PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Blok Neurosensori adalah blok ke 15 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus
yang diberikan mengenai seorang anak laki laku yang berusia 10 tahun dengan keluhan mata
kanannya yang juling ke dalam.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu :
1
Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor
Moderator
Afifurrahman
Notulis
Sekretaris
Waktu
Senin,12 November2012
Rabu, 14 November 2012
Peraturan tutorial
Skenario A Blok 15
Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik dengan keluhan
mata kanannya juling kedalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6
bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan
kesadaran selama lebih dari 30 menit.
Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan kearah temporal
kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.
Pemeriksaan Oftalmologi:
AVOD: 6/6 E
AVOS : 6/6 E
Hischberg: ET 15
ACT (alternating cover test) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction dan Version:
OD
OS
WFDT (worth four dot test) : uncrossed diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi
mata nondominan
FDT (forced duction test) : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset
Klarifikasi Istilah:
1.
2.
3.
4.
5.
Esotropia: penyimpangan posisi bola mata dimana salah satu mata juling kedalam atas
AVOD: Visus orbital dextra
AVOS: Visus orbital sinistra
Diplopia: persepsi dua gambar dari sebuah objek tunggal
Hischberg test: metode pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
penyimpangan posisi bola mata dengan memperhatikan kedudukan reflex cahaya pada
kornea
6. ACT: pemeriksaan yang digunakan untuk melihat adanya heterophoria (gagal sumbu
pengelihatan untuk tetap sejajar setelah rangsang fusi visual dihilangkan)
7. Duction: pada ophthalmology rotasi mata oleh otot extraokuler disekeliling axis
horizontal, vertical, posterior dan anterior
Identifikasi Masalah:
1. Anak laki-laki, 10 tahun dibawa ke klinik dengan keluhan juling ke dalam .
2. Enam bulan lalu pasien kecelakaan lalulintas, kepalanya terbentur dan mengalami hilang
kesadaran lebih dari 30 menit
3. Penderita juga mengeluh mata kanan sulit digerakkan kea rah temporal kanan dan
penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.
4. Pemeriksaan Oftalmologi:
AVOD: 6/6 E
AVOS : 6/6 E
Hischberg: ET 15
ACT (alternating cover test) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction dan Version:
OD
OS
WFDT (worth four dot test) : uncrossed diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi
mata nondominan
FDT (forced duction test) : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset
Analisis Masalah:
1. A. Bagaimana Anatomi dan fisiologi mata? (otot, persarafan dan pergerakan bola mata)
Jawaban ada di Sintesis
B. Bagaimana etiologi dan mekanisme juling ke dalam?
Pada saat trauma terjadi, nervus VI mengalami kelumpuhan, nervus ini mempersarafi otot
rektus lateral, sehingga kelumpuhan yang terjadi mengakibatkan rektus laterals tidak
dapat menarik bola mata kearah lateral, sehingga bola mata bergulir kearah medial.
Nervus abdusen ini sering terkena lesi (parese) karena Jalan nervus VI ini panjang yang
membuat nervus ini rawan terhadap gangguan, misalnya oleh fraktur dasar tulang
tengkorak, tumor otak, meningitis basalis, lesi di sinus lavernosus, atau fisura orbitalis
superior.
2. A. Bagaimana pathogenesis trauma kepala dan hilangnya kesadaran dengan mata yang
juling ke dalam?
Kecelakaan kepala bergerak cepat dan meregang (akselerasi) pergerakan poros batang
otak blockade reversible pada lintasan retikularis asendens difus otak tidak dapat
input aferen kesadaran menurun sampai derajat terendah (pingsan) blokade hilang
pulih
Pada saat trauma terjadi, nervus VI mengalami kelumpuhan, nervus ini
mempersarafi otot rektus lateral, sehingga kelumpuhan yang terjadi mengakibatkan
rektus laterals tidak dapat menarik bola mata kearah lateral, sehingga bola mata bergulir
kearah medial.
3. A. Bagaimana pathogenesis diplopia kasus ini yang semakin bertambah bila melihat ke
temporal kanan?
Trauma kepala parese n vi bola mata tidak bisa bergerak ke lateral esotropia
perbedaan sudut mata bayangan tidak jatuh pada fovea centralis, hanya pada retina
perifer gangguan fusi pada otak objek yang sama terlihat di dua tempat diplopia
Normalnya, bayangan jatuh pada fovea centralis dan retina perifer.
Diplopia bertambah bila melihat ke temporal karena pada saat melihat ke temporal
sudut mata makin menjauhi fovea
1. Tempelkan kartu optotip snellen di dinding. Dudukan penderita dalam jarak 6 meter
dari optotip snellen.
2. Periksa mata kanan penderita, penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan
(palmar) tanpa tekanan dilanjutkan dengan mata kiri. Lakukan pemeriksaan dari baris
atas sampai baris akhir. Catat urutan baris akhir yang bisa di baca penderita.
3. Jika huruf paling atas tidak bisa dibaca penderita maka lakukan tes jari tangan (finger
tes).
4. Lakukan pemeriksaan tersebut pada kedua mata (kanan-kiri).
5. Setelah visus mata kanan-kiri penderita diketahui tidak mencapai 6/6 maka
pemeriksaan selanjutnya melakukan tes pinhole.
Cara menyimpulkan hasil pemeriksaan visus.
-Bisa dikatakan juga semisal penderita hanya bisa melihat 3 huruf dari 6 huruf atau 50%
(baris 6) maka visus ditulis 6/12 meter plus 3 atau visus 6/9 meter false 3.
B. Bagaimana cara pemeriksaan, interpretasi dan mekanisme pemeriksaan ophtalmologi
Hischberg?
mata disinari dengan senolop dan akan terlihat refleks sinar pada permukaan kornea.
Refleks sinar sinar pada mata normal terletak pada kedua mata sama-sama di tengah
pupil.
1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15
3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30
4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45
C. Bagaimana cara pemeriksaan, interpretasi dan mekanisme pemeriksaan ophtalmologi
ACT?
Alat/sarana yang dipakai:
Titik/lampu untuk fiksasi
Jarak pemeriksaan :
Jauh : 20 feet (6 Meter)
Dekat : 14 Inch (35 Cm)
Penutup/Occluder
Prosedur/Tehnik Pemeriksaan :
Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang
jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm
dalam 9 posisi diagnosis primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri keatas dan
kebawah; dan tersier keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan
kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya
dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang (underreaction).
Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang
berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik
menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih
besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan
kerja-kurang pada otot yang paretik.
E. Bagaimana cara pemeriksaan, interpretasi dan mekanisme pemeriksaan ophtalmologi
WFDT?
mekanisme pemeriksaan :
A. Pasang kacamata ujicoba atau phoroptor dengan lensa merah dikanan dan lensa hijau
dikir
B. Minta pasien melihat obyek worth four dot test
Gangguan pergerakkan mata yang disebabkan oleh defisiensi atau kelemahan otot yang
terjadi oleh traksi pada otot antagonis. Pergerakkan otot akan tertahan pada penjepitan
otot, peradangan dan perlengketan otot walaupun dengan bantuan tenaga (forced) otot ini
sukar bergerak.
Alat
1 Pinset
2 Anastesi local tetes mata
Teknik
1 Diberi anastesi local pada mata yang akan diperiksa
2 Pinset bergigi dipakai untuk memegang tendon dan konjungtiva dekat pada insersi
3
4
5
Misalnya, dipegang dekat insersi rektus inferior pasien di suruh melihat keatas.
Waktu pasien melihat keatas pinset pemeriksa membantu pergerakkan mata ke atas
Diraba adanya kelainan pergerakkan.
Interpretasi
Pada kasus : tidak terdapat tahanan pada gerakan
Bila tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset berarti otot yang
Waktu Lahir mata bayi masih irregulear dan tak terkoordinasi, dan dalam visus dikatakan
1/~
Sedangkan pada umur 2 minggu visus anak akan meningkat menjadi 3/60 dan dengan
adanya optokinetik drum
Sedangkan pada umur 5-6 minggu, terjadi proses wondering eye movement, dan mulai
terfiksasi pada obyek obyek terang.
Pada anak berumur 5,5 bulan, visus normalnya berkitaran antara lain 6/60 sampai 6/45
Pada anak berumur 6 bulan apabila ditemukan wondering eye, maka harus diperiksa lebih
lanjut, karena ada kemungkinan terkena strabismus.
Sedangkan pada anak berumur 5-6 tahun, visus normalnya dapat berupa 6/9 sampai 6/6
Sedangkan pada kasus ini, visusnya 6/6 baik untuk mata kanan maupun mata kiri,
sehingga itu dikatakan normal.
7.
Acquired esotropia
accomodative esotropia
Infatile esotropia
Anamnesis
Inspeksi
Pemeriksaan Sensorik : Uji stereopsis, uji supresi, uji, Uji kelainan Korespondensi
retina, uji kaca beralur Bagolini.
kepala.
Pola makan : pola makan sering mengkonsumsi makanan manis dapat menyebabkan
DM .
Diplopia
Mata berdeviasi kearah nasal
Vertigo
Vomitus
klinik
berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
Kerangka Konsep:
Anamnesis: Trauma kepala 6 bulan yang lalu dan sempat hilang kesadaran lebih dari 30 menit,
BAB III
SINTESIS
1. Anatomi dan Fisiologi mata
Diperlukan penentuan pergerakan bola mata, dan 9 posisi untuk diagnosis kelainan pergerakan
bola mata. Dikenal beberapa bentuk kedudukan bola mata :
1. Posisi primer, mata melihat lurus kedepan
2. Posisi sekunder, mata melihat lurus ke atas, lurus kebawah, ke kiri dan ke kanan
3. Posisi tertier, mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke bawah kanan dan ke bawah
kiri.
Faal penglihatan yang optimal dicapai seseorang apabila benda yang dilihat oleh kedua
mata dapat diterima setajam-tajamnya oleh kedua fovea, kemudian secara simultan dikirim ke
susunan saraf pusat untuk diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal. Faal
penglihatan optimal seperti tersebut di atas, yang terjadi pada semua arah penglihatan disebut
sebagai penglihatan binokular yang normal.
Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, diperlukan persyaratan utama berupa:
1. Bayangan yang jatuh pada kedua fovea sebanding dalam ketajaman maupun ukurannya,
hal ini berarti bahwa tajam penglihatan pada kedua mata tidak terlalu berbeda sesudah
koreksi dan tidak terdapat aniseikonia, yang baik disebabkan karena refraksi maupun
perbedaan susunan reseptor.
2. Posisi kedua mata dalam setiap arah penglihatan adalah sedemikian rupa sehingga
bayangan benda yang menjadi perhatiannya akan selalu jatuh tepat pada kedua fovea.
Posisi kedua mata ini adalah resultant kerjasama seluruh otot-otot ekstrinsik pergerakan
bola mata.
3. Susunan saraf pusat mampu menerima rangsangan yang datang dari kedua retina dan
mensintesa menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.
Apabila salah satu dari ketiga persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akan
timbul keadaan penglihatan binokular yang tidak normal.Aniseikonia yaitu suatu perbedaan
penglihatan berat yang menimbulkan diplopia dan perbedaan hipermetropia sebanyak dua dioptri
atau lebih dapat menyebabkan gangguan faal penglihatan dalam masa perkembangan anak yang
disebut sebagai Developmental Arrest. Gangguan keseimbangan gerak bola mata akibat tonus
yang tidak sama kuat antara otot-otot penggerak bola mata maupun karena kelainan yang bersifat
sentral juga dapat mengakibatkan deviasi bola mata.
Aspek Motorik
Fungsi masing masing otot :
1. Musculus Ralateralis mempunyai fungsi tunggal untuk abduksi mata
2. Musculus Rektus medialis untk aduksi ,sedang otot yg lain mempunyai fungsi primer &
sekunder tergantung posisi bola mata.
Otot
Kevia primer
Kerja sekunder
Rektus lateral
abduksi
abduksi
Rektus medial
Rektus superior
Aduksi,intorsi
elavasi
Rektus inferior
Aduksi,ekstorsi
depresi
Oblik superior
Intorsi,abduksi
depresi
Oblik inferior
Ekstorsi,abduksi
elavasi
Hukum Hering
Pada setiap arah gerakan mata secara sadar ,maka otot2 yg berpasangan akan terdapat
sejumlah rangsangan dalam jumlah yg sama besr sehingga menghasilkan gerakan yg tepat &
lancer.
Yoke Muscles
Pada setiap gerakan mata yang terkoordinir ,otot dari satu mata akan berpasaangan dengan
otot mata yang lain untuk menghasilkan gerakan mata dalam 6 arah kordinal
Ganguan pergerakan :
Bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat mengimbabgi gerakan otot mata lainnya
maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilan
mata menjadi strabismus,diplopia.
1. Tonus yang berlebihan
2. Paretic /paralitic
3. Hambatan mekanik
Aspek Sensorik
Pada penglihatan binokuler yang normal bayangan dari objek yang menjadi perhatian
jatuh pada kedua fovea mata, impuls akan berjalan sepanjang optic pathway menuju
cortex talis dan diterima sebagai bayangan tunggal.
Fasia
o Otot rektus dan oblik diselubungi fasia.didekat titik intersi otot-otot ini, Fasia
melanjutkan diri
2. Strabismus
I. DEFINISI STRABISMUS
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak searah.
Strabismus merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jauh
penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan.
Foria
Dikenal 2 bentuk foria terdiri dari :
A. Ortoforia
Merupakan kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot luar bola mata
seimbang sehingga memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun. Pada ortoforia
kedudukan bola mata ini tidak berubah walaupun refleks fusi diganggu.
B. Heteroforia
Merupakan kedudukan bola mata yang normal namun akan timbul
penyimpangan (deviasi) apabila refleks fusi diganggu. Deviasi hilang bila faktor
desosiasi ditiadakan akibat terjadinya pengaruh refleks fusi.
a. Esoforia
Merupakan suatu penyimpangan sumbu penglihatan ke arah nasal yg
tersembunyi oleh karena masih adanya refleks fusi. Esoforia yang mempunyai
sudut penyimpangan lebih besar pada waktu melihat jauh disebabkan oleh suatu
insufiensi divergen dan mempunyai sudut penyimpangan yang lebih kecil pada
waktu melihat dekat disebabkan oleh suatu ekses konvergen.
Pengobatan esoforia dapat diobati dengan jalan :
1. Memberikan
koreksi
hipermetropia
untuk
mengurangi
rangsang
e. Sikloforia (mata berdeviasi torsi pada mata yang ditutup atau strabismus
torsional laten)
Merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan berorasi :
i. Insikloforia : bila kornea jam 12 berputar ke arah nasal
ii. Eksokloforia : bila konea jam 12 berputar ke arah temporal.
-
Tropia
Heterotropia, suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata di mana kedua
sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi. Heterotropia dapat disebabkan
oleh kelainan :
Herediter
Kelainan refraksi
f. Esotropia
Juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu penglihatan
mengarah kearah nasal. Esotropia adalah suatu penyimpangan penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke
arah medial.
Bentuk-bentuk esotropia :
Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua
arah pandang.
Penyebab esotropia :
Esotropia akomodatif, yang mulai usia 6 bulan hingga 7 tahun, bila dikoreksi
hipertropiannya maka akan terlihat hingga esotropianya
Pengobatan :
1. Mengetahui dan mengobati kelainan ini secara dini adalah penting untuk
mencegah penyulit-penyulit sensorik dan motorik.
2. Memberikan lensa koreksi untuk mengatasi keadaan miopinya
3. Tindakan operatif pada kasus-kasus dengan penyebab non-akomodatif.
b. Eksotropia
Juling ke luar atau strabismus divergen manifes dimana sumbu penglihatan ke
arah temporal. Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan
yang lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.
Bentuk-bentuk eksotropia :
Eksotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbedabeda pada arah pandangan yang berbeda-beda.
Penyebab-penyebab eksotropia :
Pengobatan :
Dengan koreksi refraksi pada eksotropia merupakan hal yang penting dan
dilakukan secara hati-hati :
Bila pasien menderita miopia maka harus diberi kacamata yang lebih besar
ukurannya
dari
yang
seharusnya
untuk
merangsang
akomodasi
konvergensi.
c. Hipertropia
Mata duduk tinggi, hipertropia atau strabismus sursumvergen manifes dimana
sumbu penglihatan mengarah ke arah atas.
d. Hipotropia
Mata duduk rendah atau strabismus dorsumvergen manifes merupakan
penyimpangan sumbu penglihatan ke arah bawah.
Siklotropia
Mata sumbu putar atau strabismus torsinal manifes dimana sumbu penglihatan
berputar.
Kelainan kongenital
Herediter
Hilangnya
penglihatan
pada
satu
Neuroparalitik
mata
(fusi
terganggu)
seperti
pada
Pemeriksaan Oftalmologi:
Inspeksi
Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang timbul
(intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan berubah-ubah (variable)
atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal.
Derajat
Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan tajam
penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak
akan bisa diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, yang
bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran
(target). Sasaran dibuat sekecil mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat
kecerdasannya. Jika dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup
mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa
perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada
sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang
dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-2 tahun). Pada umur 2 - 3 tahun anak
sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen). Umumnya
anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan E (E-game) yaitu dengan kata snellen
konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak menunjukkan arah kaki
huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.
Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan metode melihat
apa yang disukai anak (preferential looking method), yang didasarkan pada kebiasaan bayi yang
lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang
seragam.
Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat penting.
Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa diberikan dalam
bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari selama beberapa hari.
Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya
berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur
bisa digunakan homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada pengamatan posisi
reflek cahaya oleh kornea, yakni :
1. Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat pantulan cahaya
pada kedua kornea mata.
1)
2)
3)
4)
Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah
pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa
karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.
Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm dalam 9
posisi diagnosis primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan
tersier keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan
kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan
sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi
tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot
rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot
pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk berkontraksi. Sebaliknya,
fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.
1)
Pemeriksaan Sensorik
Uji stereopsis
Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang dipantau secara
monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random
stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik
secara acak (A field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke
titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan
tampak suatu bentuk yang terlihat stereoskopis.
2)
Uji supresi
Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan 4 lensa
merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan
bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk
persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa dilihat kedua mata dapat
menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan
luasnya retina yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak
dekat atau jauh.
3)
dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya
2.
dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata lainnya
Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus yang arahnya
berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati
penglihatan normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada
arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik
sumber cahaya maka berarti ada kelainan korespondensi retina.