Resume Akuntansi Syariah Bab 3
Resume Akuntansi Syariah Bab 3
A. AL-QURAN
Al-Quran ialah kalam Allah (kalamullah-QS 53:4) dalam
bahasa Arab, sebagai sebuah mukjizat yang dirunkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui utusan Allah Malaikat Jibril a.s
untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam
menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Kalam adalah sarana (wasilah) untuk menerangkan
sesuatu berupa ilmu pengetahuan, nasihat, atau berbagai
kehendak, lalu memberitahukan perkara itu kepada orang lain.
Allah SWT menurunkan Al-Quran langsung kepada Nabi
Muhammad SAW melalui utusannya Malaikat Jibril a.s, secara
berangsung-angsur selama 23 tahun. Setiap ayat yang
diturunkan, kemudian dihafalkan oleh Nabi dan para sahabat,
sehingga sempurna menjadi sebuah Al-Quran.
Sebagian ayat Al-Quran turun di kota Mekkah sebelum
peristiwa Hijrah, dan sebgaian yang lainnya turun di kota
Madinah setelah peristiwa Hijrah. Ayat yang diturunkan pertama
kali adalah QS 96: 1-5 sedangkan ayat yang terakhir adalah QS
5:3.
. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu,
dan Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam
sebagai agamamu
Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah (ayat-ayat Makkiyah),
sebagian besar menerangkan tentang Akidah Islamiyah yaitu AlWahdaniyah (ke-Esaan Tuhan), keimanan terhadap para malaikat,
para nabi dan hari akhir. Didalam ayat-ayat makkiyah ini juga
terdapat bantahan terhadap orang-orang musyrik, pemaparan
ibarat menerangkan akibat orang-orang yang berbuat syirik dan
durhaka dibeberapa negeri, dan mengajak kepada kebebasan
berfikir dan melepaskan dari apa yang dianut oleh orang tua dan
nenek moyang mereka. Ayat-ayat itu diturunkan sebelum
peristiwa Hijrah dimana orang-orang Islam masih dalam keadaan
lemah, sehingga belum layak dibebani hukum-hukum Islam.
Ayat-ayat yang turun di Madinah, mengandung hukumhukum fikih, aturan pemerintahan, aturan keluarga, serta aturan
tentang hubungan antara orang-orang muslim dan non muslim
yang menyangkut perjanjian dan poerdamaian. Saat itu, Daulah
Islamiyah
telah
trbentuk
lengkap
dengan
aparat
pemerintahannya, sehingga masyarakat siap dan mampu
memfungsikan hukum-hukum tersebut.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kita ketahui bahwa
Al-Quran tidak turun secara sekaligus melainkan secara
berangsur-angsur. Ada dua alasan mengapa Al-Quran diturunkan
secara berangsur-angsur.
1. Untuk menguatkan hati, berupa kesenangan rohani (spiritual)
agar Nabi selalu tetap merasa senang dapat berkomunikasi
dengan Allah, dan menghujamkan Al-Quran serta hukumhukumnya di dalam jiwa nabi dan jiwa manusia umumnya,
sekaligus menjelaskan jalan untuk memahaminya. Disebut
menguatkan hukum, karena ada ayat-ayat Al-Quran
diturunkan tepat pada waktu diperlukannya. Ketika terjadi
kasus/permasalahan, pada saat itu pula ayat Al-Quran turun
menerangkan hukumnya, sehingga kehadiran hukum disini
tepat pada saat-saat dibutuhkan.
2. Untuk menartilkan (membaca dengan benar dan pelan) AlQuran, kondisi umat saat Al-Quran ditiurnkan adalah ummiy,
yaitu tidak dapat membaca dan menulis, sementara Allah
SWT menghendaki Al-Quran dapat dihafal dan ditresapi agar
secara berkesinambungan (mutawattir) tetap terpelihara
keasliannya (lestari) sampai hari kiamat. Turunnya Al-Quran
secara berangsur-angsur merupakan salah satu cara untuk
itu, sehingga memudahkan nabi dan para sahabat untuk
menghafalnya. (QS 75: 16-19).
B. AS-SUNAH
As-Sunah ialah ucapan (qauliyah), perbuatan (filiyah) serta
ketetapan-ketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad SAW yang
merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran.
Dalam banyak hal, Al-Quran baru menjelaskan prinsipprinsip umum yang bersifat global dan universal. Oleh karena itu,
salah satu fungsi As-Sunah adalah untuk menjelasakan dan
menguraikan secara lebih terinci prinsip-prinsip yang telah
disebutkan dalam Al-Quran dengan contoh-contoh aplikatif.
Selain itu, As-Sunah bisa juga membatasi ketentuan AlQuran yang bersifat umum, dan bahkan bisa menetapkan
hukum yang tidak ada dalam Al-Quran. Salah satu contoh
ucapan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sumber hukum
Islam adalah sabda beliau yang memerintahkan untuk muali
puasa Ramadhan ketika masuk tanggal satu ramadhan dan
berhenti puasa (berbuka/lebaran) karena melihat tanggal 1
Syawal.
Contoh hukum Islam yang merujuk kepada perbuatan nabi
Muhammad SAW adalah praktik shalat dan haji sebagaimana
dicontohkan oleh beliau. Dihadapan para sahabat, rasul
menyatakan :
Lakukanlah shalat persisi sebagaimana kalian melihatkau
mengerjakan shalat.
Contoh ketetapan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
sumber hukum Islam adalah pembenaran oleh Rasul terhadap
tindakan salah seorang sahabat yang bertayamum, karena tidak
menemukan
air
untuk
mengerjakan
shalat
kemudian
menemukannya setelah shalat.
Berbeda dengan Al-Quran yang telah ditulis pada masa
Nabi, hadits lebih banyak dihafal dari pada ditulis. Bahkan pada
awalnya, Rasul melarang para sahabat untuk mecatat hadits,
karena khawatir tercampur dengan Al-Quran. Izin penulisan
hadits diberikan kepada sahabat tertentu seperti Abdullah bin
Amr. Rasul juga meminta orang yang mendengarkan hadits
untuk menyampaikan dengan teliti dan jujur kepada orang lain.
a. Fungsi As-Sunah
Fungsi As-Sunnah, antara lain:
1. Menguatkan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran
2. Memberikan keterangan ayat-ayat Al-Quran dan menjelaskan
rincian ayat-ayat yang masih bersifat umum
3. Membatasi kemutlakannya
4. Menakhsiskan/mengkhususkan keumumannya
5. Menciptakan hukum baru yang tidak ada di dalam Al-Quran
b. As-Sunah Sebagai Sumber Hukum
Ketaatan kepada Allah SWT harus diikuti dengan ketaatan
kepada Rasul. Sebaliknya, ketaatan kepada Rasul harus diikuti
pula dengan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga keduanya
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
C. IJMAK
Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah SAW, terhadap hukum syara yang
bersifat praktis (amaly), dna merupakan sumber hukum Islam
ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunah. Dalil yang menjadi dasar
Ijmak adalah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
Apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut
pandangan Allah SWT juga baik.
Umatku tidak akan bersepakat atas perbuatan yang sesat.
Ingatlah, barang siapa yang ingin menempati syurga, maka
bergabunglah (ikutilah) jamaah. Karena syaithan adalah
bersama orang-orang yang menyendiri. Ia akan lebih jauh dari
dua orang, daripada dari seseorang yang menyendiri. (HR. Umar
bin Khattab)
a. Tingkatan Ijmak
Menurut Imam SyafiI tingkatan ijmak adalah sebagai berikut :
1. Ijmak sharih ialah jika engkau atau salah seorang ulama
mengatakan hukum ini telah disepakati , maka niscaya
setiap ulama yang engkau temui juga mengatakan seperti apa
yang engkau katakana.
2. Ijmak Sukuti ialah suatu pendapat yang dikemukakan oleh
seorang mujtahid, kemudian pendapat tersebut telah
D. QIYAS
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan
yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya.
Sedangkan menurut terminologi, definisi qiyas secara umum
adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus
yang tidak disebutkan dalam suatu nash baik di Al-Quran dan
As-Sunah dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash
karena ada kesamaan dalam alasannya (illat), (Syafiie, 2007).
Hal ini sesuai dengan (QS 59:2)
Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai
wawasan.
Pelajaran adalah qiyaslah keadaanmu dengan apa yang terjadi.
Mengenai qiyas ini, imam SyafiI mengatakan : setiap
peristiwa pasti ada kepastian hukum dan umat Islam wajib
melaksanakannya. Akan tetapi, jika tidak ada ketentuan
hukumnya yang pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah,
yaitu dengan ijtihad, melalui qiyas.
Qiyas dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sepanjang mengacu dan tidak bertentangan dengan AlQuran dan As-Sunah, qiyas diperlukan karena nash-nash
dalam Al-Quran dan As-Sunah itu universal dan global.
Sedangkan kejadian-kejadian pada manusia itu berkembang
terus. Oleh karena itu, tidak mungkin nash-nash (teks dalam
Al-Quran) yang universal itu dijadikan sebagai satu-satunya
sumber hukum terhadap kejadian-kejadian yang berkembang
mengikuti zaman.
2. Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat. Misalnya, orang
Islam meminum minuman yang memabukkan. Sangatlah
masuk akal, bila setiap menuman memabukkan yang
diqiyaskan dengan minuman tersebut, menjadi haram
hukumnya.