Anda di halaman 1dari 6

Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan sesorang atau kelompok orang untuk melakukan

suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang
diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) dimana salah satu entrinya
adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara
legal, tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan
kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat
individu. Kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (1) kemampuan; (2) keinginan; dan
(3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai
keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga
faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai.
Kinerja invidu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan
individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni:
(1) kepribadian; (2) status dan senioritas; (3) kecocokan dengan minat; dan (4) kepuasan individu
dalam hidupnya.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kinerja
merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya
sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
Dari pandangan tersebut kinerja mempunyai empat aspek, yaitu : (1) kemampuan; (2)
penerimaan tujuan perusahaan; (3) tingkatan tujuan yang dicapai; (4) interaksi antara tujuan dan
kemampuan para karyawan dalam perusahaan, dimana masing-maasing elemen tersebut berpengaruh
terhadap kinerja seseorang. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kinerja seorang karyawan,
pengetahuan bidang tugas pekerja yang bersangkutan sangat penting. Dengan demikian faktor-faktor
yang menandai kinerja adalah hasil ketentuan : (1) kebutuhan yang dibuat pekerja; (2) tujuan yang
khusus; (3) kemampuan; (4) kompleksitas; (5) komitmen; (6) umpan balik; (7) situasi; (8)
pembatasan; (9) perhatian terhadap kegiatan; (10) usaha; (11) ketekunan; (12) ketaatan; (13)
kesediaan untuk berkorban; dan (14) memiliki standar yang jelas.
Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang
dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan.
Analisis kinerja perlu dilakukan secara terus-menerus melalui proses komunikasi antara karyawan
dengan pimpinan. Untuk itu, ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja karyawan, yaitu : (1)
tugas karyawan; (2) perilaku karyawan; dan (3) ciri-ciri karyawan. Suatu perusahaan tidak bisa hanya
sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan pantas digunakan.
Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu, sistem performance evaluation dapat mengidentifikassi
peningkatan yang diperlukan pada SDM yang berhubungan dengan analisis dan penempatan,
pelatihan dan pengembangan, perencanaan karier, dan lain-lain. Disamping itu, performance
evaluation sangat penting untuk memfokuskan karyawan terhadap tujuan strategis dan untuk
penempatan, untuk penggantian perencanaan dan tujuan untuk pelatihan dan pengembangan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja atau performance evaluation merupakan:
1. Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang
memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kinerja;

2. Satu cara untuk penilaian kinerja dengan melakukan penilaian mengenai kekuatan dan
kelemahan karyawan;
3. Alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan.
C. Ruang Lingkup Manajemen Kinerja
Program manajemen Kinerja ini ruang lingkupnya cukup besar. Ia bersifat menyeluruh atau
menggarap semua bagian/fungsi dari sebuah organisasi. Program ini menjamah semua elemen, unsur
atau input yang harus didayagunakan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut,
bukan hanya manusia. Elemen-elemen tersebut adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang
digunakan, kualitas dari input (termasuk material), kualitas lingkungan fisik (keselamatan, kesehatan
kerja, lay-out tempat kerja dan kebersihan), iklim dan budaya organisasi serta kompensasi dan
imbalan. Kegiatan dengan ruang lingkup seperti tersebut diatas merupakan sebuah proyek besar dan
melibatkan hampir semua orang, dan harus ditangani langsung oleh pemimpin puncak organisasi.
Beberapa tim adhoc baik yang terdiri dari orang dalam dan/atau konsultan diberi tugas khusus
untuk membantu pemimpin melakukan penelitian-penelitian membuat rancangan sampai menangani
proyek-proyek khusus.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan, bahwa program manajemen kinerja pada dasarnya
adalah sebuah proses dalam MSDM. Selain itu penggunaan istilah manajemen mempunyai
implikasi, bahwa kegiatan tersebut harus dilaksanakan sebagai proses manajemen umum, yang
dimulai dengan penetapan sasaran dan di akhiri dengan evaluasi. Proses tersebut pada garis besarnya
terdiri dari lima kegiatan utama yaitu :

Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh karyawan dan rumusan
tersebut disepakati bersama.
Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan untuk kurun
waktu tertentu. Termasuk dalam tahap ini adalah penetapan standar prestasi dan tolak
ukurnya.
Melakukan monitoring, melakukan koreksi, memberikan kesempatan dan bantuan yang
diperlukan bawahan.
Menilai prestasi karyawan tersebut dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai dengan
standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam tahap penilaian ini harus
tercakup pula kegiatan mengidentifikasi bidang-bidang yang ada dan dirasakan terdapat
kelemahan pada orang yang dinilai.
Memberikan umpan balik pada karyawan yang dinilai dengan seluruh hasil penilaian yang
dilakukan. Disini juga dibicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah
diketahui dengan tujuan meningkatkan prestasi kerja pada priode berikutnya.

D. Indikator Manajemen Kinerja


Manajemen kinerja merupakan suatu proses dalam manajemen sumber daya manusia.
Implikasi dari kata manajemen berarti proses aktivitasnya diawali dengan penetapan tujuan dan
berakhir dengan evaluasi. Pada penetapan tujuan, aktivitasnya diarahkan untuk meningkatkan prestasi
kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok semaksimal mungkin dengan bekal
kompetensi yang dimilikinya. Penigkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong
kinerja staf, yang kemudian akan merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan cara
meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi dalam suatu organisasi. Proses penetapan tujuan
membuka peluang kepada pegawai untuk sharing, yaitu memberikan kesempatan kepada pegawai

untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah
antara pimpinan dan pegawai.
Manajemen kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti
kaidah-kaidah berikut ini.
1. Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif,
serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau
komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial seperti laba,
pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya.
Sedangkan pada organisasi pemerintahan seperti Pemerintahan Daerah, POLRI, Desa maupun
Kelurahan, maka ukuran kinerjanya adalah berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat.
Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait,
sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai terget
atau belum. Michael Porter (1990), seorang profesor dari Harvard Business School
mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur.
Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang itdak memiliki indikator kinerja,
biasanya tidak bisa diharapkan maupun mencapai kinerja yang memuaskan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
2. Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara
atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance contract).
Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai
kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara
atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran
pencapaiannya mampu jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan
dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk
mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan? Supaya pada saat evaluasi dilakukan,
berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata, melainkan juga proses
kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan,
tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan
tetap harus memberikan reward unuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini
juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang (continuous
improvements).
3. Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan
bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap dengan
berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan,
lalu (2) pelaksanaan, dimana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat,
jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut,
dan terakhir (3) evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan
rencana yang sudah ditetapkan dulu? Semuanya harus serba kuantitatif.
4. Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten
dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga dalam bentuk
lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment
diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang
telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance appraisal atau penilaian
kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan punishment diberikan. Hati-hati dengan
pemberian punishment, karena dalm banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.

5. Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif,
yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360
derajat, dimana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta
bawahan. Pada prinspnya manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama
mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian,
ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah
semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang
diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai
organisasi.
6. Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan
organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses
coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di
dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah
sikap followership, atau menjadi pengikut. Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di
dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana? Bukannya kinerja tinggi y6ang
muncul, melainkan kekacauan di dalam organisasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu
seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus
memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar,
yang harus dia ikuti.
7. Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja
tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal
penting, seperti manajemen kinerja, rekrutmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan,
dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya
mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organisasi, kompetensi perilaku, serta
kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan
di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan
pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu
diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari apa yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem
manajemen kinerja yang berorientasi pada penilaian dapat membantu organisasi/ perusahaan
untuk merencanakan dan melaksanakan program-program dengan lebih tepat dan lebih baik.
Disamping itu sistem tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja kawryawan,
baik secara individu maupun kelompok dengan memberikan kesempatan kepada mereka dengan
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan
menetapkan bersama sasaran kerja dan standar prestasi yang harus dicapai.
B. SARAN
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengembangkan keseluruhan sistem manajemen kinerja. Beberapa hal teknis yang
dirasakan perlu untuk dikembangkan antara lain melengkapi sistem (konseptual) pengukuran
kinerja sertifikasi tenaga kerja konstruksi Indonesia dengan cara pembobotan tiap indikator
kinerja dan cara penilaian ke seluruhan kinerja serta dilanjutkan dengan melakukan uji coba
sistem pengukuran kinerja sertifikasi tenaga kerja konstruksi Indonesia tersebut. Penelitian ini

perlu dilanjutkan untuk mencapai visi dari sertifikasi tenaga kerja yakni mampu berdaya saing di
dunia global.

DAFTAR PUSTAKA

Bacal, Robert,2004,Performance Manajement, terjemahan Suryadharma dan Yanuar Irawan,


Gramedia, Jakarta
Dharma, Agus. 1991. Manajemen Prestasi Kerja. Rajawali Pers. Jakarta.
Hasibuan, Malayu, SP. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi, Cetakan ketujuh,
Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta
Handoko T. Hani, 2008, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, edisi kedua, Penerbit :
BPFE, Yogyakarta
Haris, Abdul.2005. Pilar Perusahaan Unggul. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, cetakan
pertama, Penerbit : Remaja Rosdakarya, Bandung
Malthis, Robert, L dan John H. Jackson, 2001, Human Resource Management (Manajemen
Sumber Daya Manusia), Edisi Sepuluh, Terjemahan : Diana Angelica, Penerbit : Salemba Empat,
Jakarta
Moekijat, 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan kesembilan, Penerbit : Mandar Maju,
Bandung
Mondy R. Wayne, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi kesepuluh, jilid 1, Penerbit :
Erlangga, Jakarta
Rachmawati Ike Kusdyah, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edidi pertama, cetakan
pertama, Penerbit : Andi Offset, Jakarta
Riduwan, 2009, Metode dan teknik menyusun tesis, Penerbit : Alfabeta, Bandung
Rivai, Veithzal, 2009, ManajemenSumber Daya Manusia untuk Perusahaan, edisi kedua, Penerbit :
Rajawali Pers, Jakarta
Ruky, Achmad, 2004, Sistem Manajement Kinerja, Gramedia, Jakarta
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta. Jakarta
Wursanto, IG, 2008, Manajemen Kepegawaian I, cetakan ketiga, Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Yuniarsih Tjutju, dam Suwatno, 2008, Manajemen Dumber Daya Manusia, cetakan pertama,
Penerbit : Alfabeta, Bandung

Anda mungkin juga menyukai