Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ULKUS DEKUBITUS

Disusun oleh
Cindy Amalia (030.11.060)
Pembimbing
dr. Dewi Anggreni, Sp.KK
dr. Iwan Trihapsoro, Sp.KK, Sp.KP, FINSDV, FAADV
dr. A. A. Sri Budhyani
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
PERIODE 1AGUSTUS 2016 3 SEPTEMBER 2016

ULKUS DEKUBITUS
I. PENDAHULUAN
Secara fisiologis, setiap harinya, tiap individu bisa kehilangan sekitar satu
gram sel kulit oleh karena aktivitas sehari-hari yang menyangkut gesekan pada

kulit dan aktivitas higiene yang dilakukan melibatkan kulit, misalnya mandi.
Tekanan-tekanan yang bekerja pada kulit tersebut masih dalam batas normal
dan secara berkala sehingga hilangnya kulit masih dalam batas fisiologis.
Namun, apabila tekanan yang bekerja lebih dari normal dan tekanan tersebut
terus menerus bekerja pada suatu daerah, kerusakan kulit akan terjadi.1
Kerusakan kulit yang diakibatkan oleh gangguan vaskularisasi dan iritasi
kulit yang menutupi tulang yang menonjol, di mana kulit tersebut akan mendapat
tekanan yang tinggi secara terus-menerus disebut sebagai ulkus dekubitus.2
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbere, yang berarti berbaring. Ulkus
dekubitus ialah ulkus yang terjadi akibat nekrosis jaringan lokal yang cenderung
terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama, sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi
jaringan lokal dan mengakibatkan iskemik dan hipoksia jaringan. 3 Sebenarnya,
ulkus dekubitus tidak hanya merupakan luka tekan akibat berbaring akibat
imobilisasi, tetapi juga bisa terjadipada seseorang yang menggunakan kursi roda
atau protesa. Ada banyak nama lain dari ulkus dekubitus, yaitu bed ridden, bed
rest injury, pressure ulceration, air-fluidized bed, dan lain-lain.4
Ulkus dekubitus dapat terbentuk pada keadaan-keadaan kesulitan atau
tidak bisa merubah posisi tubuhnya terhadap suatu tekanan yang bekerja.
Misalnya pasien dengan kelainan neurologi, pasien tua, pasien dengna penyakit
akut, dan pasien yang selalu duduk di kursi roda. Walaupun demikian, tidak
semua pasien dengan keadaan-keadaan seperti itu bisa mengalami ulkus
dekubitus. Orang-orang dengan sensitivitas, mobilitas, dan mental yang baik
karena baik disadari atau tidak, penekanan terhadap suatu bagian tubuh yang
terlalu lama akan menstimulasi orang tersebut untuk berpindah posisi sehingga
bisa mencegah terjadinya kerusakan yang irreversibel.5
Masalah ulkus dekubitus akan menjadi suatu masalah yang serius bagi
negara berkembang atau negara maju oleh karena akan semakin meningkatkan
biaya perawatan, memperlambat program rehabilitasi, dan memperberat

keadaan penyakit primer, dan mengancam kehidupan pasien. Maka dari itu
sangat penting untuk diketahui pencegahan, diagnosis dini, dan penanganan
ulkus dekubitus.

II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi ulkus dekubitus di rumah sakit sekitar 17-25% kasus dan dua
dari tiga pasien yang berusia 70 tahun akan mengalami ulkus dekubitus. Di
antara pasien dengan kelainan neurologi, angka kejadian ulkus dekubitus bisa
mencapai 5-8% setiap tahun.4 Ulkus dekubitus bisa menjadi penyebab kematian
sekitar 7-8% kasus paraplegia. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan
penyakit akut memiliki angka insiden ulkus dekubitus sekitar 2-11%.5 Hal yang
patut menjadi perhatian adalah angka kekambuhan yang sangat tinggi sekitar
90% walaupun telah mendapatkan terapi medik dan bedah yang baik.6

III. ETIOPATOFISIOLOGI
Faktor utama yang berkontribusi terhadap terjadinya ulkus dekubitus ialah
tekanan antar permukaan, gaya geser, gesekan, kelembapan dan nutrisi.
Tekanan atau gaya per satuan luas dianggap sebagai faktor yang paling penting
dalam pembentukan ulkus dekubitus. 3 Pada keadaan normal tekanan jaringan
adalah antara 12 hingga 32 mm Hg. Jika tekanan lebih tinggi dari batas tersebut
akan menganggu sirkulasi jaringan dan oksigenasi tubuh. Ketika seorang pasien
terlentang dan imobilisasi pada tempat tidur rumah sakit contohnya pada
penderita paraplegi, tekanan setinggi 150 mm Hg akan dihasilkan, akibat
daripada tonjolan tulang dibawah kulit. Selain itu, posisi duduk juga dapat
menghasilkan tekanan yang tinggi pada permukaan tubuh. Jika tekanan
dikurangi dengan teratur, pemulihan jaringan bisa terjadi, sedangkan tekanan
yang konstan pada permukaan tubuh dapat menyebabkan kematian jaringan. 7
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada
area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibakan berkurangnya
sirkulasi darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan jaringan setempat
3

mengalami iskemik, hipoksia dan berkembang menjadi nekrosis. Tekanan yang


normal pada kapiler adalah 32 mmHg. Apabila tekanan kapiler melebihi dari 32
mmHg, maka akan terjadi gangguan mikrosirkulasi pembuluh darah. 7
Dengan

terjadi

gangguan

mikrosirkulasi

pembuluh

darah

akan

menghalangi oksigenisasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu permukaan tubuh


yang tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya
peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler, ini akan
menyokong untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi autolisis. 7 Hal lain
juga bahwa aliran limpatik menurun, ini juga menyokong terjadinya edema dan
mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan. 8

Gambar 1. Patofisiologi ulkus dekubitus


Sumber : Christian N Kirman, John Geibel, Kat Kolaski. Pressure Ulcers and
Wound Care.

IV. GEJALA KLINIK


Manifestasi klinis pada dekubitus untuk pertama kali ditandai dengan kulit
eritema atau kemerahan, terdapat ciri khas dimana bila ditekan dengan jari,
tanda eritema akan lama kembali lagi atau persisten. Kemudian diikuti dengan
kulit mengalami edema, dan temperatur di area tersebut meningkat atau bila
diraba akan terasa hangat. Tanda pada luka dekubitus ini akan dapat

berkembang hingga sampai ke jaringan otot dan tulang. menurut NPUAP (2007)
luka dekubitus dibagi menjadi:7,8
A. Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini
umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.

Gambar 2.
Sumber : National Pressure Ulcer Advisory Panel(NPUAP)
B. Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan
adiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 15 hari.

Gambar 3.
Sumber : National Pressure Ulcer Advisory Panel(NPUAP)
C. Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur
fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan
fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya
sembuh dalam 3-8 minggu.

Gambar 4 Sumber : National Pressure Ulcer Advisory Panel(NPUAP)


D. Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat
terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat
sembuh dalam 3 - 6 bulan.

Gambar 5.
Sumber : National Pressure Ulcer Advisory Panel(NPUAP)

Gambar 6: Stadium Ulkus Dekubitus


Sumber : National Pressure Ulcer Advisory Panel(NPUAP)
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:4,5

A. Tipe normal
Mempunyai

beda

temperatur

sampai

dibawah

lebih

kurang

2,5 oC

dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6


minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan,
tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
B. Tipe arterioskelerosis

Mempunyai beda temperatur kurang dari 1 oC antara daerah ulkus dengan


kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya
dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan
sembuh dalam 16 minggu.
C. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Hal penting yang harus diperhatikan sebagai ciri ulkus dekubitus adalah
adanya bau yang khas, sekret luka, jaringan parut, jaringan nekrotik, dan kotoran
yang berasal dari inkontinensia urin dan alvi. Ciri tersebut dapat menunjukkan
kontaminasi bakteri pada ulkus dekubitus dan penting untuk penatalaksanaan. 4,5
Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada
ulkus yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi (sering
brsifat multibakterial, baik yang aerobik atau pun anerobik), keterlibatan jaringan
tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis, artritis septik,
septikemia, anemia, hipoalbuminemia, bahkan kematian. 4,5
Beberapa tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah: 7
A. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala,
daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
B. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama
daun telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan
bagian atas jari-jari kaki.
C. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga,
dan lutut.

Gambar 7: Lokasi Ulkus Dekubitus7

V. DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus dekubitus ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang di
dapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun begitu, anemia,
leukositosis,
penurunan

hipoproteinemia,
kadar

zat

besi

hipoalbuminemia,
serum

bisa

peningkatan

terjadi.

Sangat

ESR,

penting

atau
untuk

menyingkirkan penyakit lain yang dapat menyebabkan ulkus pada kulit, termasuk
calciphylaxis, vaskulitis, dan penyakit jaringan ikat. 7

VI. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding ulkus dekubitus termasuk penyebab lain dari eritema
non-palpabel serta luka kronis jenis lain (ulkus diabetes, ulkus vena) di tempat
yang atipikal untuk pembentukan ulkus dekubitus, seperti permukaan ekstensor
tungkai, dorsum kaki, atau hujung jari.

8,9

A. Ulkus Diabetes
Ulkus diabetes adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus
diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada
permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. 10
Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga
gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan
terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian
9

distal.

Biasanya

makroangiopati

terdapat

ulkus

menyebabkan

diabetik
sumbatan

pada

telapak

pembuluh

kaki.
darah

makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang

Proses
Proses
akan

memberikan gejala klinis 5 P, yiatu pain (nyeri), paleness (kepucatan),


paresthesia (parestesia dan kesemutan), pulselessness (denyut nadi hilang),
paralysis (lumpuh).10

Gambar 8. Ulkus diabetes


Sumber: Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,
American Family Physician.
B. Ulkus Vena
Ulkus vena adalah suatu tukak yang timbul didaerah tungkai bawah terutama
didaerah sekitar maleolus medialis yang diakibatkan oleh hipertensi vena dan
insufisisensi vena kronik. Pada pemeriksaan tungkai akan ditemukan tanda tanda
insufisiensi vena kronik, salah satu tanda insufisiensi vena kronik adalah varises
vena tungkai, yaitu terjadi pelebaran vena didaerah maleolus medialis dikenal
sebagai submaleolus venous flare. Tanda lain adalah kulit bewarna merah
kecoklatan akibat penumpukan sel darah merah dan hemosiderin di kulit. 11

10

Gambar 9. Ulkus Vena


Sumber : The vein centre

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
ialah:7
A. Biopsi
Biopsi

penting

pada

keadaan

luka

yang

tidak

mengalami

perbaikan

dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat
apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi
bertujuan untuk mengetahui stadium pada ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu
dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
B. Radiologis
Pemeriksaan

radiologi

untuk

melihat

adanya

kerusakan

tulang

akibat

osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X, scan tulang atau


MRI.

VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi harus dibedakan secara individual untuk setiap pasien dan
membutuhkan lebih dari sekedar manajemen luka sederhana. 11

11

Pengobatan juga dapat berupa non-operatif seperti perawatan luka lokal


(solution, salep, krim, dressing, topikal atau debridemen mekanis, dan stimulasi
listrik) dan operasi seperti debridement , penutupan luka langsung, skin graf, dan
myocutaneous flaps). Pada stadium ulkus dekubitus I dan II, biasanya hanya
membutuhkan perawatan non-operatif. Pada stadium ulkus dekubitus III dan IV
memerlukan perawatan secara operatif. Kedua perawatan tersebut harus
memasukkan terapi redistribusi tekanan, optimasi nutrisi, pencegahan ulserasi,
dan pendidikan pasien untuk mengelola ulkus dan mencegah timbulnya ulkus
yang baru dan terjadinya kekambuhan.12,13
A. Mengurangi tekanan, gesekan dan gaya gesek
1. Positioning.
Teknik posisi sangat penting dalam penanganan ulkus dekubitus. Sangat
penting untuk membatasi dan mengurangi peninggian tempat tidur dan
memastikan tempat tidur pada daerah kepala dielevasi pada tingkat terendah
untuk mengurangi geser didaerah sakral. Pasien yang imobilisasi harus
ditempatkan pada 30 posisi miring ke kiri atau kanan, bergantian setiap 2
jam minimal. Pasien harus diangkat dan bukan diseret di tempat tidur,
menggunakan perangkat seperti trapeze atau alas tempat tidur, Repositioning
harus dilakukan sesering mungkin untuk menjaga kondisi pasien. 14
2. Permukaan yang mendukung
Penggunaan tempat tidur khusus sangat membantu untuk mencegah ulkus
decubitus. Permukaan pada kasur khusus ini mendistribusikan tekanan ke
area permukaan yang lebih besar dan tipe permukaan yang digunakan
tergantung dari kebutuhan pasien. Permukaan yang mendukung ini dibagi
menjadi bagian yang statis dan dinamis. Permukaan pendukung yang statis
direkomendasikan kepada pasien yang dapat merubah beberapa posisi tanpa
memberikan tekanan berat pada luka. Bentuk ini termasuk matras busa
khusus dan matras dengan isi bervariasi. Untuk pasien yang jarang
melakukan perubahan posisi, pasien dengan ulkus yang besar atau banyak
dan pasien dengan

ulkus yang tidak resposif, bisa diberikan permukaan

12

pendukung yang dinamis, yang bertenaga listrik. Benda ini memberikan


siklus, tekanan alternatif yang disesuaikan dengan tekanan pada tubuh. 14

Gambar 10. Matras khusus untuk mencegah ulkus dekubitus


B. Perawatan pada ulkus dekubitus
1. Cleansing.
Pembersihan luka harus dilakukan dengan berhati-hati untuk meminimalkan
trauma mekanik dan trauma kimia untuk penyembuhan jaringan. Normal salin
lebih banyak dipakai karena larutan tersebut merupakan larutan paling
fisiologis dalam kaitannya dengan luka. Pembersih dan antiseptik tertentu
seperti povidone iodine, larutan hipoklorit natrium, hidrogen peroksida, asam
asetat, dan deterjen cair harus dihindari, karena agen tersebuti merupakan
sitotoksik dan dapat menghambat pertumbuhan epitel kulit. 14
2. Debridement
Ulkus dengan tanda nekrotik jaringan harus debridemen, karena jaringan
nekrotik mendukung pertumbuhan organisme patogen. Terdapat empat
metode debdridement yaitu:
a. Mechanical Debridement
Teknik debridemen ini termasuk penggunaan salin atau wet-to-moist
dressing, hidroterapi (pusaran air), irigasi luka, dan penerapan
dextranomers. Pergantian dressing wet-to-dry dressing setiap 4

13

sampai 6 jam amat menyakitkan dan bersifat non-selektif untuk


nekrotik jaringan. Alat whirlpool dapat dipertimbangkan untuk ulkus
dekubitus dengan eksudat yang tebal, slough, atau jaringan nekrotik.
Untuk irigasi luka, jarum suntik ukuran

35 mL jarum suntik dan

angiocatheter 19 dapat digunakan untuk memberikan tekanan yang


memadai.11
b. Sharp Debridement
Teknik debridement ini melibatkan penggunaan pisau bedah, gunting,
atau alat tajam lainnya untuk meembersihkan jaringan yang rusak.
Untuk ulkus kecil, anestesi lokal dapat digunakan, sedangkan pada
ulkus stadium III atau IV yang lebih besar memerlukan debridement
yang luas .11
c. Debridemen Enzimatik
Digunakan pada pasien yang tidak dapat dilakukan pembedahan.
Agen topikal seperti sutilains, kolagenase, fibrinolisin, dan
deoksiribonuklease dapat digunakan. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan
melisikan kolagen dan elastin. Dressing harus diganti beberapa kali
sehari untuk menghindari terjadinya dermatitis kontak. 11
d. Debridemen Autolitik
Melibatkan penggunaan dressing sintetik untuk menutupi luka yang
menyebabkan pencernaan jaringan nekrotik oleh enzim yang biasanya
terdapat pada luka. Debridemen autolitik didasarkan pada kemampuan
macrofag

untuk

memfagositosis

debris

dan

jarngan

nekrotik.

Penggunaan hydrocoloids dan hydrogels digunakan secara luas untuk


mendukung lingkungan yang lembab yang akan meningkatkan aktifitas
makrofag.11
3. Dressing products
Dressing bisa membantu menjaga luka dari lingkungan sekitar, mengurangi
atau mencegeh infeksi luka, menstimulasi debridemen autolitik, mengurangi
nyeri

luka

dan

menstimulasi

tumbuhnya

jaringan

granulasi.

Telah

14

didemonstrasikan secara eksperimental bahwa luka lembab, 40% lebih cepat


sembuh dari luka yang terkepos udara.14
Dressing disebut juga sebagai perawatan luka dengan balutan modern.
Balutan luka modern pertama kali di perkenalkan oleh Winter sekitar tahun
1960, yang terkenal dengan konsep perawatan luka dengan cara
mempertahan kelembapan atau moist wound healing yang kemudian
berkembang dengan pesat berbagai produknya di pasaran sampai saat ini. 14
Balutan luka modern pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam beberapa
jenis berdasarkan kegunaanya 12 :
1. Hydrogel dressing
Balutan ini mengandung air dalam gel yang tersusun dari struktur polymer
yang berisi air dan berguna untuk menurunkan suhu hingga 5C.
Kelembaban dipertahankan pada area luka untuk memfasilitasi proses
autolisis dan mengangkat jaringan yang telah rusak. Indikasi penggunaan
dari hydrogel dressing ini adalah menjaga kandungan air pada luka kering,
sebagai pelembab serta mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan yang
lain adalah bisa dipakai bersamaan dengan antibakterial topikal. Balutan
ini bias digunakan pada berbagai jenis luka, seperti luka ulkus dekubitus,
luka dengan kedalaman sedang sampai dalam dan ulkus vaskuler.
2. Foam dressing
Berfungsi sebagai absorban yang terbuat dari polyurethane dan
memberikan tekanan pada permukaan luka. Balutan ini dapat di lewati
udara dan air, kandungan hydrophilinya dapat menyerap eksudat sampai
pada lapisan atas balutan. Indikasi penggunaan dari foam dressing ini
adalah luka dengan eksudasi sedang sampai berat, perlindungan
profilaksis pada tulang yang menonjol atau area yang bersentuhan, luka
dengan kedalan sedang sampai keseluruhan, luka yang bergranulasi atau
nekrosis, luka donor, skin tears dan bisa dipakai pada luka infeksi. Balutan
ini juga dapat dikombinasi dengan pengobatan topikal dan enzimatis.
3. Calcium alginate dressing

15

Alginate dressing terdiri dari garam kalsium, asam alginic dan asam
mannuronic dan guluronic. Cara kerjanya yaitu ketika alginate dressing
kontak dengan cairan sodium yang berasal dari drainage luka, akan terjadi
pertukaran ion kalsium dan sodium yang akan membentuk sodium
alginate gel, gel ini akan mempertahan kelembapan dan mendukung
lingkungan luka yang terapeutik. Indikasi penggunaan alginate dressing
adalah pada luka dengan eksudasi sangat banyak seperti luka yang
menggaung, ulkus dekubitus, ulkus vaskuler, luka insisi, luka dehicence,
tunnels, saluran sinus, luka donor skin graf, luka tendon yang terlihat dan
luka infeksi.
4. Composite dressing
Composite dresing merupakan balutan lapisan tunggal atau ganda yang
bias digunakan sebagai balutan primer atau skunder yang tersusun dari
kombinasi material yang berfungsi sebagai barier bakteri, lapisan
penyerap,

foam, hydrocoloid

atau

hydrogel. Indikasi

penggunaan

composite dressing adalah luka dengan eksudasi sedikit sampai banyak,


luka yang bergranulasi, luka dengan
jaringan nekrotik, atau gabungan luka dengan granulasi dan mengalami
nekrosis. Composite dressing tidak dapat digunakan pada luka yang
terinfeksi dan tidak semua mempunyai fungsi sebagai pelembab pada
area luka.
5. Collagen dressing
Collagen merupakan protein utama dalam tubuh dan dibutuhkan untuk
penyembuahan dan perbaikan luka. Collagen dressing merupakan
turunan dari bovine hide (cowhide) yang berfungsi untuk stimulasi
penyembuhan luka dan debridemen. Balutan ini merupakan absorben
tingkat tinggi dan juga mempertahan kelembapan lingkungan sekitar luka.
Produk collagen dressing terdapat dalam bentuk 100% kolagen atau
kombinasi alginate atau produk lain yang bersifat tidak melekat dan dapat
dilepas dengan mudah. Indikasi penggunaan collagen dressing adalah
pada luka dengan eksudasi rendah sampai sedang, luka yang mengalami

16

granulasi atau nekrosis dan luka dengan kedalam sedang atau


keseluruhan.
C. Antibiotik
Terapi antibiotik sistemik ini tidak dianjurkan untuk kontaminasi atau
infeksi lokal yang minor tetapi dianjurkan ketika terjadinya bakteremia,
selulitis, atau osteomielitis. Antibiotik topikal digunakan untuk mencegah
atau mengobati luka infeksi, mengurangi jumlah bakteri, atau mengurangi
bau dan tanda-tanda peradangan. Antibiotik topikal seperti neomycin dan
bacitracin adalah alergen umum dan dapat menyebabkan dermatitis
kontak dan jarang, anafilaksis. Formulasi topikal antibiotik yang digunakan
secara sistemik (misalnya, gentamisin) harus dihindari karena resistensi
bakteri dapat terjadi. Penggunaan metronidazole topikal 1% sangat
dianjurkan untuk ulkus dekubitus.15
D. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri memerlukan kombinasi dari tindakan konservatif, obatobatan, dan terapi luka yang tepat. Terapi relaksan otot dan fisik dan
pekerjaan dapat membantu untuk mengurangi kejang otot di daerah
ulserasi. Stimulasi saraf transkutan listrik dapat membantu meringankan
nyeri akut dan kronis. Penggunaan anestesi topikal seperti krim lidokainprilocaine pada luka 30 menit sebelum debridement secara signifikan
mengurangi rasa sakit. Opiat diamorfin gel juga terbukti secara secara
signifikan dapat mengurangi rasa sakit pada pasien dengan ulkus
dekubitus stadium II dan III. Analgesik non-opioid (aspirin, obat antiinflamasi non steroid lainnya) merupakan terapi sistemik lini pertama,
diikuti oleh obat kuat seperti opioid. Obat ajuvan seperti antidepresan
trisiklik juga dapat digunakan untuk meningkatkan analgesia. 15

IX. KOMPLIKASI
Pada beberapa kasus, dapat terjadi komplikasi akibat ulkus decubitus, yaitu:

16

1. Infeksi. Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun anaerobic.

17

2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis,


osteomielitis, arthritis septik.
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hipoalbuminemia
6. Hiperbilirubin

X.PROGNOSIS
Terjadinya proses penyembuhan ulkus dekubitus tergantung pada factorfaktor primer maupun sekunder serta penatalaksanaan ulkus itu sendiri. Perlu
diingat juga

pentingnya tindakan pencegahan karena pada dasarnya ulkus

dekubitus dapat di cegah.16

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Jr, Don R Revis. 2008. Decubitus Ulcer. Availaible from URL:www.


emedicine.com(diakses tanggal 11 Agustus 2016)
2. Aisah S, Agustin T. Ulkus dekubitus. Dalam: Menaldi SL, Bramono K,
Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015.h.261.
3. Wilhelmi, Bradon J. 2008. Pressure Ulcers, Surgical Treatment and
Principles. Availaible from URL:www.emedicine.com (diakses tanggal 11
Agustus 2016)
4. Linda JR 2008.

Decubitus

Ulcer.

Availaible

from

URL:www.

emedicine.com(diakses tanggal 11 Agustus 2016)


5. Anonim. 2008. Bedsore. Availaible from URL:www.wikipedia.org (diakses
tanggal 11 Agustus 2016)
6. Wilhelmi, Bradon J. 2008. Pressure Ulcers, Surgical Treatment and
Principles. Availaible from URL:www.emedicine.com (diakses tanggal 11
Agustus 2016)
7. Lowell G., Stephen K, Barbara G, Amy P, David L, Klaus W, Decubitus
Ulcers. in: Jennifer P, Lilian O, Tania P. Editor. Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine, 8th Ed. New York:McGraw-Hill; 2012, p1121-1129.
8. Kruger, E, Pires, M, Ngann, Y, Sterling, M, Rubayi, S. Comprehensive
management of pressure ulcers in spinal cord injury: current concepts and
future trends. J Spinal CM. 2013;36(6): 572-84.
9. Anders , J, Heinemann, A, Leffmann, C, Leutenegger, M, Kruse,
W. Decubitus ulcers: pathophysiology and primary prevention. Dtsch
Arztebl Itn. 2010;107(21): 371-82.
10. Frykberg R.G. 2002. Diabetic

Foot

Ulcer

Pathogenesis

Management, American Family Physician.


11. Qaseem, A, Humphrey, L, Forciea, M.A, Starkey, M,

and

Denberg,

T. Treatment of pressure ulcers: a clinical practice guideline from the


american college of physicians. Ann Intern Med. 2015;162: 370-79.
12. Wake, W. Pressure ulcers: what clinicians need to know. J
Permanente. 2010;14(2): 56-60
13. Salcido, Richard. 2006. Pressure Ulcers and Wound Care. Availaible
fromURL:www.emedicine.com (diakses tanggal 11 Agustus 2016)

19

14. Thomas, David R. Prevention and treatment of pressure ulcers: What


works?What doesnt? Dalam Cleveland Clinic Journal Of Medicine.
Volume 68 Number 8 Augustus 2001.
15. Kirman, Christian N. 2008. Pressure Ulcers, Nonsurgical Treatment and
Principles. Availaible from URL:www.emedicine.com (diakses tanggal 11
Agustus 2016)
16. Pershall, Linda D.2008. Decubitus Ulcer Information and Stages of
Wounds. From URL:http://expertpages.com (diakses tanggal 11 Agustus
2016)

20

Anda mungkin juga menyukai