Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Bekisting
Bekisting adalah konstruksi penyangga atau
wadah cetakan beton berfungsi untuk menampung
dan menumpu beton basah yang sedang dicor
berdasarkan tempat dan sesuai bentuk yang
diharapkan. Kekuatan bekisting dapat direncanakan
dengan menghitung jumlah beban dan gaya yang
akan bekerja pada bekisting (Astanto, 2001:1).
Pekerjaan bekisting pada pokoknya memiliki tiga
fungsi antara lain:
1. Bekisting menentukan bentuk konstruksi beton yang
akan dibuat, bentuk sederhana dari suatu konstruksi
beton
menghendaki
sebuah
bekisting
yang
sederhana pula.
2. Bekisting harus dapat menyerap dengan aman beban
yang ditimbulkan spesi beton dan berbagai beton
luar serta getaran, dimana perubahan bentuk yang
terjadi akibat getaran dapat diperkenankan asal tidak
melampaui toleransi-toleransi tertentu.
3. Bekisting harus dapat dengan cara sederhana
dipasang, dilepas dan dipindahkan (Wigbout,
1997:232).
Bekisting sesuai dengan tipenya dapat dibagi
menjadi 3 jenis bekisting diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Bekisting Tradisional
Bekisting tradisional yaitu bekisting tiap kali setelah
dilepas dan dibongkar menjadi bagian-bagian dasar,
dapat disusun kembali dalam sebuah bentuk lain.
Bekisting beton ini memungkinkan pemberian setiap

6
bentuk yang diinginkan pada kerja beton sehingga
harus dikerjakan setempat oleh tenaga ahli.
Penggunaannya terbatas sampai pada beberapa kali
penggunaan, untuk bentuk yang rumit harus banyak
dilakukan penggergajian.
2. Bekisting setengah sistem
Yang dimaksud adalah satuan bekisting yang lebih
besar, yang direncanakan untuk sebuah proyek
tertentu. Untuk ini pada prinsipnya digunakan
berulang kali dalam bentuk tidak berubah yang
berarti juga biaya investasi dan upah kerja tidak
terlalu tinggi. Pada umumnya bekisting terdiri dari
material pelat, konstruksi penopang dibuat dari
komponen baja yang dibuat dari pabrik atau gelagar
kayu yang tersusun.
3. Bekisting sistem
Adalah elemen bekising yang dibuat dipabrik
sebagian besar dari komponen yang terbuat dari
baja. Bekisting sistem yang dimaksudkan untuk
penggunaan berulang kali, dilengkapi dengan
bekisting kontak tetap, semua ini memiliki bentuk
yang cukup kaku dan hanya mengijinkan bentukbentuk beton sederhana kemudian biasanya disewa
dari pabrik bekisting sehingga dapat disimpulkan
bahwa bekisting sistem memerlukan biaya investasi
tinggi dan upah tidak begitu tinggi (Wigbout,
1997:233).
Bekisting memiliki karakteristik tersendiri sesuai
dengan
penggunaannya
dalam
pembuatan
konstruksi.
Bekisting
dapat
digunakan
untuk
konstruksi sebagai berikut:
1. Bekisting dinding beton
Bekisting untuk dinding dirangkai dengan bantuan
kawat pengikat. Penopang atau pemegang jarak

7
hanya terpasang sementara dan diambil lagi setelah
beton selesai dicor (Astanto, 2001:7).
2. Bekisting kolom
Bekisting kolom dapat dibuat dari lembaran plywood,
maupun dari papan kayu. Jika menggunakan plywood
menghasilkan dua sisi mempunyai lebar sama
dengan lebar permukaan tiang dan kedua sisi lainnya
mempunyai
lebar
yang
berlebihan
untuk
pengaturannya (Astanto, 2001:7).
3. Bekisting fondasi
Bekisting untuk fondasi dibuat langsung di tempat
fondasi akan dicor. Bekisting fondasi dibuat di atas
tanah atau dengan dasar tanah. Dalam pembuatan
beton lantai kerja dibuat terlebih dahulu untuk
menutupi tulangan dibawah agar tidak berkarat dan
peresapan air saat pengecoran (Astanto, 2001:10).
4. Bekisting pelat lantai dan balok
Bekisting balok harus dibuat agar sisinya dapat
dibonhkar lebih dahulu sebelum lembaran papan
bekisting dibongkar. Bagian ini dibongkar setelah
balok yang telah dicor mampu mendukung beratnya
sendiri. Bekisting balok dan pelat dapat dibuat dari
papan, dapat pula dibuat dari multiplek (Astanto,
2001:11).
B. Produktivitas
Mengingat bahwa pada umumnya proyek
berlangsung dengan kondisi yang berbeda-beda,
maka dalam merencanakan tenaga kerja hendaknya
dilengkapi dengan analisis produktivitas dan indikasi
variabel yang mempengaruhi (Soeharto, 1995:162).
Istilah produktivitas pada awalnya muncul sekitar
tahun 1766 dalam artikel yang berjudul the school of
physiocraft oleh Francois Quesnay seorang ekonom
Perancis. Sedangkan produktivitas sebagai konsep
dengan keluaran (out put) dan masukan (input)

8
sebagai elemen utamanya, pertama kali dicetuskan
oleh David Ricardo sekitar tahun 1810. Inti dari
konsepnya adalah bagainmana keluaran akan
berubah bila masukan berubah.
Produktifitas didefinisikan sebagai rasio antara
output dengan input, atau rasio antara hasil produksi
dengan total sumber daya yang digunakan. Dalam
proyek konstruksi, rasio produktivitas adalah nilai
yang ditukar selama proses konstruksi, dapat
dipisahkan menjadi biaya tenaga kerja, material,
uang, metoda dan alat. Sukses dan tidaknya proyek
konstruksi tergantung pada efektifitas pengelolaan
sumber daya (Ervianto, 2005:215).
Pekerja adalah salah satu sumber daya yang tidak
mudah dikelola. Upah yang diberikan sangat
bervariasi tergantung pada kecakapan masingmasing pekerja karena tidak ada satu pun pekerja
yang sama karakteristiknya. Biaya untuk pekerja
merupakan fungsi dari waktu dan metoda konstruksi
yang digunakan. Pihak yang bertanggung jawab
terhadap pengendalian waktu konstruksi dan
pemilihan metoda konstruksi yang akan digunakan
adalah Kepala Proyek (Ervianto, 2005:215).
Untuk keperluan peningkatan produktivitas dalam
proyek
konstruksi,
tentunya
sistem
yang
mengaturnya harus direncanakan dan dirancang.
Dari
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas sebuah pekerjaan, faktor manusia
memberikan kontribusi terbesar dibanding faktor
lainnya (Ervianto, 2005:218).
Produktivitas sangat erat hubungannya dengan
kontraktor dimana melalui kerja kontraktor beserta
elemen
pendukungnya
yang
secara
nyata
mewujudkan fisisk proyek. Struktur organisasi
kontraktor dapat dibedakan menjadi dua bagian,

9
yaitu tim yang langsung terjun di lapangan dan tim
yang bekerja dikantor proyek. Namun demikian,
keduanya saling berhubungan secara langsung dan
tidak dapat dipisahkan (Ervianto, 2005:218).
Program pruduktivitas dapat dipandang sebagai
suatu sistem yang mencakup empat tahapan. Model
lingkaran produktivitas adalah sebagai berikut:

Pengukuran produktivitas

Perbaikan produktivitas

Evaluasi produktivitas

Perencanaan produktivitas

Gambar 2.1 Model Lingkaran Produktivitas


(Sumber: Ervianto, 2005:220)
C. Faktor Yang Berpengaruh Pada Produktivitas
Penelitian tentang produktivitas telah banyak
dilakukan, diantaranya dilakukan di Singapura oleh
Low pada tahun 1992. Low menyimpulkan bahwa
produktivitas konstruksi dipengaruhi dipengaruhi
oleh tujuh faktor, yaitu buildability, structure of
industry, training, mechanisation and automation,
foreign labiur, standarization, building control
(Ervianto, 2005:220).
Di Indonesia, penelitian serupa dilakukan oleh
Kaming
pada
tahun
1997.
Faktor
yang

10

1.

2.

3.

4.

1.

mempengaruhi produktivitas proyek diklasifikasikan


menjadi empat kategori utama yaitu:
Metode dan teknologi, terdiri atas faktor: desain
rekayasa,
metode
konstruksi,
urutan
kerja,
pengukuran kerja.
Manajemen
lapangan,
terdiri
atas
faktor:
perencanaan dan penjadwalan, tata letak lapangan,
komunikasi
lapangan,
manajemen
material,
manajemen peralatan, manajemen tenaga kerja.
Lingkungan kerja, terdiri atas faktor: keselamatan
kerja, lingkungan fisik, kualitas pengawasan,
keamanan kerja, latihan kerja, partisipasi.
Faktor manusia, tingkat upah pekerja, kepuasan
kerja, pembagian keuntungan, hubungan kerja
mandor-pekerja (Ervianto, 2005:220).
Menurut buku Imam Soeharto variabel-variabel
yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
lapangan dapat dikelompokkan menjadi beberapa
variabel sebagai berikut:
Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu
Kondisi fisik ini berupa iklim, musim, atau keadan
cuaca. Misalnya adalah temperatur udara panas dan
dingin, serta hujan dan salju. Pada daerah tropis
dengan kelembaban udara yang tinggi dapat
mempercepat rasa lelah tanaga kerja, sebaliknya di
daerah dingin, bila musim salju tiba, produktivitas
tanaga kerja lapangan akan menurun. Untuk kondisi
fisik lapangan kerja seperti rawa- rawa, padang pasir
atau tanah berbatu keras, besar pengaruhnya
terhadap produktivitas. Hal ini sama akan dialami di
tempat kerja dengan keadaan khusus seperti dekat
dengan unit yang sedang beroperasi, yang biasanya
terjadi pada proyek perluasan instalasi yang telah
ada, yang sering kali dibatasi oeh bermacam-macam
peraturan keselamatan dan terbatasnya ruang gerak,
baik untuk pekerja maupun peralatan. Sedangkan

11
untuk kekurang lengkapnya sarana bantu seperti
peralatan akan menaikkan jam orang untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Sarana bantu
diusahakan siap pakai dengan jadwal pemeliharaan
yang tepat.
2. Sistem manajemen proyek adalah segala sesuatu
yang
berhubungan
langsung
dengan
tugas
pengelolaan para tenaga kerja, memimpin para
pekerja
dalam
pelaksanaan
tugas,
termasuk
menjabarkan
perencanaan
dan
pengendalian
menjadi langkah-langkah pelaksanaan janngka
pendek, serta mengkoordinasikan dengan rekan atau
penyelia lain yang terkait. Keharusan memilikki
kecakapan memimpin anak buah bagi penyelia,
bukanlah sesuatu hal yang perlu dipersoalkan lagi.
Melihat lingkup tugas dan tanggung jawabnya
terhadap pengaturan pekerjaan dan penggunaan
tenaga kerja, maka kualitas penyelia besar
pengaruhnya
terhadap
produktivitas
secara
menyeluruh.
3. Skill dan pendidikan
Skill dan pendidikan termasuk pengaruh faktor
lingkungan dan keluarga terhadap pendidikan formal
yang diambil tenaga kerja. Kemampuan tenaga kerja
untuk menganalisis situasi yang terjadi dalam lingkup
pekerjaannya dan sikap moral yang diambil pada
keadaan tersebut.
4. Kesesuain upah
Dalam meningkatkan produktivitas karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan diperlukan adanya motivasi
kepada para tenaga kerja, yaitu salah satunya
dengan memperhatikan upah yang sesuai. Apabila
upah tenaga kerja diabaikan oleh perusahaan maka
akan menimbulkan masalah bagi perusahaan,
membuat malas para tenaga kerja, mogok kerja, atau

12
melakukan usaha untuk pindah ke perusahaan lain.
Tapi sebaliknya apabila perusahaan mempunyai upah
dan kesejahteraan tenaga kerja yang direncanakan
dengan baik maka itu dianggap faktor yang dapat
memotivasi tenaga kerja untuk meningkatkan
produktivitas.
5. Kesehatan Pekerja
Penelitian menunjukan bahwa kesehatan pekerja juga
mempengaruhi
produktivitas tenaga
kerja di
lapangan, dalam arti semakin sehat atau pekerja
dalam kondisi yang prima, dapat mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja di lapangan.
6. Pengalaman
Kurva pengalaman atau yang sering dikenal dengan
learning curve. Didasarkan atas asumsi bahwa
seseorang atau sekelompok orang yang mengerjakan
pekerjaan relatif sama dan berulang-ulang, maka
akan memperoleh pengalaman dan peningkatan
keterampilan.
7. Usia
Usia juga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
tenaga kerja, karena didalam usia produktif kerja
relatif
memiliki
tenaga
yang
lebih
untuk
meningkatkan produktivitas.
D. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Selama berlangsungnya pekerjaan harus diukur
hasil-hasil
yang dicapai untuk dibandingkan
dengan rencana semula. Obyek pengawasan
ditujukan pada pemenuhan persyaratan minimal
segenap sumber daya yang dikerahkan agar
proses kontruksi secara teknis dapat berlangsung
baik. Upaya mengevaluasi hasil pekerjaan untuk
mengetahui penyebab penyimpangan terhadap
estimasi semula. Pemantauan (monitoring) berarti
melakukan observasi dan pengujian pada tiap

13
interval tertentu untuk memeriksa kinerja maupun
dampak
sampingan
yang
tidak
diharapkan
(Istimawan, 1996 :423).
Karena dalam rangka mengajukan tender,
produktivitas tenaga kerja akan besar pengaruhnya
terhadap total biaya proyek, minimal pada aspek
jumlah tenaga kerja dan fasilitas yang diperlukan.
Salah satu pendekatan untuk mencoba mengukur
hasil guna tenaga kerja adalah dengan memakai
parameter indeks produktivitas (Soeharto, 1995 :
162).
Menurut Thomas 2000, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas.
Metode yang dapat digunakan yaitu:
1. Unit Completed
Metode ini sangat cocok diaplikasikan untuk
perhitungan produktivitas pekerjaan yang tidak
memiliki sub pekerjaan atau jika memiliki sub
pekerjaan, sub pekerjaan mudah untuk diukur dan
pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif
singkat. Contoh : pekerjaan galian.
2. Percent Complete
Metode ini cocok digunakan untuk pekerjaan yang
memiliki sedikit sub pekerjaan atau bahkan tidak
memiliki sub pekerjaan. Selain itu sebaiknya
digunakan pada pekerjaan yang dapat dengan mudah
diperkirakan berapa persen penyelesaian pekerjaan
tersebut. Contoh : pekerjaan pengecatan.
3. Level of Effort
Metode ini digunakan untuk mengukur pekerjaan yang
memiliki sub pekerjaan yang cukup banyak antara 3
sampai 5 sub pekerjaan dan antar sub pekerjaan
tersebut dapat saling overlapping. Selain itu metode
ini cocok digunakan untuk pekerjaan yang masa

14

4.

5.

1.

2.

3.

pengerjaannya memakan waktu yang cukup panjang.


Contoh : pekerjaan pembesian, pekerjaan baja, dan
bekisting.
Incremental Milestones
Metode ini sangat cocok untuk pekerjaan yang
memiliki sedikit sub pekerjaan dan sulit diukur
volumenya, akan tetapi dapat dengan mudah
ditentukan intermediate milestonenya. Selain itu antar
pekerjaan umumnya merupakan pekerjaan yang
berurutan atau tidak saling overlapping. Contoh :
pekerjaan pemasangan pintu dan jendela.
Start Finish Percentage
Metode ini sangat cocok untuk pekerjaan yang
memiliki sedikit sub pekerjaan dan sulit diukur
volumenya, akan tetapi sulit untuk ditentukan
intermediate milestonenya. Contoh : pekerjaan
pembersihan lahan.
Dari beberapa metode yang dapat digunakan
untuk pengukuran produktivitas, metode yang cocok
untuk mengukur produktivitas pekerjaan pemasangan
bekisting adalah metode Level of Effort.
Metode level of effort merupakan metode yang
dapat digunakan untuk mencari nilai sebuah pekerjaan
dimana pekerjaan yang diamati berupa sub-sub
pekerjaannya terlebih dahulu. Langkah yang harus
dilakukan untuk pengukuran dengan metode ini yaitu:
Menentukan sub-sub pekerjaan yang akan diamati
kemudian mencatat jumlah atau nilai dari tiap sub
pekerjaan.
Nilai dari tiap sub pekerjaan tersebut dicari
koefisiennya dengan menggunakan regresi linear
dengan program SPSS.
Setelah mendapat nilai koefisien tersebut, dilanjutkan
dengan menghitung rules of credit. Rules of credit ini
didapatkan dengan membagi koefisien tiap sub

15
pekerjaan dengan total koefisien sub pekerjaan. Dari
rules of credit tersebut dapat dicari nilai dari pekerjaan
dengan menggunakan level of effort. Nilai tersebut
didapatkan dengan menjumlahkan hasil kali dari nilai
tiap sub pekerjaan dengan nilai rules of credit tiap sub
pekerjaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode level of
effort meupakan metode pengukuran kuantutas
(volume) pekerjaan yang menggunakan rules of credit
yang telah ditentukan terlebih dahulu pada subjek
yang datanya dapat diperbarui sehingga dapat
diperoleh produktivitas harian (Thomas, 2000).
Data yang telah didapatkan dari pengamatan di
lapangan akan dihitung dengan menggunakan
multiple regression analysis. Keuntungan utama
menggunakan multiple regression analysis adalah
hasil analisa dapat diperbaiki sewaktu-waktu selama
proses penambahan data (Yolanda, 2014: 13).

1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk mempermudah perhitungan dari data yang


didapatkan dari lapangan makan ditentukan variabel
terbih dahulu. Untuk produktivitas pekerjaan
variabelnya adalah sebagai berikut:
Pekerjaan bekisting scaffolding (X1)
Pekerjaan bekisting balok (X2)
Pekerjaan bekisting pelat (X3)
Pekerjaan bekisting kolom (X4)
Sedangkan untuk variabel faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas adalah sebagai berikut:
Pendidikan (X1)
Usia (X2)
Upah (X3)
Letak material dan onsite factor (X4)
Pengalaman kerja (X5)
Sistem manajemen proyek (X6)

16
7. Kesehatan pekerja (X7)
E. Analisis Data Penelitian
Untuk mendapatkan data yang akan digunakan
dalam mencari angka produktivitas maka dilakukan
pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data
merupakan prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada
hubungan antara sumber data dengan masalah
penelitian
yang
akan
dipecahkan
(Nazir, 1983:221).
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam
berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai
cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat
dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting),
pada laboratorium dengan metode eksperimen, di
rumah dengan berbagai responden, pada suatu
seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Bila dilihat dari
sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan menggunakan sumber primer, dan
sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data pada
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan
sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya, lewat orang lain
atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi
cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview
(wawancara),
kuesioner
(angket),
observasi
(pengamatan), dan gabungan dari ketiganya
(Sugiyono, 2013:194).
1. Interview (Wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan
data apabila peneliti ingin melakukan study
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang

17

2.

3.

1.

2.

harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin


mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil
(Sugiyono, 2013:194).
Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan
atau
pernyataan
tertulis
kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013:199).
Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data
mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila peneliti berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam
dan bila respinden yang diamati tidak terlalu besar
(Sugiyono, 2013:203).
Setelah data didapatkan dengan beberapa teknik
pengumpulan data seperti diatas, maka tahap
selanjutnya adalah menganalisa data yang telah
didapatkan. Untuk analisa data menggunakan
metode level of effort terdapat beberapa tahapan
sebagai berikut:
Daily Productivity (Produktivitas Harian)
Adalah produktivitas yang didapatkan selama satu
hari kerja. Produktivitas harian dapat dihitung
dengan adanya rules of credit.
Baseline Productivity (Produktivitas Baseline)
Adanya gangguan yang terjadi di lapangan dapat
berdampak turunnya produktivitas tenaga kerja. Nilai
produktivitas yang terbaik dapat terjadi ketika tidak
ada atau hanya ada sedikit gangguan yang terjadi di
lapangan. Nilai produktivitas yang terbaik inilah
disebut baseline productivity (Thomas, 2000).
Baseline productivity menunjukkan nilai produktivitas

18

a.
b.

c.
d.

e.

3.

4.

terbaik yang dicapai kontraktor dalam bagian dari


suatu proyek. Produktivitas baseline dihitung terlebih
dahulu menghitung besarnya produktivitas harian
(Thomas,
2000).
Tahap-tahap
menentukan
produktivitas baseline ada beberapa yaitu:
Menentukan banyaknya dari pengamatan yang
merupakan 10% dari total hari kerja.
Bila banyaknya hari pengamatan tidak dapat
memenuhi 10% dan total hari kerja, maka diambil
minimal 5 hari pengamatan.
Dari keseluruhan hasil pengamatan itu, diambil
output harian yang terbesar.
Setelah 5 output harian yang terbesar didapati maka
nilai produktivitas untuk masing-masing output
harian tersebut bisa diketahui dengan cara membagi
total jam kerja dengan total output dalam satu hari.
Nilai produktivitas tersebut kemudian diurutkan mulai
yang terbesar ke yang terkecil. Nilai tengah dari 5
produktivitas harian tersebut merupakan baseline
productivity.
Cumulative Productivity (Produktivitas Kumulatif)
Didapatkan dengan membagi kumulatif output
pekerjaan bekisting dengan kumulatif total jam kerja
dan dapat menunjukkan kurva pembelajaran dari
proses pekerjaan konstruksi di lapangan (Thomas,
2000). Dengan adanya ini dapat diketahui apakah
proses kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja di
lapangan mengalami kemunduran atau kemajuan
dan seberapa kemunduran atau kemajuan tersebut
(Yolanda, 2014:15).
Direct Work Productivity (Produktivitas Direct Work)
Merupakan produktivitas dari pekerjaan yang
langsung menghasilkan output (Yolanda, 2014:15).

19

Anda mungkin juga menyukai