UNIVERSITAS INDONESIA
KELOMPOK 9
G. M. Widhi Kusuma
(1106011971)
(1106019924)
Sony Ikhwanuddin
(1106052902)
(0906020522)
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Tujuan Praktikum ............................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5
2.1 Proses Pengiringan ........................................................................................................... 5
2.2 Laju Pengeringan ............................................................................................................. 5
2.3 Pshycrometric Chart ........................................................................................................ 9
2.4 Tray Dryer...................................................................................................................... 11
BAB III PERCOBAAN ........................................................................................................... 13
3.1 Alat dan Bahan............................................................................................................... 13
3.1.1 Alat.......................................................................................................................... 13
3.1.2 Bahan ...................................................................................................................... 13
3.2 Variabel-Variabel dalam Percobaan .............................................................................. 13
3.2.1 Variable Bebas ........................................................................................................ 13
3.2.1 Variable terikat ....................................................................................................... 13
3.3. Prosedur Percobaan....................................................................................................... 13
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA ...................................................................... 15
4.1 Percobaan I: Pengaruh Ukuran Partikel ......................................................................... 15
4.2 Percobaan II: Pengaruh Kecepatan Udara ..................................................................... 21
4.3 Percobaan III: Pengaruh Perubahan Temperatur ........................................................... 24
BAB V ANALISIS .................................................................................................................. 29
5.1 Analisis Percobaan ......................................................................................................... 29
5.2 Analisis Perhitungan dan Grafik .................................................................................... 30
5.3 Analisa Kesalahan.......................................................................................................... 32
BAB VI KESIMPULAN ......................................................................................................... 34
6.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 34
6.2 Saran .............................................................................................................................. 34
BAB I
PENDAHULUAN
4
lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan dan menghemat biaya
pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan. Di samping itu banyak bahan hasil pertanian
yang hanya digunakan setelah dikeringkan terlebih dahulu seperti tembakau, kopi, the dan
biji-bijian. Meskipun demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu
terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan.
Keuntungan pengeringan adalah sebagai berikut.
Lebih ringan karena volume air dalam bahan makin sedikit, sehingga memudahkan
pengangkutan.
Mahasiswa mampu memprediksi laju pengeringan suatu padatan basah dalam suatu
persamaan empiris.
Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel, variasi temperatur, dan variasi laju alir
udara terhadap laju pengeringan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
mengeluarkan air dari bahan tersebut dapat digambarkan seperti dalam gambar 1, yang
dinamakan kurva pengeringan. Pada proses pengeringan berlaku dua proses, yaitu pada
permulaan proses air dipermukaan bahan akan diuapkan, seperti yang digambarkan pada
kurva pengeringan yang berkemiringan rendah, kemudian barulah berlaku proses pemindahan
air dari bahagian dalam bahan ke permukaaannya. Semakin lama semakin sedikit air yang
diuapkan. Proses ini berlangsung sampai air yang terikat saja yang tinggal di dalam bahan
tersebut, seperti digambarkan oleh kurva asimptot di sebelah kanan grafik.
Kurva penting lainnya yang dapat menjelaskan mekanisme pengeringan dengan lebih
baik adalah kurva kadar pengeringan, seperti ditunjukkan pada gambar 2, yang
menggambarkan kadar perubahan kandungan air bahan terhadap kandungan air bahan mulamula.
Untuk semua bahan, seperti yang disebutkan di atas, tahap awal pengeringan
merupakan tahap kadar pengeringan konstan. Pada keadaan ini air pada permukaan bahan
diuapkan pada kadar yang ditentukan oleh kualitas udara yang ditempatinya yaitu suhu,
kelembaban relatif, tekanan, dan kadar aliran udara seperti yang telah dibicarakan
sebelumnya, oleh sebab itu kadar pengeringan tetap. Tahap berikutnya pemindahan air dari
bahan ke permukaan luar, air dipermukaan bahan diuapkan dan air yang dikandung bahan
dialirkan keluar melalui proses resapan. Semakin jauh air dipindahkan dari permukaan bahan,
kadar resapan semakin berkurang sehingga mengakibatkan kadar pengeringan berkurang.
7
Gambar 2.2 menunjukkan kadar pengeringan bahan bukan higroskopik berkurang
pada peringkat kedua pengeringan dan seterusnya sehingga semua air yang dikandungnya
habis keluar. Untuk bahan higroskopik pula, pada awal pengeringan mempunyai bentuk yang
sama dengan bahan bukan higroskopik jika kualiti udara sama. Kadar pengurangannya juga
akan sama sampai semua air yang tak terikat menguap. Setelah itu kadar pengeringan akan
berkurang lagi apabila air yang terikat menguap, sampai tahap air tidak dapat lagi dikeluarkan
dari bahan tersebut. Pada tahap ini terjadi kesetimbangan antara uap air yang dikandung oleh
bahan dengan medium udara.
Pada gambar 2.2 keadaan ini ditunjukkan dengan kadar pengeringannya menjadi nol.
Untuk bahan higroskopik, kadar pengeringan pada tahap ketiga ini harus dikurangi, hal ini
penting agar permukaan bahan tidak pecah atau retak akibat resapan air ke permukaan yang
terlalu perlahan. Dimana permukaan bahan kering sedangkan air masih ada di dalam bahan.
Seandainya hal ini terjadi dalam proses pengeringan hasil pertanian, maka mutu bahan yang
dihasilkan akan merosot.
8
sangat berpengaruh terhadap kelembaban udara. Udara yang kurang mengandung uap air
dikatakan udara kering, sedangkan udara yang mengandung banyak uap air dikatakan udara
lembab.
Setiap unsur di dalam udara, termasuk uap air, mempengaruhi tekanan udara. Pada
suatu nilai tekanan udara tertentu, tekanan maksimum uap air yang dapat dicapai dinamakan
tekanan jenuh. Jika tekanan melebihi tekanan jenuh akan menyebabkan uap air kembali
membentuk titisan air. Seandainya suhu dinaikkan, tekanan jenuh juga akan turnt meningkat.
Oleh karena itu kita dapat mendefenisikan tekanan jenuh sebagai tekanan uap air diatas
permukaan air mendidih dalam suatu ketel tertutup tanpa udara.
Tekanan jenuh berubah menurut keadaan suhu yang menyebabkan air tersebut
mendidih. Oleh karena itu nilai tekanan jenuh senantiasa berubah. Kelembaban adalah suatu
istilah yang berkenaan dengan kandungan air di dalam udara. Udara dikatakan mempunyai
kelembaban yang tinggi apabila uap air yang dikandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya.
Secara matematis, kelembaban dihubungkan sebagai rasio berat uap air di dalam suatu
volume udara dibandingkan dengan berat udara kering (udara tanpa uap air) di dalam volume
yang sama. Kwantitas panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air pada suhu dan tekanan
tertentu disebut kapasitas panas. Setelah kualitas udara diketahui, barulah kita dapat mengkaji
kemampuan udara menguapkan air yang berada dalam suatu bahan, karena bahan yang akan
dikeringkan selalu berada di dalam udara berkualitas tertentu.
Pengalaman sehari-hari kita dapati bahwa sejumlah udara hanya mampu untuk
mengeringkan suatu bahan atau menguapkan air dari suatu bahan apabila bahan tersebut tidak
seratus persen lembab. Dengan kata lain, kemampuan udara untuk menguapkan air dalam
suatu bahan pada proses pengeringan adalah maksimum apabila udara tersebut kering dan nol
apabila udara tersebut jenuh dengan uap air. Pada keadaan biasa, udara tidak seratus persen
kering atau lembab, sehingga udara masih mampu melakukan proses pengeringan apabila
bahan-bahan yang mengandung air diletakkan di dalamnya.
Di dalam laboratorium atau ruangan tertentu yang memerlukan pengontrolan udara
sering terdapat alat yang terdiri dari dua termometer yang diletakkan bersebelahan. Pada
salah satu termometer bola kaca yang menempati air raksa dibalut dengan kain basah
sedangkan bola kaca yang satunya lagi dibiarkan kering. Alat ini dinamakan psikrometer,
yaitu meter yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara.
Jika psikrometer ini berada pada udara jenuh, kedua termometer akan memberikan
bacaan yang sama. Hal ini disebabkan kedua bola kaca berada dalam keadaan lembab yang
sama, yaitu seratus persen lembab, tetapi seandainya udara tersebut tidak seratus persen
9
jenuh, sebahagian dari air yang membasahi kain bola kaca pada termometer tersebut akan
menguap, sehingga menyebabkan sebahagian dari tenaga akan digunakan dalam proses
penguapan ini. Akibatnya, suhu pada termometer ini akan lebih rendah berbanding dengan
bacaan suhu pada termometer kering. Termometer diletakkan bersebelahan pada tekanan
yang sama, oleh karena itu hubungan antara kedua suhu akan memberikan nilai kelembaban
udara yang ditempatinya. Uap air dapat jenuh pada suhu dan tekanan yang berbeda, sehingga
pada tekanan yang lain kedua termometer pada psikrometer akan memberikan bacaan yang
berbeda pula.
10
Berikut ini dijelaskan tujuh parameter udara terpenting yang digunakan untuk
keperluan perancangan air conditioning. Chart yang digunakan sebagai acuan adalah chart
psikrometirk yang disusun oleh Carrier dengan mengacu pada kondisi atmosfir normal.
a. Dry-bulb Temperature (DB). DB adalah suhu udara ruang yang diperoleh melalui
pengukuran dengan Slink Psikrometer pada theremometer dengan bulb kering. Suhu
DB diplotkan sebagai garis vertikal yang berawal dari garis sumbu mendatar yang
terletak di bagian bawah chart. Suhu DB ini merupakan ukuran panas sensibel.
Perubahan suhu DB menunjukkan adanya perubahan panas sensibel.
b. Wet-bulb Temperature (WB). WB adalah suhu udara ruang yang diperoleh melalui
pengukuran dengan Slink Psikrometer pada theremometer dengan bulb basah. Suhu
WB diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang berawal dari garis saturasi yang
terletak di bagian samping kanan chart. Suhu WB ini merupakan ukuran panas total
(enthalpi). Perubahan suhu WB menunjukkan adanya perubahan panas total.
c. Dew-point temperature (DP). Suhu DP adalah suhu di mana udara mulai
menunjukkan aksi pengembunan ketika didinginkan. Suhu DP ditandai sebagai titik
sepanjang garis saturasi. Pada saat udara ruang mengalami saturasi (jenuh) maka
besarnya suhu DB sama dengan suhu WB demikian pula suhu DP. Suhu DP
merupakan ukuran dari panas laten yang diberikan oleh sistem. Adanya perubahan
suhu DP menunjukkan adanya perubahan panas laten atau adanya perubahan
kandungan uap air di udara.
d. Specific Humidity (W). Specific humidity adalah jumlah kandungan uap air di udara
yang diukur dalam satuan grains per pound udara. ( 7000 grains = 1 pound) dan
diplotkan pada garis sumbu vertikal yang ada di bagian samping kanan chart.
e. Relative Humidity (% RH). % RH merupakan perbandingan jumlah actual dan
jumlah maksimal (saturasi) dari uap air yang ada pada suatu ruang atau lokasi
tertentu. 100% RH berarti saturasi dan diplortkan menurut garis saturasi. Untuk
ukuran yang lebih kecil diplotkan sesuai arah garis saturasi.
f. Enthalpi (H) . Enthalpi adalah jumlah panas total dari campuran udara dan uap aire
di atas titik nol. Dinyatakan dalam satuan Btu/lb udara. Harga enthapi dapat diperoleh
sepanjang skala di atas garis saturasi
g. Specific volume (SpV). Specific volume atau volume spesifik adalah kebalikan dari
berat jenis, dinyatakan dalam ft3/lb. Garis skalanya sama dengan garis skala bola
basah (wet bulb)
11
2.4 Tray Dryer
Pada dasarnya banyak sekali jenis dryer yang ada saat ini seperti flash dryer, drum
dryer dan lain-lain, namun kali ini pembahasan akan lebih ditekankan pada jenis tray dryer
yang digunakan pada percobaan kali ini. Tray Dryer (Cabinet Dryer) merupakan salah satu
alat pengeringan yang tersusun dari beberapa buah tray di dalam satu rak. Tray dryer sangat
besar manfaatnya bila produksinya kecil, karena bahan yang akan dikeringkan berkontak
langsung dengan udara panas. Namun alat ini membutuhkan tenaga kerja dalam proses
produksinya, biaya operasi yang agak mahal, sehingga alat ini sering digunakan pada
pengeringan bahan bahan yang bernilai tinggi.
Tray dryer termasuk kedalam system pengering konveksi menggunakan aliran udara
panas untuk mengeringkan produk. Proses pengeringan terjadi saat aliran udara panas ini
bersinggungan langsung dengan permukaan produk yang akan dikeringkan. Produk
ditempatkan pada setiap rak yang tersusun sedemikan rupa agar dapat dikeringkan degan
sempurna. Udara panas sebagai fluida kerja bagi model ini diperoleh dari pembakaran bahan
bakar, panas matahari atau listrik. Kelembaban relative udara yang mana sebagi factor
pembatas kemampuan udara menguapkan air dari produk sangat diperhatikan dengan
mengatur pemasukan dan pengeluaran udara ked an dari alat pengering ini melalui sebuah
alat pengalir.
Penggunaannya cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran, dan sering
digunakan untuk produk yang jumlahnya tidak terlalu besar. Waktu pengeringan yang
dibutuhkan (1-6 jam) tergantung dari dimensi alat yang digunakan dan banyaknya bahan
yang dikeringkan, sumber panas dapat berasal dari steam boiler.
Pengering tray ini dapat beroperasi dalam vakum dan dengan pemanasan tak
langsung. Uap dari zat padat dikeluarkan dengan ejector atau pompa vakum. Pengeringan
dengan sirkulasi udara menyilang lapisan zat padat memerlukan waktu sangat lama dan siklus
pengeringan panjang yaitu 4-8 jamper tumpak. Selain itu dapat juga digunakan sirkulasi
tembus, tetapi tidak ekonomis karena pemendekan siklus pengeringan tidak akan mengurangi
biaya tenagakerja yang diperlukan untuk setiap tumpak.
Pada tray dryer, yang juga disebut rak, ruang atau pengering kompertement,
bahan dapat berupa padatan kental atau padatan pasta, disebarkan merata pada tray
logam yang dapat dipindahkan di dalam ruang (cabinet). Uap panas disirkulasi melewati
permukaan tray secara sejajar, panas listrik juga digunakan khususnya untuk menurunkan
muatan panassekitar 10-20 % udara yang melewati atas tray adalah udara murni, sisanya
menjadi udara sirkulasi. Setelah pengeringan, ruang atau kabinet dibuka dan tray diganti
12
denganpengering tumbak (batch) tray. Modifikasi tipe ini adalah tipe tray truck yang ditolak
ke dalam pengering. Pada kasus bahan granular (butiran), bahan bisa dimasukkan dalam
kawat pada bagian bawah tiap-tiap tray, kemudian melalui sirkulasi pengering, uap panas
melewati bed permeabel memberikan waktu pengeringan yang lebih singkat disebabkan oleh
luas permukaan yang lebihbesar kena udara.
BAB III
PERCOBAAN
Anemometer
Wadah/Tray Pasir
Sendok Pasir
Timbangan
Spayer
3.1.2 Bahan
Pasir
Air
Udara
Ukuran Partikel
14
2. Menimbang massa kering dari pasir
3. Membahasi pasir dengan air hingga pasir menjadi basah
4. Mengatur kondisi operasi pada tekanan dan kecepatan udara pengering konstan pada
skala 5
5. Membuat tabel dan kurva hasil percobaan.
6. Memberikan diskusi mengenai:
a) Pengaruh ukuran partikel pada kadar air kesetimbangan
b) Pengaruh ukuran partikel pada kandungan air kritis
c) Dapatkah mekanisme kapiler menerangkan perpindahan massa disini atau
mengikuti mekanisme lain?
Wts + Wwadah
(menit)
(gram)
V(m/s)
1 2 3 4 5
Vrata-rata
(m/s)
Tupstream (oC)
Wet
Dry
Tdownstream (oC)
Wet
Dry
BAB IV
DATA DAN PENGOLAHAN DATA
Pada percobaan kali ini, kami melakukan 3 variasi yang akan digunakan untuk
pengolahan data, yaitu variasi ukuran partikel, variasi kecepatan udara, dan variasi
temperatur.
Wts +
(menit)
Wwadah
V(m/s)
1
Vrata-
(gram)
rata
Tupstream (oC)
Tdownstream (oC)
Wet
Dry
Wet
Dry
(m/s)
601
1.5
1.65
1.65
1.36
1.58
1.562
25.5
29.5
25.5
29.5
601
1.45
1.6
1.6
1.37
1.5
1.514
25.5
29
25
29
600
1.48
1.65
1.6
1.36
1.5
1.518
25.5
29.5
25.5
30
599
1.45
1.6
1.51
1.24
1.44
1.448
25.5
30
25.5
30.5
12
598
1.52
1.7
1.6
1.29
1.5
1.522
25.5
31
25.5
30.5
Wts +
V(m/s)
(menit)
Wwadah
(gram)
Vrata-
Tupstream (oC)
Tdownstream (oC)
rata
Wet
Wet
Dry
Dry
(m/s)
492
1.44
1.67
1.53
1.32
1.55
1.502
25.5
29.5
26
30
492
1.45
1.68
1.52
1.26
1.56
1.494
26
29
26
29
491
1.47
1.66
1.48
1.31
1.62
1.508
26
29.5
26
29.5
491
1.43
1.69
1.53
1.3
1.65
1.52
26
30
26
30.5
12
491
1.53
1.65
1.51
1.24
1.62
1.51
26
30
26
30.5
15
16
Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Variasi Ukuran Partikel Kecil
t
(menit)
V(m/s)
Wwadah
(gram)
Vrata-
rata
(m/s)
Tupstream (oC)
Tdownstream (oC)
Wet
Dry
Wet
Dry
412
1.53
1.49
1.68
1.3
1.65
1.53
25.5
29
25.5
29
411
1.45
1.49
1.66
1.34
1.54
1.496
26
29
26
29
410
1.48
1.52
1.67
1.2
1.56
1.486
26
29
26
29
409
1.48
1.53
1.69
1.3
1.62
1.524
26
29
26
29
12
409
1.53
1.56
1.72
1.3
1.61
1.544
26
29
26
29.5
Xi =
Wi Wst
Ws
dimana,: Xi adalah kandungan air dalam pasir; Wi adalah berat pasir kering; Wst adalah berat
pasir selama pengamatan dan Ws adalah pasir kering. Sehingga, kita dapat menentukan
kandungan air pada percobaan kali ini, yaitu
Tabel 4.4 Kandungan Air untuk Partikel Besar (Berat Kering: 360 g)
383
23
0.063888889
383
23
0.063888889
382
22
0.061111111
381
21
0.058333333
12
380
20
0.055555556
17
Tabel 4.5 Kandungan Air untuk Partikel Sedang (Berat Kering: 262 g)
274
12
0.045801527
274
12
0.045801527
273
11
0.041984733
273
11
0.041984733
12
273
11
0.041984733
Tabel 4.6 Kandungan Air untuk Partikel Kecil (Berat Kering: 180 g)
194
14
0.077777778
193
13
0.072222222
192
12
0.066666667
191
11
0.061111111
12
191
11
0.061111111
b. Laju Pengeringan
Dengan menggunakan persamaan,
Ri =
Wi Wi 1 1
W 1
=
t As
t i t i 1 As
Dimana: Ri adalah laju pengeringan; As adalah luas permukaan; W adalah perbedaan berat
pasir dan t adalah perbedaan waktu.. Sehingga, kita dapat mencari nilai laju pengeringan
pada setiap variasi yang dilakukan pada percobaan, yaitu :
t (min)
590.04
590.04
590.04
0.000564933
590.04
0.000564933
12
590.04
0.000564933
18
Tabel 4.8 Laju Pengurangan Air untuk Partikel Sedang
t (min)
delta t (min)
deltaW (gr)
590.04
590.04
590.04
0.000564933
590.04
12
590.04
t (min)
590.04
590.04
0.000564933
590.04
0.000564933
590.04
0.000564933
12
590.04
c. Laju Penguapan
Dengan menggunakan persamaan,
mi = Vi . . A(H )
Dimana: mi adalah laju penguapan; Vi adalah kecepatan rata-rata udara pengering; adalah
densitas (0,00125); A adalah luas permukaan; H adalah selisih kelembaban downstreamupstream. Sehingga kita dapat menentukan nilai laju penguapan untuk setiap variasi
percobaan, yaitu:
Tabel 4.10 Laju Penguapan untuk Partikel Besar
v rata-rata
(m/s)
v rata-rata
(cm/s)
T upstream
A
2
(cm )
Twet
Tdry
H ups
T downstream
H
downs
Twet
Tdry
mi
1.562
156.2
590.04
25.5
29.5
0.019
25.5
29.5
0.019
1.514
151.4
590.04
25.5
29
0.0192
25
29
0.0184
0.0008
0.089332
1.518
151.8
590.04
25.5
29.5
0.019
25.5
30
0.019
1.448
144.8
590.04
25.5
30
0.0188
25.5
30.5
0.0186
0.0002
0.021359
12
1.522
152.2
590.04
25.5
31
0.0184
25.5
30.5
0.0186
-0.0002
-0.02245
19
Tabel 4.11 Laju Penguapan untuk Partikel Sedang
v rata-rata
(m/s)
v rata-rata
(cm/s)
T upstream
A (cm2)
T downstream
H ups
Twet
Tdry
Twet
Tdry
H
downs
mi
1.502
150.2
590.04
25.5
29.5
0.019
26
30
0.0196
-0.0006
1.494
149.4
590.04
26
29
0.0201
26
29
0.0201
1.508
150.8
590.04
26
29.5
0.0199
26
29.5
0.0199
1.52
152
590.04
26
30
0.0196
26
30.5
0.0194
0.0002
12
1.51
151
590.04
26
30
0.0196
26
30.5
0.0194
0.0002
0.06647
0
0
0.02242
2
0.02227
4
v rata-rata
(cm/s)
A
(cm2)
T upstream
Twet
Tdry
1.53
153
590.04
25.5
29
1.496
149.6
590.04
26
1.486
148.6
590.04
1.524
152.4
12
1.544
154.4
T downstream
H ups
H
downs
mi
Twet
Tdry
0.0192
25.5
29
0.0192
29
0.0201
26
29
0.0201
26
29
0.0201
26
29
0.0201
590.04
26
29
0.0201
26
29
0.0201
590.04
26
29
0.0201
26
29.5
0.0199
0.0002
0.022776
4.1.3 Grafik
Kandungan Air
Partikel Besar
Partikel Sedang
Partikel Kecil
10
15
Waktu (menit)
Gambar 4.1 Grafik Kandungan Air terhadap waktu untuk Variasi Ukuran
20
Laju Pengeringan
0,0005
0,0004
Partikel Besar
0,0003
Partikel Sedang
0,0002
Partikel Kecil
0,0001
0
0
0,02
-0,0001
0,04
0,06
0,08
0,1
Kanudngan Air
Gambar 4.2 Grafik Laju Pengeringan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Ukuran
Laju Penguapan
0,06
0,04
Partikel Besar
0,02
Partikel Sedang
0
-0,02
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
Partikel Kecil
-0,04
-0,06
-0,08
Kandungan Air
Gambar 4.3 Grafik Laju Penguapan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Ukuran
21
4.2 Percobaan II: Pengaruh Kecepatan Udara
4.2.1 Data yang Didapatkan
Tabel 4.13 Data Hasil Percobaan Variasi Kecepatan Udara (Level: 8)
Wts +
(menit)
Wwadah
V(m/s)
1
Vrata-
(gram)
rata
Tupstream (oC)
Tdownstream (oC)
Wet
Dry
Wet
Dry
(m/s)
413
2.25
2.1
2.04
2.07
1.78
2.048
26.5
30
26.5
30
412
2.27
2.06
2.03
2.15
1.78
2.058
26.5
30
26.5
30
411
2.2
2.05
2.02
2.15
1.87
2.046
26.5
30
26.5
30
411
2.2
2.05
1.98
2.04
1.9
2.034
26
29.5
26
29.5
12
410
2.5
2.21
2.01
2.07
1.81
2.07
26.5
29.5
26.5
30
Wts +
(menit)
Wwadah
V(m/s)
1
Vrata4
(gram)
rata
Tupstream (oC)
Tdownstream (oC)
Wet
Dry
Wet
Dry
(m/s)
412
1.42
1.35
1.29
1.27
1.1
1.286
25.5
30
26
30.5
412
1.43
1.39
1.31
1.25
1.12
1.3
25.5
30
25.5
30.5
411
1.42
1.36
1.21
1.21
1.13
1.266
25.5
30
25.5
31
410
1.39
1.36
1.27
1.25
1.1
1.274
25.5
30.5
25.5
31
12
409
1.38
1.34
1.26
1.26
1.13
1.274
26
30.5
26
31
22
a. Kandungan Air
Tabel 4.15 Kandungan Air untuk Kecepatan Udara Level 8 (Berat Kering: 180 g)
195
15
0.041666667
194
14
0.038888889
193
13
0.036111111
193
13
0.036111111
12
192
12
0.033333333
Tabel 4.16 Kandungan Air untuk Kecepatan Udara Level 4 (Berat Kering: 180 g)
194
14
0.077777778
194
14
0.077777778
193
13
0.072222222
192
12
0.066666667
12
191
11
0.061111111
b. Laju Pengeringan
Tabel 4.17 Laju Pengurangan Air untuk Kecepatan Besar
t (min)
delta t (min)
deltaW (gr)
590.04
590.04
0.000564933
590.04
0.000564933
590.04
12
590.04
0.000564933
t (min)
delta t (min)
deltaW (gr)
590.04
590.04
590.04
0.000564933
590.04
0.000564933
12
590.04
0.000564933
23
c. Laju Penguapan
Tabel 4.19 Laju Penguapan untuk Kecepatan Besar
t
v rata-rata
(m/s)
v rata-rata
T upstream
2
(cm/s)
(cm )
Twet
Tdry
H ups
T downstream
Twet
Tdry
mi
downs
2.048
204.8
590.04
26.5
30
0.0205
26.5
30
0.0205
2.058
205.8
590.04
26.5
30
0.0205
26.5
30
0.0205
2.046
204.6
590.04
26.5
30
0.0205
26.5
30
0.0205
2.034
203.4
590.04
26
29.5
0.0199
26
29.5
0.0199
12
2.07
207
590.04
26.5
29.5
0.0207
26.5
30
0.0205
0.0002
0.030535
mi
v rata-rata
(m/s)
v rata-rata
(cm/s)
T upstream
H ups
T downstream
(cm )
Twet
Tdry
Twet
Tdry
downs
1.286
128.6
590.04
25.5
30
0.0188
26
30.5
0.0194
-0.0006
-0.05691
1.3
130
590.04
25.5
30
0.0188
25.5
30.5
0.0186
0.0002
0.019176
1.266
126.6
590.04
25.5
30
0.0188
25.5
31
0.0184
0.0004
0.03735
1.274
127.4
590.04
25.5
30.5
0.0186
25.5
31
0.0184
0.0002
0.018793
12
1.274
127.4
590.04
26
30.5
0.0194
26
31
0.0192
0.0002
0.018793
4.2.3 Grafik
Kandungan Air
V=4
V=8
10
12
14
Waktu
Gambar 4.4 Grafik Kandungan Air terhadap Waktu untuk Variasi Kecepatan
24
0,0006
0,0005
0,0004
0,0003
V=4
0,0002
V=8
0,0001
0
-0,0001 0
0,02
0,04
0,06
Kandungan Air
0,08
0,1
Gambar 4.5 Grafik Laju Pengeringan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Kecepatan
Laju PEnguapan
0,04
0,02
0
-0,02
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
V=4
V=8
-0,04
-0,06
-0,08
Kandungan Air
Gambar 4.6 Grafik Laju Penguapan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Kecepatan
25
Tabel 4.21 Variasi Temperatur Control = 2
Wts + Wwadah
(menit)
(gram)
V(m/s)
1
Vrata-rata
4
(m/s)
Tupstream (oC)
Wet
Dry
Tdownstream (oC)
Wet
Dry
1.422
28
36.5
28
36.5
412
1.432
28
36
28
37
1.434
28
36 28.5
38
1.436 28.5
37 28.5
37.5
12
1.414 28.5
37.5 28.5
38
1.6 1.52
Wts + Wwadah
(menit)
(gram)
V(m/s)
1
Vrata-rata
4
(m/s)
Tupstream (oC)
Tdownstream (oC)
Wet
Wet
Dry
Dry
1.422
28
36.5
28
36.5
412
1.432
28
36
28
37
1.434
28
36
28.5
38
1.436
28.5
37
28.5
37.5
12
1.414
28.5
37.5
28.5
38
1.6 1.52
Berat Pasir
Pengamatan (Wi)
Kering (Wst)
195
180
15
0.083333
194
180
14
0.077778
193
180
13
0.072222
193
180
13
0.072222
12
193
180
13
0.072222
Kandungan Air
(Xi)
26
Tabel 4.24 Kandungan Air-Waktu untuk Variasi Temperatur Control = 7
Berat Air
Kandungan Air
Pengamatan (Wi)
(Wst)
(g)
(Xi)
194
180
14
0.077778
193
180
13
0.072222
192
180
12
0.066667
12
190
180
10
0.055556
b. Laju Pengeringan
Tabel 4.25 Kandungan Air-Laju Pengeringan untuk Variasi Temperatur Control = 2
Wi (gram)
W (g)
W (kg)
A (cm2)
0.00
0.00
590.04
0.0000000
3.00
3.00
590.04
0.0000006
6.00
3.00
590.04
0.0000006
9.00
3.00
590.04
0.0000000
12.00
3.00
590.04
0.0000000
Wi (gram)
W (g)
A (cm2)
W (kg)
0.00
0.00
195.00 0.0000000
0.0
590.04
0.0000000
3.00
3.00
194.00 1.0000000
0.001
590.04
0.0000006
6.00
3.00
193.00 1.0000000
0.001
590.04
0.0000006
9.00
3.00
192.00 1.0000000
0.001
590.04
0.0000006
12.00
3.00
190.00 2.0000000
0.002
590.04
0.0000011
v rata-
v rata-
rata
rata
(cm2
(m/s)
(cm/s)
1.424
142.40
1.492
1.486
T upstream
T downstream
H ups
H downs
Twet
mi
Twet
Tdry
Tdry
590
26
28.5
0.0203
26
28.5
0.0203
0.000
149.20
590
25.5
28.5
0.0194
26
28.5
0.0203
-0.099
148.60
590
26
28.5
0.0203
26
28.5
0.0203
0.000
27
9
1.47
147.00
590
26
28
0.0203
26
28.5
0.0203
0.00
0.000
12
1.488
148.80
590
26
28
0.0203
26
28.5
0.0203
0.0
0.000
v rata-
v rata-
rata
rata
(m/s)
(cm/s)
0 1.422
142.20
3 1.432
T upstream
A
(cm2)
T downstream
H ups
H downs
Twet
mi
Twet
Tdry
Tdry
590
28
36.5
0.0205
28
36.5
0.0205
0.000
143.20
590
28
36
0.0207
28
37
0.0203
0.042
6 1.434
143.40
590
28
36
0.0207
28.5
38
0.0208
-0.011
9 1.436
143.60
590
28.5
37
0.0212
28.5
37.5
0.0210 0.000
0.021
12 1.414
141.40
590
28.5
37.5
0.0210
28.5
38
0.0208 0.000
0.021
c. Grafik
Kandungan Air-Waktu
0,09
0,08
0,07
Xi
0,06
0,05
0,04
T=2
0,03
T=7
0,02
0,01
0
0
10
12
14
t
Gambar 4.7 Kandungan Air-Waktu variasi temperatur pengering
28
Laju Pengeringan
0,0000010
0,0000008
0,0000006
T=2
0,0000004
T=7
0,0000002
0,0000000
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
Kandungan Air
Gambar 4.8 Kandungan Air-Laju Pengeringam Variasi Temperatur Pengering
0,040
0,020
0,000
-0,020
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
T=2
-0,040
T=7
-0,060
-0,080
-0,100
-0,120
Kandungan Air
Gambar 4.9 Kandungan Air-Laju Penguapan Variasi Temperatur Pengering
BAB V
ANALISIS
29
30
prosedur praktikum hampir serupa dengan percobaan sebelumnya. Perbedaannya, yaitu pada
parameter lainnya selain temperatur dijaga tetap untuk masing-masing variasi temperatur.
Xi =
Wi Wst
Ws
Wi Wi 1 1
W 1
=
t As
t i t i 1 As
Seperti yang kita lihat pada persamaan di atas, laju pengeringan dipengaruhi oleh
Ri =
beberapa faktor seperti, selisih berat partikel kering dan basah, selisih waktu pengamatan, dan
luas permukaan. Dengan nilai selisih waktu dan luas permukaan yang konstan pada setiap
pengulangan, hal yang paling berpengaruh adalah selisih berat padatan kering dan basah.
c. Laju Penguapan
Laju penguapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
mi = Vi . . A(H )
Dapat dilihat bahwa laju penguapan dipengaruhi beberapa variabel, seperti kecepatan
rata-rata, densitas, luas permukaan, dan selisih kelembaban pada upstream dan downstream.
Ketika densitas dan luas permukaan yang diuji konstan, hal yang berpengaruh adalah
kecepatan udara pengering, dimana jika dilihat dari persamaan, semakin besar kecepatan
maka laju penguapan akan semakin besar.
31
5.2.1. Percobaan 1 dengan Variasi Ukuran Partikel
Dari pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan grafik pada gambar 4.1 antara
waktu pengeringan dengan kandungan air. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa padatan
dengan ukuran paling kecil memiliki kandungan air yang lebih besar daripada yang lainnya.
Untuk setiap waktunya, kandungan air untuk setiap ukuran partikel juga berkurang. Hal itu
dikarenakan telah terjadinya perpindahan berat antara partikel padatan dan udara yang lewat.
Udara yang lewat akan mengikat air yang terdapat pada padatan basah sehingga dari waktu
ke waktu jumlah kandungan air akan semakin berkurang.
Ukuran partikel yang kecil menyebabkan banyak molekul-molekul air yang
terperangkap dan tidak bisa melakukan kontak dengan udara sekitar sehingga laju
pengeringannya juga lambat daripada ukuran partikel lainnya, seperti yang terlihat pada
grafik di gambar 4.2 pada bab pengolahan data. Nilai kandungan air yang semakin kecil
menggambarkan bahwa telah terjadi proses penguapan yang mengakibatkan kandungan air
dalam pasir basah berkurang. Seperti yang kita ketahui, penguapan merupakan proses
berubah fasa suatu liquid menjadi uap. Pada percobaan ini, kandungan air yang terkandung
berubah menjadi uap karena pengaruh suhu, seperti yang terlihat pada gambar 4.3 bab
pengolahan data.
32
kondisis temperatur kontrol sebesar 2 ditunjukkan garis bewarna orange. Dari grafik tersebut
diketahui, bahwa jumlah kandungan air akhir pada batas percobaan selama 12 menit untuk
kondisi temperatur kontrol sebesar 7 lebih sedikit dibandingkan kondisi temperatur kontrol
hanya sebesar 2. Pada awalnya, kedua kondisi tersebut menyisakan jumlah air yang sama
hingga interval ke waktu ke 6 menit, namun setelah itu kandungan air pada kondisi pertama
cenderung konstan sedangkan pada kondsisi kedua masih terus mengalami pengurangan.
Secara umum, grafik tersebut sesuai teori bahwa dengan menaikkan temperatur fluida
pengering maka proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat karena jumlah air yang
dipindahkan keluar dari pasir lebih banyak.
Grafik kedua (gambar 4.8), menunjukkan hubungan antara laju pengeringan terhadap
kandungan air. Dari grafik tersebut, diketahui bahwa laju pengeringan untuk kondisi pertama
(T=2), laju pengeringan lebih kecil dibandingkan laju pengeringan pada kondisi kedua (T=7).
Selain itu, pada kondisi kedua, penurunan laju pengeringan berlangsung secara bertahap,
mula-mula turun secara signifikan kemudian stabil dan kembali turun secara drastis kembali.
Sementara pada kondisis pertama, penurunan laju pengeringan terjadi secara drastis dan
hanya sekali. Perbedaan-perbedaan tersebut, menunjukkan bahwa kemampuan udara pada
temperatur lebih tinggi (T=7) untuk mengeringkan padatan pasir lebih besar dibandingkan
temperatur yang lebih rendah (T=2). Apabila dibandingkan secara teori, dimana pada mulamula laju pengeringan berlangsung secara konstan, kemudian diikuti fouling rate hingga
turun menjadi nol, maka pada grafik hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan teori.
Penyimpangan tersebut dapat disebabkan beberapa hal yang akan dijelaskan pada analisis
kesalahan.
Grafik ketiga (gambar 4.9), menunjukkan laju penguapan terhadap kandugan air. Dari
grafik tersebut diketahui bahwa laju pegnuapan untuk kondisi 2 (T=7) cenderung fluktuatif,
dimana terjadi penurunan dan kenaikan secara bergantian. Sementara, pada kondisi kedua,
grafik laju penguapan terlihat cukup aneh, dimana laju penguapan hampir tetap 0 bahkan
bernilai negatif. Secara umum, laju penguapan pada kondisi (T=7) lebih baik dibandingkan
kondisi (T=2). Selain itu, laju penguapan untuk kondisi kedua hampir tidak dapat teramati
selama proses pengeringan
33
terjadi selama proses percobaan yang disebabkan banyak faktor. Berikut beberapa penjelasan
kesalah dan perkiraan penyebab kesalahan.
Pada perhitungan laju penguapan, praktikan mendapatkan hasil negatif untuk masingmasing percobaan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Menurut kami, kesalahan
tersebut disebabkan termometer yang digunakan, maupun pembacaan termometer yang
kurang baik selama praktikum. Karena pada dasarnya, pada perhitungan laju penguapan
dibutuhkan data kelembapan udara antara downstream dan upstream. Data tersebut diperoleh
dengan mengambil data temperatur dry dan wet untuk masing-masing lokasi. Kemudian data
temperatur tersebut, digunakan untuk menentukkan kelembapan udara dengan menggunakan
psychometric chart. Yang menjadi persoalan dan kesulitan adalah termometer yang
digunakan dirasa kurang cukup peka dan cepat membaca temperatur pada kondisi yang telah
disebutkan sebelumnya. Selain itu, skala yang digukana termometer terlalu besar sehingga
tidak mampu mendeteksi perbedaaan temperatur secara akurat.
Selain itu, selama percobaan, praktikan menggunakan timbang yang terpasang pada
alat tray drier. Menurut praktikan, timbangan ini memilki kelamahan untuk membaca secara
akurat dan tepat. Hal ini disebabkan angka digital yang muncul pada display timbangan
merupakan angka pembulatan tanpa mencantumkan nilai dibelakang koma. Padahal
perubahan berat selama periode penimbangan sangat kecil sehingga timbangan tersebut tidak
dapat memberikan nilai yang akurat.
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Semakin kecil ukuran partikel kandungan air semakin banyak, namun laju
pengeringan dan penguapan semakin kecil. Sebaliknya untuk partikel dengan ukuran
yang lebih besar mengalami hal yang sebaliknya.
Semakin cepat kecepatan fluida pengering maka laju penguapan dan laju pengeringan
semakin besar.
Laju pengeringan pada temperatur fluida pengering yang lebih tinggi akan lebih cepat
dan lebih besar.
Untuk semua percobaan seiring berjalannya waktu percobaan kandungan air pada
pasir basah akan semakin berkurang.
Agar proses pengeringan menjadi lebih cepat maka yang perlu kita lakukan adalah
memperkecil ukuran partikel, memperbesar kecepatan udara pengering dan
menaikkan suhu udara pengering.
6.2 Saran
Perlu adanya termometer dan neraca atau timbangan dengan pembacaan yang lebih
akurat dan lebih presisi. Termometer yang ada pada peralatan tersebut skala
terkecilnya hanya 1 derajat, sehingga pembacaan suhu nya menjadi kurang optimal.
Pada tiap praktikum untuk membaca pengaruh kecepatan dan temperatur variasi yang
dilakukan kalau bisa lebih dari 2, agar tren datanya lebih kelihatan.
34
DAFTAR PUSTAKA
35