Anda di halaman 1dari 18

A.

DEFINISI
Dislokasi adalah perpindahan suatu bagian. Dislokasi sendi atau disebut juga luksasio
adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap tulang
lainnya. Dislokasi dapat berupa lepas komplet atau parsial , atau subluksasio.

B. ANATOMI SENDI
Tempat pertemuan dua tulang atau lebih, baik terjadi pergerakan atau tidak terjadi
pergerakan disebut sendi (junctura). Sendi dikelompokkan menurut jaringan yang
terdapat di antara tulang-tulang: junctura fibrosa, junctura cartilaginea, dan junctura
synovialis.
1. Junctura fibrosa
Permukaan tulang yang bersendi dihubungkan oleh jaringan fibrosa sehingga
kemungkinan geraknya sangat sedikit. Sutura tengkorak dan articulation
tibiofibularis inferior merupakan contoh junctura fibrosa.

Gambar 1. Junctura fibrosa

2. Junctura cartilaginea
Junctura cartilaginea dapat dibagi menjadi dua tipe:
Junctura cartilaginea primer adalah junctura cartilaginea yang tulangtulangnya disatukan oleh selempeng atau sebatang cartilage hialin.

Contohnya adalah hubungan antara iga pertama dan manubrium sterni.

Tidak ada pergerakan yang dapat dilakukan.


Junctura cartilaginea sekunder adalah sendi kartilaginosa yang tulangtulangnya dihubungkan oleh selempeng cartilage fibrosa dan facies
articularis-facies articularisnya diliputi oleh selapis tipis cartilage hialin.
Contohnya adalah sendi di antara corpus vertebrae dan simfisis pubis.
Sangat sedikit terdapat pergerakan.

Gambar 2. Junctura cartilaginea


3. Junctura synovialis
Facies articularis dan tulang-tulang diliputi oleh selapis tipis cartilage hialin dan
ujungnya dipisahkan oleh rongga sendi. Susunan ini memungkinkan pergerakan
yang luas. Junctura synovialis dapat dikelompokkan berdasarkan pada bentuk
facies articularisnya dan tipe pergerakan yang mungkin dilakukan.
Articulatio plana (sendi plana): Permukaan sendinya rata atau hampir rata,
sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran antara tulang yang satu
dengan

yang

lainnya.

Contoh

sendi

plana

adalah

articulatio

sternoclavicularis dan articulatio acromioclavicularis.


Ginglymus (sendi engsel): sendi ini menyerupai engsel pintu sehingga
memberi kemungkinan untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Contoh
ginglymus adalah articulatio cubiti, articulatio genus, dan articulatio

talocruralis.
Articulatio trochoidea (sendi pasak): Pada sendi in, terdapat pasak tulang
yang dikelilingi oleh cincin ligamentum-bertulang. Hanya mungkin
dilakukan gerakan rotasi. Contoh yang baik dari sendi ini adalah
articulatio atlantoaxialis dan articulatio radioulnaris superior.
2

Articulatio condyloidea: Sendi ini mempunyai dua permukaan konveks


yang bersendi dengan dua permukaan konkaf. Gerakan yang mungkin
dilakukan adalah fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi, serta sedikit rotasi.
Contoh yang baik dari sendi ini adalah articulationes metacarpophalangeae

atau articulationes interphalangeae manus.


Articulatio ellipsoidea: Pada sendi ini, facies articularis berbentuk konveks
elips yang sesuai dengan facies articularis konkaf elips. Gerakan fleksi,
ekstensi, abduksi, dan adduksi dapat dilakukan, kecuali rotasi. Contohnya

ialah articulation radiocarpalis.


Articulatio sellaris (sendi pelana): Pada sendi ini, faciess articularis
berbentuk konkafokonveks yang saling berlawanan dan mirip dengan
pelana kuda pada punggung kuda. Sendi ini dapat melakukan fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi dan rotasi. Contoh tipe sendi pelana yang paling

baik yaitu articulatio carpometacarpalis pollicis,


Articulatio spheroidea (sendi peluru): Pada sendi ini, kepala sendi yang
berbentuk bola pada satu tulang cocok dengan lekuk sendi yang berbentuk
socket pada tulang yang lain. Susunan ini memungkinkan pergerakan yang
luas, termasuk fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi medial, rotasi
lateral, dan sirkumduksi. Contoh yang baik untuk sendi ini adalah
articulatio humeri dan articulatio coxae.

Gambar 3. Junctura Synovialis


Stabilitas Sendi
Stabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga factor utama: (a) bentuk, ukuran, dan
susunan facies articularis; (b) ligamentum; (c) tonus otot di sekitar sendi.
Permukaan Sendi
Struktur ball-and-socket articulatio coxae dan mortise pada articulatio
talocruralis merupakan contoh yang baik bagaimana bentuk tulang berperan
penting pada stabilitas sendi. Akan tetapi terdapat pula sendi yang bentuk
sendinya kurang atau tidak berperan dalam stabilitas sendi seperti articulatio
acromioclavicularis, articulatio calcaneocuboidea, dan articulatio genus.
Ligamentum
Ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi yang berlebihan, tetapi apabila
regangan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ligamentum fibrosa akan
teregang. Contohnya ialah ligamentum pada sendi-sendi yang membentuk
lengkung kaki tidak dengan sendirinya menyokong beban berat badan. Apabila
5

tonus otot yang biasanya menyokong lengkung kaki terganggu akibat kelelahan,
ligamentum akan meregang dan lengkung kaki akan turun sehingga terjadi kaki
datar.
Sebaliknya, ligamentum elastika akan kembali ke panjang semula sesudah
meregang. Ligamentum elastika tulang-tulang pendengaran memegang peranan
aktif dalam menyokong sendi dan membantu mengembalikan tulang-tulang pada
posisi semula setelah melakukan pergerakan.
Tonus Otot
Pada kebanyakan sendi, tonus otot merupakan factor utama yang mengatur
stabilitas sendi, misalnya tonus otot-otot pendek di sekitar articulation humeri
mempertahankan caput humeri yang berbentuk setengah bulat pada cavitas
glenoidalis scapulae. Tanpa kerja otot-otot ini, hanya dibutuhkan sedikit tenaga
untuk menyebabkan terjadinya dislokasio sendi. Articulatio genus merupakan
sendi yang sangat tidak stabil tanpa aktivitas tonus musculus quadriceps femoris.
Sendi antara tulang-tulang kecil yang membentuk lengkung kaki sebagian besar
disokong oleh tonus otot-otot tungkai bawah, yang tendonya berinsersio pada
tulang-tulang kaki.
C. EPIDEMIOLOGI
Dari beberapa penelitian diperkirakan sekitar 42.1 kejadian dislokasi dari 100.000
orang dan penyebab tersering adalah akibat kecelakaan lalu-lintas (57.4%) diikuti dengan
terjatuh (27.5%). Dislokasi yang paling sering terjadi adalah dislokasi sendi bahu dan
lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan data
penelitian National Electronic Injury Surveillance System, dari 8,940 kejadian dislokasi
sendi bahu, diketahui terjadi 23.9 kejadian tiap tahunnya dengan faktor risiko terjadinya
dislokasi sendi bahu yaitu usia muda dan jenis kelamin laki-laki.
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Dislokasi dapat disebabkan oleh :
1. Trauma : jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.

Cedera pada olahraga


Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olahraga yang berisiko jatuh, misalnya terperosok akibat
6

bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak

sengaja menangkap bola dari pemain lain.


Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga misalkan akibat
benturan karena terjatuh (dari ketinggian tertentu) ataupun akibat

kecelakaan ketika berkendara


2. Non traumatik akibat kelainan kongenital yaitu keadaan ligamen pada seseorang
yang jauh lebih kendur sehingga terjadi penurunan stabilitas dari daerah
persendian ataupun adanya penyakit tertentu yang mengakibatkan perubahan
struktur dari daerah persendian.

3. Patologis
Akibat destruksi tulang, misalnya tuberculosis tulang belakang. Dimana patologis:
terjadinya tear ligament dan kapsul articular yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
Faktor Resiko dari Dislokasi
1. Kemungkinan untuk terjatuh
Ketika seseorang terjatuh maka terjadi peningkatan akan faktor resiko dari dislokasi,
jika seseorang menggunakan tangannya untuk menahan tubuh ketika terjatuh atau
bagian dari tubuh seseorang mengalami benturan keras saat terjatuh seperti panggul
dan bahu.
2. Keturunan
Beberapa orang dapat terlahir dengan ligamen yang jauh lebih longgar sehingga lebih
meningkatkan faktor resiko dari dislokasi ketika terluka.
3. Berolahraga

Dislokasi sering terjadi ketika seseorang melakukan olahraga dimana banyak terjadi
kontak antar pemain atau high impact sports seperti sepak bola, basket, hoki, dan
gulat (wrestling).
4. Kecelakaan ketika berkendara
Hal ini yang paling sering menyebabkan dari dislokasi panggul atau hip dislocation

E. MANIFESTASI KLINIS

Adanya mati rasa atau tebal dan kesemutan pada daerah persendian
Adanya rasa nyeri terutama bila sendi tersebut digunakan atau diberikan beban
Pergerakan dari sendi yang menjadi sangat terbatas
Terdapat bengkak dan kebiruan atau memar pada daerah persendian.
Sendi terlihat tidak pada posisi sebenarnya, adanya perubahan warna maupun bentuk
(adanya deformitas yaitu hilangnya tonjolan tulang yang normal)

F. PATOFISIOLOGI
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
pemanasan yang benar sebelum melakukan olahraga sehingga dapat memicu terjadinya
dislokasi, yaitu cedera olahraga yang dapat menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan
tulang dari kesatuan sendi sehingga struktur sendi dan ligamen menjadi rusak. Keadaan
selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga
merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid menjadi teravulsi akibatnya tulang
berpindah dari posisi yang normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang tidak hati-hati dalam
melakukan suatu tindakan atau saat sedang berkendara dimana tidak menggunakan helm
atau

sabuk

pengaman

memungkinkan

terjadi

dislokasi.

Trauma

kecelakaan

mengkompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi
dan ligamen. Keadaan selanjutnya yaitu terjadinya penekanan pada jaringan tulang yang
terdorong ke depan sehingga merobek kapsul sehingga tulang dapat berpindah dari posisi
normal dan menyebabkan dislokasi.

G. KLASIFIKASI DISLOKASI
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:
1.

Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan seseorang, paling sering
terlihat pada daerah panggul (hip).

2.

Dislokasi spontan atau patologik


Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.

3.

Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang memerlukan
pertolongan segera. Hal ini membuat sistem vaskularisasi terganggu, susunan
saraf rusak dan serta kematian dari jaringan. Trauma yang kuat membuat tulang
keluar dari posisi anatomisnya dan mengganggu jaringan lain seperti merusak
struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Seringkali terjadi pada orang
dewasa. Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi nekrosis avaskuler
(kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah) dan paralisis
saraf.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :

1.

Dislokasi Akut
Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan panggul. Dislokasi ini
dapat juga disertai nyeri akut serta pembengkakan di sekitar sendi.

2.

Dislokasi Kronis
Dislokasi kronis dapat dibedakan menjadi dislokasi rekuren, berkepanjangan atau
Prolonged dan kebiasaan atau Habitual. Pada dislokasi rekuren penderita sering
mengalami dislokasi namun tidak dapat mereposisi sendiri. Pada dislokasi
berkepanjangan dapat timbul bila dislokasi akut didiamkan saja tanpa diberikan
perawatan selama berminggu-minggu, sedangkan untuk dislokasi kebiasaan atau
habitual dislocation penderita dapat berulang-ulang mengalami dislokasi dan
9

dapat mereposisi sendi tersebut sendiri. Pada dislokasi rekuren dan kebiasaan
umumnya sudah terjadi perubahan bentuk kapsul maupun ligamennya maka dari
3.

itu sendi tersebut menjadi hipermobilitas.


Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti oleh frekuensi berulang,
maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma yang minimal, hal disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu (shoulder joint) dan sendi
pergelangan kaki atas (patello femoral joint). Dislokasi berulang biasanya sering
dikaitkan dengan fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah akibat dari kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Dislokasi berdasarkan daerah anatomis
1. Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)

Gambar 4. Dislokasi sendi bahu ( shoulder joint )


2. Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)

10

Gambar 5. Dislokasi sendi siku tangan ( elbow joint )


3. Dislokasi sendi panggul (hip joint)
Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari daerah acetabulum
(socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi apabila daerah tersebut mengalami
benturan keras seperti pada kecelakaan mobil ataupun jatuh dari ketinggian tertentu.
Pada kecelakaan mobil, dimana akibat terbenturnya lutut membentur dashboard
sehingga terjadi deselerasi yang cepat dan tekanan dihantarkan dari femur ke panggul.
Kadang dislokasi pada sendi panggul ini juga dapat disertai adanya fraktur. Dislokasi
pada sendi panggul merupakan jenis dislokasi yang amat serius dan membutuhkan
penanganan yang cepat. Diagnosis dan terapi yang tepat untuk menghindari akibat jangka
panjang dari hal ini yaitu nekrosis avaskuler dan osteoarthritis.

11

Dislokasi sendi panggul terbagi menjadi dua yaitu dislokasi anterior dan dislokasi
posterior tergantung berat atau tidaknya trauma tersebut.

Gambar 6. Dislokasi Sendi Panggul


1. Dislokasi Posterior 90% dislokasi ini terjadi pada daerah panggul, dimana tulang
femur terdorong keluar dari socket atau acetabulum arah ke belakang (backward
direction). Dislokasi posterior ditandai dengan pergelangan kaki atas (tulang femur)
yang berotasi interna dan adduksi, panggul dalam posisi fleksi namun pada bagian
lutut serta pergelangan kaki bawah justru pada posisi yang berkebalikan. Biasanya
disertai juga dengan penekanan dari nervus ischiadicus.
2. Dislokasi Anterior (Obturator Type) Dislokasi ini sering disebabkan tekanan
hiperekstensi melawan tungkai yang abduksi sehingga caput femur terangkat dan
keluar dari acetabulum, caput femur terlihat di depan acetabulum socketnya dengan
arah maju ke depan (forward direction) sehingga daerah panggul mengalami abduksi
dan rotasi eksterna menjauhi dari bagian tengah tubuh.

Klasifikasi Dislokasi Sendi Panggul Anterior menurut Epstein yaitu :


12

Tipe 1 : Dislokasi superior termasuk pubis dan subspinosa


1A Tidak terdapat fraktur
1B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur
1C Terdapat fraktur dari acetabulum
Tipe 2 : Dislokasi inferior termasuk obturator dan perineal
2A Tidak terdapat fraktur
2B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur
2C Terdapat fraktur acetabulum
4. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)
Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya ligamen yang berfungsi
untuk menstabilkan dari sendi lutut tersebut. Ligamen yang paling sering mengalami
cedera dalam hal ini yaitu Ligamentum Krusiatum, dimana hal ini dapat terjadi
ketika bagian lateral dari lutut mengalami suatu tekanan atau benturan keras. Padahal
ligamen ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhannya. Dislokasi
sendi lutut atau patella ini dapat menyebabkan cederanya otot quadriceps, yang akan
memperparah dalam hal ini terutama bila terjadi efusi pada bagian lutut atau dalam
keadaan terlalu cepat melakukan pemanasan, dan terlalu cepat untuk kembali
melakukan suatu aktivitas (olahraga). Dislokasi pada sendi lutut jarang terjadi. Hal ini
terjadi akibat trauma yang cukup besar seperti terjatuh, tabrakan mobil, dan cedera
yang terjadi secara cepat. Bila sendi lutut mengalami dislokasi, maka akan terlihat
terjadinya deformitas. Bentuk dari kaki akan terlihat bengkok atau mengalami
angulasi. Kadang dislokasi pada sendi lutut ini akan mengalami relokasi secara
sendiri. Lutut dalam hal ini akan menjadi sangat bengkak dan sakit.

13

Gambar 7. Dislokasi Sendi Lutut


5. Dislokasi sendi pergelangan kaki (ankle joint)
Dislokasi pergelangan kaki (ankle) adalah suatu kondisi dimana rusaknya dan
robeknya jaringan konektif di sekitar pergelangan kaki disertai dengan berubahnya
posisi tulang dalam suatu daerah persendian. Pergelangan kaki terdiri dari dua tulang
yaitu tulang fibula dan tibia yang berdampingan. Kedua tulang ini turut membangun
persendian pada pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki terdiri atas kapsul sendi
dan beberapa ligamen yang membantu kestabilan dari persendian. Dalam
pergerakannya, stretching atau pemanasan yang berlebihan dapat merusak dari
jaringan konektif yang ada, sehingga tulang pada persendian ini dapat keluar dari
posisi normalnya atau mengalami dislokasi.

Gambar 8. Dislokasi Pergelangan Kaki


Dislokasi pergelangan kaki biasanya terjadi akibat trauma atau terjadi dorongan yang
keras terhadap tulang pergelangan sehingga terpisah. Hal ini dapat terjadi akibat
benturan langsung, kecelakaan motor atau pun cedera berat pada pergelangan tersebut
(severe sprain). Mekanisme dari dislokasi ini terjadi sebagai kombinasi dari posisi
plantar flexi pada bagian pergelangan kaki namun kaki juga mengalami baik inversi
maupun eversi agar dapat menahan beban.
Seseorang dengan dislokasi pada pergelangan kakinya biasanya akan merasakan nyeri
yang sangat hebat ketika mengalami cedera. Nyeri tersebut bahkan dapat membuat
pasien tidak dapat melakukan aktivitas serta menahan beban sama sekali. Nyeri
biasanya dirasakan pada bagian pergelangan kaki namun dapat terjadi penjalaran
nyeri pada bagian kaki sekitarnya. Nyeri sendiri dapat dirasakan ketika bagian
pergelangan kaki tersebut disentuh. Selain nyeri didapatkan juga bengkak dalam hal
ini. Pergerakan dari sendi lutut ini juga akan semakin terbatas akibat membengkaknya
14

daerah sendi dalam hal ini. Mati rasa atau kebas dan kesemutan juga dapat dirasakan
pada bagian
6. Dislokasi sendi-sendi kecil

H. PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai adanya riwayat trauma, bagaimana
mekanisme terjadinya trauma, apakah terasa ada sendi yang keluar, bila trauma
minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekuren atau habitual.
2. Pemeriksaan Fisik
Look
a) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
b) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
c) Tampak adanya perubahan warna (lebam) pada daerah yang mengalami dislokasi
sendi
Feel
Didapatkan nyeri tekan pada daerah sendi yang cedera.
Move
Akan terlihat keterbatasan pada pergerakan sendi baik pada pergerakan sendi secara
aktif maupun pasif serta ketidakstabilan pada pergerakan pasien serta dinilainya
kekuatan otot pada daerah persendian.
Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis pada daerah persendian yang
mengalami cedera untuk mengetahui apakah terdapat cedera persarafan pada daerah
tersebut yang dapat menjadi komplikasi dini dari dislokasi.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) X-Ray : dilakukan pemeriksaan berupa foto rontgen pada daerah dari persendian
yang mengalami cedera, hal ini juga dilakukan guna memastikan apakah terdapat
fraktur juga pada tulang di daerah persendian. Bisa juga dilakukan pemeriksaan
radiologi melalui CT Scan ataupun MRI.

15

Gambar 4. Foto Rontgen Dislokasi


b) Arteriogram : hal ini dilakukan guna melihat apakah terdapat cedera pada
pembuluh darah pada daerah persendian yang mengalami dislokasi.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan dislokasi diantaranya
1)
Cedera pada saraf yang dapat menyebabkan kelemahan pada daerah otot yang
2)

dipersarafi.
Cedera pada pembuluh darah di tulang, bahkan dapat menyebabkan avaskuler

3)

nekrosis (osteonekrosis).
Fraktur dislokasi, yang akan semakin memperburuk keadaan dari pasien

J. PENATALAKSANAAN
1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan
reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu
memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan di tempat kejadian tanpa
anastesi. Namun tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan,
maka diperlukan reposisi dengan anastesi lokal dan obat obat penahan rasa sakit.
Reposisi tidak dapat dilakukan jika penderita mengalami rasa nyeri yang hebat,
disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap penderita bahkan dapat
menyebabkan syok neurogenik, ataupun

menimbulkan fraktur. Dislokasi sendi

16

dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan anestesi umum terlebih dahulu
sebelum direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah reduksi
gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran
sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen bahkan fraktur
pada tulang yang dapat semakin memperparah hal tersebut, maka untuk mencegah
hal tersebut setelah dilakukan pemeriksaan dan penanangan awal maka perlu
dilakukan rujukan segera kepada spesialis ortopedi sehingga dapat diperiksa dan
ditangani lebih lanjut (dapat dilakukannya operasi atau tindakan pembedahan)

Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :


1. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah sekitar persendian
2. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup
3. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi berulang,
osteonekrosis, serta arthritis pasca trauma

K. PROGNOSIS
Prognosis dislokasi sendi pada umumnya baik apabila tidak terdapat komplikasi lebih
lanjut, dimana hal tersebut didukung dengan dilakukannya fisioterapi yang rutin pada
daerah persendian tersebut sehingga fungsi dari sendi dapat kembali normal dalam
beberapa bulan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed 25. Jakarta : EGC, 1998.


2. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Ed 3. Jakarta : EGC,
2010.
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6. Jakarta : EGC, 2006.
4. Yang NP, Chen HC, Phan DV, Yu IL, Lee YH, Chan CL, et al. Epidemiological survey of
orthopedic joint dislocations based on nationwide insurance data in Taiwan, 2000-2005.
BMC Muskuloskeletal Disorders 2011, 12:253.
5. Gammon Matthew. Hip Dislocation. Medscape.

2014.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/86930-overview. Updated March 27th, 2014.


6. William C, Shiel Jr. Knee Dislocation. Emedicine Health. 2014. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/knee_dislocation/article_em.htm.
7. Keany JE. Ankle Dislocation in Emergency Medicine. Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/823087-overview. Updated October 29th, 2012.


8. Salter RB. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3 rd
ed. USA : Lippincott Williams and Wilkins. 619-23.
9. Williams, Wilkins. Orthop trauma Practical suggestions for the application of the OTA
dislocation classification system. vol 21. 2007, 103-27.

18

Anda mungkin juga menyukai