TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian
lateral dari membran timpani (Lee K.J,1995; Mills JH et al, 1997).
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit.
Kearah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir
sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang
ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.
Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang
telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan
terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz (Mills JH et al, 1997).
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas
dari batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani
terletak medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari
membran timpani (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Gacek, R.R, 2009).
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian
tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap
bundar (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Mills JH et al, 1997).
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam,
sehingga besar energi suara yang masuk dibatasi (Liston SL et al,1989; Pickles
JO,1991; Mills JH et al, 1997).
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal
dari telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea
bunyi akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan
tingkap lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari
Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada masingmasing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak
dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak
mempunyai ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang
masuk vestibulum pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis
yang tidak memiliki ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah cruss communis
(Gacek, R.R, 2009).
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu
bidang miring kebawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang
horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap
kanal ini sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar
dengan posterior telinga kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga
kiri sejajar dengan kanalis superior teling kanan (Mills JH, 1998).
Kohklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang
sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani.
Skala timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+ 4
mEq/l dan Na+ 139 mEq/l. Skala media berada dibagian tengah, dibatasi oleh
membran reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi
cairan endolimfa dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l. Skala
media mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang
secara perlahan dari basal ke apeks.
regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.
Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan endolimfa yang
menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea
mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai
pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi
oleh sel rambut luar (May et al, 2004).
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan
amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus
yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi
berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian
basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai
pergeseran maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi
berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan
bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun bagian
apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau
mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan
membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai
cochlear amplifier.
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan
pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (Keith, 1989).
2.3
Penelitian Covel dan kawan-kawan (Davis et al, 1953; Eldrege et al, 1958)
menetapkan skala derajat kerusakan didalam telinga dalam, yakni :
1. Nilai 1
: Normal
2. Nilai 2
3. Nilai 3 dan 4
4. Nilai 5 dan 6
5. Nilai 7
6. Nilai 8
7. Nilai 9
2.4
Tuli
sensorineuraldapat
bersifat
akut
(acute
sensorineural
deafness) yakni tuli sensorineural yang terjadi tiba-tiba dimana penyebab tidak
diketahui dengan pasti dan chronic sensorineural deafness tuli sensorineural
yang terjadi secara perlahan (Cody, 1992).
2.5
dengar akibat bising, yakni lama paparan bising, frekuensi paparan bising,
tingkatan/besaran paparan, usia dan jenis kelamin dari penderita (Dobie RA,
2006).
Lama paparan bising lebih dari 10 tahun akan menyebabkan peningkatan
NIPTS (Noise Induce Permanen Treshold Shift) terutama pada frekuensi 4
KHz. Tingkatan/besaran paparan bising diatas 85 dBA pada frekuensi tinggi
lebih cepat menyebabkan gangguan dengar dibandingkan pada frekuensi
rendah (Dobie RA, 2006).
Derajat
gangguan
pendengaran
berdasarkan
International
Standard
Organization (ISO) adalah normal (0 25 dB), tuli ringan (26 40 dB), tuli
sedang (41 60 dB), tuli berat (61 90 dB), dan tuli sangat berat (>90 dB)
(Bashiruddin, 2002).
Penelitian Coles (1963), menyatakan bahwa tingkat tekanan suara dari
senjata otomatis sebesar 174 dB. Glorig dan Wheeler (1955) menyatakan
bahwa bising yang di timbulkan senjata genggam sebesar 180 dB. Yarington
(1968) menemukan tekanan suara akibat ledakan meriam Howitzer 105
sebesar 190 dB dan anti tank sebesar 185,6 dB (Alberti P.W, 1997).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 tentang nilai ambang
batas faktor bising dalam lingkungan kerja adalah sebagia berikut.
Tabel 2.1 Paparan Bising yang Diperkenankan
Intensitas Kebisingan
Waktu
dalam dB
Pemajanan per
Hari
8
jam
85
4
jam
88
2
jam
91
1
jam
94
30
menit
97
15
menit
100
7,5
menit
103
3,75
menit
106
1,88
menit
109
0,94
menit
112
28,12
detk
115
14,06
detik
118
7,03
detik
121
3,52
detik
124
1,76
detik
127
0,88
detik
130
0,44
detik
133
0,22
detik
136
0,11
detik
139
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB walaupun
sesaat.
Sebuah penelitian terhadap 1073 prajurit arteleri Kroasia, menunjukkan hasil
bahwa 907 (84.25%) orang mengalami peningkatan ambang dengar (fatique)
pada tingkatan yang berbeda segera setelah melakukan tembakan (Spirov
A,1982).
2.6
Bunyi
Bunyi adalah gelombang yang timbul dari getaran moleku-molekul benda
yang saling beradu sama lain dan terkoordinasi. Gelombang tersebut akan
meneruskan energi dan sebagian dipantulkan kembali. Dalam perambatannya
begitu
seterusnya.
Di
udara,
getaran
melakukan
pemampatan
Bila dua garpu tala mempunyai frekuensi yang sama kita bunyikan dengan
kekuatan yang berbeda, maka akan terdengar bahwa salah satu akan berbunyi
lebih keras. Garpu tala yang dipukul lebih keras akan terjadi gerakan
maksimum yang berkaitan dengan perubahan tekanan udara yang lebih tinggi.
Secara sederhana keadaan ini disebut Amplitudo-nya lebih besar. Perbedaan
tekanan udara inipun dapat diukur secara tepat karena juga merupakan
besaran fisik. Satuan tekanan udara = 1 dyne/cm2 = mikrobar (Mills JH, 1998).
Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi yaitu 0-20 Hz (infrasonik),
20-18.000 Hz (sonik), dan >18.000 Hz (ultrasonik). Infrasonik tidak dapat
dideteksi oleh telinga manusia, biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah,
bangunan maupun truk dan kendaraan besar. Bila getaran dengan frekuensi
infra mengenai tubuh akan menyebabkan resonansi dan akan terasa nyeri
pada beberapa bagian tubuh. Frekuensi dari 20-18.000 Hz merupakan
frekuensi yang dapat dideteksi telinga manusia. Frekuensi di atas 20.000 Hz,
dalam bidang kedokteran digunakan dalam 3 hal yaitu pengobatan,
penghancuran dan diagnosis (P.W.Alberti, 1997).
Untuk membuat udara bergetar dibutuhkan energi. Energi sebanding
dengan tekanan per satuan luas. Daya yang di butuhkan untuk menghasilkan
bunyi yang mulai terdengar adalah 10-16 watt/cm2 (Wright A., 1997).
2.6.1 Sifat gelombang suara
Bila gelombang suara membentur suatu rintangan atau dinding maka
kemungkinan yang terjadi adalah gelombang tersebut dipantulkan, dilenturkan,
dibiaskan, diabsorpsi atau diteruskan. Fenomena ini tergantung pada hubungan
antara panjang gelombang suara, ukuran rintang beberapa jenis dinding dan
sudut datang. Permukaan gelombang didefinisikan sebagai suatu prmukaan di
mana seluruh partikelnya bergetar satu fase. Sebagai contoh, bila suatu titik
sumber memancar, gelombang akan menyebar secara seragam ke segala arah
dan permukaan gelombang berbentuk lengkung. Tetapi bila seseorang yang
berada cukup jauh, maka permukaan gelombang yang ditangkapnya akan
berbentuk relatif lebih datar. Apabila tidak terdapat permukaan yang memantul,
maka gelombang akan merambat secara bebas.
Apabila gelombang bunyi menabrak suatu dinding padat, sebagian dari
energinya akan di pantulkan dan sebagian lagi akan dirambatkan serta
sebagian lain akan diserap melalui massa dinding tersebut. Tetapi apabila
dindingnya tipis, energi bunyinya akan dirambatkan. Oleh karena telinga kita
memiliki respon yang kurang lebih logaritmis terhadap energi bunyi, maka bila
menginginkan suatu sekat suara yang baik, penting sekali untuk menurunkan
energi ke tingkat di bawah 1/1000 kali (Wright A., 1997).
2.6.2 Intensitas bunyi: Desibel (dB)
Cakupan tekanan suara yang dapat diterima oleh telinga normal sangat luas
sehingga sulit untuk mengetahui angkanya. Dekat ambang dengar, bunyi
mempunyai tekanan sebesar kira-kira 2/10.000 dyne/cm2. Tekanan ini harus
dikalikan 10 juta kali untuk dapat menyebabkan rasa nyeri di telinga. Skala
desibel (dB) dipakai agar angka-angka dalam cakupan frekuensi itu dapat
diikuti. Hal ini dilakukan dengan memilih satu titik tertentu pada skala
penekanan sebagai dasar, dan menyatakan titik-titik lain pada skala sebagai
rasio dari dasar ini, mengambil angka logaritma dari rasio ini, kemudian angka
logaritma tersebut dikalikan 20 (Bashiruddin, 2002).
Tidak akan ada artinya membicarakan desibel bila titik awalnya tidak
ditentukan. Suatu bunyi dengan tekanan tertentu dapat mempunyai beberapa
nilai desibel, tergantung dari tekanan mana yang dipilih sebagai angka nol
untuk titik awal pada skala. Pada prakteknya, ada 3 titik awal yang sering
dipakai pada skala desibel. Pertama yakni 0.0002 dyne/cm2, yang dipilih karena
dulu angka ini dianggap sebagai tekanan suara yang sesuai dengan
pendengaran yang terbaik manusia. Titik awal lain adalah ambang rata-rata
pendengaran normal. Yang terakhir, 1 dyne/cm2 (1 mikrobar) sering dipakai
sebagai tekanan pembanding, terutama untuk kalibrasi mikrofon.
Skala dengan titik awal 0.0002 dyne/cm2 disebut skala tingkat tekanan suara
(Sound Pressure Level = SPL). Jadi 60 dB SPL berarti tekanan 60 dB diatas
0.0002 dyne/cm2. Skala berdasarkan ambang pendengaran rata-rata normal
disebut skala tingkat ambang dengar (Hearing Treshold Level) atau skala
ambang dengar (Hearing Level= HL). Jadi 60 dBHL berarti tekanan 60 desibel
diatas ambang tekanan standar pembanding yang sesuai dengan pendengaran
normal rata-rata frekuensi ini (Keith, 1989).
Perbedaan penting antara kedua skala ini adalah skala SPL berdasarkan
suatu titik awal fisika (0.0002 dyne/cm2), sedangkan skala HL berdasarkan titik
awal ukuran psikologik atau perilaku, yakni pendengaran normal rata-rata.
Tanda desibel pada angka gangguan pendengaran suatu audiometer
mengikuti skala ambang dengar (HL). Titik nol pada angka gangguan frekuensi
tertentu adalah sebenarnya, tingkat suara yang sesuai dengan rata-rata
ambang dengar tersebut, seperti yang ditetapkan oleh American National
Standard Institute(ANSI) (Dobie R. A., 2009)
2.7 Audiometri Nada Murni
Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur
sensivitas pendengaran dengan alat audiometer yang menggunakan nada
murni (pure tone). Ambang nada murni diukur dengan intensitas minimum yang
dapat didengar selama satu atau dua detik melalui antaran udara ataupun
hantaran tulang. Frekwensi yang dipakai berkisar antara 125 8000 Hz dan
diberikan secara bertingkat (Feldman & Grimes, 1997).
Audiometri harus memenuhi 3 persyaratan untuk mendapatkan keabsahan
pemeriksaan yaitu (1) audiometri yang telah dikalibrasi, (2) suasana/ruangan
sekitar pemeriksa harus tenang, dan (3) pemeriksa yang terlatih.
Komponen yang ada pada audiometri yaitu:
1. Oscilator: untuk menghasilkan bermacam nada murni
2. Amplifier: alat untuk menambah intensitas nada
3. Interuptor/pemutus : alat pemutus nada
Gambar 2.6.
a)
b)
c)
d)
e)
e. Gambaran audiometri tuli akibat bising, pada audiogram tampak sebagai
notch yang curam pada frekuensi 4000 Hz.
2.8 Perlindungan Fungsi Pendengaran
Perlindungan fungsi pendengaran dapat dilakukan dengan rekayasa
lingkungan (enviromental engineering) dan proteksi perorangan pada individuindividu
yang
terpapar
trauma
akustik.
Tujuan
program
konservasi
frekuensi 500 Hz dan 1 KHz. Pada tingkat kebisingan yang tinggi pengguanaan
ear plug saja tidak begitu baik dan disarankan menggunakan kombinasi ear
plug dan ear muff .
Penting juga diketahui bahwa tekanan suara (sound energy) berhubungan
dengan tingkatan bising yang tinggi (high noise level) yang dapat mencapai
telinga dalam melalui pergetaran tulang serta struktur-struktur disekitarnya.
Sehingga konduksi melalui tulang dan jaringan disekitarnya dapat dibatasi
dengan pemakaian alat pelindung pendengaran. Suatu pelindung pendengaran
yang ideal (infinite protector) seharusnya dapat menurunkan efek bising
sebesar 20 -30 dB. (Bashiruddin J, 2002).
2.9
Jenis Senjata
Jenis senjata Senapan Serbu (SS) 1 R5 diproduksi oleh PT. PINDAD
Indonesia tahun 2003. Kaliber dari senjata ini adalah 5,56 mm X 45 mm dengan
panjang senjata apabila dilipat 546 mm dan apabila popor direntangkan 771
mm. Jarak tembak efektif senjata ini 375 meter dan jarak tembak maksimal
5000 meter.
Kerusakan pada
sel-sel rambut
kokhlea
Gangguan Pendengaran
Gambar 2.7. Kerangka Konsep Kaitan antara Paparan Bising dan Gangguan
Pendengaran Akibat Bising pada Prajurit Batalyon Infanteri 100
Raider Kodam I Bukit Barisan