Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Pada insekta kelenjar endokrin lebih banyak digunakan untuk proses pertumbuhan
dan

juga

metamorfosis.Selama

masa pertumbuhan,serangga

akan

menanggalkan

eksoskeletonnya secara berkala.Proses pergantian kulit ini disebut molting. Molting terjadi
sampai stadium dewasa. Hormon yang menyebabkan terjadinya molting adalah hormon
ekdison. Hormon ini dihasilkan dari kerja sama kelenjar protorasik yang terletak di dalam
dada dan hormon yang dihasilkan oleh otak.Otak serangga juga menghasilkan hormon
yang mempengaruhi proses metamorfosis, yaitu hormon juvenil. Hormon ini berfungsi
menghambat proses metamorfosis.Sekresi hormon juvenil yang cukup akan membuat ekdison
merangsang pertumbuhan larva.Namun, jika sekresi hormon ini berkurang maka ekdison
akan merangsang perkembangan pupa.Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai hormon-hormon yang berperan mengkordinasikan kegiatan dalam tubuh hewan
invertebrata khususnya insekta maka dibuatlah makalah ini.
Pembentukan kembali proses-proses morfogenetik pada tahap lanjut dari siklus
ontogenetik adalah dengan cara destruksi sebagian sistem yang telah berkembang sebagai
hasil perkembangan sebelumnya. Organisme khususnya golongan hewan memiliki
kemampuan untuk memiliki dan memperbaiki kerusakan-kerusakan bagian tubuh secara
ekstensif baik akibat kecelakaan pada kondisi alamiah maupun akibat disengaja dalam suatu
percobaan. Kerusakan yang diperbaiki itu mungkin berupa pemulihan kerusakan akibat
hilangnya bagian tubuh utama umpamanya anggota badan mungkin hanya berupa
penggantian kerusakan-kerusakan terjadi dalam proses fisiologi biasa. Dalam peristiwa
tersebut nampak adanya suatu kemampuan organisme untuk memperbaharui kembali bagian
tubuh

yang

terganggu/rusak

dan

proses

perbaikan

tersebut

dengan

regrenasi

kembali.Peristiwa regenerenasi bagi organisme merupakan hal yang sangat penting karena
proses yang esensial selama perjalanan hidup organisme. Adanya bagian tubuh yang lepas
akibat ketuan atau kecelakaan dengan proses regrenasi bagian tubuh yang lepas akan diganti
kembali dengan jaringan baru kembali. Dan juga beberapa organisme proses regenerasi
merupakan hal yang sangat penting dalam reproduksi secara aseksual (Philip, 1978) Menurut
sejarahnya kerangka filosofis untuk studi regenerasi sebagian besar telah dirumuskan oleh
Morgan secara aktif terus dilakukan penelitianpenelitian hingga sampai sekrang. Menurut
Morgan dalam Browder (1984), ia mengenal dua mekanisme primer untuk pembentukan
kembali bagian-bagian tubuh yang hilang. Pertama, regenerasi morfalaksis yakni suatu proses
1

perbaikan yang melibatkan reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan
kembali bagian tubuh yang hilah. Jadi dalam jenis regenerasi ini pemulihan bagian yang
hilang itu sepenuhnya diganti oleh jaringan lama yang masih tertinggal. Kedua,epimorfosis
yaitu rekonstruksi bagian-bagian yang hilang melalui proliferasi dan diferensiasi jaringan dari
permukaan luka. Namun regenerasi dapat pula berupa penimbunan sel-sel yang nampaknya
belum terdiferensiasi pada luka dan sering disebut, blastema, yang akan berproliferasi dan
secara progresif membentuk bagian yang hilang. Adanya regenerasi pada organisme dewasa
mununjukkan suatu bukti bahawa medan morfogenesis tetap terdapat setelah periode embrio,
umpamanya regenerasi anggota badan yang hilang, dalam prosesregenerisasi melibatkan
berbagai proses yang serupa dengan yang terjadi pada perkembangan embrionik,seperti
bagaian yang rusak muncul sel-sel,kemudian memperbanyak diri berhimpun menjadi jaringan
dan akhirnya mencapai keadaan yang berbeda. Lagi pula pada beberapa species
regenerasinya hanya terjadi hanya terjadi pada hewan dewasa saja, embrionya sama sekali
tidak memiliki kemampuan regenerasi, umpamanya suatu telur Ascida yang kehilangan
blastometernya akan berkembang menjadi larva yang tidak lengkap, misalnya lagi Annelida
yang kehilangan sel 4 d nya, akan kehilangan sebagian besar mesodermnya, pada hal Ascida
dan Annelida dewas sama-sama memiliki daya regenerasi yang tinggi selama kehidupan
dewasanya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Morfogenesis dan Metamorfosis
Metamorfosis adalah suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang
melibatkan perubahan penampilan fisik dan/atau struktur setelah kelahiran atau penetasan.
Perubahan fisik itu terjadi akibat pertumbuhan sel dan differensiasi sel yang secara radikal
berbeda .Metagenesis adalah pergiliran keturunan dari fase gametofit ke fase sporofit.
Peristiwa ini terjadi pada tumbuhan lumut dan paku. Tumbuhan tersebut mengalami 2 fase
yang berbeda dalam siklus hidupnya, yaitu sporofit dan gametofit. Dalam fase sporofit, spora
dihasilkan. Sedangkan dalam fase gametofit, gametlah yang dihasilkan. Spora menghasilkan
2n atau kromosom diploid dan gamet menghasilkan n atau kromosom haploid. Pada
tumbuhan paku, fase sporofit lebih dominan dibandingkan dengan fase gametofit. Karena
pada fase sporofit ini, tumbuhan paku terlihat bertumbuh. Berkebalikan dengan lumut, fase
gametofit lebih dominan daripada fase sporofitnya. Pada fase gametofit, tumbuhan lumut
tumbuh,

mengalami

fertilisasi

dan kemudian

menghasilkan gamet.Seperti halnya

metamorfosis pada hewan, tumbuhan tertentu juga dapat terjadi perbedaan bentuk tubuh
selama pertumbuhannya. Peristiwa ini dinamakan metagenesis.
2.2.Sistem Hormonal Pada Hewan (Insects)
Hewan-hewan yang melaksanakan perkembangan secara langsung antara lain dari
kelompok mamalia dan aves.Sebaliknya, yang dimaksud dengan perkembangan pasca lahir
yang melalui satu atau lebih tadium larva, sebelum mencapai keadaan dewasanya. Salah satu
contoh kelompok hewan yang melakukan perkembangn secara tidak langsung yaitu
serangga.Setelah melalui stadium larva, makaserangga akan melanjutkan ke stadium
berikutnya yaitu stadium dewasa melalui suatu proses transformasi yang dinamakan
metamorfosis.Suatu larva pada umumnya sangat berbeda dari organisme dewasanya dalam
hal morfologi,fisiologi, dan ekologi biasanya larva emiliki namanama khusus yang berbeda
pada setiap jenis hewan misalnya pada Coelenterata, larvanya dinamakan planula, sedangkan
pada anelida larvanya disebut trochopore,Crustacea larvanya disebut dengan nama
nauplius.Sedangkan pada serangga terdapat bermacammacam larva yang namanya berbedabeda seperti, nimfa, naiad, tempayak, belatung, pupae (beruga) dan ulat. Nimfa dan naiad
adalah bentuk larva pada serangga-serangga yang melaksanakan metamorfosis sempurna,

sedngkan tempayak, belatung dan pupae (beruga) dan ulat merupakan larva bagi seranggaserangga yang metmorfosisnya tidak sempurna.

2.3.Tipe -Tipe Serangga Kaitannya Dengan Hormon


2.3.1.Tipe-tipe Serangga
Berdasarkan hubungannya dengan metamorfosis, maka dibedakan tiga macam
tipe serangga yaitu, ametabola, holometabola, dan hemimetabola. Ametabola adalah tipe
serangga yang tidak mengalami metamorfosis. Dengan kata lain serangga-serangga ini
memiliki perkembangan langsung misalnya pada springtail dan bristletails.Hemimetabola
merupakan tipe serangga yang mengalami metamorfosis secara bertahap. Pada kelompok
serangga ini ketika menetas sayap hanya merupakan tunas saja dan bentuk tubuhnya tidak
sebanding dengan bentuk tubuh hewan dewasanya. Dengan terjadinya pengelupasan kulit,
maka konfigurasi serangga itu semakin sempit dan mirip dengan hewan dewasanya, sayap
menjadi sempurna,kematangan seksual tercapai pada pertukaran kulit terakhir. Serangga
juvenil yang mengalami metamorfosis bertahap ini disebut nimfa atau naiad, bila fase belum
dewasanya berlangsung didalam air. Tipe serangga ini tidak mengalami tahap pembentukan
pupa, oleh karena itu tipe metamorfosisnya dinamakan metamorfosis tidak sempurna.
Contoh tipe serangga ini terdapat pada belalang dan kutu busuk. Holometabola adalah tipe
serangga yang mengalami metamorfosis secara tiba-tiba. Telur-telur serangga yang sudah
menetas akan membentuk larva yang dinamakan tempayak,ulat, jaringan larva dan
pembentukan tubuh dewasa yang sama sekali baru, yang organorgannya serta sistemsistemnya berkembang dari kelompok-kelompok sel yang khusus untuk setiap organ, yang
dinamakan sebagai kepingkeping imaginal . Keping-keping imaginal tersebut nantinya akan
berkembang

membentuk

antena,

mata,

mandibula,

organorgan

genital,

pasangan

maksilapertama dan kedua, kaki-kaki dan sayap .Hewan dewasa atau imago yang kemudian
muncul dari kulit pupa yang mengeras atau puparium, benar-benar merupakan suatu
organisme baru, berbentuk sama sekali lain dari larvanya, dan seolah-olah hanya berfungsi
sebagai mesin reproduksi yang dapat terbang. Imago dari beberapa spesies tidak pernah
makan, mereka hanya berbiak dan kemudian mati.Imago lain melangsungkan perioda makan
sekali lagi dan dapat mempunyai masareproduksi selama berminggu-minggu bahkan.
berbulan-bulan, tanpa mengalami pengelupasan kulit lagi sebelum mati.

2.4. Mekanisme Kerja Hormon Dalam Metamorfosis Insekta


Peranan hormon dalam metamorfosis meliputi proses pengelupasan kulit larva, dan
pembentukan pupa pada serangga holometabola, dan pengelupasan kulit nimfa pada serangga
hemimetabola .Hormon yang berperan dalam metamorfosis terdiri dari atas tiga macam yaitu,
hormon otak, hormon molting (ekdison), dan hormon juvenil .
2.4.1.Jenis-Jenis Hormon Pada Insekta
Hormon otak disebut juga ecdysiotropin,disimpan didalam corpora cardiace,
sedangkan hormon molting (Ekdison) dihasilkan oleh kelenjar protoraks, yaitu suatu segmen
pada tubuh serangga yang mempunyai pasangan kaki terdepan dari ketiga pasangan kaki
terdepan serangga, oleh karena itu maka hormon ini juga dinamakan hormon protoracic gland
atau disingkat menjadi PGH, hormon juvenil (JH) dihasilkan oleh corpora allata, yaitu
sepasang kelenjar endokrin yang terletak di dekat otak.Kemungkinan hormon otak
mengandung kolesterol yaitu suatu senyawa steroid, atau juga berupa protein yang
merupakan rangkaian senyawa polipeptida, sedangkan hormon juvenil masih belum jelas
benar strukturnya.
2.4.2.Hormon Juvenil
Menurut Meyer et al, 1968, 1970), hormon juvenil terdiri atas senyawa hidrokarbon
alifatik, sedangakan menurut William dan Law, 1965, hormon juvenil berupa farnesol, yaitu
suatu prekursor kolesterol dan sterol-sterol lain.
2.4.3 Hormon Otak atau Hormon Protoraksikotropik (PTTH)
berperan dalam pergantian kulit dan dalam pengendalian diapause. Berperan juga
dalam merangsang penghasilan hormon ekdison.
2.4.4.Hormon Ekdison
Karlson dan Sakeris, menyatakan bahwa ecdyson merupakan suatu steroid dengan
rumus molekul C18H30O4 (Spratt,1971).Secara berkala sel-sel neurosekretori didalam otak
menggunakan suatu hormon otak (Ecdysiotropin), hormon ini merangsang kelenjar protoraks
untuk menghasilkan ecdyson.Selanjutnya ecdyson ini merangsang pertumbuhan dan
menyebabkan epidermis menggetahkan suatu kutikula baru yang menyebabkan dimulainya
proses pengelupasan kulit (molting). Jika otak dari larva tersebut dibedah secara mikro, maka
ecdyson tidak akan dihasilkan lagi dan sementara itu pertumbuhan dan proses pengelupasan
kulit terhenti.Selain oleh pengaruh ecdyson, maka proses pengelupasan kulit dan
5

pertumbuhan juga dipengaruhi oleh hormon juvenil, selama terdapat hormon juvenil
rangkaian pengelupasan kulit.yang terjadi dibawah pengaruh ecdyson itu hanyalah akan
menghasilkan bentuk stadium tidak dewasa saja. Jika konsentrasi hormon juvenil relatif lebih
tinggi daripada ecdyson maka akan merangsang perkembangan larva, dan mencegah proses
pembentukan pupa, namun mencegah proses pembentukan larva. Jika suatu serangga
mengelupas kulitnya tanpa adanya hormon juvenil maka hewan tersebut akan berdiferensiasi
menjadi bentuk dewasa.
2.4.5.Mekanisme Hormon Ekdison
Ecdyson secara kontinu dihasilkan sampai pengelupasan kulit menjadi dewasa,
ecdyson berperan merangsang sintesa RNA dan protein yang diperlukan pada proses
pembentukan kepingankepingan imaginal.Pada serangga dewasa tidak terdapat ecdyson
untuk pengelupasan kulit,karena kelenjar-kelenjar protoraknya sudah mengalami degenerasi
setelah metamorfosis, namun corpora allata akan menggetahkan hormon juvenil kembali
setelah pengelupasan kulit pendewasaan.Hormon juvenil ini akan mempengaruhi
metabolisme

protein

dan

lemak,serta

membentuk

protein-protein

vitelogenik

(Saunders,1980).Diduga rangsangan-rangsangan sensoris memegang peranan penting dalam


pengetahuan hormon-hormon pada serangga. Namun belum diketahui dengan jelas
bagaiamana cara kerjarangsangan sensoris tersebut. Kemungkinan rangsangan yang diterima
mempengaruh penggetahan hormon otak yang ditanggapi oleh kelenjar protoraks dengan
menghasilkan ecdyson. Sebagai contoh pada kepik (kutu) penghisap darah (Rhodnius), harus
menghisap darah dulu sebelum dapat berganti kulit,mengembangkan tubuh karena darah yang
dihisap, rupanya memacu stimulus yang mengakibatkan terjadinya penggetahan hormon otak
dan produksi ecdyson.Demikian pula dengan pengaktifan corpora allata untuk menggetahkan
hormon juvenil belum jelas benar kemungkinan disebabkan oleh faktor neural dan humoral
(Balinsky,1981).Pada banyak serangga holometabola,perkembangan akan berhenti untuk
sementara waktu sebelum terbentuk kutikula pupa.Penghentian ini dinamakan diapouse,
gunanya untuk menyesuaikan diri pada musim dingin. Di alam diapouse dapat diakhiri kalu
pupa mengalami pendedahan kepada suhu rendah selama perioda tertentu. Otak kemudian
kembali menghasilkan hormonnya yang merangsang kelenjar protoraks untuk menghasilkan
ecdysonnya kembali, sehingga memacu terjadinya perombakan secara menyeluruh jaringan
larva dan pertumbuhan secara cepat dari keping-keping imaginal dimana bagian-bagianbagian tubuh hewan dewasa dibentuk dilaboratorium dimana suatu pupa didinginkan dapat
dirangsang untuk memulai perkembangan dewasanya, tidak lama setelah dikembalikan ke
6

suhu kamar normal dalam laboratorium tersebut.Setelah itu mereka akan memulai
perkembangan

dewasa

sekalipun

bila

didinginkan

kembali

(Spratt,1971).Peristiwa

metamorfosisi merupakan ekspresi fenotipik kerja gen yang berurutan.Hormonhormon yang


berperan dalam metarmofosisi adalah produk dari kerja gen secara bergantian mengontrol
kerja gen lain dalam merangsang proses diferensiasi dan proliferasi sel. Dengan demikian
maka hormon merupakan agent dari agen, yang mengontrol program perkembangan.Pendapat
ini didukung oleh Saunders (1980),yang mengatakan bahwa proses transformasi dari larva ke
pupa ditandai dengan perubahan pola-pola yang diambil dari kelenjar ludah hewan diptera
yang menunjukkan terbentuknya puff, pada pita-pita kromosom tertentu. Yang dimaksud
dengan puff adalah tempat berlangsungnya sintesis RNA. Sebanyak 200 puff terdapat pada
kromosom sel-sel kelenjar,ludah selama transformasi dari larva ke pupa.Pita-pita yang
mengalami pembentukan puff dan regresi didalam polanya dipengaruhi oleh konsentrasi
ecdyson dan berhubungan dengan perkembangan dari tahap larva ke pupa .
2.5.Biosintesis Hormon Ekdison
Sintesis ekdisteroid pada serangga sangat tergantung dari steroid yang terdapat
dalam tanaman yang menjadi sumber pakannya. Hal tersebut dikarenakan serangga tidak
dapat mensintesis sendiri kolesterol yang merupakan precursor primer untuk mensintesis
ekdison.Fitosteroid yang

terdapat pada tanaman inang serangga merupakan jenis

triterpenoid, cycloartenol yang terbentuk dari siklisasi epoksida skualen. Derivasi dari
cycloartenol adalah kolesterol yang menjadi precursor ekdison pada serangga.
Serangga pemakan tanaman (fitofag) akan merubah sterol tanaman C29 menjadi
sterol C27 yang menjadi precursor ekdison. Selanjutnya sterol C27 tersebut dirubah menjadi
kolesterol dan kemudian menjadi 7-dehidrokolesterol, yang menjadi perkursor 3,14dihidroksi-5-kolest-7-en-6-one. Biosintesis ekdison secara skematik terlihat pada gambar
dan bentuk strukturnya terlihat pada gambar di bawah ini.

Sintesis hormon ekdison ditriger oleh hormon protorakisotrofik (PTTH) yang


dihasilkan oleh sel neurosekretori otak. Hormon ini tidak disimpan di dalam kelenjar
protoraks, tetapi akan segera dilepaskan setelah disintesis. PTTH yang berfungsi sebagai
triger sintesis hormon ekdison ini efeknya bersifat modulasi melalui penghambatan hormon
(inhibitory hormone) dan melalui regulasi langsung syaraf (direct neural regulation) yang
mungkin dalam bentuk stimulasi (stimulatory) atau penghambatan (inhibitory). Pada gambar
4 terlihat mode of ection PTTH yang mentriger sintesis hormon ekdison pada satu sel
kelenjar protorak.
Pembuktian bahwa sintesis ekdison ditriger oleh PTTH telah dilakukan oleh Carroll
Willaims (1947) menggunakan metode ligasi dan

implantasi pada

Hyalophora

cecropia. Dia menunjukkan bahwa ketika otak aktif, pupa yang diikat pada bagian tengah
tubuhnya, bagian depannya akan ganti kulit menjadi imago normal sedangkan bagian
belakangnya tidak. Dia kemudian menemukan alasannya bahwa bagian depan tersebut dapat
ganti kulit dan menjadi imago normal hanya jika otak dan kelenjar protoraknya masih aktif.
Kesimpulannya bahwa hormon dari otak akan menstimulasi kelenjar protorak untuk
mengsekresikan hormon yang menginduksi proses ganti kulit.
Sintesis ekdison terjadi pada kelenjar protoraks, yang kemudian disekresikan ke
dalam hemolimfa. Ekdison merupakan substansi yang tidak larut dalam air dan diduga
ditransportasikan di dalam hemolimfa dengan cara terikat pada molekul protein. Dari
hemolimfa ekdison ini akan dirubah oleh badan lemak, epidermis, saluran pencernaan tengah
(midgut) atau jaringan lainnya menjadi ekdison yang lebih aktif yaitu 20-hidroksiekdison.
8

Apabila 20-hidroksiekdison tidak terpakai maka di dalam tabung malpigi berubah menjadi
bahan yang akan disekresikan. Variasi hormon ekdison yang bersirkulasi di dalam hemolimfa
dapat terukur karena ada perubahan di dalam sintesis, pelepasan, degradasi dan ekskresi.
Produksi 20-hidroksiekdison akan diimbangi oleh degradasi dan ekskresi serta konversi
dalam bentuk konyugat yang sifatnya tidak aktif. Oleh karena itu periode hormon bentuk
aktif di dalam hemolimf sangat terbatas. Konyugat ekdisteroid sering dalam bentuk fosfat
atau glukosida.
2.5.1.

Kelenjar protorak

Kelenjar protoraks yang merupakan tempat disintesisnya hormon ekdison dijumpai


pada stadium pradewasa serangga. Pada serangga dewasa hormon ini terdapat pada ovari
yang kaitannya dalam mengatur perkembangan embrionik, walaupun hormon tersebut dapat
dihasilkan dimana-mana di abdomen yang diduga berasal dari oenosit. Kelenjar protoraks ini
degenerasi saat serangga bermetamorfose menjadi imago, walaupun ada yang tetap
bertahan, misalnya pada serangga Apterygota dan lokusta yang hidupnya soliter.
Kelenjar protoraks adalah sepasang kelenjar yang berbentuk butiran butiran seperti
anggur, terletak di belakang kepala atau pada toraks serangga, atau pada pangkal labium
Thysanura (Gambar dibawah ini). Kelenjar ini banyak disuplai oleh sel syaraf dan trakhe.
Syaraf-syaraf ini berasal dari ganglion subesophageal atau beberapa dari ganglion protoraks,
pada lipas ada hubungan syaraf yang berasal dari otak, sedang pada serangga Hemiptera
tidak ada suplai syaraf sama sekali
2.5.2.Mode of Action hormon ekdison
Hormon ekdison akan disintesis pada saat serangga pra dewasa akan ganti kulit atau
dalam proses pertumbuhan. Cara kerja hormon ini berkaitan langsung dengan dua hormon
lainnya yaitu: PTTH (prothoracicotropic hormone) dan hormon juvenil (JH). Keberadaan
JH akan menghambat produksi hormon ekdison dan dengan stimulasi dari PTTH makan
hormon ekdison akan disintesis, tetapi akibat dari kelimpahan hormon ekdison dalam
hemolimfa, kemudian akan menghambat produksi hormon juvenil (JH).Secara umum
aktifitas biokimia yang terjadi diantara sel sangat tergantung dari adanya reseptor spesifik
untuk kerja hormon tersebut. Respon dari jaringan yang berbeda tergantung pada ada atau
tidaknya reseptor spesifik tersebut, sehingga jaringan yang berbeda akan memberi respon
pada waktu yang berbeda pula. Apabila hormon tersebut tidak bertemu dengan reseptor
spesifik pada waktu yang tepat, maka dengan segera akan didegradasi dalam hemolimfa.Sel
9

target dari kerja ekdisteroid adalah sel epidermis pada proses ganti kulit (molt). Karena
ekdisteroid merupakan bahan lipofilik, maka bahan tersebut dapat melewati membran sel
apabila terikat pada reseptor protein spesifik di dalam sel epidermis. Ekdisteroid ini
kemudian secara langsung akan mengaktivasi atau menginaktivasi gen dan sintesis protein
baru. Konsentrasi hormon ekdison pada hemolimfa sangat menentukan apakah akan dapat
mempengaruhi sel target atau tidak. Hal itu tergantung dari konsentrasi reseptor yang ada
pada sel target tersebut.
2.5.3. Hubungan antara Ecdyson dan JH dalam mengatur metamorfosis
Pengaturan proses metamorfose merupakan mekanisme hormonal yang cukup rumit
dan melibatkan beberapa organ secara serentak. Pada mulanya, apabila saat ganti kulit tiba,
maka korpora kardiaka pada otak mengeluarkan suatu hormon tropik (hormon yang
mengawali keluarnya hormon lain) ke protoraks, sehingga hormonnya disebut hormon
protorakotropik.Oleh adanya HPTT (PTTH, prothoracotropic hormone) ini, maka kelenjar
protoraks akan mengeluarkan hormon -ecdyson, karena aktivasi utusan kedua ("second
messenger") AMP siklik (cAMP) yang menyebabkan dilepaskannya hormon. -ecdyson ini
kemudian akan mengaktivasi -ecdyson, dan selanjutnya -ecdyson menuju ke suatu reseptor
protein yang berada pada integumen, dan kemudian terikat ("bound") pada reseptor tersebut.
Ikatan ini menandai dimulainya sintesis protein untuk menyusun kutikula baru dan pada
prosesnya menyebabkan kutikula baru dan lama saling terpisah (apolisis).
Pada waktu yang bersamaan dengan aktivasi oleh HPTT, korpora alata yang terdapat
di perbatasan antara protoraks dan otak juga mulai mengeluarkan hormon yuwana (JH). Titer
JH ini menentukan jenis kutikula apa yang akan disusun oleh bagian integumen. Apabila titer
JH masih cukup tinggi, yang dibentuk adalah kutikula instar berikutnya. Ekskresi JH dari satu
instar ke instar berikutnya makin rendah, dan pada batas titer tertentu menyebabkan yang
disusun adalah kutikula pupa. Pada pupa, titer JH sudah sama dengan nol, sehingga jika
kemudian terjadi pergantian kulit lagi, maka yang muncul adalah kulit serangga dewasa.
Demikian yang terjadi pada ekdisis sebagai urutan kedua proses ganti kulit atau molting:
kutikula lama mengelupas.
2.6. Metamorfosis pada amphibia
Pada metamorfosis amphibi banyak sekali mengalami perubahan baik secara
morfologi

maupun

fisiologi.

Metamorphosis

pada

amphibia

termasuk

kedalam

metamorphosis sempurna. Metamorphosis sempurna merupakan metamorphosis yang


10

melewati

tahapan-tahapan

mulai

dari

telur-larva-pupa-imago

(dewasa).

Contoh

metamorphosis sempurna terjadi pada katak dan kupu-kupu.Amphibia mengalami


metamorphosis seperti halnya serangga. Kecebong anura memiliki tubuh langsung dengan
ekor panjang dan bersirip, gigi serta rahang berzat tanduk dan lipatan operculum yang
menutupi ingsang. Kecebong adalah herbivor, mempunyai usus yang panjang dan berlikuliku. Kecebong harus mengalami metamorphosis untuk mencapai bentuk dewasanya. Proses
Metamorfosis Sempurna Pada Katak, sebagai berikut:Katak betina dewasa bertelur kemudian
telur tersebut menetas. Setelah 10 hari telur tersebut menetas menjadi berudu. Berudu hidup
di air. Setelah berumur 2 hari berudu mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas.
Setelah berumur 3 minggu insang berudu akan tertutup oleh kulit. Menjelang umur 8 minggu
kaki belakang berudu akan terbentuk. Kemudian membesar ketika kaki depan mulai
muncul.Umur 12 minggu kaki depannya mulai berbentuk, ingsang tak berfungsi lagi ekornya
menjadi pendek serta bernapas dengan paru-paru. Maka bentuk dari muka akan lebih jelas.
Setelah pertumbuhan anggota badannya sempurna, katak tersebut akan berubah menjadi
katak dewasa dan kembali berkembang biak.Lamanya periode larva pada anura berbedabeda. Pada beberapa spesies, stadium kecebong dapat berlangsung selama satu tahun atau
lebih. Perubahan pertama ditandai dengan munculnya pembengkakan pada kedua sisi ujung
posterior tubuh yang merupakan tunas-tunas kaki yang berkembang selama periode premetamorfosis sampai mencapai ukuran sepanjang tubuh (Gambar 2). Kemudian terjadilah
serangkaian perubahan yang cepat yaitu klimaks metamorphosis dan dalam waktu lebih
kurang seminggu, kecebong berubah menjadi katak kecil sempurna.Pada awalnya, katak
betina dewasa akan bertelur, kemudian telur tersebut akan menetas setelah 10 hari. Setelah
menetas, telur katak tersebut menetas menjadi Berudu. Setelah berumur 2 hari, Berudu
mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas. Setelah berumur 3 minggu insang
berudu akan tertutup oleh kulit. Menjelang umur 8 minggu, kaki belakang berudu akan
terbentuk kemudian membesar ketika kaki depan mulai muncul. Umur 12 minggu, kaki
depannya mulai berbentuk, ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paru-paru. Setelah
pertumbuhan anggota badannya sempurna, katak tersebut akan berubah menjadi katak
dewasa. Selain pada katak,metamorphosis sempurna juga terjadi pada kupu-kupu.
2.6.1. Proses Morfologi
Pada amphibi, metamorfosis umumnya digabungkan dengan perubahan persiapan
yang mana dari organisme aquatik untuk menjadi organisme daratan. Pada urodela
(salamander), perubahan ini meliputi berkurangnya ekor dan rusaknya insang bagian dalam
11

dan berubahnya struktur kulit. Pada anura, perubahan metamorfosis berlangsung secara
dramatis dan kebanyakan organ-organnya telah termodifikasi. Perubahan ini meliputi
hilangnya gigi dan insang internal pada anak katak, seperti hilangnya ekor, kemudian akan
terjadi proses pembentukan seperti berkembangnya anggota tubuh dan morfogenesis kelenjar
dermoid. Perubahan lokomosi terjadi dari pergerakan ekor menjadi terbentuknya lengan
depan dan lengan belakang. Gigi yang digunakan untuk mencabik tanaman hilang dan
digantikan dengan perubahan bentuk baru dari mulut dan rahangnya, otot dari lidah juga
berkembang, insang mengalami degenerasi, paru-paru membesar, otot dan tulang rawan
berkembang untuk memompa udara masuk dan keluar pada paru-paru. Mata dan telinga
berdiferensiasi. Telinga bangian tengah berkembang dan membran timfani terletak pada
bagian telinga luar.
2.6.2. Proses Biokimia
Penambahan secara nyata pada perubahan morfologi, yang terpenting adalah
terjadinya transformasi biokimia selama metamorfosis. Pada berudu, fotopigmen retina yang
utama adalah porphyropsin. Selama metamorfosis, pigmen ini merubah karakterisik
fotopigmen dari darat dan vertebrata perairan. Pengikatan hemoglobin (Hb) dengan O2 juga
mengalami perubahan. Enzim yang terdapat pada hati juga mengalami perubahan, hal ini
disebabkan adanya perubahan habitat. Kecebong bersifat ammonotelik yaitu mensekresikan
amonia, sedangkan katak dewasa bersifat ureotelic yaitu mensekresikan urea. Selama
metamorfosis, hati mensintesis enzim untuk siklus urea agar dapat membentuk atau
menghasilkan urea dari CO2 dan amonia.
2.6.3. Perubahan spesifik
Organ tubuh yang berbeda juga akan merespon beda pada stimulasi hormon. Stimulus
yang sama menyebabkan beberapa jaringan degenerasi dan menyebabkan diferensiasi dan
perkembangan yang berbeda. Respon hormon thyroid lebih spesifik pada bagian-bagian
tubuh tertentu. Pada ekor, T3 menyebabkan kematian dari sel-sel epidermal. Meskipun terjadi
kematian dari sel-sel epidermal pada ekor, kepala dan epidermis tubuh tetap melanjutkan
fungsinya.
2.6.4. Hormon yang berperan dalam metamorfosis katak
Metamorfosis ini dikontrol hormon thyroid. Perubahan metamorfosis dari
perkembangan katak dengan mensekresikan hormon thyroxin (T4) dan triiodothronine (T3)
12

dari thyroid selama metamorfosis. Peranan hormon T3 lebih penting, hal ini disebabkan
perubahan metamorfosis pada thyroidectomized berudu memiliki konsentrasi yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan hormon T4. Koordinasi dari perubahan perkembangan dan
respon molekul hormon thyroid. Salah satu masalah utama dari metamorfosis adalah
koordinasi saat perkembangan. Pada dasarnya, ekor tidak mengalami degenerasi sampai
terbentuk dan berkembangnya organ-organ lokomosi. Seperti berkembangnya kaki dan
tangan untuk pergerakan dan insang tidak akan mengalami perubahan fungsi sampai
berkembang otot paru-paru. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi metamorfosis yang
berbeda pada jaringan dan organ akan memberikan respon yang berbeda pada hormon. Untuk
menjamin sistem kerja ini, 2 organ yang sensitif terhadap thyroksin yaitu thyroid dan kelenjar
pituitary, akan meregulasi produksi hormon thyroid. Hormon thyroid berfungsi untuk
membentuk hubungan timbal balik dengan kelenjar pituitary yang menyebabkan interior
pituitary menginduksi thyroid untuk menghasilkan T3 dan T4 lebih banyak. Selain itu,
hormon thyroid juga berfungsi untuk transkripsi dan mengaktivasi transkripsi pada beberapa
gen. Seperti transkripsi gen untuk albumin, globin dewasa, keratin kulit dewasa diaktivasi
oleh hormon thyroid. Respon T3 adalah aktivasi transkripsi gen reseptor hormon thyroid
(TR). TR berikatan dengan sisi yang spesifik pada kromatin sebelum hormon thyroid
dibentuk. Ketika T3 dan T4 masuk kedalam sel, dan berikatan dengan ikatan reseptor
kromatin, hormon reseptor kompleks dirubah dari aktivator transkripsi. Belum diketahui
mekanisme dari hormon thyroid dengan respon yang berbeda pada jaringan yang berbeda
(proliferasi, diferensiasi, kematian sel). Pembentukan anggota tubuh tidak tergantung hormon
thyroid, hal ini terjadi pada pembelahan holoblastic dimana gastrulasi diawali pada posisi
subequatorial, pembentukan neural dibagian permukaan dan kuncup anggota tubuh juga
terbentuk dibagian permukaan. Pembentukan anggota tubuh tidak tergantung pada hormon
thyroid.
2.7.REGENERASI
2.7.1.Regenerasi Dari Beberapa Hewan
Sesungguhnya hampir seluruh organisme memiliki kemampuan untuk meregenerasi
struktur yang rusak. Khususnya pada phylum hewan kemampuan meregenerasi bagian-bagain
yang rusak/hilang itu berbeda-beda pada berbagai kelompok taksonomi, daya regenerasi yang
sangat tinggi umpamanya terdapat kelompok hewan invertebrata seperti porifera,coelenterata,
plathyhelminthes, annelida, dan tunicata.Banyak species dari kelompok-kelompok hewan
tersebut memiliki kemampuan untuk menyusun kembali suatu individu baru hanya dari suatu
13

fragmen yang relatif kecil sekalipun (Balinsky,1976). Kemampuan tersebut tidak hanya
ditunjukkan secara eksperimental namun dialampun berlangsung sangat umu terutama dalam
kaitannya dengan mekanisme reproduksi seksual. Beberapa cacing pipih dan annelida yang
kemampuan regenerasinya sangat efisien,biasanya memperbanyak diri dengan jalan menata
kembali bagian-bagian tubuhnya yang terpotong melintang. Pada tunnicata yang hidup
berkoloni dapat meregenerasi dari bagian tubuh yang relatif kecil yang secara teratur
membentuk tunas-tunas dimana tiap tunas memisahkan dirinya dari induknya, menata diri
kembali menjadi individu.Beberapa hewan vertebrata menunjukkan kemampuan regenerasi
yang bermacam-macam.Umpamanya pada ikan biasa nya dapat meregenerasi bagian distal
sirip yang rusak,kecebong katak anura dapat meregenerasi ekor dan kaki belakang sebelum
metamorfosis lanjut.Namun diantara hewan vertebrata yang mampu meregenerasi bagian
utama tubuh pada tingkatdewasa hanya terdapat pada urodella, dimana dapat mengganti
anggota badan dan ekor, mata atau insang yang hilang. Sedangkan pada vertebrata yang
tinggi derajatnya tidak terdapat daya regenerasi fisiologis, kecuali pada sel darah, kulit dan
derivat-derivat integumen tetap berlangsung untuk mengganti kulit yang terkelupas seumur
hidupnya.Dengan memperhatikan contoh-contoh regenerasi pada hewan nampak bahwa
kecenderungan

berlangsungnya

regenerasi

fisiologis

itu

dibatasi

pula

derajatnya

menunjukkan kompetensi regenerasi yang semakin berkurang (Berill,1974).


2.7.2.Regenerasi Anggota Tubuh Amfibia
Jenis amfibia yang sering digunakan sebagai objek studi regenerasi adalah salamander
dewasa

dan

larvanya,

terutama

spesies-spesies

Ambystoma

dan

Triturus,

juga

regenerasianggota tubuh telah banyak dilakukan pada tingkat larva anura terutama dari genus
Ranadan Xenopus, telah dipelajari secara seksama dan sekaligus merupakan subjek terkenal
dalammemperbaiki dan mempelajari regenerasi anggota tubuh.Menurut Singer dalam
Browder (1984), bahwa proses-proses yang terlibat dalam regenerasi anggota tubuh Cristurus
cristatus, setelah diamputasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Periode penyembuhan luka
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran epidermis dari
tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka.Penyebarannya dengan cara gerakan
amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan pembelahan mitosis sel. Akan tetapi sekali penutupan
selesaikan sel-sel epidermis berproliferasi untuk menghasilkan masa sel yang berlapis-lapis
dan membentuk sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujung anggota badan. Struktur
14

tersebut dikenal dengan Apical epidermis cap. Waktu penyembuhan luka relatif cepat,
namun tergantung juga pada ukuran hewan yng beregenerasi dan ukuran luka serta faktorfaktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses penutupan luka setelah anggota badan
diamputasi berlangsung kira-kira satu atau dua hari.
b. Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam regenerasi
adalah terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yangberdekatan dengan permukaan
luka,dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-jaringan didalam puntung secara
besarbesaran.Jaringan yang telah terdiferensiasi seperti otot, tulang rawa, tulang ikat,
matriks,interselulernya hancur dan melepaskan individu sel-sel mesenkhim yang merupakan
sel-sel awal dari jaringan yng telah berdiferensiasi tersebut.
c. Periode pembentukan blastema
Sel-sel mesenkhim yang dilepaskan selama diferensiasi tertimbun di bawah
epidermis, sel-sel berproliferasi cepat dan menyebabkan epidermis menjadi semakin
menonjol. Masa sel-sel mesenkhim ini dinamakan blastema regenerasi.
d. Diferensiasi dan morfogenesis
Jaringan pertama yang berdiferensiasi dari blastema adalah tulang rawan. Mula-mula
muncul pada ujung tulang sejati dan terjadi penambahan secara progresif pada distal bagian
ujungnya,

ketika

konstruksi

tulang

menjadi

sempurna

rangka

yang

telah

beregenerasimberubah menjadi tulang. Berikutnya otot terbentuk disekitar tulang rawan.


Sedangkan pembuluh darah tidak jelas pada tahap konstruksi awal, serabut saraf yang
terpotong pada saat amputasi segera aksonnya tumbuh ke daerah luka dan merekontruksi
pola-pola persarafan. Dibagian luar terjadi perubahan perubahan bentuk puntung anggota
yang semula menyerupai kerucut, selanjutnya mulai memipih dorsoventral pada bagian
ujungnya, bagian pipih menunjukkan tanda-tanda jari awal yakni korpus atau tarsus rudimen
yang dinamakan plat kaki atau tangan. Selanjutnya pola-pola pembentukan
jari-jari yang progresif dimana segera jari-jari sederhana muncul, terpisah satu sama lainnya.
Akhirnya anggota tubuh sempurna terbentuk dan berfungsi normal.
2.7.2.Asal Sel Yang Beregenerasi
Darimanakah sel-sel yang beregenerasi itu berasal pada uraian sebelumnya bahwa selsel blastema yang terlibat yang terlibat dalam regenerasi anggota tubuh berasal dari
dediferensiasi lokal jaringan puntung selama penghancuran jaringan (histolisis). Alternatif
lain menyatakan bahwa sumber sel-sel blastema berasal dari sel-sel cadangan yang bergerak
15

dari wilayah lain sebagai akibat amputasi. Mengenai asal sel lokal yang bergerak dalam ikut
serta dalam regenerasi anggota tubuh amfibia telah diketahui oleh Hertwig (1927) melakukan
eksperimen yaitu, suatu anggota tubuh haploid (n) yang diamputasi, selanjutnya
dicangkokkan di salamander diploid (2n). Hasil pencangkokan ini
dibiarkan sampai sembuh, berikutnya dilakukan amputasi pada bagian lengan atas dari
anggota badan haploid (n) yang telah sembuh. Setelah dibiarkan beberapa saat serta merta
telah muncul blastema, dan hasil eksperimen menunjukkan bahwa semua sel-sel yang
beregenerasi adalah haploid (n).Sebenarnya asal blastema dari anggota badan yang
beregenerasi asalnya heterogen muncul dari diferensiasi jaringan-jaringan otot, tulang,tulang
rawan, ikat, dimana ujud sel blastema itu merupakan hal yang sangat penting dalam analisis
regenerasi anggota badan vertebrata.Suatu eksperimen standar telah dilakukandengan
menggunakan radiasi sinar-X yaitu sebuah anggota badan amfibia diiradiasi sinar-Xsebelum
amputasi ternyata mencegah terjadinya regenerasi yakni jaringan puntung diiradiasi tidak
sanggup berproliferasi membentuk blastema regenerasi. Kejadian ini dimungkinkan sebagai
akibat adanya iradiasi sinar-X merusak kemampuan mitosis dari jaringan yang diiradiasi.
2.7.3.Peranan Hormon Dan Faktor-Faktor Sistemik
Menurut Thornton (1968) dalam Browder (1984) menyatakan bahwa regenerasi juga
dipengaruhi oleh sistem endokrin, penghilangan kelenjar pituitri anterior (hipofisektomi)
mencegah regenerassi urodella dewasa, pengaruh yang paling besar jika hipofasektomi
dilakukan pada saat amputasi. Jika hipofasektomi dilakukan pada saat reaksi diperlambat
maka tingkat regenerasi tergantung pada panjang bagian yang tersisa. Apabila diperlambat
sekurang-kurangnya tiga belas hari tidak berpengaruh pada regenerasi. Interpretasi terbaik
menduga bahwa hormon pituitri berperan hanya selama tahap awal regenerasi yakni pada saat
penyembuhan luka dan dideferensiasi, maka dengan demikian pertumbuhan blastema dan
diferensiasi tidak memerlukan persediaan hormon pituitri yang terus-menerus (Phillip,
1978).Telah diketahui beberapa hormon terutama ACTH, hormon pertumbuhan dan bahkan
prolaktin, merangsang regenerasi anggota badan dari hewan yang dihipofisektomi. Hormon
lain yakni tiroksin, suatu hormon yang mengontrol metamorfosis juga mempengaruhi
regenerasi,terutama pada regenerasi Anura. Namun pengaruh tiroksin masih kurang dipahami
karena hormon tersebut mencehah regenerasi anggota badan kecebong apabila diberikan
sebelum amputasi, tetapi mempercepat morfogenesis jika diberikan pada tahap blastema.

16

2.7.3.Pengaturan Dan Pemeliharaan Polaritas


Pengaturan dan pemeliharaan polaritas dari suatu organisme adalah ciri umum semua
pola regenerasi baik pada tumbuhan maupun hewan.Contoh jelas dipertahankannya polaritas
diperlihatkan pada anggota badan Urodella. Menurut Dent dan Butler dalam Spratt (1971)
apabila anggota badan Urodella diamputasi kemudian puntungnya disipkan kedalam otot
punggung yang telah disayat dan dibiarkan.
Setelah puntung sembuh dimana sudah tersedia pembuluh darah dan saraf. Kemudian
anggota dari tubuh diamputasi melalui bagian lengan atas/humerusnya ternyata blastemanya
selalu membentuk bagian-bagian distal dari anggota badan, yang dimulai dengan
pembentukan bagian yang sesuai dengan tempat terjadinya amputasi. Walaupun bagian
anggota badan dalam posisi terbalik. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa suatu
pembalikan dari polaritas telah terjadi pada anggota badan sifat informasi dalam bentuk
pertumbuhan.
2.7.4.Peranan Apical Cap Dalam Suatu Faktor Lokal
Setelah anggota badan diamputasi segera apidermis kulit menutup luka dan
berproliferasi untuk membentuk struktur Apical Epidermal cap(AEC), yang berlapis banyak
(multilayer). Telah dibuktikan bahwa AEC telah jika ditransplasi kebagian dasar suatu
blastema anggota badan, menginduksi pertumbuhan sekunder dan perlengkapan anggota
badan. Pada waktu AEC dicangkokkan ke lokasi yang baru, indeks mitosis pada tempat asal
AEC menjadi berkurang.Sekurang-kurangnya dalam hal peranan AEC,program embrionok
diulangi selama regenerasikarena AEC merangsang pertumbuhan mesoderm (Phillip, 1978).
Eksperimen lain yang dilakukan Goss (1956) yakni suatu anggota badan yang diamputasi
disisipkan kedalam rongga badan ternyata regenerasi tidak berlangsung, akan tetapi bila
bagian anggota badan yang diamputasi itu dibiarkan sembuh terlebih dahulu dengan ditutupi
AEC sebelum disisipkan kedalam rongga badan, ternyata anggota badan membentuk
blastema dan beregenerasi didalam rongga badan.

KESIMPULAN
17

DAFTAR PUSTAKA
Lukman, a. (2009). Hormone Role in insects Metamorphosis. research, 42-45.
Norigea, F. G. (2014). Juvenile Hormon Biosynthesis in Insects,whats is new,what
do we know ,and whats remain. journal of research notice, 23-39.

18

Anda mungkin juga menyukai