Anda di halaman 1dari 35

1

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI KIMIA 2


TRAY DRYER

KELOMPOK 9
G. M. Widhi Kusuma

(1106011971)

Ichwan Sangiaji Rangga Syakirrullah

(1106019924)

Sony Ikhwanuddin

(1106052902)

Rizky Ramadhan Akbar

(0906020522)

CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT


ENGINEERING FACULTY
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Tujuan Praktikum ............................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5
2.1 Proses Pengiringan ........................................................................................................... 5
2.2 Laju Pengeringan ............................................................................................................. 5
2.3 Pshycrometric Chart ........................................................................................................ 9
2.4 Tray Dryer...................................................................................................................... 11
BAB III PERCOBAAN ........................................................................................................... 13
3.1 Alat dan Bahan............................................................................................................... 13
3.1.1 Alat.......................................................................................................................... 13
3.1.2 Bahan ...................................................................................................................... 13
3.2 Variabel-Variabel dalam Percobaan .............................................................................. 13
3.2.1 Variable Bebas ........................................................................................................ 13
3.2.1 Variable terikat ....................................................................................................... 13
3.3. Prosedur Percobaan....................................................................................................... 13
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA ...................................................................... 15
4.1 Percobaan I: Pengaruh Ukuran Partikel ......................................................................... 15
4.2 Percobaan II: Pengaruh Kecepatan Udara ..................................................................... 21
4.3 Percobaan III: Pengaruh Perubahan Temperatur ........................................................... 24
BAB V ANALISIS .................................................................................................................. 29
5.1 Analisis Percobaan ......................................................................................................... 29
5.2 Analisis Perhitungan dan Grafik .................................................................................... 30
5.3 Analisa Kesalahan.......................................................................................................... 32
BAB VI KESIMPULAN ......................................................................................................... 34
6.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 34
6.2 Saran .............................................................................................................................. 34

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang
relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi kalor. Hasil dari proses pengeringan
adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara
(atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan
mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Proses pengeringan dilakukan dengan bantuan media
pengering yang berupa uap panas yang dialirkan melewati suatu bahan yang akan
dikeringkan. Media pengering biasanya udara, karena jumlahnya banyak, mudah digunakan,
dan dapat dikendalikan.
Proses pengeringan ini pada dasarnya menggunakan dua prinsip yaitu perpindahan
massa dan perpindahan kalor. Perpindahan massa disini adalah terjadi ketika air dari media
yang lebih basah berpindah ke media yang lebih kering atau media pengering. Kemudian
perpindahan kalor disini terjadi oleh karena adanya kalor sehinga air pada media yang lebih
basah bisa berpindah ke media pengering. Proses pengeringan ini banyak sekali diaplikasikan
dalam dunia industri seperti misalnya untuk industri semen, pupuk, susu, farmasi dan banyak
industri makanan lainnya. Oleh karena banyak sekali industri kimia yang menggunakan
prinsip pengeringan ini sebagai unit operasinya, maka akan sangat penting sekali untuk
melakukan praktikum mengenai pengeringan.
Dalam percobaan ini pengeringan akan dilakukan untuk mengeringkan suatu umpan
solid/butiran padat berupa pasir dengan berbagai ukuran menggunakan unit operasi yang
dinamakan tray dryer. Tray dryer adalah alat pengering yang dirancang untuk pengeringan
bahan yang membutuhkan wadah. Pada alat ini terdapat tray yang digunakan sebagai tempat
umpan yang dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan pada tray kedua dari atas.
Pengeringan dilakukan dengan mengalirkan udara yang dipanaskan dengan heater dan
kemudian mengalir ke arah tray-tray umpan. Udara panas inilah yang akan menguapkan air
yang terkandung dalam umpan yang berupa pasir hingga kering.
Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan (evaporasi). Proses
penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air dalam bentuk murni dari suatu
campuran berupa larutan (cairan) yang mengandung air dalam jumlah yang relatif banyak.
Pengeringan merupakan salah satu proses pengolahan pangan yang sudah lama dikenal.
Tujuan dari proses pengeringan adalah: menurunkan kadar air bahan sehingga bahan menjadi
3

4
lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan dan menghemat biaya
pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan. Di samping itu banyak bahan hasil pertanian
yang hanya digunakan setelah dikeringkan terlebih dahulu seperti tembakau, kopi, the dan
biji-bijian. Meskipun demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu
terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan.
Keuntungan pengeringan adalah sebagai berikut.

Mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana terjadinya perkembangan


mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat
atau terhenti sehingga bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang
lebih lama (lebih awet).

Karena volumenya kecil maka akan mempermudah dan menghemat ruang


penyimpanan saat pengepakan.

Lebih ringan karena volume air dalam bahan makin sedikit, sehingga memudahkan
pengangkutan.

Biaya produksinya menjadi lebih murah.

1.2 Tujuan Praktikum

Mahasiswa dapat menentukan kondisi variabel-variabel proses operasi pengeringan


yang diperlukan untuk melakukan operasi pengeringan optimum.

Mahasiswa mampu menggunakan Psychrometric Chart.

Mahasiswa mampu memprediksi laju pengeringan suatu padatan basah dalam suatu
persamaan empiris.

Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel, variasi temperatur, dan variasi laju alir
udara terhadap laju pengeringan.

Mahasiswa mampu menerangkan tahapan-tahapan pengeringan dalam suatu kurva


pengeringan.

Mahasiswa dapat menerangkan dasar-dasar mekanisme pengeringan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pengiringan


Bahasa ilmiah pengeringan adalah penghidratan, yang berarti menghilangkan air dari
suatu bahan. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan yang dikeringkan
kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi
pacta proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung
oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat
diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun
tenaga surya.
Pengeringan juga dapat berlangsung dengan cara lain yaitu dengan memecahkan ikatan
molekul-molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila ikatan molekul-molekul air yang
terdiri dari unsur dasar oksigen dan hidrogen dipecahkan, maka molekul tersebut akan keluar dari
bahan. Akibatnya bahan tersebut akan kehilangan air yang dikandungnya.
Cara ini juga disebut pengeringan atau penghidratan. Untuk memecahkan ikatan oksigen
dan hidrogen ini, biasanya digunakan gelombang mikro. Gelombang mikro merambat dengan
frekuensi yang tinggi. Apabila gelombang mikro disesuaikan setara dengan getaran molekulmolekul air maka akan terjadi resonansi yaitu ikatan molekul-molekul oksigen dan hidrogen
digetarkan dengan kuat pada frekuensi gelombang mikro yang diberikan sehingga ikatannya
pecah.
Pada sistem pengeringan yang bersumberkan tenaga minyak, bahan yang akan
dikeringkan diletakkan di dalam suatu ketel tertutup. Udara panas hasil pembakaran minyak
dialirkan mengenai permukaan bahan tersebut. Akhir-akhir ini, cara tersebut diatas juga
digunakan dalam teknologi tenaga surya. Udara yang dipanaskan oleh pengumpul surya
digunakan untuk menguapkan air pada bahan.
Udara merupakan medium yang sangat penting dalam proses pengeringan, untuk
menghantar panas kepada bahan yang hendak dikeringkan, karena udara satu-satunya medium
yang sangat mudah diperoleh dan tidak memerlukan biaya operasional. Oleh karena itu untuk
memahami bagaimana proses pengeringan terjadi, maka perlu ditinjau sifat udara.

2.2 Laju Pengeringan


Karakteristik proses pengeringan suatu bahan bergantung pada waktu yang
diperlukan, sehingga kurva kandungan air bahan terhadap waktu yang diperlukan untuk

6
mengeluarkan air dari bahan tersebut dapat digambarkan seperti dalam gambar 1, yang
dinamakan kurva pengeringan. Pada proses pengeringan berlaku dua proses, yaitu pada
permulaan proses air dipermukaan bahan akan diuapkan, seperti yang digambarkan pada
kurva pengeringan yang berkemiringan rendah, kemudian barulah berlaku proses pemindahan
air dari bahagian dalam bahan ke permukaaannya. Semakin lama semakin sedikit air yang
diuapkan. Proses ini berlangsung sampai air yang terikat saja yang tinggal di dalam bahan
tersebut, seperti digambarkan oleh kurva asimptot di sebelah kanan grafik.

Gambar 2.1 Kurva Pengeringan Moisture Content terhadap Waktu

Kurva penting lainnya yang dapat menjelaskan mekanisme pengeringan dengan lebih
baik adalah kurva kadar pengeringan, seperti ditunjukkan pada gambar 2, yang
menggambarkan kadar perubahan kandungan air bahan terhadap kandungan air bahan mulamula.
Untuk semua bahan, seperti yang disebutkan di atas, tahap awal pengeringan
merupakan tahap kadar pengeringan konstan. Pada keadaan ini air pada permukaan bahan
diuapkan pada kadar yang ditentukan oleh kualitas udara yang ditempatinya yaitu suhu,
kelembaban relatif, tekanan, dan kadar aliran udara seperti yang telah dibicarakan
sebelumnya, oleh sebab itu kadar pengeringan tetap. Tahap berikutnya pemindahan air dari
bahan ke permukaan luar, air dipermukaan bahan diuapkan dan air yang dikandung bahan
dialirkan keluar melalui proses resapan. Semakin jauh air dipindahkan dari permukaan bahan,
kadar resapan semakin berkurang sehingga mengakibatkan kadar pengeringan berkurang.

7
Gambar 2.2 menunjukkan kadar pengeringan bahan bukan higroskopik berkurang
pada peringkat kedua pengeringan dan seterusnya sehingga semua air yang dikandungnya
habis keluar. Untuk bahan higroskopik pula, pada awal pengeringan mempunyai bentuk yang
sama dengan bahan bukan higroskopik jika kualiti udara sama. Kadar pengurangannya juga
akan sama sampai semua air yang tak terikat menguap. Setelah itu kadar pengeringan akan
berkurang lagi apabila air yang terikat menguap, sampai tahap air tidak dapat lagi dikeluarkan
dari bahan tersebut. Pada tahap ini terjadi kesetimbangan antara uap air yang dikandung oleh
bahan dengan medium udara.

Gambar 2.2 Kurva Laju Pengeringan

Pada gambar 2.2 keadaan ini ditunjukkan dengan kadar pengeringannya menjadi nol.
Untuk bahan higroskopik, kadar pengeringan pada tahap ketiga ini harus dikurangi, hal ini
penting agar permukaan bahan tidak pecah atau retak akibat resapan air ke permukaan yang
terlalu perlahan. Dimana permukaan bahan kering sedangkan air masih ada di dalam bahan.
Seandainya hal ini terjadi dalam proses pengeringan hasil pertanian, maka mutu bahan yang
dihasilkan akan merosot.

2.3 Kelembaban Udara


Komponen yang paling banyak di dalam udara adalah oksigen, nitrogen, dan uap air.
Oksigen dan nitrogen tidak mempengaruhi kelembaban udara, sedangkan kandungan uap air

8
sangat berpengaruh terhadap kelembaban udara. Udara yang kurang mengandung uap air
dikatakan udara kering, sedangkan udara yang mengandung banyak uap air dikatakan udara
lembab.
Setiap unsur di dalam udara, termasuk uap air, mempengaruhi tekanan udara. Pada
suatu nilai tekanan udara tertentu, tekanan maksimum uap air yang dapat dicapai dinamakan
tekanan jenuh. Jika tekanan melebihi tekanan jenuh akan menyebabkan uap air kembali
membentuk titisan air. Seandainya suhu dinaikkan, tekanan jenuh juga akan turnt meningkat.
Oleh karena itu kita dapat mendefenisikan tekanan jenuh sebagai tekanan uap air diatas
permukaan air mendidih dalam suatu ketel tertutup tanpa udara.
Tekanan jenuh berubah menurut keadaan suhu yang menyebabkan air tersebut
mendidih. Oleh karena itu nilai tekanan jenuh senantiasa berubah. Kelembaban adalah suatu
istilah yang berkenaan dengan kandungan air di dalam udara. Udara dikatakan mempunyai
kelembaban yang tinggi apabila uap air yang dikandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya.
Secara matematis, kelembaban dihubungkan sebagai rasio berat uap air di dalam suatu
volume udara dibandingkan dengan berat udara kering (udara tanpa uap air) di dalam volume
yang sama. Kwantitas panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air pada suhu dan tekanan
tertentu disebut kapasitas panas. Setelah kualitas udara diketahui, barulah kita dapat mengkaji
kemampuan udara menguapkan air yang berada dalam suatu bahan, karena bahan yang akan
dikeringkan selalu berada di dalam udara berkualitas tertentu.
Pengalaman sehari-hari kita dapati bahwa sejumlah udara hanya mampu untuk
mengeringkan suatu bahan atau menguapkan air dari suatu bahan apabila bahan tersebut tidak
seratus persen lembab. Dengan kata lain, kemampuan udara untuk menguapkan air dalam
suatu bahan pada proses pengeringan adalah maksimum apabila udara tersebut kering dan nol
apabila udara tersebut jenuh dengan uap air. Pada keadaan biasa, udara tidak seratus persen
kering atau lembab, sehingga udara masih mampu melakukan proses pengeringan apabila
bahan-bahan yang mengandung air diletakkan di dalamnya.
Di dalam laboratorium atau ruangan tertentu yang memerlukan pengontrolan udara
sering terdapat alat yang terdiri dari dua termometer yang diletakkan bersebelahan. Pada
salah satu termometer bola kaca yang menempati air raksa dibalut dengan kain basah
sedangkan bola kaca yang satunya lagi dibiarkan kering. Alat ini dinamakan psikrometer,
yaitu meter yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara.
Jika psikrometer ini berada pada udara jenuh, kedua termometer akan memberikan
bacaan yang sama. Hal ini disebabkan kedua bola kaca berada dalam keadaan lembab yang
sama, yaitu seratus persen lembab, tetapi seandainya udara tersebut tidak seratus persen

9
jenuh, sebahagian dari air yang membasahi kain bola kaca pada termometer tersebut akan
menguap, sehingga menyebabkan sebahagian dari tenaga akan digunakan dalam proses
penguapan ini. Akibatnya, suhu pada termometer ini akan lebih rendah berbanding dengan
bacaan suhu pada termometer kering. Termometer diletakkan bersebelahan pada tekanan
yang sama, oleh karena itu hubungan antara kedua suhu akan memberikan nilai kelembaban
udara yang ditempatinya. Uap air dapat jenuh pada suhu dan tekanan yang berbeda, sehingga
pada tekanan yang lain kedua termometer pada psikrometer akan memberikan bacaan yang
berbeda pula.

2.3 Pshycrometric Chart


Hubungan antara kelembaban, suhu termometer basah, suhu termometer kering, dan
tekanan biasanya dinyatakan dalam suatu chart yang dikenal sebagai psikrometri chart seperti
yang digambarkan pacta gambar 2.3. Pada gambar 2.3 kadar kelembaban udara diberikan oleh
sumbu-y disebelah kanan, clan suhu termometer kering diberikan oleh sumbu-x. Kurva paling
atas menyatakan suhu termometer basah yang merupakan suhu uap air jenuh atau suhu titik
embun (perkataan titik embun berasal dari penelitian yang dilakukan terhadap rumput pada pagi
hari dengan embun yang terbentuk di atasnya, pada saat itu suhunya hampir sama dengan bola
termometer basah). Kurvakurva lainnya yang terletak di antara sumbu suhu termometer kering
dengan kurva. Termometer basah merupakan kurva kelembaban relatif

Gambar 2.3 Chart Psikometrik

10
Berikut ini dijelaskan tujuh parameter udara terpenting yang digunakan untuk
keperluan perancangan air conditioning. Chart yang digunakan sebagai acuan adalah chart
psikrometirk yang disusun oleh Carrier dengan mengacu pada kondisi atmosfir normal.
a. Dry-bulb Temperature (DB). DB adalah suhu udara ruang yang diperoleh melalui
pengukuran dengan Slink Psikrometer pada theremometer dengan bulb kering. Suhu
DB diplotkan sebagai garis vertikal yang berawal dari garis sumbu mendatar yang
terletak di bagian bawah chart. Suhu DB ini merupakan ukuran panas sensibel.
Perubahan suhu DB menunjukkan adanya perubahan panas sensibel.
b. Wet-bulb Temperature (WB). WB adalah suhu udara ruang yang diperoleh melalui
pengukuran dengan Slink Psikrometer pada theremometer dengan bulb basah. Suhu
WB diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang berawal dari garis saturasi yang
terletak di bagian samping kanan chart. Suhu WB ini merupakan ukuran panas total
(enthalpi). Perubahan suhu WB menunjukkan adanya perubahan panas total.
c. Dew-point temperature (DP). Suhu DP adalah suhu di mana udara mulai
menunjukkan aksi pengembunan ketika didinginkan. Suhu DP ditandai sebagai titik
sepanjang garis saturasi. Pada saat udara ruang mengalami saturasi (jenuh) maka
besarnya suhu DB sama dengan suhu WB demikian pula suhu DP. Suhu DP
merupakan ukuran dari panas laten yang diberikan oleh sistem. Adanya perubahan
suhu DP menunjukkan adanya perubahan panas laten atau adanya perubahan
kandungan uap air di udara.
d. Specific Humidity (W). Specific humidity adalah jumlah kandungan uap air di udara
yang diukur dalam satuan grains per pound udara. ( 7000 grains = 1 pound) dan
diplotkan pada garis sumbu vertikal yang ada di bagian samping kanan chart.
e. Relative Humidity (% RH). % RH merupakan perbandingan jumlah actual dan
jumlah maksimal (saturasi) dari uap air yang ada pada suatu ruang atau lokasi
tertentu. 100% RH berarti saturasi dan diplortkan menurut garis saturasi. Untuk
ukuran yang lebih kecil diplotkan sesuai arah garis saturasi.
f. Enthalpi (H) . Enthalpi adalah jumlah panas total dari campuran udara dan uap aire
di atas titik nol. Dinyatakan dalam satuan Btu/lb udara. Harga enthapi dapat diperoleh
sepanjang skala di atas garis saturasi
g. Specific volume (SpV). Specific volume atau volume spesifik adalah kebalikan dari
berat jenis, dinyatakan dalam ft3/lb. Garis skalanya sama dengan garis skala bola
basah (wet bulb)

11
2.4 Tray Dryer
Pada dasarnya banyak sekali jenis dryer yang ada saat ini seperti flash dryer, drum
dryer dan lain-lain, namun kali ini pembahasan akan lebih ditekankan pada jenis tray dryer
yang digunakan pada percobaan kali ini. Tray Dryer (Cabinet Dryer) merupakan salah satu
alat pengeringan yang tersusun dari beberapa buah tray di dalam satu rak. Tray dryer sangat
besar manfaatnya bila produksinya kecil, karena bahan yang akan dikeringkan berkontak
langsung dengan udara panas. Namun alat ini membutuhkan tenaga kerja dalam proses
produksinya, biaya operasi yang agak mahal, sehingga alat ini sering digunakan pada
pengeringan bahan bahan yang bernilai tinggi.
Tray dryer termasuk kedalam system pengering konveksi menggunakan aliran udara
panas untuk mengeringkan produk. Proses pengeringan terjadi saat aliran udara panas ini
bersinggungan langsung dengan permukaan produk yang akan dikeringkan. Produk
ditempatkan pada setiap rak yang tersusun sedemikan rupa agar dapat dikeringkan degan
sempurna. Udara panas sebagai fluida kerja bagi model ini diperoleh dari pembakaran bahan
bakar, panas matahari atau listrik. Kelembaban relative udara yang mana sebagi factor
pembatas kemampuan udara menguapkan air dari produk sangat diperhatikan dengan
mengatur pemasukan dan pengeluaran udara ked an dari alat pengering ini melalui sebuah
alat pengalir.
Penggunaannya cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran, dan sering
digunakan untuk produk yang jumlahnya tidak terlalu besar. Waktu pengeringan yang
dibutuhkan (1-6 jam) tergantung dari dimensi alat yang digunakan dan banyaknya bahan
yang dikeringkan, sumber panas dapat berasal dari steam boiler.
Pengering tray ini dapat beroperasi dalam vakum dan dengan pemanasan tak
langsung. Uap dari zat padat dikeluarkan dengan ejector atau pompa vakum. Pengeringan
dengan sirkulasi udara menyilang lapisan zat padat memerlukan waktu sangat lama dan siklus
pengeringan panjang yaitu 4-8 jamper tumpak. Selain itu dapat juga digunakan sirkulasi
tembus, tetapi tidak ekonomis karena pemendekan siklus pengeringan tidak akan mengurangi
biaya tenagakerja yang diperlukan untuk setiap tumpak.
Pada tray dryer, yang juga disebut rak, ruang atau pengering kompertement,
bahan dapat berupa padatan kental atau padatan pasta, disebarkan merata pada tray
logam yang dapat dipindahkan di dalam ruang (cabinet). Uap panas disirkulasi melewati
permukaan tray secara sejajar, panas listrik juga digunakan khususnya untuk menurunkan
muatan panassekitar 10-20 % udara yang melewati atas tray adalah udara murni, sisanya
menjadi udara sirkulasi. Setelah pengeringan, ruang atau kabinet dibuka dan tray diganti

12
denganpengering tumbak (batch) tray. Modifikasi tipe ini adalah tipe tray truck yang ditolak
ke dalam pengering. Pada kasus bahan granular (butiran), bahan bisa dimasukkan dalam
kawat pada bagian bawah tiap-tiap tray, kemudian melalui sirkulasi pengering, uap panas
melewati bed permeabel memberikan waktu pengeringan yang lebih singkat disebabkan oleh
luas permukaan yang lebihbesar kena udara.

Gambar 2.4 Skema Alat Tray Drier

Gambar 2.5 Skema Alat Tray Drier (Tampak Samping)

BAB III
PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

Set Perlatan Tray Dryer

Termometer Bola Basah

Termometer Bola Kering

Anemometer

Wadah/Tray Pasir

Sendok Pasir

Timbangan

Spayer

3.1.2 Bahan

Pasir

Air

Udara

3.2 Variabel-Variabel dalam Percobaan


3.2.1 Variable Bebas

Temperatur udara pengering

Kecepatan udara pengering

Ukuran Partikel

3.2.1 Variable terikat

Temperatur upstream dan downstream

Berat pasir basah

Kecepatan udara di downstream

3.3. Prosedur Percobaan


3.3.1 Percobaan I: Pengaruh Ukuran Partikel
1. Menyediakan 3 ukuran partikel yang berbeda, 0,3 mm (kecil), 0,5 mm (sedang), dan
0,8 mm (besar), sesuai screen analysis.
13

14
2. Menimbang massa kering dari pasir
3. Membahasi pasir dengan air hingga pasir menjadi basah
4. Mengatur kondisi operasi pada tekanan dan kecepatan udara pengering konstan pada
skala 5
5. Membuat tabel dan kurva hasil percobaan.
6. Memberikan diskusi mengenai:
a) Pengaruh ukuran partikel pada kadar air kesetimbangan
b) Pengaruh ukuran partikel pada kandungan air kritis
c) Dapatkah mekanisme kapiler menerangkan perpindahan massa disini atau
mengikuti mekanisme lain?

3.3.2 Percobaan II: Pengaruh Temperatur Udara Pengering


1. Melakukan Percobaan seperti pada percobaan pertama dengan ukuran partikel 0,3 mm
(kecil).
2. Mengatur kecepatan konstan udara pengering pada skala 5
3. Mengatur temperatur udara pengering pada skala 2 dan 7
4. Membuat tabel dan kurva hasil percobaan sesuai percobaan I.

3.3.3 Percobaan III: Pengaruh Kecepatan Udara Pengering


1. Melakukan Percobaan seperti pada percobaan pertama dengan ukuran partikel 0,3 mm
(kecil).
2. Mengatur temperatur konstan udara pengering pada skala 5
3. Mengatur kecepatan udara pengering pada skala 4 dan 8
4. Membuat tabel dan kurva hasil percobaan sesuai percobaan I.

Berikut merupakan contoh tabel pengambilan data untuk setiap praktikum.

Tabel 3.1 Contoh Tabel Pengambilan data

Wts + Wwadah

(menit)

(gram)

V(m/s)
1 2 3 4 5

Vrata-rata
(m/s)

Tupstream (oC)
Wet

Dry

Tdownstream (oC)
Wet

Dry

BAB IV
DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Pada percobaan kali ini, kami melakukan 3 variasi yang akan digunakan untuk
pengolahan data, yaitu variasi ukuran partikel, variasi kecepatan udara, dan variasi
temperatur.

4.1 Percobaan I: Pengaruh Ukuran Partikel


4.1.1 Data yang didapatkan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Variasi Ukuran Partikel Besar

Variasi : Ukuran Partikel Besar


Berat wadah = 218 gr
Berat wadah + berat pasir kering = 578 gr
t

Wts +

(menit)

Wwadah

V(m/s)
1

Vrata-

(gram)

rata

Tupstream (oC)

Tdownstream (oC)

Wet

Dry

Wet

Dry

(m/s)

601

1.5

1.65

1.65

1.36

1.58

1.562

25.5

29.5

25.5

29.5

601

1.45

1.6

1.6

1.37

1.5

1.514

25.5

29

25

29

600

1.48

1.65

1.6

1.36

1.5

1.518

25.5

29.5

25.5

30

599

1.45

1.6

1.51

1.24

1.44

1.448

25.5

30

25.5

30.5

12

598

1.52

1.7

1.6

1.29

1.5

1.522

25.5

31

25.5

30.5

Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Variasi Ukuran Partikel Sedang

Variasi : Ukuran Partikel Sedang


Berat wadah = 218 gr
Berat wadah + berat pasir kering = 480 gr
t

Wts +

V(m/s)

(menit)

Wwadah

(gram)

Vrata-

Tupstream (oC)

Tdownstream (oC)

rata

Wet

Wet

Dry

Dry

(m/s)

492

1.44

1.67

1.53

1.32

1.55

1.502

25.5

29.5

26

30

492

1.45

1.68

1.52

1.26

1.56

1.494

26

29

26

29

491

1.47

1.66

1.48

1.31

1.62

1.508

26

29.5

26

29.5

491

1.43

1.69

1.53

1.3

1.65

1.52

26

30

26

30.5

12

491

1.53

1.65

1.51

1.24

1.62

1.51

26

30

26

30.5

15

16
Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Variasi Ukuran Partikel Kecil

Variasi : Ukuran Partikel Kecil


Berat wadah = 218 gr
Berat wadah + berat pasir kering = 398 gr
Wts +

t
(menit)

V(m/s)

Wwadah
(gram)

Vrata-

rata

(m/s)

Tupstream (oC)

Tdownstream (oC)

Wet

Dry

Wet

Dry

412

1.53

1.49

1.68

1.3

1.65

1.53

25.5

29

25.5

29

411

1.45

1.49

1.66

1.34

1.54

1.496

26

29

26

29

410

1.48

1.52

1.67

1.2

1.56

1.486

26

29

26

29

409

1.48

1.53

1.69

1.3

1.62

1.524

26

29

26

29

12

409

1.53

1.56

1.72

1.3

1.61

1.544

26

29

26

29.5

4.1.2 Pengolahan Data


Berdasarkan data pengamatan yang kami dapatkan di atas, selanjutnya adalah
melakukan pengolahan data untuk mengetahui kandungan air, laju pengeringan , dan laju
penguapan dari setiap variasi yang dilakukan pada saat percobaan.
a. Kandungan Air
Dengan menggunakan persamaan,

Xi =

Wi Wst
Ws

dimana,: Xi adalah kandungan air dalam pasir; Wi adalah berat pasir kering; Wst adalah berat
pasir selama pengamatan dan Ws adalah pasir kering. Sehingga, kita dapat menentukan
kandungan air pada percobaan kali ini, yaitu

Tabel 4.4 Kandungan Air untuk Partikel Besar (Berat Kering: 360 g)

Berat Pasir Basah (gr)

deltaW, berat air (gr) kandungan Air (Xi)

383

23

0.063888889

383

23

0.063888889

382

22

0.061111111

381

21

0.058333333

12

380

20

0.055555556

17
Tabel 4.5 Kandungan Air untuk Partikel Sedang (Berat Kering: 262 g)

Berat Pasir Basah (gr)

deltaW, berat air (gr)

kandungan Air (Xi)

274

12

0.045801527

274

12

0.045801527

273

11

0.041984733

273

11

0.041984733

12

273

11

0.041984733

Tabel 4.6 Kandungan Air untuk Partikel Kecil (Berat Kering: 180 g)

Berat Pasir Basah (gr)

deltaW, berat air (gr)

kandungan Air (Xi)

194

14

0.077777778

193

13

0.072222222

192

12

0.066666667

191

11

0.061111111

12

191

11

0.061111111

b. Laju Pengeringan
Dengan menggunakan persamaan,

Ri =

Wi Wi 1 1
W 1
=
t As
t i t i 1 As

Dimana: Ri adalah laju pengeringan; As adalah luas permukaan; W adalah perbedaan berat
pasir dan t adalah perbedaan waktu.. Sehingga, kita dapat mencari nilai laju pengeringan
pada setiap variasi yang dilakukan pada percobaan, yaitu :

Tabel 4.7 Laju Pengurangan Air untuk Partikel Besar

t (min)

delta t (min) deltaW (gr)

luas penampang (cm2)

laju pengurangan air

590.04

590.04

590.04

0.000564933

590.04

0.000564933

12

590.04

0.000564933

18
Tabel 4.8 Laju Pengurangan Air untuk Partikel Sedang

t (min)

delta t (min)

deltaW (gr)

luas penampang (cm2)

laju pengurangan air

590.04

590.04

590.04

0.000564933

590.04

12

590.04

Tabel 4.9 Laju Pengurangan Air untuk Partikel Kecil

t (min)

delta t (min) deltaW (gr)

luas penampang (cm2)

laju pengurangan air

590.04

590.04

0.000564933

590.04

0.000564933

590.04

0.000564933

12

590.04

c. Laju Penguapan
Dengan menggunakan persamaan,
mi = Vi . . A(H )
Dimana: mi adalah laju penguapan; Vi adalah kecepatan rata-rata udara pengering; adalah
densitas (0,00125); A adalah luas permukaan; H adalah selisih kelembaban downstreamupstream. Sehingga kita dapat menentukan nilai laju penguapan untuk setiap variasi
percobaan, yaitu:
Tabel 4.10 Laju Penguapan untuk Partikel Besar

v rata-rata
(m/s)

v rata-rata
(cm/s)

T upstream

A
2

(cm )
Twet

Tdry

H ups

T downstream

H
downs

Twet

Tdry

mi

1.562

156.2

590.04

25.5

29.5

0.019

25.5

29.5

0.019

1.514

151.4

590.04

25.5

29

0.0192

25

29

0.0184

0.0008

0.089332

1.518

151.8

590.04

25.5

29.5

0.019

25.5

30

0.019

1.448

144.8

590.04

25.5

30

0.0188

25.5

30.5

0.0186

0.0002

0.021359

12

1.522

152.2

590.04

25.5

31

0.0184

25.5

30.5

0.0186

-0.0002

-0.02245

19
Tabel 4.11 Laju Penguapan untuk Partikel Sedang

v rata-rata
(m/s)

v rata-rata
(cm/s)

T upstream
A (cm2)

T downstream
H ups

Twet

Tdry

Twet

Tdry

H
downs

mi

1.502

150.2

590.04

25.5

29.5

0.019

26

30

0.0196

-0.0006

1.494

149.4

590.04

26

29

0.0201

26

29

0.0201

1.508

150.8

590.04

26

29.5

0.0199

26

29.5

0.0199

1.52

152

590.04

26

30

0.0196

26

30.5

0.0194

0.0002

12

1.51

151

590.04

26

30

0.0196

26

30.5

0.0194

0.0002

0.06647
0
0
0.02242
2
0.02227
4

Tabel 4.12 Laju Penguapan untuk Partikel Kecil


v rata-rata
(m/s)

v rata-rata
(cm/s)

A
(cm2)

T upstream
Twet

Tdry

1.53

153

590.04

25.5

29

1.496

149.6

590.04

26

1.486

148.6

590.04

1.524

152.4

12

1.544

154.4

T downstream
H ups

H
downs

mi

Twet

Tdry

0.0192

25.5

29

0.0192

29

0.0201

26

29

0.0201

26

29

0.0201

26

29

0.0201

590.04

26

29

0.0201

26

29

0.0201

590.04

26

29

0.0201

26

29.5

0.0199

0.0002

0.022776

4.1.3 Grafik

Kandungan Air

Grafik Kandungan Air vs Waktu


0,09
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0

Partikel Besar
Partikel Sedang
Partikel Kecil

10

15

Waktu (menit)
Gambar 4.1 Grafik Kandungan Air terhadap waktu untuk Variasi Ukuran

20

Grafik Kandungan Air vs Laju Pengeringan


0,0007
0,0006

Laju Pengeringan

0,0005
0,0004
Partikel Besar
0,0003

Partikel Sedang

0,0002

Partikel Kecil

0,0001
0
0

0,02

-0,0001

0,04

0,06

0,08

0,1

Kanudngan Air

Gambar 4.2 Grafik Laju Pengeringan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Ukuran

Grafik Kandungan Air vs Laju Penguapan


0,1
0,08

Laju Penguapan

0,06
0,04
Partikel Besar

0,02

Partikel Sedang

0
-0,02

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

Partikel Kecil

-0,04
-0,06
-0,08

Kandungan Air

Gambar 4.3 Grafik Laju Penguapan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Ukuran

21
4.2 Percobaan II: Pengaruh Kecepatan Udara
4.2.1 Data yang Didapatkan
Tabel 4.13 Data Hasil Percobaan Variasi Kecepatan Udara (Level: 8)

Variasi : Ukuran Partikel Kecil (Air Flow Control = 8)


Berat wadah = 218 gr
Berat wadah + berat pasir kering = 398 gr
t

Wts +

(menit)

Wwadah

V(m/s)
1

Vrata-

(gram)

rata

Tupstream (oC)

Tdownstream (oC)

Wet

Dry

Wet

Dry

(m/s)

413

2.25

2.1

2.04

2.07

1.78

2.048

26.5

30

26.5

30

412

2.27

2.06

2.03

2.15

1.78

2.058

26.5

30

26.5

30

411

2.2

2.05

2.02

2.15

1.87

2.046

26.5

30

26.5

30

411

2.2

2.05

1.98

2.04

1.9

2.034

26

29.5

26

29.5

12

410

2.5

2.21

2.01

2.07

1.81

2.07

26.5

29.5

26.5

30

Tabel 4.14 Data Hasil Percobaan Variasi Kecepatan Udara (Level: 4)

Variasi : Ukuran Partikel Kecil (Air Flow Control = 4)


Berat wadah = 218 gr
Berat wadah + berat pasir kering = 398 gr
t

Wts +

(menit)

Wwadah

V(m/s)
1

Vrata4

(gram)

rata

Tupstream (oC)

Tdownstream (oC)

Wet

Dry

Wet

Dry

(m/s)

412

1.42

1.35

1.29

1.27

1.1

1.286

25.5

30

26

30.5

412

1.43

1.39

1.31

1.25

1.12

1.3

25.5

30

25.5

30.5

411

1.42

1.36

1.21

1.21

1.13

1.266

25.5

30

25.5

31

410

1.39

1.36

1.27

1.25

1.1

1.274

25.5

30.5

25.5

31

12

409

1.38

1.34

1.26

1.26

1.13

1.274

26

30.5

26

31

4.2.2 Pengolahan Data


Berdasarkan data pengamatan yang kami dapatkan di atas, selanjutnya adalah
melakukan pengolahan data untuk mengetahui kandungan air, laju pengeringan , dan laju
penguapan dari setiap variasi yang dilakukan pada saat percobaan.

22
a. Kandungan Air
Tabel 4.15 Kandungan Air untuk Kecepatan Udara Level 8 (Berat Kering: 180 g)

Berat Pasir Basah (gr)

deltaW, berat air (gr)

kandungan Air (Xi)

195

15

0.041666667

194

14

0.038888889

193

13

0.036111111

193

13

0.036111111

12

192

12

0.033333333

Tabel 4.16 Kandungan Air untuk Kecepatan Udara Level 4 (Berat Kering: 180 g)

Berat Pasir Basah (gr)

deltaW, berat air (gr)

kandungan Air (Xi)

194

14

0.077777778

194

14

0.077777778

193

13

0.072222222

192

12

0.066666667

12

191

11

0.061111111

b. Laju Pengeringan
Tabel 4.17 Laju Pengurangan Air untuk Kecepatan Besar

t (min)

delta t (min)

deltaW (gr)

luas penampang (cm2)

laju pengurangan air

590.04

590.04

0.000564933

590.04

0.000564933

590.04

12

590.04

0.000564933

Tabel 4.18 Laju Pengurangan Air untuk Kecepatan Kecil

t (min)

delta t (min)

deltaW (gr)

luas penampang (cm2)

laju pengurangan air

590.04

590.04

590.04

0.000564933

590.04

0.000564933

12

590.04

0.000564933

23
c. Laju Penguapan
Tabel 4.19 Laju Penguapan untuk Kecepatan Besar
t

v rata-rata
(m/s)

v rata-rata

T upstream
2

(cm/s)

(cm )

Twet

Tdry

H ups

T downstream
Twet

Tdry

mi

downs

2.048

204.8

590.04

26.5

30

0.0205

26.5

30

0.0205

2.058

205.8

590.04

26.5

30

0.0205

26.5

30

0.0205

2.046

204.6

590.04

26.5

30

0.0205

26.5

30

0.0205

2.034

203.4

590.04

26

29.5

0.0199

26

29.5

0.0199

12

2.07

207

590.04

26.5

29.5

0.0207

26.5

30

0.0205

0.0002

0.030535

mi

Tabel 4.20 Laju Penguapan untuk Kecepatan Kecil


t

v rata-rata
(m/s)

v rata-rata
(cm/s)

T upstream

H ups

T downstream

(cm )

Twet

Tdry

Twet

Tdry

downs

1.286

128.6

590.04

25.5

30

0.0188

26

30.5

0.0194

-0.0006

-0.05691

1.3

130

590.04

25.5

30

0.0188

25.5

30.5

0.0186

0.0002

0.019176

1.266

126.6

590.04

25.5

30

0.0188

25.5

31

0.0184

0.0004

0.03735

1.274

127.4

590.04

25.5

30.5

0.0186

25.5

31

0.0184

0.0002

0.018793

12

1.274

127.4

590.04

26

30.5

0.0194

26

31

0.0192

0.0002

0.018793

4.2.3 Grafik

Kandungan Air

Grafik Kandungan Air vs Waktu


0,09
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0

V=4
V=8

10

12

14

Waktu
Gambar 4.4 Grafik Kandungan Air terhadap Waktu untuk Variasi Kecepatan

24

Grafik Kandungan Air vs Laju


Pengeringan
0,0007
Laju Pengeringan

0,0006
0,0005
0,0004
0,0003

V=4

0,0002

V=8

0,0001
0
-0,0001 0

0,02

0,04
0,06
Kandungan Air

0,08

0,1

Gambar 4.5 Grafik Laju Pengeringan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Kecepatan

Grafik Kandungan Air vs Laju


Penguapan
0,06

Laju PEnguapan

0,04
0,02
0
-0,02

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

V=4
V=8

-0,04
-0,06
-0,08

Kandungan Air

Gambar 4.6 Grafik Laju Penguapan terhadap Kandungan Air untuk Variasi Kecepatan

4.3 Percobaan III: Pengaruh Perubahan Temperatur


4.3.1 Data yang diperoleh
Berat wadah = 218 gram
Berat wadah + berat pasir kering = 398 gram

25
Tabel 4.21 Variasi Temperatur Control = 2

Wts + Wwadah

(menit)

(gram)

V(m/s)
1

Vrata-rata
4

(m/s)

Tupstream (oC)
Wet

Dry

Tdownstream (oC)
Wet

Dry

413 1.55 1.48 1.43 1.44 1.21

1.422

28

36.5

28

36.5

412

1.4 1.42 1.22

1.432

28

36

28

37

411 1.55 1.53 1.41 1.42 1.26

1.434

28

36 28.5

38

410 1.58 1.51 1.45 1.43 1.21

1.436 28.5

37 28.5

37.5

12

408 1.55 1.49 1.39 1.38 1.26

1.414 28.5

37.5 28.5

38

1.6 1.52

Tabel 4.22 Variasi Temperatur Control = 7

Wts + Wwadah

(menit)

(gram)

V(m/s)
1

Vrata-rata
4

(m/s)

Tupstream (oC)

Tdownstream (oC)

Wet

Wet

Dry

Dry

413 1.55 1.48 1.43 1.44 1.21

1.422

28

36.5

28

36.5

412

1.4 1.42 1.22

1.432

28

36

28

37

411 1.55 1.53 1.41 1.42 1.26

1.434

28

36

28.5

38

410 1.58 1.51 1.45 1.43 1.21

1.436

28.5

37

28.5

37.5

12

408 1.55 1.49 1.39 1.38 1.26

1.414

28.5

37.5

28.5

38

1.6 1.52

4.3.2 Pengolahan Data


a. Kandungan Air
Tabel 4.23 Kandungan Air-Waktu untuk Variasi Temperatur Control = 2

Berat Pasir Selama

Berat Pasir

Pengamatan (Wi)

Kering (Wst)

195

180

15

0.083333

194

180

14

0.077778

193

180

13

0.072222

193

180

13

0.072222

12

193

180

13

0.072222

Berat Air (g)

Kandungan Air
(Xi)

26
Tabel 4.24 Kandungan Air-Waktu untuk Variasi Temperatur Control = 7

Berat Pasir Selama

Berat Pasir Kering

Berat Air

Kandungan Air

Pengamatan (Wi)

(Wst)

(g)

(Xi)

194

180

14

0.077778

193

180

13

0.072222

192

180

12

0.066667

12

190

180

10

0.055556

b. Laju Pengeringan
Tabel 4.25 Kandungan Air-Laju Pengeringan untuk Variasi Temperatur Control = 2

Wi (gram)

W (g)

W (kg)

A (cm2)

Ri [kg air/(menit. Cm2)]

0.00

0.00

195.00 0.0000000 0.0000000

590.04

0.0000000

3.00

3.00

194.00 1.0000000 0.0010000

590.04

0.0000006

6.00

3.00

193.00 1.0000000 0.0010000

590.04

0.0000006

9.00

3.00

193.00 0.0000000 0.0000000

590.04

0.0000000

12.00

3.00

193.00 0.0000000 0.0000000

590.04

0.0000000

Tabel 2.26 Kandungan Air-Laju Pengeringan untuk Variasi Temperatur Control = 7

Wi (gram)

W (g)

A (cm2)

W (kg)

Ri [kg air/(menit. Cm2)]

0.00

0.00

195.00 0.0000000

0.0

590.04

0.0000000

3.00

3.00

194.00 1.0000000

0.001

590.04

0.0000006

6.00

3.00

193.00 1.0000000

0.001

590.04

0.0000006

9.00

3.00

192.00 1.0000000

0.001

590.04

0.0000006

12.00

3.00

190.00 2.0000000

0.002

590.04

0.0000011

Tabel 2.27 Kandungan Air-Laju Penguapan untuk Variasi Temperatur Control = 2

v rata-

v rata-

rata

rata

(cm2

(m/s)

(cm/s)

1.424

142.40

1.492

1.486

T upstream

T downstream
H ups

H downs
Twet

mi

Twet

Tdry

Tdry

590

26

28.5

0.0203

26

28.5

0.0203

0.000

149.20

590

25.5

28.5

0.0194

26

28.5

0.0203

-0.099

148.60

590

26

28.5

0.0203

26

28.5

0.0203

0.000

27
9

1.47

147.00

590

26

28

0.0203

26

28.5

0.0203

0.00

0.000

12

1.488

148.80

590

26

28

0.0203

26

28.5

0.0203

0.0

0.000

Tabel 2.28 Kandungan Air-Laju Penguapan untuk Variasi Temperatur Control = 7

v rata-

v rata-

rata

rata

(m/s)

(cm/s)

0 1.422

142.20

3 1.432

T upstream

A
(cm2)

T downstream
H ups

H downs
Twet

mi

Twet

Tdry

Tdry

590

28

36.5

0.0205

28

36.5

0.0205

0.000

143.20

590

28

36

0.0207

28

37

0.0203

0.042

6 1.434

143.40

590

28

36

0.0207

28.5

38

0.0208

-0.011

9 1.436

143.60

590

28.5

37

0.0212

28.5

37.5

0.0210 0.000

0.021

12 1.414

141.40

590

28.5

37.5

0.0210

28.5

38

0.0208 0.000

0.021

c. Grafik

Kandungan Air-Waktu
0,09
0,08
0,07

Xi

0,06
0,05
0,04

T=2

0,03

T=7

0,02
0,01
0
0

10

12

14

t
Gambar 4.7 Kandungan Air-Waktu variasi temperatur pengering

28

Kandungan Air-Laju Pengeringan


0,0000012

Laju Pengeringan

0,0000010
0,0000008
0,0000006
T=2
0,0000004

T=7

0,0000002
0,0000000
0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

Kandungan Air
Gambar 4.8 Kandungan Air-Laju Pengeringam Variasi Temperatur Pengering

Kandungan Air-Laju Penguapan


0,060

Laju Penguapan (mi)

0,040
0,020
0,000
-0,020

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1
T=2

-0,040

T=7

-0,060
-0,080
-0,100
-0,120

Kandungan Air
Gambar 4.9 Kandungan Air-Laju Penguapan Variasi Temperatur Pengering

BAB V
ANALISIS

5.1 Analisis Percobaan


Pada percobaan kali ini memiliki 3 jenis variasi yang digunakan, yaitu ukuran partikel
padatan, kecepatan udara pengering, dan suhu yang digunakan untuk mengetahui pengaruhpengaruh variasi tersebut akan kandungan air dari padatan yang telah dibasahi, laju
pengeringan, dan juga laju penguapan. Untuk variasi ukuran partikel padatan, disini akan
dilihat bagaimana pengaruh perbedaan ukuran partikel yaitu besar, sedang, dan kecil terhadap
kandungan air, laju pengeringan, dan laju penguapan karena setiap ukuran partikel yang
berbeda memiliki luas kontak dan kemampuan untuk melakukan kontak dengan udara sekitar
yang berbeda pula. Untuk variasi kecepatan udara juga memiliki dampak yang berbeda. Jika
kita lihat pada persamaan yang digunakan terdapat variabel kecepatan, dimana jika variabel
yang lain konstan, semakin cepat kecepatan udara yang digunakan, maka semakin cepat pula
laju penguapan yang terjadi. Variasi terhadap variabel suhu juga memiliki pengaruh terhadap
laju penguapan dimana semakin besar suhu maka semakin cepat juga laju penguapan.
Pengambilan data yang dilakukan pastinya sangat berguna untuk tahap pengolahan
data dan analisis nantinya. Untuk beberapa kondisi seperti pengambilan data suhu pada
upstream dan downstream memiliki perbedaa karena pada upstream kondisi suhu masih
konstan karena tidak ada pengaruh dari kelembaban dan hanya dipengaruhi oleh kinerja
mesin pengering tersebut. Sedangkan pada downstream kondisi suhu sudah dipengaruhi oleh
proses penguapan, pengeringan, dan kontak dengan molekul air yang menyebabkan
perubahan suhu. Pengambilan data kecepatan udara juga dilakukan ditempat yang berbedabeda dan diambil rata-rata karena jika kita mengabil di satu tempat saja tidak akan
representatif karena udara yang telah melalui suatu media akan mengalami gangguan friksi
dan lain-lain yang mengakibatkan udara tersebut tidak terdistribusi dengan baik di seluruh
bagian sehingga harus diambil rata-rata.
Untuk variasi temperatur, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
temperatur fluida media pengering dalam proses pengeringan padatan menggunakan alat tray
drier. Untuk mengetahui pengaruh tersebut, maka temperatur fluida pengering divariasikan,
yakni 2 dan 7 (dalam skala temperatur kontrol yang tertera pada alat tray drier). Variasi
perbedaan temperatur dipilih 2 dan 7 agar pengaruh temperatur pada proses pengeringan
dapat lebih terlihat karena perbedaan temperatur keduanya cukup signifikan. Secara umum,

29

30
prosedur praktikum hampir serupa dengan percobaan sebelumnya. Perbedaannya, yaitu pada
parameter lainnya selain temperatur dijaga tetap untuk masing-masing variasi temperatur.

5.2 Analisis Perhitungan dan Grafik


Dari Pengolahan data yang didapatkan, kita dapat menganalisis perhitungan yang
telah dilakukan dan menganalisis hasil pengolahan dan grafik yang telah dibuat.
a. Kandungan Air
Kandungan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Xi =

Wi Wst
Ws

Berdasarkan persamaan di atas, dapat diketahui bahwa ukuran partikel sangat


berpengaruh akan kandungan air yang terkandung pada pasir yang kita gunakan pada
percobaan kali ini. Didapatkan bahwa ukuran partikel kecil memiliki kandungan air yang
paling besar dibandingkan partikel besar dan sedang.
b. Laju Pengeringan
Laju pengeringan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Wi Wi 1 1
W 1
=
t As
t i t i 1 As
Seperti yang kita lihat pada persamaan di atas, laju pengeringan dipengaruhi oleh
Ri =

beberapa faktor seperti, selisih berat partikel kering dan basah, selisih waktu pengamatan, dan
luas permukaan. Dengan nilai selisih waktu dan luas permukaan yang konstan pada setiap
pengulangan, hal yang paling berpengaruh adalah selisih berat padatan kering dan basah.
c. Laju Penguapan
Laju penguapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

mi = Vi . . A(H )
Dapat dilihat bahwa laju penguapan dipengaruhi beberapa variabel, seperti kecepatan
rata-rata, densitas, luas permukaan, dan selisih kelembaban pada upstream dan downstream.
Ketika densitas dan luas permukaan yang diuji konstan, hal yang berpengaruh adalah
kecepatan udara pengering, dimana jika dilihat dari persamaan, semakin besar kecepatan
maka laju penguapan akan semakin besar.

31
5.2.1. Percobaan 1 dengan Variasi Ukuran Partikel
Dari pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan grafik pada gambar 4.1 antara
waktu pengeringan dengan kandungan air. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa padatan
dengan ukuran paling kecil memiliki kandungan air yang lebih besar daripada yang lainnya.
Untuk setiap waktunya, kandungan air untuk setiap ukuran partikel juga berkurang. Hal itu
dikarenakan telah terjadinya perpindahan berat antara partikel padatan dan udara yang lewat.
Udara yang lewat akan mengikat air yang terdapat pada padatan basah sehingga dari waktu
ke waktu jumlah kandungan air akan semakin berkurang.
Ukuran partikel yang kecil menyebabkan banyak molekul-molekul air yang
terperangkap dan tidak bisa melakukan kontak dengan udara sekitar sehingga laju
pengeringannya juga lambat daripada ukuran partikel lainnya, seperti yang terlihat pada
grafik di gambar 4.2 pada bab pengolahan data. Nilai kandungan air yang semakin kecil
menggambarkan bahwa telah terjadi proses penguapan yang mengakibatkan kandungan air
dalam pasir basah berkurang. Seperti yang kita ketahui, penguapan merupakan proses
berubah fasa suatu liquid menjadi uap. Pada percobaan ini, kandungan air yang terkandung
berubah menjadi uap karena pengaruh suhu, seperti yang terlihat pada gambar 4.3 bab
pengolahan data.

5.2.2 Percobaan 2 dengan Variasi Kecepatan Udara


Seperti yang telah didapatkan pada pengolahan data, variasi kecepatan udara yang
digunakan mengakibatkan hasil yang berbeda, seperti yang terlihat pada gambar 4.4; 4.5 dan
4.6. Secara teori, semakin cepat udara yang dialirkan maka kalor yang dibawa oleh udara
tersebut semakin besar pula. Dapat kita lihat bahwa semakin cepat udara yang dialirkan ke
dalam alat pengering, maka akan semakin sedikit pula kandungan air yang terdapat pada
padatan basah yang digunakan, semakin cepat pula laju pengeringan, dan laju penguapan
yang terjadi selama percobaan. Hal ini terjadi karena dengan semakin cepatnya udara, maka
proses kontak dan perpindahan kalor yang terjadi akan semakin cepat juga yang
mengakibatkan laju pengeringan dan penguapan akan semakin cepat dan kandungan air juga
menurun. Untuk kecepatan udara yang lambat, laju pengeringan dan penguapan akan
semakin lambat.

5.2.3 Percobaan 3 dengan Variasi Temperatur Udara Pengering


Grafik pertama (gambar 4.7), menunjukkan hubungan antara kandungan air terhadap
waktu. Garis biru pada grafik menunjukkan kondisi temperatur kontrol sebesar 7, sedangkan

32
kondisis temperatur kontrol sebesar 2 ditunjukkan garis bewarna orange. Dari grafik tersebut
diketahui, bahwa jumlah kandungan air akhir pada batas percobaan selama 12 menit untuk
kondisi temperatur kontrol sebesar 7 lebih sedikit dibandingkan kondisi temperatur kontrol
hanya sebesar 2. Pada awalnya, kedua kondisi tersebut menyisakan jumlah air yang sama
hingga interval ke waktu ke 6 menit, namun setelah itu kandungan air pada kondisi pertama
cenderung konstan sedangkan pada kondsisi kedua masih terus mengalami pengurangan.
Secara umum, grafik tersebut sesuai teori bahwa dengan menaikkan temperatur fluida
pengering maka proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat karena jumlah air yang
dipindahkan keluar dari pasir lebih banyak.
Grafik kedua (gambar 4.8), menunjukkan hubungan antara laju pengeringan terhadap
kandungan air. Dari grafik tersebut, diketahui bahwa laju pengeringan untuk kondisi pertama
(T=2), laju pengeringan lebih kecil dibandingkan laju pengeringan pada kondisi kedua (T=7).
Selain itu, pada kondisi kedua, penurunan laju pengeringan berlangsung secara bertahap,
mula-mula turun secara signifikan kemudian stabil dan kembali turun secara drastis kembali.
Sementara pada kondisis pertama, penurunan laju pengeringan terjadi secara drastis dan
hanya sekali. Perbedaan-perbedaan tersebut, menunjukkan bahwa kemampuan udara pada
temperatur lebih tinggi (T=7) untuk mengeringkan padatan pasir lebih besar dibandingkan
temperatur yang lebih rendah (T=2). Apabila dibandingkan secara teori, dimana pada mulamula laju pengeringan berlangsung secara konstan, kemudian diikuti fouling rate hingga
turun menjadi nol, maka pada grafik hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan teori.
Penyimpangan tersebut dapat disebabkan beberapa hal yang akan dijelaskan pada analisis
kesalahan.
Grafik ketiga (gambar 4.9), menunjukkan laju penguapan terhadap kandugan air. Dari
grafik tersebut diketahui bahwa laju pegnuapan untuk kondisi 2 (T=7) cenderung fluktuatif,
dimana terjadi penurunan dan kenaikan secara bergantian. Sementara, pada kondisi kedua,
grafik laju penguapan terlihat cukup aneh, dimana laju penguapan hampir tetap 0 bahkan
bernilai negatif. Secara umum, laju penguapan pada kondisi (T=7) lebih baik dibandingkan
kondisi (T=2). Selain itu, laju penguapan untuk kondisi kedua hampir tidak dapat teramati
selama proses pengeringan

5.3 Analisa Kesalahan


Pada bagian sebelumnya, telah dipaparkan hasil dan analisis hasil percobaan dan
perhitungan. Dari uraian di atas, diketahui ada beberapa hasil yang tidak sesuai dengan teori
yang ada serta terlihat aneh. Penyimpanga-penyimpangan tersebut, sangat dimungkinan

33
terjadi selama proses percobaan yang disebabkan banyak faktor. Berikut beberapa penjelasan
kesalah dan perkiraan penyebab kesalahan.
Pada perhitungan laju penguapan, praktikan mendapatkan hasil negatif untuk masingmasing percobaan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Menurut kami, kesalahan
tersebut disebabkan termometer yang digunakan, maupun pembacaan termometer yang
kurang baik selama praktikum. Karena pada dasarnya, pada perhitungan laju penguapan
dibutuhkan data kelembapan udara antara downstream dan upstream. Data tersebut diperoleh
dengan mengambil data temperatur dry dan wet untuk masing-masing lokasi. Kemudian data
temperatur tersebut, digunakan untuk menentukkan kelembapan udara dengan menggunakan
psychometric chart. Yang menjadi persoalan dan kesulitan adalah termometer yang
digunakan dirasa kurang cukup peka dan cepat membaca temperatur pada kondisi yang telah
disebutkan sebelumnya. Selain itu, skala yang digukana termometer terlalu besar sehingga
tidak mampu mendeteksi perbedaaan temperatur secara akurat.
Selain itu, selama percobaan, praktikan menggunakan timbang yang terpasang pada
alat tray drier. Menurut praktikan, timbangan ini memilki kelamahan untuk membaca secara
akurat dan tepat. Hal ini disebabkan angka digital yang muncul pada display timbangan
merupakan angka pembulatan tanpa mencantumkan nilai dibelakang koma. Padahal
perubahan berat selama periode penimbangan sangat kecil sehingga timbangan tersebut tidak
dapat memberikan nilai yang akurat.

BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Semakin kecil ukuran partikel kandungan air semakin banyak, namun laju
pengeringan dan penguapan semakin kecil. Sebaliknya untuk partikel dengan ukuran
yang lebih besar mengalami hal yang sebaliknya.

Semakin cepat kecepatan fluida pengering maka laju penguapan dan laju pengeringan
semakin besar.

Laju pengeringan pada temperatur fluida pengering yang lebih tinggi akan lebih cepat
dan lebih besar.

Untuk semua percobaan seiring berjalannya waktu percobaan kandungan air pada
pasir basah akan semakin berkurang.

Agar proses pengeringan menjadi lebih cepat maka yang perlu kita lakukan adalah
memperkecil ukuran partikel, memperbesar kecepatan udara pengering dan
menaikkan suhu udara pengering.

Pada awal penguapan, laju penguapan meningkat seiring dengan meningkatnya


temperatur permukaan. Ketika mencapai critical moisture content, kurva mencapai
constant rate. Kemudian laju pengeringan menurun hingga mencapai titik nol, yaitu
ketika uap air padatan mencapai kesetimbangan dengan udara.

6.2 Saran

Perlu adanya termometer dan neraca atau timbangan dengan pembacaan yang lebih
akurat dan lebih presisi. Termometer yang ada pada peralatan tersebut skala
terkecilnya hanya 1 derajat, sehingga pembacaan suhu nya menjadi kurang optimal.

Pada tiap praktikum untuk membaca pengaruh kecepatan dan temperatur variasi yang
dilakukan kalau bisa lebih dari 2, agar tren datanya lebih kelihatan.

34

DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Rosdanelli. 2004. Mekanisme Pengeringan. USU Digital Library.


A STEMPJE Analysis of the drum dryer used in the potato flake line manufactured by Tummers
Methodic. Eindhowen, Netherland.
TIM PENYUSUN. 1995. Buku Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik II. Fakultas
Teknik: Teknik Gas & Petrokimia.
Treybal, Robert. 1981. Mass-Transfer Operation 3rd Edition, Singapire, McGraw-Hill Book Co.

35

Anda mungkin juga menyukai