalar sampai punggung sejak 3 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan hampir setiap saat dengan skala nyeri 3 dari 5. Pada saat nyeri
dirasakan klien merasa cemas mengidap penyakit jantung, sehingga pasien
tidak mau makan. Hari ketiga, muncul eritema pada dada sebelah kiri
sampai ke punggung, disertai gatal dan perih. Esok harinya muncul vesikel
pada area tersebut. Hal ini menyebabkan pasien sangat kesakitan sehingga
tidak dapat menggunakan pakaian dalam bahkan nyeri dirasakan
menyebabkan pasien mengalami gangguan tidur. Pada saat berobat klien di
diagnosa menderita Herpes. Terapi yang didapatkan saat klien berobat
adalah Acyclovir tablet dan salep.
Hasil SGD Kasus I
C

: Anissa Riyanti

Notulen I

: Citra Marchelina N

Notulen II

: Santi Ariyanti

Step I
1. Vesikel :
Santi :Lesi yang didalamnya terdapat cairan yang merupakan proses
infeksi
2. Eritema :
Asti : Pelebaran pembuluh darah kapiler
3. Acyclovir :
Andika : Salep / obat anti virus

Step II
1.
2.
3.
4.
5.

Destri :Penyebab Eritema di bagian dada kiri-punggung ?


Amy :Mengapa herpes menyebabkan pegal linu ?
Asti :Penyebab vesikel?
Tia
:Mengapa nyeri di bagian dada kiri punggung ?
Andika: Adakah sebab akibat dari herpes dan penyakit jantung ?

6. Amy : Pada kasus ini apakah herpes sudah menyebar ke area genital ?
7. Andika: Masalah keperawatan pada kasus?
8. Asti : Mengapa pasien mengalami gangguan tidur ? apakah vesikel
tersebut merupakan pengaruhnya ?
9. April : apakah terapi obat yang diberikan kepada pasien ampuh ?
10. Tia
: Apakah jenis kelamin dan usia merupakan faktor resiko herpes ?
11. Astri : Penyebab dari herpes pada kasus diatas ?
12. Clara : Efek dari terapi yang diberikan ?
13. Atika : Cara mengatasi gangguan tidur ?
14. Anissa : Manifestasi klinis yang ada pada tubuh klien ?
15. Amy : Apakah acyclovir dapat mengurangi nyeri ?
16. April : Peran perawat yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kecemasan klien ?
17. Tia
: Mengapa eritema dapat menyebabkan gatal dan perih ?
18. Apakah perbedaan pemberian tablet dan salep.
Step III
1. Andika

:Virus menyerang bagian dada sebelah kiri sehingga

eritema muncul dibagian dada sebelah kiri


2. Astri
:Karena pegal linu merupakan tanda dan gejala dari reaksi
inflamasi pada tubuh, selain itu faktor usia juga mempengaruhi
3. Santi
: Merupakan reaksi inflamasi yang timbul dari proses
invasi virus kedalam tubuh
4. Atika
: Karena virus yang menyerang menyebabkan peradangan
sehingga menimbulkan eritema yang nyeri
5. Tia
: tidak, karena diduga bahwa penyebab nyeri di bagian
dada kiri karena virus menyerang bagian tersebut
6. Santi
: Untuk mengetahui apakah herpes pada kasusu ini sudah
menggapai area genital perlu dilakukan pengkajian tambahan karena
pada kasus sendiri tidak disebutkan
7. Amy
: Nyeri
8. Asti
: Ya , karena vesikel yang ada di tubuh klien menyebabkan
klien merasakan nyeri hingga mengalami gangguan tidur
9. Santi
: umumnya acyclovir ini memang terapi yang biasa
diberikan pada pasien yang mengalami herpes yang penyebabnya sendiri
adalah virus.
10. Tia
: ya faktor usia berhubungan dengan ketahanan sistem
imun, sedangkan wanita dipengaruhi oleh faktor hormon
11. Asti
: virus varicella zoster

12. Anissa

: obat tersebut dapat mematikan virus sehingga penyebab

peradangan berkurang/hilang
13. Amy
:mengatasi nyeri yang dialami klien
14. Asti
: timbulnya vesikel, eritema dan gatal
Clara
: nyeri, pegal linu
15. Santi
: Untuk keampuhannya didalam kasus tidak disebutkan
secara detail, namun umumnya obat acyclovir memang diberikan pada
pasien herpes zoster sebagai obat antiviral
16. Amy
: Perawat dapat memberikan edukasi dan memberikan
penkes kepada pasien
17. Atika
: Karena virus tersebut menyerang syaraf, dan eritema
muncul sebagai manifestasi klinisnya.sehingga munculnya eritema
menyebabkan nyeri
18. Anissa
:obat tablet diberikan untuk menobati virus dan mengatasi
peradangan dalam tuuh, sedangkan salep untuk mencegah penyebaran
yang semakin meluas
Step IV & V (Berada di Tinjauan Pustaka)
1.
2.
3.
4.

Definisi & etiologi (Astri, Halinda, Aprilia)


Manifestasi klinis (Hermin, Asti, Ami, Clara, Desri, Halinda)
Pencegahan (Clara, Amy, Tia, Halinda)
Penatalaksanaan : Farmakologi & Non farmakologi (Asti, Andika, Astri ,

Tia, Amy, Halinda, Santi, April)


5. Diagnosa Keperawatan & Askep (Atikah, Amy, April)
6. Patofisiologi (Tia, April,Citra, Santi)
7. Pemeriksaan utama dan penunjang (Destri , Anissa, Santi)
8. Nilai pengkajian nyeri
9. Faktor resiko (Halinda, Ami , Tia , Citra, Clara)
10. Pengkajian lanjutan yang harus dilakukan
Step VI & VII (Reporting)
1. Definisi & etiologi :
Santi
:Merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi awal yang
bermanifestasi sebagai varicella zoster(cacar air)
Anisa
:Penyebabnya adalah virus varicella zoster, insidennya
Clara

meningkat seiring bertambahnya usia


: insidennya meningkat seiring bertambahnya usia karena

Astri

berkaitan dengan menurunnya sistem imun


: Bersifat unilateral mengikuti arah dermatom

Andika

: Biasanya masuk melewati saluran pernapasan, orofaring ,

lesi
Halinda
April

: Masa inkubasinya 14-21 hari


: Umumnya vesikel nya bergerombol, biasa disebut
sporadis. Virus Herpes zoster ini tergolong virus yang
berinti DNA P=140-220 nm

2. Manifestasi Klinis
Hermin
: Demam, sakit kepala hilang timbul
Asti
: Hari ketiga sampai kelima mulai muncul vesikel yang
membentuk pola.Pada orang tua ditambah pegal-pegal
Amy

karena infeksi virus


: Ada gejala prodormal. Sistemik : setelah virus masuk ke
ubuh terjadi reaksi inflamasi, setelah 12-24 jam muncul

Clara
Desri
Halinda

bintik kecil, keluar cairan lalu pecah


: Terdapat keluhan gastrointestinal
: perubahan vesikula menjadi krusta antara -10 hari
: Sebelum menjadi krusta, vesikel berubah menjadi pastul

3. Faktor resiko
Halinda
: Usia > 50 tahun , orang yang mengalami penurunan daya
tahan tubuh, orang yang sedang mendapatkan terapi
radiasi/kemoterapi, orang yang menerima transplantasi
Amy
Tia
Citra
Clara

organ mayor
: Orang yang sedang mendapatkan terapi kortikosteroid
: Wanita yang sudah menopause
:ibu hamil
: Seseorang yang sedang menjalani terapi immunosupresan
jangka panjang , dan menderita penyakit sistemik

4. Klasifikasi
Hermin

:Oftalmikus (dahi, sekitar mata) . servikalis (Pundak &


lengan), torakalis (dada&bagian perut), lumbalis (bokong
dan paha), Sakralis (Anus&genitalia), generalistem (berupa

Atika
Santi

vesikel sontali), brakhialis


: Otikum (daerah telinga)
: Facial (daerah wajah)

5. Pemeriksaan :
Destri

: Tzank smear ( Menggunakan metode pewarnaan

menggunakan bantuan mikroskop cahaya.)


Direct Fluorescent Assay (DFA), ( menggunakan bantuan
mikroskop fluorescence dapat membedakan antara virus
Anissa
Santi

varicella zoster dengan herpes simpleks virus)


: Uji serologi, biopsi kulit dan elisa
: Kultur jaringan , elisa ( untuk nentuin ada antigen
terhadap HZV atau tidak )

6. Pencegahan
Citra
Clara
Amy
Tia
Halinda

: Menjaga kebersihan , membiarkan lingkungan lembab


:vaksinansi berupa imunisasi aktif maupun pasif
: memberikan vitamin
: menghindari kontak langsung
: hindari pemakaian bersamaan dengan penderita

7. Pengobatan
Asti
Astri

: Pemberian obat antiviral (salep/oral), kortikosteroid


: dosis antiviral untuk remaja /dewasa adalah 400-800 mg
4x sehari dn untuk anak-anak 20 mg/BB
Korapor (Mempercepat pengeringan lesi)

Tia

:non farmakologi : mengurangi tingkat kecemasan,


memberikan nutrisi yang seimbang

Amy

: Untuk PHN dapat menggunakan akupuntur

Halinda

: Menggunakan beras kencur

Citra

: terapi bekam

Santi

: menggunkan kontrol nyeri (pemberian terapi dingin), dan


pemberian analgetik

April

: pemberian acyclovir falacyclovir

Destri

: acyclovir falacyclovir sama hanya beda dosisnya saja

8. Patofisiologi

9. Masalah keperawatan
Amy

: Gangguan rasa nyaman nyeri dan gatal b.d respon

inflamasi
Ds : mengeluh gatal, nyeri dan pegal linu
Do : terdapat erupsi kulit, vesikel dan nyeri Skala 3 dari 5

Anissa

: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan vesikel

dari inflamasi
Do : terdapat eritema, vesikel
Santi

: Kecemasan b.d ketidaktauan pasien terhadap penyakit


Ds: Pasien merasa cemas

Citra

: Resiko penyebaran infeksi b.d lesi pada kulit


Do : adanya eritema dan vesikel pada kulit

Anda mungkin juga menyukai