Cara Ampuh Wirausaha
Cara Ampuh Wirausaha
Daftar Isi
Daftar Isi .......................................................................................................
1. Pengertian Dasar Wirausaha .................................................................
Kewiraswastaan dan situasinya di Indonesia ....................................
Pola dasar kewiraswastaan ...................................................................
Sikap Mental ...........................................................................................
Kepemimpinan ......................................................................................
Tata Laksana ..........................................................................................
Keterampilan ............................................................................................
Naluri Kewirausahaan...........................................................................
Inti Wiraswasta ......................................................................................
2. Pandangan Hidup ...................................................................................
Definisi Sukses .......................................................................................
Mengidentifikasi sisi-sisi kehidupan ..................................................
Aspek Karir ............................................................................................
Aspek Fisik ...............
Aspek Mental .........................................................................................
Aspek Sosial ...........................................................................................
Aspek Keluarga .....................................................................................
Aspek Spiritual .......................................................................................
3. Mempelajari Medan .................................................................................
Komitmen ...............................................................................................
Dampak Kapitalisme ............................................................................
Mengenal Pembagian Pasar .................................................................
Pasar Pemerintahan ........................................................................
Pasar Swasta ....................................................................................
Pasar Masyarakat Umum ..............................................................
Keunggulan Berwiraswasta ..................................................................
4. Memulai Usaha .......................................................................................
Memulai dari sebuah gagasan...............................................................
Menguji Kelayakan Bidang Usaha Secara Praktis ............................
Definisi Usaha .......................................................................................
Siklus Kerja ............................................................................................
Mengangkat Pegawai ............................................................................
Mendirikan Usaha Dengan Bermitra .................................................
1
2
6
8
7
9
10
11
14
14
16
18
22
22
25
27
30
31
33
36
36
41
43
43
44
46
46
48
48
53
54
56
59
61
Wiraswastawan sejati selalu berani memikul banyak tanggung jawab, sebab tak ada kehidupan berharga yang
tidak mengandung kesulitan dan tantangan.
Dewasa ini, dunia wirausaha (kewiraswastaan) tampaknya sudah mulai diminati oleh masyarakat
luas. Namun, karena kurangnya informasi, banyak orang merasa masih belum jelas tentang aspekaspek apa saja yang melingkupi dunia wiraswasta. Sebagian orang beranggapan bahwa
kewiraswastaan adalah dunianya kaum pengusaha besar dan mapan, lingkungannya para direktur
dan pemilik PT, CV serta berbagai bentuk perusahaan lainnya. Oleh karena itu, kewirawastaan
sering dianggap sebagai wacana tentang bagaimana menjadi kaya. Sedang kekayaan itu sendiri
seakan-akan merupakan simbol keberhasilan dari kewiraswastaan.
Bukan hanya sebagian masyarakat awam yang berpikir demikian, karena ternyata beberapa
lembaga pembinaan kewiraswastaan juga mempunyai persepsi yang mirip dengan itu. Pada
beberapa kesempatan, lembaga-lembaga tersebut menampilkan figur tokoh-tokoh sukses yang
katanya berhasil menjadi kaya, dengan jalan berwiraswasta. Figur sukses itu antara lain terdiri dari
tokoh-tokoh pengusaha besar yang masyarakat mengenalnya sebagai orang-orang terkemuka yang
dekat dengan para pejabat pemerintahan.
Terlepas dari siapa tokoh-tokoh sukses dan kaya yang ditampilkan itu, serta bagaimana cara
mendapatkan kekayaannya, marilah kita kembali ke inti persoalan : Benarkah kewiraswastaan
merupakan wacana tentang bagaimana caranya untuk menjadi kaya ?
Kalau bicara sekadar menjadi kaya, tentu semua orang maklum bahwa tidak semua orang kaya
adalah pengusaha, sebaliknya tidak semua pengusaha adalah orang kaya. Rata-rata pejabat di
Indonesia sudah termasuk orang kaya atau orang berada, apalagi kalau pejabat itu korup.
Karyawan-karyawan swasta, terutama para manager dan direktur juga banyak yang kaya. Bahkan,
ada pengemis jalanan berpenghasilan lebih dari Rp. 300.000,- bersih per hari, dan jelas bahwa ia
berpotensi untuk menjadi kaya. Dapatkah mereka semua, termasuk para koruptor dan pengemis,
menjadi figur panutan dalam wacana kewiraswastaan ? Rasanya tidak!
Kewiraswastaan atau kewirausahaan sebenarnya bukanlah bertujuan untuk menjadi kaya.
Setidaknya inilah yang dekemukakan oleh para perintis kewiraswastaan di Indonesia sejak 3
dekade yang lalu. Merintis masa depan dengan belajar menjadi pengusaha lebih mirip dengan
belajar bagaimana mengemudikan kendaraan. Seorang instruktur pada sebuah sekolah
mengemudi mobil pernah berkata pada para siswanya, yang dalam praktek selalu berusaha untuk
menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi : Keterampilan mengemudi bukan dilihat dari
seberapa cepat kendaraan dipacu. Karena memacu kecepatan adalah hal yang mudah. Itu hanya
soal seberapa dalam kita menginjak pedal gas. Ilmu mengemudi lebih merupakan keterampilan
bagaimana menjalankan mobil dari keadaan tidak bergerak, menjadi bergerak dan berjalan dengan
stabil, serta bermanuver dengan baik sesuai keadaan, berbelok, maju, mundur, parkir, menanjak,
menurun dan lain sebagainya, tanpa membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Kecepatan
adalah soal lain..
Apa yang dikatakan sang instruktur memang benar. Keberhasilan mengemudi bukan dilihat dari
seberapa cepat kendaraan dipacu. Demikian pun keadaannya dengan kewiraswastaan.
Keberhasilan berwiraswasta tidaklah identik dengan seberapa berhasil seseorang mengumpulkan
uang atau harta serta menjadi kaya, karena kekayaan bisa diperoleh dengan berbagai cara,
termasuk mencuri, merampok, korupsi, melacur dan lain-lain perbuatan negatif. Sebaliknya
kewiraswastaan lebih melihat bagaimana seseorang bisa membentuk, mendirikan serta
menjalankan usaha dari sesuatu yang tadinya tidak berbentuk, tidak berjalan bahkan mungkin
tidak ada sama sekali. Seberapa kecil pun ukuran suatu usaha, jika dimulai dengan niat baik, caracara yang bersih, keberanian dan kemandirian, sejak dari nol dan kemudian bisa berjalan dengan
baik, maka nilai kewiraswastaannya jelas lebih berharga, daripada sebuah perusahaan besar yang
dimulai dengan bergelimang fasilitas, penuh kolusi serta sarat dengan keculasan.
Dalam kewiraswastaan, kekayaan menjadi relatif sifatnya. Ia hanya merupakan produk bawaan
(by-product) dari sebuah usaha yang berorientasi kearah prestasi. Prestasi kerja manusia yang ingin
mengaktualisasikan diri dalam suatu kehidupan mandiri. Ada pengusaha yang sudah amat sukses
dan kaya, tapi tidak pernah menampilkan diri sebagai orang yang hidup bermewah-mewah, dan
ada juga orang yang sebenarnya belum bisa dikatakan kaya, namun berpenampilan begitu glamor
dengan pakaian dan perhiasan yang amat mencolok. Maka soal kekayaan pada akhirnya terpulang
kepada masing-masing individu. Keadaan kaya-miskin, sukses-gagal, naik dan jatuh merupakan
keadaan yang bisa terjadi kapan saja dalam kehidupan seorang pengusaha, tidak peduli betapapun
piawainya dia. Kewiraswastaan hanya menggariskan bahwa seorang wiraswastawan yang baik
adalah sosok pengusaha yang tidak sombong pada saat jaya, dan tidak berputus asa pada saat
jatuh.
Tidak ada satu suku kata pun dari kata wiraswasta yang menunjukkan arti kearah pengejaran
uang dan harta benda, tidak pula kata wiraswasta itu menunjuk pada salah satu strata, kasta,
tingkatan sosial, golongan ataupun kelompok elit tertentu.
Terkadang orang tidak menyadari bahwa wiraswasta tidak sama dengan swasta dan orang
swasta tidak dengan sendirinya merupakan wiraswastawan sejati, meskipun mungkin yang
bersangkutan menyatakan diri begitu.. Ini disebabkan wiraswasta mengandung kata wira,
yang mempunyai makna luhurnya budi pekerti, teladan, memiliki karakter yang baik, berjiwa
kstaria dan patriotik. Oleh sebab itu dapat dipastikan bahwa seorang wiraswastawan sejati selalu
memegang etika sebaik-baiknya dalam berbisnis.
Orang swasta yang berhasil mengumpulkan harta berlimpah, tidak dapat dikatakan sebagai
wiraswastawan sejati, selama harta yang dikumpulkannya itu didapat dengan jalan yang tidak
benar seperti kolusi, memeras, menipu, merampok dan lain-lain aktivitas sejenis.
Saya menemukan bahwa kadang-kadang terjadi salah pengertian tentang istilah kewiraswastaan
yang merupakan terjemahan dari kata asing entrepreneurship.
Ada pendapat bahwa
kewiraswastaan tidak hanya terjadi dikalangan orang atau perusahaan swasta saja, tetapi juga ada
taksi.
Mereka yang menjalankan bisnis sambilan, tanpa melecehkan pekerjaan utamanya
sebagai karyawan.
9). Para karyawan, yang sambil bekerja, berusaha belajar untuk mempersiapkan diri
menjadi pengusaha nantinya.
10). Para makelar yang jujur.
11). Kaum profesional yang menjual leadership pada perusahaan-perusahaan besar mulai
dari yang menjabat sebagai presiden direktur, direktur atau manajer, sampai kepada
staf pelaksana.
12). Dan lain-lain.
8).
Dalam buku ini, rekomendasi diberikan atas bidang-bidang yang berkaitan dengan sektor
produksi. Sebaliknya, penulis tidak terlalu menganjurkan keikut sertaan pembaca dalam sektor
finansial yang penuh muatan spekulasi seperti bisnis valuta asing, bursa saham dan juga bursa
komoditi. Ini dengan pertimbangan bahwa Indonesia masih amat memerlukan sektor produksi
yang kuat, dan seyogyanya pengusaha kecil lebih berkonsentrasi pada aktivitas-aktivitas kekaryaan
yang riil.
Kewiraswastaan Dan Situasinya di Indonesia
Ilmu Kewiraswastaan pada dasarnya merupakan ilmu tentang penghidupan.
Sebab,
kewiraswastaan mencakup segi-segi pembinaan mental, fisik, ilmu pengetahuan dan teknologi,
hubungan kemasyarakatan, hubungan keluarga, pandangan hidup, filsafat serta aspek-aspek
spiritual.
Mengacu kepada kenyataan itu, kelihatan bahwa kewiraswastaan merupakan bidang yang sangat
luas jangkauannya. Mungkin inilah satu-satunya bidang yang menangani kepentingan manusia
secara menyeluruh, merambah kesegala sisi kehidupan. Dengan ilmu kewiraswastaan yang dibina
dengan sempurna, tentu bisa diharapkan munculnya sosok-sosok manusia ideal yang bisa
diandalkan bagi pencapaian kemajuan negara serta peningkatan taraf hidup bangsa.
Pada kebanyakan negara-negara yang telah maju seperti Amerika atau negara yang baru saja maju
seperti Korea dan Taiwan, kemapanan ekonomi negaranya sebagian besar ditunjang oleh peran
para wiraswastawannya. Mereka bekerja keras dengan kesadaran penuh bahwa hasil karyanya
amat dibutuhkan oleh masyarakat, dan mereka selalu mau belajar sungguh-sungguh untuk
mendapatkan teknologi yang dibutuhkan. Pada umumnya semua wiraswastawan disana memiliki
pengabdian tinggi kepada negara, sehingga amat jarang ada diantara mereka yang hanya
memikirkan kepentingan pribadi dan menumpuk kekayaan guna memanjakan diri sendiri dan
keluarganya.
Sikap seperti itu menunjukkan bahwa kaum pengusaha yang bersangkutan mempunyai sikap
mental yang amat baik. Sikap mental demikian akan menjamin kontribusi kaum pengusaha
kepada negara, menjadi maksimal. Sebaliknya, bila sikap mental para wiraswastawan buruk, maka
bukan saja partisipasi kalangan bisnis menjadi minimal, lebih jauh lagi sepak terjang mereka
bahkan akan merusak tatanan ekonomi serta unjuk kerja negara secara keseluruhan.
Di Indonesia, di awal abad ke-21 ini, kewirausahaan boleh dikata baru saja diterima oleh
masyarakat sebagai salah satu alternatif dalam meniti karir dan penghidupan. Seperti diketahui,
umumnya rakyat Indonesia mempunyai latar belakang pekerja pertanian yang baik. Dengan
hidup dialam penjajahan hampir 3 abad lamanya, nyaris tidak ada figur panutan dalam dunia
kewirausahaan. Yang ada hanya pola pemikiran feodalisme, priyayiisme serta elitisme, yang satu
diantara sekian banyak ciri-cirinya adalah mengagungkan status sosial sebagai pegawai, terutama
kelemahan. Dua aspek ini harus hadir saling isi mengisi, karena jika terjadi absen pada salah
satunya, maka akan berdampak buruk.
Struktur prioritas kewiraswastaan terdiri dari 4 (empat) lapisan. Lapisan terdalam merupakan inti
(core), sedangkan 3 lapisan berikutnya merupakan pendukung yang ideal untuk mencapai
kesempurnaan prestasi. Struktur ini berlaku universal, tidak hanya bagi mereka yang berkarir
dijalur wiraswasta. Para pejabat, karyawan, buruh, kaum profesional dan siapa pun seyogyanya
memiliki pola dasar ini.
Struktur nilai kewiraswastaan dimaksud terdiri dari elemen-elemen :
1).
2).
3).
4).
S
ik
a
p
M
e
n
ta
l
T
a
taL
a
k
s
a
n
a
Sikap Mental
Sikap mental merupakan elemen paling dasar yang perlu dijamin untuk selalu dalam keadaan baik.
Unsur ini yang menentukan apakah seseorang menjadi sosok yang tinggi budi ataukah sebaliknya
menjadi orang yang jahat dan culas. Orang baik budi akan menjadi kader pembangun bangsa,
sedangkan orang jahat akan menjadi beban masyarakat dari bangsa itu sendiri.
Tentu kita tidak ingin melihat bahwa banyak kejahatan dan keculasan meraja lela dinegeri ini. Itu
sebabnya pembinaan sikap mental menjadi unsur terpenting dalam dunia kewiraswastaan
sekaligus dalam kehidupan. Selain menghadirkan sifat-sifat baik alamiah seperti kejujuran dan
ketulusan, sikap mental mencakup juga segi-segi positif dalam hal motivasi dan proaktivitas.
Banyak hal yang bisa menjadi ciri-ciri orang yang bersikap mental baik. Mereka adalah orang
yang tidak akan berusaha mencuri atau korupsi, walaupun kesempatan untuk itu terbuka lebar.
Seseorang belum bisa dikatakan sebagai orang baik bila ia tidak mencuri karena didekatnya ada
polisi. Orang yang bersikap mental baik akan selalu bekerja rajin tanpa harus diperintah, dan
konsisten tanpa harus diawasi. Mereka juga selalu berinisiatif melakukan hal-hal positif bila dirasa
perlu, tanpa didorong-dorong oleh orang lain. Selalu mempunyai motivasi kuat serta semangat
yang menggebu dalam mencapai cita-cita.
Sikap mental juga amat menentukan keberhasilan seseorang. Harvard, sebuah institusi yang amat
terpercaya di Amerika menyatakan bahwa keberhasilan orang-orang sukses didunia ini, ternyata
lebih banyak ditentukan oleh sikap mentalnya dibandingkan dengan peranan kemampuan teknis
yang dimiliki. Bila ditarik angka perbandingan, angkanya adalah 85% sikap mental, 15%
kemampuan teknis.
Akan tetapi ironisnya, komposisi materi pendidikan yang diterapkan disekolah-sekolah diseluruh
dunia menunjukkan perbandingan yang sebaliknya, yaitu 90% terdiri dari pelajaran-pelajaran
teknis dan hanya 10% yang berhubungan dengan pembinaan sikap mental !
Apa yang ditunjukkan oleh Harvard tentu membuka mata kita bahwa pantaslah kalau didunia ini
lebih banyak didapati manusia yang berpikir negatif, rendah diri, ciut dan cenderung jahat dari
pada mereka yang bersikap mental positif, antusias, percaya diri dan penuh hormat kepada
sesama. Itu juga barangkali yang menyebabkan di Indonesia saat ini banyak peristiwa-peristiwa
perkelahian pelajar, unjuk-rasa dan perselisihan buruh-majikan sampai kepada kasus-kasus
korupsi dan kolusi.
9
0
%
K
e
a
h
l
i
a
n
T
e
k
n
i
s
1
0
%
S
i
k
a
p
M
e
n
t
a
l
P
e
n
d
i
d
i
k
a
n
8
5
%
S
ik
a
p
M
e
n
ta
l
1
5
%
K
e
a
h
lia
n
T
e
k
n
is
P
e
n
e
n
tu
K
e
s
u
k
s
e
s
a
n
Kepemimpinan
Kepemimpinan yang dimaksud disini adalah kepemimpinan sebagai nilai atau kualitas, bukan
pengetahuan tentang manajemen sumber daya manusia. Mungkin akan lebih tepat kalau disebut
sebagai kepeloporan.
Stephen Covey dalam bukunya Seven Habits Of Highly Effective People (Tujuh Kebiasaan
Orang-orang Yang Sangat Efektif) serta William Cohen penulis The Art Of The Leader (Seni
Sang Pemimpin) sama menyatakan bahwa Kepemimpinan bukan dan tidak ada hubungannya
menghasilkan efektifitas dan efisiensi setiap pekerjaan, agar mendapatkan hasil yang baik dalam
mutu serta tepat waktu dalam penyerahannya.
Berbeda dengan sikap mental dan kepemimpinan yang termasuk dalam klasifikasi nilai atau
kualitas, maka manajemen merupakan pengetahuan bersifat praktis. Kalau sikap mental dan
kepemimpinan berada didalam (jiwa), manajemen terdapat diluar, mirip keterampilan teknis atau
keprigelan.
Manajemen mempunyai arti yang amat luas. Kegunaannya juga sangat universal, dan semua
orang atau organisasi memerlukan manajemen. Banyak sekali kasus yang membuktikan bahwa
bila manajemen terabaikan, maka sebuah organisasi akan menjadi kacau dan morat marit.
Perusahaan tanpa manajemen yang baik, bisa dipastikan akan mengalami hambatan besar dalam
perkembangannya. Oleh sebab itu, setiap orang yang ingin memulai usaha, harus mewaspadai
aspek tata laksana sedini mungkin. Mulailah kegiatan manajemen seketika pada saat perusahaan
baru saja dimulai, sekecil apapun ukurannya.
Sebab, bila manajemen ditunda-tunda, pada saat diperlukan informasi yang jelas tentang kondisi
organisasi saat tertentu, akan terjadi masalah. Segala sesuatu telah terlanjur menjadi ruwet dan
untuk menelusurinya dari awal, akan sangat menyita waktu dan tenaga.
Yang biasa dilakukan oleh pengusaha pemula, adalah meletakkan prioritas manajemen pada
tingkat yang terendah. Disamping ketidak yakinan tentang manfaat sesungguhnya dari
manajemen, sering terasa bahwa melaksanakan tata laksana -- termasuk administrasi keuangan -amat memboroskan waktu. Ini sangat mengganggu operasional perusahaan, karena mereka
beranggapan bahwa sebagai pengusaha kecil dan pemula, perlu pemanfaatan waktu yang
maksimal untuk mencari order ditunjang dengan kecekatan dan mobilitas tinggi agar usaha tetap
bertahan hidup.
Itulah yang menjadi sebab, saat pengusaha mencari pinjaman ke lembaga-lembaga keuangan,
terjadi masalah dengan kesiapan data perusahaan. Bank atau kreditur lainnya tidak berani
memberikan dukungan dana tanpa tersedianya data yang bisa diandalkan untuk mengetahui
kondisi perusahaan. Karena seringnya terjadi hal semacam ini, pada akhirnya timbul anggapan
seakan-akan pengusaha kecil kurang diperhatikan oleh lembaga-lembaga keuangan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka sekali lagi perlu dicamkan perlunya mewaspadai aspek
manajemen sejak dini. Bila mungkin, cari dan pakailah metoda-metoda manajemen praktis yang
dibuat khusus untuk usaha kecil, guna menekan pemborosan waktu untuk hal-hal yang bersifat
administratif.
Keterampilan
Lapisan terluar dari struktur prioritas kewiraswastaan adalah keterampilan. Disini memang
kadang-kadang terjadi kerancuan tentang tingkat prioritas yang semestinya dari keterampilan.
Banyak orang termasuk beberapa pejabat pemerintah, kelihatannya lebih condong menempatkan
faktor keterampilan sebagai prioritas utama dalam bidang kewiraswastaan. Pada pembahasan dan
contoh-contoh mendatang akan kita lihat bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya, tanpa
mengecilkan arti dari masing-masing unsur.
Keterampilan teknis jelas merupakan faktor yang amat penting, karena di sinilah nantinya kualitas
produk ditentukan tinggi rendahnya. Jangan lupa bahwa yang kita bicarakan sekarang adalah
keterampilan perorangan yang melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi
sesuatu, baik secara fisik maupun non-fisik. Jadi, termasuk dalam hal ini keterampilan manajerial,
Di dalam negeri kita kenal dengan Bakrie, Dasaad, Hasyim Ning si raja mobil, dan Wiliam
Suryadjaya yang juga tampil sukses dengan dukungan jiwa kepemimpinannya sendiri.
Sekarang ini masyarakat dunia sedang mengarahkan perhatian pada kiat sukses orang terkaya
sejagat yang bernama Bill Gates. Dia berhasil menjadi raja komputer melalui perusahaannya yang
bergerak dalam bidang perangkat lunak (software), yaitu Microsoft Corporation. Banyak orang
menganggap bahwa keberhasilan Bill Gates itu berkat keterampilannya yang istimewa sebagai
seorang pemrogram komputer.
Sebenarnya anggapan itu kurang tepat. Gates benar piawai dalam pemrograman, dan ia juga
seorang jenius karena tingkat I.Q. nya sangat tinggi. Akan tetapi, hakekat kesuksesannya bukan
diperoleh karena keterampilan. Khusus untuk Bill Gates, suksesnya itu dicapai secara agak unik,
yaitu selain leaderhipnya yang memang kuat, faktor keberuntungan juga banyak berperan.
Kisahnya begini. Pada awalnya, Bill Gates memang sudah memiliki perusahaan sendiri, yang
bernama Microsoft tersebut. Perusahaan ini masih dalam ukuran kecil bila dibanding ukuran
perusahaan-perusahaan komputer seperti IBM atau Digital Equipment Corporation (DEC).
Dengan jumlah pegawai tidak lebih dari 80 orang, Microsoft beroperasi dalam bidang perangkat
lunak untuk komputer.
Pada tahun 1980, perusahaan raksasa IBM sedang dalam proses pembuatan sebuah prototipe
komputer baru yang disebut IBM Personal Computer (IBM PC). Proyek ini adalah proyek multivendor yang baru kali itu dilakukan IBM di dunia komputer pribadi. Oleh karenanya, pekerjaan
ditarget untuk selesai dalam waktu yang sangat pendek, sekitar 10 bulan saja.
Karena proyek multi-vendor, dengan sendirinya banyak perusahaan-perusahaan lain dilibatkan.
Untuk chip prosesor, perusahaan Intel Corp. dipercayakan untuk pengadaannya. Epson America
diberi tanggung jawab untuk menyediakan alat pencetak (printer). Alat pemutar disk ditangani
oleh Tandon Corp.
Semula, IBM ingin menyerahkan pekerjaan pembuatan perangkat lunak untuk sistem operasi
IBM PC tersebut kepada sebuah perusahaan software yang dianggap sudah mapan, yaitu Digital
Research. Akan tetapi, menurut sebuah versi cerita, Digital Research konon kurang berminat
terhadap proyek pembuatan komputer mikro, karena mungkin dianggap kurang menguntungkan
secara bisnis. Akhirnya, kerja sama menjadi batal.
Dikejar waktu, IBM mengalihkan penawarannya kepada Microsoft, perusahaannya Bill Gates.
Serta merta, karena merasa mendapat kesempatan dan kehormatan dari pemimpin pasar
komputer sedunia, Bill Gates menerima baik ajakan tersebut.
Bagai pucuk dicinta ulam tiba, keputusan itu membawa berkah keajaiban kepada Bill dan
Microsoftnya. Ternyata, IBM PC menjelma menjadi standar internasional yang menggeser
peranan semua jenis komputer lain, sehingga sejalan dengan revolusi perkomputeran di seluruh
dunia, Microsoft pun berkembang pesat luar biasa menjadi sebuah perusahaan terkaya,
mengalahkan kepopuleran IBM, yang memberinya pekerjaan.
Kisah ini memperlihatkan bahwa faktor keberuntungan dapat saja sewaktu-waktu datang
membuka jalan keberhasilan kepada siapa pun. Namun demikian, perlu diingat bahwa faktor
keberuntungan itu tidak boleh diperhitungkan sebagai sesuatu yang pasti datang. Seorang
wiraswastawan harus selalu mengandalkan kerja keras dan kepiawaiannya sendiri.
Sementara itu, ada orang-orang yang ingin maju, namun tidak memiliki kadar kepemimpinan yang
memadai untuk bisa menjadi tokoh terkemuka. Sadar akan kekurangannya, orang-orang tersebut
yang biasanya memiliki keterampilan tinggi dalam bidang-bidang tertentu, meminta bantuan
orang lain yang memang memiliki leadership dan profesionalisme.
Mike Tyson, Evander Holyfield dan beberapa juara dunia tinju lainnya, menjadi amat kaya dan
terkenal karena mempercayakan masa depan keterampilannya kepada orang lain, dalam hal ini
Don King. Seperti hampir semua orang tahu, Don King adalah promotor kelas wahid didunia
yang memiliki begitu besar potensi leadership.
Hal yang sama juga dilakukan oleh orang-orang yang mengandalkan keterampilan seperti tokoh
musik, artis film dan lain sebagainya. Mereka rata-rata menyerahkan masa depannya kepada para
leader, yaitu para manajer, produser dan promotor profesional.
Di kalangan bisnis juga dikenal yang namanya kaum profesional. Kelompok ini sadar benar
bahwa mereka memiliki potensi leadership yang besar, dan ini bisa dijual. Berbekal potensinya itu,
ditunjang pengalaman dan pengetahuan dalam bidang-bidang keterampilan manajemen,
pemasaran dan lain-lain, mereka bisa menawarkan diri kepada perusahaan-perusahaan besar
untuk menduduki jabatan-jabatan penting seperti Presiden Direktur, General Manajer dan
sebagainya, dengan imbalan bahwa mereka mampu membawa perusahaan tersebut ke jenjang
kemajuan bisnis yang lebih baik. Kaum profesional yang sudah terkenal biasanya digaji dengan
jumlah yang amat tinggi, kadang-kadang bahkan terkesan fantastis.
Salah seorang profesional yang namanya sudah amat akrab di telinga masyarakat Indonesia adalah
Tanri Abeng. Dia dikenal sebagai seorang profesional yang menduduki jabatan Presiden Direktur
diperusahaan Multi Bintang, dan kemudian hijrah untuk menangani kelompok Bakrie.
Kaum profesional pada hakekatnya juga wiraswastawan, karena mereka menjual potensi diri
kepada perusahaan-perusahaan yang menjadi kliennya. Status mereka sebagai profesional
berbeda dengan mereka yang bekerja sebagai karyawan atau buruh. Profesional lebih cenderung
menjual leadership, sedangkan karyawan dan buruh menjual keterampilan (skill), atau bahkan hanya
tenaga fisik belaka.
Dengan penjelasan ini, jelaslah bagi kita bahwa pada dasarnya jiwa kepemimpinan lebih
memegang peranan atas keberhasilan seseorang dalam dunia usaha, dari pada keterampilan
semata. Keterampilan akan sangat dibutuhkan, manakala persoalannya merupakan persoalan
tenaga kerja, yang menuntut kepiawaian pekerja dalam keterampilan, tanpa bisa ditawar-tawar
lagi.
Naluri Kewirausahaan
Setiap kegiatan yang mempunyai bobot persaingan, memerlukan ketajaman naluri. Seorang
pemburu memerlukan naluri untuk bersaing dengan buruannya. Para atlet juga harus memiliki
naluri guna dapat mengalahkan lawan-lawannya di arena.
Demikian juga dalam dunia kewiraswastaan. Pengusaha bersaing tidak hanya dengan perusahaanperusahaan pesaing, tetapi juga dengan keadaan dan situasi-situasi tertentu seperti moneter dan
ekonomi, politik, perubahan-perubahan kebijaksanaan pemerintah dan lain-lain hal lagi. Untuk
dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang mungkin terjadi, sorang wiraswastawan perlu
melatih naluri kewirausahaannya, agar selalu siap menghadapi hal apapun dan tetap bertahan
hidup.
Untuk itu perlu penjiwaan penuh bahwa yang bersangkutan sekarang adalah seorang pengusaha.
Dengan begitu, semua aktivitasnya selama 24 jam, adalah aktivitas seorang wiraswastawan, dari
mulai berpikir, berbicara maupun bertindak.
Kim Woo Chong, pendiri Daewoo mengatakan bahwa sekali kita memproklamirkan diri sebagai
seorang wiraswastawan, maka semua pemikiran dan tindakan kita adalah untuk usaha. Kita harus
merendam jiwa raga kita kesana. Makin lama kita menjiwai dunia wiraswasta, makin banyak
pengalaman kita, maka makin tajamlah naluri kita.
Inti Wiraswasta
Telah kita ketahui bahwa struktur prioritas pembinaan sikap mental bagi setiap manusia, terlebih
para wiraswastawan dan calon wiraswastawan, terdiri dari 4 lapisan penting yaitu Sikap Mental,
Kepemimpinan, Tata Laksana serta Keterampilan. Fungsi manusia akan tumbuh sempurna bila
pembinaan dilaksanakan menuruti 4 tahap prioritas tersebut. Sebaliknya, ketidak sempurnaan,
kerusakan atau kehilangan dari salah satu saja dari unsur-unsur tersebut, akan mengakibatkan halhal negatif pada manusia yang bersangkutan, bahkan bisa fatal.
Misalnya, seseorang yang tidak memiliki sikap mental atau attitude yang baik, berpeluang untuk
menjadi orang yang curang, culas, malas, tidak memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin, anarkis,
sewenang-wenang dan lain sebagainya. Bila ia pengusaha, ia akan menjadi pengusaha yang tidak
mempunyai etika bisnis.
Mereka yang tidak berbekal jiwa kepemimpinan, akan menjadi orang yang yang tak berinisiatif,
bingung, tak mampu mengambil keputusan. Pengusaha tanpa jiwa kepemimpinan, akan sukar
sekali mencapai kemajuan.
Bila kelemahan ada pada sektor manajemen, maka baik orang maupun organisasi akan bekerja
tanpa metoda yang baik, tidak sistematis dan akibatnya semua pekerjaan tidak akan selesai tepat
pada waktunya.
Di lain sisi, tanpa memiliki keterampilan, individu ataupun perusahaan pada akhirnya akan
memghasilkan produk-produk yang berkualitas rendah. Dengan kondisi seperti itu, produk tidak
akan laku dipasaran, dan akhirnya perusahaanpun akan terancam runtuh.
Empat lapis prioritas di atas, sebenarnya dapat disederhanakan menjadi hanya 2 (dua) kelompok,
karena pada dasarnya dua yang pertama dan dua yang terakhir berasal dari rumpun yang sama.
Pengelompokan itu terdiri dari :
1) Kelompok Sikap Mental yang mencakup lapisan sikap mental itu sendiri dan unsur
kepemimpinan atau leadership dan,
2). Kelompok Ilmu Pengetahuan, yang terdiri dari lapisan manajemen dan keterampilan.
Pandangan Hidup
Kehidupan ini penuh risiko, selamanya begitu dan akan terus begitu. Ketabahan adalah kunci kehidupan
orang-orang besar. Dengan ketabahan orang mampu mengatasi mara bahaya, kecewa dan derita.
Semua manusia menginginkan keberhasilan dalam hidup, dan sedapat mungkin bisa menjadi
orang yang sukses. Untuk itu setiap manusia memiliki cita-cita, yang satu berbeda dengan yang
lain sesuai dengan keinginan masing-masing. Ada yang mentargetkan untuk menjadi pejabat
tinggi pemerintah, ada yang ingin menjadi profesional, ada lagi yang bercita-cita menjadi
pengusaha, atau bintang film, penerbang dan berbagai bentuk keinginan lainnya.
Para orang tua di Indonesia sering kita lihat memberi motivasi hidup pada anaknya yang masih
kecil dengan bertanya :Kalau sudah besar kamu ingin jadi apa ? Pertanyaan itu terdengar begitu
memancing jawaban si anak, berupa kata-kata yang telah terprogram lebih dulu. Maka pada
umumnya jawaban yang kita dengar berkisar dari itu ke itu juga, seakan abadi dari generasi ke
generasi : Jadi dokter..!, Jadi insinyur..!
Memang seperti itulah antara lain pengarahan tipikal orang tua Indonesia kepada anak-anaknya
dalam menyongsong masa depan. Yang terjadi selanjutnya juga berjalan amat tradisional, anak
bersekolah mulai dari TK, SD, SMP lalu ke SMA. Yang beruntung melanjutkan ke Perguruan
Tinggi, yang drop-out langsung terjun kemasyarakat, mencari pekerjaan.
Mereka yang meneruskan pendidikan ke Perguruan Tinggi, menghabiskan waktu sekitar 4 sampai
6 tahun atau lebih untuk belajar, sebelum meraih gelar kesarjanaan. Gembira dan bahagia yang
meliputi suasana saat wisudha, segera disusul dengan pertanyaan dalam hati : Sudah sampaikah
cita-citaku ?, Apa lagi yang akan terjadi setelah ini ?
Sering terjadi setelah masa-masa penitian karir selama bertahun-tahun, munculnya pertanyaanpertanyaan dalam hati : Apa sesungguhnya yang harus kucari ? Karir ? Jabatan ? Uang ? Atau..
Hal seperti itu terjadi lebih cepat pada mereka yang terjun kemasyarakat karena tidak melanjutkan
pendidikannya. Perjalanan hidup yang tidak jelas arah dan tujuannya, menciptakan kebimbangankebimbangan yang mengganggu pikiran.
Kemanakah tujuan hidup ini sebenarnya ?
Bagaimanakah tepatnya hidup yang sukses ?
Kejadian seperti itu sangat alamiah dan manusiawi. Hampir semua orang akan mengalami saatsaat demikian dalam hidupnya, walaupun kapan terjadinya tidak sama pada setiap individu.
Penulis mendeteksi fenomena itu sebagai sebuah sindroma. Dari pembicaraan dengan beberapa
rekan yang berkompetensi dalam ilmu jiwa dan ilmu sosial, belum ditemukan istilah yang benarbenar tepat dan baku untuk itu. Oleh karenanya penulis cenderung untuk memberi istilah sebagai
sindroma kehilangan tujuan, atau kalau boleh disingkat, kita sebut saja sebagai SKT.
Penyebab sindroma tersebut adalah karena seseorang tidak memiliki cita-cita yang terdefinisikan
secara jelas, serta tidak dilandasi dengan pandangan hidup yang benar. Kebanyakan yang dikejar
dalam suatu cita-cita hanyalah status, seperti contoh di atas, sejak kecil anak-anak sudah diberi
bayang-bayang mengenai kemapanan gelar, jabatan, profesi dan materi. Bila status yang
dikehendaki telah tercapai pada usia muda, maka saat itulah sidroma kehilangan tujuan akan
muncul. Dan jika yang bersangkutan tidak waspada dan tidak segera mendefinisikan kembali
tujuan hidup selanjutnya, maka SKT akan hadir sepanjang sisa hidupnya.
Dampak dari SKT ini cenderung buruk, lebih buruk dari sindroma purna karya (SPK) atau
post power syndrome (sindroma berlalunya masa kejayaan yang banyak dialami kaum pensiunan).
Karena, kalau SPK hanya berakibat jelek kepada orang yang bersangkutan, SKT akan bisa
menyebabkan orang lain terkena getahnya. SPK hanya menghinggapi mereka yang pernah
merasa berjaya sebagai karyawan atau pejabat, sedangkan SKT bisa terjangkit pada semua orang
dari profesi apa saja, dan tersebar mulai dari lapisan masyarakat paling bawah, sampai kelapisan
paling atas.
Di tingkat lapisan masyarakat bawah, bisa kita lihat gejala SKT menghinggapi mereka yang
merasa kebutuhan pokoknya telah terpenuhi. Beberapa rekan yang bekerja sebagai sopir atau
pesuruh kantor (office boy) di perusahaan-perusahaan besar, menerima gaji yang cukup tinggi, bila
dibanding karyawan sejenis di perusahaan lain. Gaji tersebut sudah berlebihan menurut
kebutuhan mereka, sehingga walau sebagian ditabung, masih ada sejumlah uang tersimpan di
dompet.
Mereka akhirnya terkena SKT, karena setelah semua kebutuhan pokok dan nafkah keluarga telah
terpenuhi, mereka bingung untuk apa lagi kelebihan uang itu ? Apa lagi yang bisa dilakukan ?
Maka. seperti telah disinggung di atas, SKT cenderung berakibat buruk dan negatif. Sebagian dari
mereka akhirnya pergi kedunia gelap, foya-foya, mabuk-mabuk dan ada juga yang merencanakan
untuk kawin lagi.
Pada tingkat menengah, gejalanya tidak jauh berbeda. Foya-foya dan minum sudah menjadi
standar yang lumrah. Kalangan menengah biasanya menginjak taraf kemapanan sekitar umur 40an tahun. Maka SKT menjelma dalam bentuk yang sudah sangat dikenal masyarakat, antara lain
berupa masa puber kedua dan semacamnya. Makin tinggi tingkat kecukupan seseorang dalam
soal materi--ini sering diidentikkan orang sebagai keberhasilan hidup--SKT menampakkan
dampaknya lebih dahsyat.
Di kalangan atas, banyak dari kaum elit memelihara istri-istri simpanan, mencari hiburan keluar
negeri, berjudi di pusat-pusat perjudian internasional. Yang lebih parah, para pengusaha raksasa
yang terkena SKT, melanjutkan sepak terjangnya dengan merugikan orang lain, misalnya
mencaplok perusahaan-perusahaan yang lebih kecil, berkolusi untuk menguasai lahan-lahan milik
masyarakat yang berpotensi ekonomi dan banyak tindakan-tindakan tidak etis lainnya. Mereka
malah tidak sadar dan tidak mengakui bahwa mereka sebenarnya terkena SKT, sebab menurut
mereka, semua yang dilakukan itu adalah dalam rangka pencapaian cita-cita yang lebih tinggi.
Dewasa ini peranan kalangan swasta di Indonesia sudah cukup besar dalam menentukan bentuk
tatanan ekonomi negara. Keberadaan mereka secara langsung maupun tidak langsung ikut
berpengaruh menjadi panutan masyarakat terutama dalam gaya hidup dan pola berpikir.
Sayangnya, banyak tokoh-tokoh swasta kalangan atas terkena SKT, sehingga segala dampak dari
tindakan-tindakan mereka, memacu banyak orang untuk berbuat sama.
Gaya hidup para pengusaha yang terkena sindroma itu, sering terlihat begitu gemerlap dan penuh
hura-hura. Ini diterjemahkan oleh sebagian masyarakat, bahwa itulah indikator keberhasilan
hidup. Hidup yang sukses adalah hidup yang bergelimang uang, glamor dan foya-foya.
Pemikiran seperti ini akhirnya menuntun masyarakat banyak untuk berlomba-lomba mengejar
uang, sampai-sampai tidak sempat memperdulikan lagi tentang bagaimana caranya. Untuk
mencapai tujuan meraih uang, kalau perlu dengan menyikut dan menindas orang lain. Tidak ada
ke pengadilan. Keluarganya akan ikut menanggung beban, karena pemberi nafkah tidak ada lagi.
Dalam hubungan sosial, jelas namanya tercemar dan reputasinya rusak. Fisik dan mental biasanya
langsung jatuh, dalam beberapa kejadian, banyak yang mengalami sakit berat bahkan ada yang
sampai meninggal di penjara (ingat kasus Bapindo beberapa tahun yang lalu). Selain itu, secara
spiritual ia telah berdosa.
Penjelasan yang amat sederhana ini tentu dapat memberikan pengertian dan membukakan mata
bahwasanya proses kehidupan ini memang sudah baku, diatur oleh Yang Maha Pencipta.
Pelanggaran atas setiap hukum alam, pasti ada akibatnya.
Dengan demikian, kita telah sampai pada kesimpulan pertama, yaitu untuk dapat membina semua
aspek kehidupan dengan baik yang berlangsung selaras dan harmonis dengan hukum alam,
diperlukan niat, perilaku dan tanggung jawab yang baik. Apakah itu ? Ternyata kita kembali
kepada nilai-nilai yang telah dibahas pada bab I, tidak lain adalah sikap mental atau attitude !
Terbukti bahwa dari sudut manapun kita menelaah hakekat penghidupan yang diharapkan bisa
menjamin terciptanya kebaikan, kebahagiaan hidup serta keselarasan alami, maka pada akhirnya
kita akan kembali pada unsur yang paling mendasar dan hakiki, yaitu sikap mental.
Marilah kita tinjau Wheel Of Life secara lebih spesifik, dengan meneliti lebih jauh dan lebih spesifik
pada masing-masing unsur yang diwakili oleh setiap jari-jarinya. Disini kita akan menemukan
bahwa terdapat hal-hal yang bersifat khusus atau khas, yang berkaitan dengan mutu tingkat
pembinaan yang diperlukan. Tidak perlu disangsikan lagi bahwa untuk bisa membina semua sisisisi kehidupan, diperlukan ilmu pengetahuan dan keahlian yang relevan.
Misalnya, untuk menjaga kesehatan badan, kita perlu menjaga pola makan sebaik-baiknya,
keteraturan hidup serta berolah raga. Guna memungkinkan pelaksanaannya tentu kita harus
memiliki pengetahuan cukup tentang gizi, pola hidup sehat serta pengetahuan kesehatan jasmani.
Di sini kita tekankan bahwa pengetahuan tentang ha-hal itu harus cukup, meski tak berarti harus
menjadi ahlinya.
Untuk membina mental, termasuk dalam hal ini soal intelejensia dan intelektualitas, kita perlu
belajar tentang mentalitas serta ilmu-ilmu lain yang terkait dengannya. Bila kita ingin membangun
hubungan sosial yang baik, kita juga perlu mempelajari cara-cara berkomunikasi yang benar, etika,
adat istiadat, respek dan berbagai pengetahuan yang ada hubungannya dengan aspek sosial, tanpa
harus menjadi sosiolog.
Dalam aspek spiritual kita perlu tahu dan mendalami ilmu-ilmu agama, kepercayaan maupun
kebatinan serta hakekat hidup. Guna membina keluarga, diperlukan juga pengetahuan tentang
seluk beluk keluarga, seperti bagaimana melaksanakan perawatan anak, psikologi keluarga,
kesehatan keluarga, etika suami-istri-anak dan lain sebagainya.
Karir adalah aspek yang paling gamblang. Di sini jelas-jelas diperlukan tindakan nyata bahwa
untuk bisa meniti karir sampai ke puncak, kita harus banyak belajar terutama dalam ilmu
pengetahuan yang mendukung bidang profesi masing-masing. Tanpa mau belajar, tidak mungkin
kepiawaian seseorang bisa berkembang, dengan sendirinya tak mungkin pula karirnya bisa
meningkat dengan baik.
Dari uraian di atas, kembali kita sampai pada sebuah kesimpulan lagi, yang kita sebut sebagai
kesimpulan kedua. Yaitu, untuk dapat membina semua aspek kehidupan kita sebagai manusia,
diperlukan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan masing-masing aspek terkait.
Bila kesimpulan pertama dan kesimpulan kedua dikombinasikan, maka kita akan sampai pada
kesimpulan final, yaitu kesimpulan ketiga. Pada kesimpulan ketiga ini, tanpa disadari, sekali lagi
kita menemukan kenyataan bahwa kita telah kembali kepada pokok pembahasan pada bab I, yaitu
diperlukan dua kelompok kualitas bagi manusia yang ingin mencapai kesempurnaan hidup, yaitu
sikap mental dan ilmu pengetahuan atau keahlian.
Selanjutnya, bila diuraikan lebih jauh, pada kelompok sikap mental kita akan mandapatkan
elemen-elemen attitude dan leadership, sedangkan pada kelompok ilmu pengetahuan akan muncul
komponen-komponen tata laksana serta keterampilan. Dengan demikian, sampai sebatas ini kita
sudah mendapatkan kesesuaian antara pola prioritas ilmu kewiraswastaan, dengan pengertian
pandangan hidup seorang wiraswastawan sejati, melalui pola 6 aspek penghidupan sebagaimana
yang dijelaskan oleh David Chia.
Inti sari dari uraian pada sub bab ini adalah, keliru bila seorang pengusaha atau siapa pun, yang
menganggap uang sebagai tujuan akhir dari cita-cita hidup yang luhur, karena uang adalah hanya
alat atau sarana, bukan sasaran sesungguhnya. Sebaliknya, seorang wiraswastawan juga harus bisa
menghargai uang sebagai salah satu sarana terpenting dalam kehidupan ini. Sehingga, tidak ada
lagi kecenderungan pengusaha yang merasa kelebihan uang sampai-sampai merasa perlu untuk
mengobralkannya untuk tujuan yang tidak perlu, tidak produktif atau mubazir. Bagi mereka yang
dekat dengan ajaran agama, tentu mengerti bahwa penggunaan uang yang tidak semestinya,
termasuk berdosa, karena masih banyak orang-orang lain yang masih amat memerlukan uang.
Mereka tidak lain adalah anak-anak yatim piatu dan terlantar, fakir miskin dan kaum cacat.
Kim Woo Chong dalam bukunya Every Street Is Paved With Gold (Setiap Jalan Dilapisi Emas)
memberikan contoh yang amat mengesankan dalam persoalan uang ini. Pada salah satu bagian
dari buku tersebut, ia mengisahkan pengalamannya sewaktu ingin membeli bunga disebuah kios.
Pada saat itu, banyak orang ingin berbelanja, dan suasana di kios bunga itu cukup ramai. Dengan
mengamati orang-orang yang membeli bunga sebelumnya, Kim bisa mengetahui harga-harga dari
beberapa jenis bunga yang dijual disitu.
Akan tetapi, ia terkejut, karena pada saat ingin membeli sejenis bunga yang ia inginkan, si penjual
memberinya harga yang jauh lebih tinggi. Seketika mengertilah ia, bahwa identitas dirinya sudah
dikenali oleh sipenjual dan mungkin juga oleh orang-orang di sekitarnya. Karena ia dianggap
seorang tokoh bisnis dan konglomerat kaya, maka ia dipaksa untuk membayar lebih.
Namun Kim tidak mau menyerah. Dengan bersemangat ia tetap menawar harga bunga itu,
walaupun ia harus menghabiskan waktu cukup lama untuk berdebat dengan si penjual. Karena
Kim bisa membuktikan bahwa orang lain membeli bunga yang sama dengan harga yang lebih
rendah, akhirnya si penjual bunga mengalah dan memberikan apa yang diinginkan Kim
Dengan kejadian itu, Kim merasa pasti bahwa ada beberapa kalangan yang menganggapnya
sebagai orang kikir atau pelit. Tapi dia bisa menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya bukanlah
cerminan sebuah kekikiran, melainkan sebuah falsafah luhur kewiraswastaan yang berbunyi
:Pergunakanlah uang secara bijaksana.. (Use the money wisely..!).
Kim Woo Chong memang benar. Meski ia memiliki banyak uang, tapi ia sadar bahwa setiap sen
yang ada padanya diperoleh dari kucuran keringat banyak orang dan ia harus menghargai itu.
Tidak ada alasan untuk membayar sesuatu lebih mahal dari yang seharusnya, tanpa manfaat yang
jelas.
Lain halnya bila ia ingin berderma kepada rumah sakit, rumah piatu dan anak-anak terlantar atau
panti anak cacat. Apa yang disumbangkannya kepada panti-panti sosial itu sudah pasti membawa
kegunaan dan berkah tidak hanya kepada pribadi-pribadi penghuni panti, akan tetapi juga kepada
bangsa dan negara, sekarang, sekaligus masa mendatang.
Seperti telah disinggung pada bab terdahulu, sekali orang memproklamirkan diri sebagai
pengusaha, maka mulai saat itu juga segala unjuk kerjanya harus disesuaikan dengan persyaratan
mutu seorang pengusaha. Wirausahawan harus mempunyai pola penampilan, pola berpikir dan
pola bertindak yang selaras dengan statusnya tersebut.
Dalam penampilan fisik, pertama sekali pengusaha harus memperhatikan soal kebersihan, yaitu
kebersihan tubuh, pakaian, ruang kerja dan lingkungannya. Sangat tidak terpuji bila seorang
pengusaha melayani pelanggan dengan tubuh yang kotor, pakaian lusuh dan bau badan
menyengat. Hal yang kelihatan sepele ini kadang-kadang bisa sangat membunuh prospek
bisnis.
Yang kedua adalah soal busana. Pakailah busana yang sesuai dengan keadaan, tanpa melupakan
soal kerapian dan kebersihan. Pengusaha tidak perlu berpakaian serba mewah, karena tujuan
berbusana yang baik, rapi, bersih dan sopan adalah untuk menghormati relasi, bukannya untuk
pamer kemewahan. Ketiga, perlu diperhatikan gerak-gerik serta etika yang perlu diperlihatkan
oleh seorang usahawan. Perhatian, keramahan dan kesopanan amat besar pengaruhnya terhadap
simpati pelanggan kepada perusahaan kita.
Pola berpikir juga harus diubah total, dari pola konsumtif ke pola produktif. Ini diwujudkan
dengan selalu berpikir tentang bagaimana menangkap atau menciptakan peluang-peluang.
Bagaimana mengatur strategi untuk bersaing. Bagaimana menerapkan kiat pemasaran yang baik.
Kadang-kadang, sebagaimana diutarakan oleh Napoleon Hill dalam bukunya Think And Grow
Rich (Berpikir Dan Menjadi Kaya), diperlukan penyisihan waktu beberapa lama untuk merenung
tentang apa yang sejauh ini sudah dilakukan, apa saja hasilnya serta apa yang harus dilakukan
setelah itu.
Dalam bertindak, perlu senantiasa disadari oleh usahawan, bahwa setiap tindakan yang diambil
harus bersifat profit oriented atau berorientasi kearah pencarian laba, bukan sebaliknya berorientasi
foya-foya dan pemborosan. Seorang pengusaha mengisi jam-jam kerjanya dengan aktif penuh
mencari peluang. Hal ini sering rancu dibenak pengusaha pemula yang mempunyai latar belakang
keterampilan.
Banyak kejadian menimpa pengusaha baru dengan latar belakang keterampilan, yang pola berpikir
dan tindakannya masih terpaku pada kebiasaan-kebiasaan lama sebagai seorang teknik. Figur
semacam ini biasanya mudah dikenali dari cara mereka mengisi jam-jam kerjanya yang lebih
banyak didominasi oleh kegiatan-kegiatan teknis, bukannya bergiat dalam aktivitas pemasaran.
Ada seorang rekan, yang selama lebih dari 10 tahun bekerja disuatu perusahaan multi nasional
sebagai seorang teknisi elektronika. Kegiatannya selama menjadi karyawan itu antara lain
memperbaiki peralatan-peralatan seperti televisi, radio, kaset dan lain sebagainya. Suatu saat,
karena merasa sudah cukup modal, ia memutuskan untuk berhenti menjadi pegawai dan mulai
usaha sendiri.
Disewanya sebuah kios untuk bengkel dekat pasar, lalu dipasangnya sebuah papan nama dari
bengkelnya yang telah ditata dengan beberapa buah pesawat televisi dan radio. Yang
dilakukannya setelah itu adalah duduk sambil memperbaiki sebuah alat pengeras suara miliknya
sendiri, sambil menunggu kalau-kalau ada pelanggan yang datang.
Selang beberapa waktu, rekan ini mengeluh kepada penulis bahwa bengkelnya sepi dari
pelanggan, sedangkan waktunya banyak terbuang percuma untuk menunggu. Ia merasa tersiksa
dengan keadaan seperti demikian, dan bermaksud untuk menutup saja bengkelnya itu dan
kembali ke pekerjaan semula sebagai karyawan.
Penulis menyarankan agar ia mulai mengubah cara berpikir dan cara bertindaknya. Sebagai
pengusaha, ia harus menghilangkan pemikiran bahwa ia seorang teknisi. Ia tidak boleh hanya
duduk menunggu bengkel, tapi harus aktif melakukan kegiatan pemasaran, mencari order. Ia
harus mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang dimana adanya peluang bisa diperoleh, dan
untuk itu, ia harus pergi ke tempat-tempat lain dimana relasi bisa didapatkan.
Tanpa
mengabaikan faktor pengawasan, seyogyanya ada seorang pembantu yang bisa diandalkan untuk
menunggu bengkel dan melayani pelanggan yang datang. Guna lebih meyakinkannya, penulis
memberikan penjelasan yang agak lebih rinci tentang cara-cara yang dibutuhkan untuk
melaksanakan saran tersebut.
Rupanya rekan ini betul-betul melaksanakan anjuran penulis dengan baik. Sebab, tidak lama
setelah pertemuan itu, ia datang lagi dan kali ini bercerita betapa berkat petuah yang penulis
berikan, kini bisnisnya mulai berjalan dan memberikan tanda-tanda positif kearah kemajuan. Ia
menyampaikan rasa terima kasih, sebab kini gairah hidupnya bangkit kembali.
Apa yang penulis sarankan kepada rekan tadi, memang merupakan kiat bisnis masa sekarang.
Sebab, dengan tingkat persaingan yang amat ketat dewasa ini, pengusaha tidak bisa lagi hanya
menunggu dan berharap pesanan datang tanpa diminta. Peluang harus diselidiki, dicari, didatangi
dan direbut. Seperti nasihat seorang pelatih sepak bola yang bernama Tony Pogacnic kepada tim
PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia), bahwa pola permainan sepak bola sekarang ini
adalah pola jemput bola.., tidak boleh hanya menunggu, karena menunggu menyebabkan
peluang diambil oleh orang lain.
Selain menyelidiki dan mencari, usahawan juga dituntut untuk memahami sifat-sifat dari yang
namanya peluang. Usahawan harus tahu kapan peluang itu hadir di depan matanya, dan kapan
harus mengambil keputusan untuk meraih peluang tersebut.
Peluang tidak datang dua kali..!
Begitu ungkapan yang amat populer dikalangan wiraswastawan. Ungkapan ini mencerminkan
bahwa wiraswastawan harus memiliki leadership untuk mampu mengambil keputusan yang tepat,
kapan peluang harus diambil. Lambat berarti peluang jatuh ke tangan orang lain, dan tidak
pernah muncul kembali....
Seorang manager pemasaran dari perusahaan Philips pernah berbincang-bincang dengan penulis,
dan menggambarkan karakteristik peluang dengan mempergunakan sebuah anekdot. Menurutnya,
kedatangan peluang itu bagaikan lewatnya didepan kita seorang badut berkepala botak, tetapi
berkuncir di bagian depan. Kita harus menangkap kuncir tersebut, tepat pada saat sang badut
berada persis di depan kita.
Ada dua kemungkinan yang mungkin terjadi. Pertama, bila kita memutuskan pada saat yang tepat
untuk meraih, kita akan sukses menangkap kuncir sibadut. Akan tetapi, bila kita terlambat, kucir
itu sudah terlanjur lewat, dan yang kita dapatkan hanya kepala botaknya saja..
Kasus yang menimpa rekan teknisi di atas, memang sering membingungkan bagi mereka yang
berlatar belakang keterampilan. Mereka merasa sulit menentukan kapan harus bekerja dengan
keterampilannya, dan kapan harus beroperasi mencari prospek. Pada bab selanjutnya mengenai
Memulai Usaha, persoalan tersebut akan dibahas lebih jauh disertai cara-cara mengatasinya
melalui pengertian tentang Siklus Usaha.
Etos kerja seorang wiraswastawan adalah etos perjuangan. Ini harus betul-betul dicamkan, bahwa
perjuangan meminta pengorbanan. Akan tetapi, perjuangan juga membawa kecemerlangan dan
kegemilangan. Jer basuki mowo beo.. begitu pepatah Jawa merefleksikan tidak ada hasil yang
gratis di dunia ini. Bila kita sudah mendalami dan menjiwai hakekat kewiraswastaan, tidak ada
Di dunia wiraswasta, pengusaha harus pula sehat dan kuat, baik jiwa maupun fisiknya. Untuk
membina fisik, harus diperhatikan beberapa faktor antara lain, pola kokua (makan, minum dan
rokok, berasal dari bahasa Hawaii), pola istirahat, serta olahraga. Ketiga pola ini perlu
diperhatikan dan ditata kembali, agar bisa menciptakan suatu kebiasaan hidup yang baik, sesuai
dengan kebutuhan seorang wiraswatawan ideal.
Kita perlu menyadari bahwa tidak ada yang lebih berharga di dunia ini dari pada kesehatan. Itu
sebabnya, pada bab I kita sudah menekankan terlebih dahulu bahwasanya bukan uanglah satusatunya sasaran pengusaha, akan tetapi suatu paket kebahagian yang didalamnya sudah termasuk
aspek kesehatan dan juga aspek keuangan. Kesemuanya itu terpadu dalam satu pola kesatuan
yang disebut Roda Penghidupan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan pengusaha, terutama pengusaha kecil yang baru
mengawali karirnya ke jenjang yang lebih tinggi, selalu diliputi tekanan kerja yang cukup berat.
Target-target penjualan, batas-batas waktu penyerahan barang dan penyelesaian proyek,
kesinambungan produksi dan sebagainya, sering menyebabkan pengusaha lengah akan pembinaan
fisiknya.
Terlebih lagi pengusaha muda usia, karena kondisi tubuhnya masih prima,
kecenderungan mengabaikan kesehatan menjadi kejadian yang biasa.
Sebab-sebab yang umum menjadi pencetus penyakit tubuh, antara lain terlambat makan atau
makan tidak teratur, lupa waktu dan kerja terlalu berat, merokok berlebihan, kurang minum dan
kurang bergerak. Hal itu sering ditambah lagi dengan kehidupan malam yang over dosis, dalam
rangka menjamu relasi atau memang kesenangan sendiri.
Betapapun hendaknya kita sadar, bahwa kesehatan lebih berharga dari segalanya. Alasan paling
klasik dari semua usahawan yang mengabaikan pola-pola makan, minum, istirahat dan olahraga
yang sehat adalah, tidak sempat, tidak ada waktu atau terlanjur lupa. Kambing hitamnya mudah
untuk ditunjuk, yaitu menumpuknya tugas dan pekerjaan. Benarkah demikian ?
Mengkambing hitamkan volume kerja, sebenarnya tidak etis dan cenderung membohongi diri
sendiri. Yang terjadi sebenarnya hanyalah masalah prioritas. Sesuatu yang terasa tidak sempat,
tidak sukup waktu atau terlupa untuk dikerjakan, menunjukkan bahwa objek yang dibicarakan
tidak cukup mendapatkan prioritas. Dengan kesadaran ini, sudah sepantasnyalah daftar priotitas
itu diperiksa kembali, dan tempatkan olahraga pada salah satu tingkat prioritas teratas. Sebelum,
peristiwa fatal yang sama-sama tidak kita inginkan terlanjur datang menimpa.
Hakekat olahraga adalah menggerakkan anggota tubuh dengan intensitas dan frekuensi
sedemikian, sehingga peredaran darah didalam tubuh menjadi lancar. Lancarnya peredaran darah
akan membantu lancarnya distribusi makanan dan oksigen keseluruh bagian badan, dengan
begitu, fisik akan sehat dan terasa segar. Dengan kondisi sehat-segar seperti itulah hendaknya
para usahawan bekerja, agar supaya produktivitas bisa dicapai secara maksimal.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa olahraga bagi wiraswastawan bertujuan agar tubuhnya
tetap segar dan bisa tetap bekerja dengan baik dan konsisten. Walaupun olahraga itu penting, tapi
intensitas latihan harus dijaga agar jangan sampai menyebabkan kelelahan yang berlebihan (over
training). Karena, lelah yang berlebihan bukannya membawa kesegaran fisik, malah sebaliknya
yang bersangkutan akan menjadi teler bahkan bisa mengakibatkan sakit. Bagaimana mungkin
kerja kalau mengalami hal seperti itu ?
Kebutuhan berolahraga dengan intensitas yang benar sudah diketahui manusia sejak jaman
dahulu. Dr. Hua To (190-265M), seorang dokter terkenal dinegeri Cina mengungkapkan :
Tubuh manusia memerlukan latihan, namun tidak boleh melebih takaran. Olahraga dapat
membersihkan udara kotor dari dalam sistem pernafasan, melancarkan peredaran darah serta
menangkis serangan penyakit. Seperti pintu rumah yang selalu dipergunakan tidak akan menjadi
rapuh, begitu juga badan menusia perlu digerakkan agar menjadi awet muda..!
Pola makan harus diperhatikan. Kurangi mengkonsumsi lemak dan bahan-bahan yang
mengandung kolesterol dan gula. Seimbangkan komposisi daging dan sayuran, perhatikan
konsep 4 sehat 5 sempurna. Perbanyak minum air putih segar tanpa es, dan sedapat mungkin
jauhi kebiasaan minum kopi, minuman keras serta merokok. Serangan jantung dan stroke akhirakhir ini banyak terjadi dan menjadi pembunuh utama bagi kalangan eksekutif. Hal yang terakhir
ini sudah menjadi perhatian para pimpinan perusahaan dan instansi, dan berbagai usaha
mengkampanyekan perang terhadap penyakit jantung sudah dilakukan.
Sekitar tahun 1993 - 1995, penulis pernah memberikan pelatihan-pelatihan di PT. Telkom, dan
apa yang dilakukan oleh BUMN tersebut dalam usahanya untuk menjaga kesehatan karyawan,
amat berkesan. Salah satunya adalah dengan memasang poster-poster berukuran sedang disemua
ruang kerja dengan tulisan : Hindari serangan jantung dengan tidak merokok, jauhi stress dan
berolahraga dengan teratur.
Begitu juga pada perusahaan PT. National Gobel, sebagaimana umumnya perusahaan Jepang,
mereka bersenam (tayzo) setiap pagi terlebih dahulu sebelum bekerja. Di kantor-kantor
pemerintah, setiap hari Jumat diadakan Senam Kesehatan Jasmani (SKJ) dan senam aerobik.
Hal-hal seperti ini perlu dicontoh oleh para wiraswastawan, baik junior maupun senior dan semua
yang profesinya mengandung potensi stress.
Aspek Mental
Kalau diperhatikan, aspek fisik yang telah kita bahas di atas, bisa berpengaruh negatif atas kinerja
usahawan dengan pencetusnya yang berasal dari kelelahan, kebiasaan-kebiasaan buruk serta
timbulnya penyakit. Hal ini termasuk dalam katagori efek tak langsung.
Aspek mental dilain pihak, berpengaruh langsung kepada prestasi usahawan, karena yang menjadi
pemicu pada umumnya adalah tantangan-tantangan yang harus di hadapi dalam bidang usaha itu
sendiri. Kegagalan-kegagalan, kerugian-kerugian, tekanan pihak lain dan sebagainya merupakan
sebagian kecil yang menjadi penyebab seorang pengusaha mengalami jatuh-mental (mental breakdown). Sekali pengusaha jatuh mentalnya secara parah, ada harapan ia akan mangalami trauma,
dan kemungkinan besar tidak pernah lagi berkeinginan untuk berwiraswasta.
Kejadian seperti itulah yang perlu diwaspadai sejak dini oleh mereka, kaum wiraswastawan.
Karena mental adalah sesuatu yang tidak kasat mata, abstrak dan terletak didalam, aspek ini agak
lebih sulit dideteksi kapan terjadi degradasi, rongrongan, pengikisan, dan lain sebagainya.
Adakalanya, seorang individu yang tadinya merasa tidak ada masalah dengan mentalnya, pada saat
terjadi suatu bencana bisnis (business disaster) seperti kerugian besar secara mendadak, atau
kebangkrutan, langsung mengalami jatuh-mental yang parah. Pada kasus-kasus tertentu, ada yang
mengakibatkan orang tersebut gila atau mungkin juga bunuh diri.
Salah satu contoh, pada waktu pusat perbelanjaan Harco didaerah Glodok Jakarta terbakar
beberapa tahun silam, seorang pengusaha yang tokonya habis terbakar langsung berusaha bunuh
diri, dengan jalan menelan sikat gigi !
Kejadian tersebut menunjukkan bahwa sipengusaha tidak siap secara mental. Dan hal ini, dengan
berbagai ragam perwujudannya, banyak sekali terjadi di mana-mana. Seperti kisah Malcolm
McGregor pada bab ini, tidak kurang dari tokoh-tokoh bisnis kelas gajah di Amerika, harus
mengalami akhir hidup yang begitu mengenaskan akibat ketidak siapan mentalnya. Ada yang gila,
ada yang bunuh diri dan ada yang harus masuk penjara sebelum meninggal.
Untuk mengantisipasi hal sedemikian, para wiraswastawan perlu membekali diri dengan nilai-nilai
sikap mental yang kuat, baik, tangguh dan tahan banting. Bagaimana caranya ? Tahap pertama
untuk mempersiapkan diri menjadi figur usahawan ulet, adalah dengan jalan belajar dan membuka
wawasan tentang nilai-nilai yang dibutuhkan. Tahap kedua, melatih dan membiasakan diri untuk
mempraktekkan apa yang sudah dipelajari, serta pada tahap ketiga, berusaha mempertahankan
sikap mental yang sudah baik itu, melalui kebiasaan-kebiasaan hidup yang menunjang dan selaras.
Ada beberapa faktor, yang menjadi kunci keberhasilan pengusaha dalam membina dan
mempertahankan ketahanan mental, yaitu: faktor intelejensia, motivasi dan proaktivitas.
Intelejensia merupakan unsur kecerdasan, hubungannya adalah untuk memungkinkan orang
meningkatkan pengetahuan serta keahlian. Motivasi menciptakan dorongan yang menggebu
dalam mencapai suatu tujuan sedangkan proaktivitas selalu menuntun manusia dominan terhadap
dirinya sendiri, tanpa goyah karena pengaruh, tekanan atau teror dari luar, baik orang lain ataupun
lingkungan.
Wiraswastawan perlu memiliki intelejensia, karena dengan itu ia bisa mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan dan keahlian, yang pada gilirannya nanti akan sangat membantu kiprahnya didunia
usaha. Beberapa literatur menjelaskan bahwa intelejensia dapat dilatih, berdasarkan pendapat
bahwa manusia akan semakin cerdas bila otaknya semakin sering dipergunakan untuk berpikir.
Kenyataan memang menunjukkan, seperti telah disinggung sebelumnya, pengusaha itu adalah
pekerja otak, dan setiap saat ia perlu berpikir untuk mengatur strategi bisnis, mencari
terobosan-terobosan, memecahkan masalah-masalah dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu selalu dianjurkan agar pengusaha tetap konsisten belajar, mencari dan menambah
ilmunya di segala disiplin agar bisa membuat diri dan perusahaannya menjadi kuat serta memiliki
kesadaran teknologi (technology awareness) dan inovatif dalam meciptakan produk-produk baru.
Dengan intelejensia, seseorang bisa meningkatkan intelktualitas (keterpelajaran), selanjutnya
intelektualitas mampu mendekatkankan teknologi, akhirnya teknologi dapat menjadi tulang
punggung sebuah perusahaan. Seperti ungkapan yang sering didengung-dengungkan saat ini,
siapa menguasai informasi dan teknologi, dia akan menguasai pasar.
Setelah intelejensia, faktor motivasi merupakan salah satu aspek mental yang esensial bagi calon
pengusaha. Motivasi adalah motor penggerak yang wajib dimiliki oleh setiap wiraswastawan.
Tanpa motivasi, tidak mungkin ada kemajuan yang berarti di dunia ini, dan tanpa motivasi tidak
akan ada manusia yang bisa menjadi tokoh sukses.
Ciputra, bos kelompok Pembangunan Jaya pernah ditanya oleh para wartawan yang
mewawancarainya, tentang faktor apa sebenarnya yang paling pertama bisa menyebabkan ia dan
kelompoknya begitu sukses. Teryata Ciputra menjawab : Motivasi..! Ketika waratawan
melanjutkan pertanyaannya Yang kedua..? Dijawab lagi : Motivasi..!
Wartawan mengejar terus : Yang ketiga..? Lagi-lagi jawabannya : Motivasi..!
Dari jawaban-jawaban yang diberikan Ciputra, bisa kita maklumi betapa pentingnya faktor
motivasi dalam menentukan keberhasilan seorang pengusaha. Motivasi akan bisa mengatasi
segala rintangan yang paling berat, dan motivasi bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin bagi
orang lain, menjadi mungkin bagi kita. Kalau tidak, bagaimana mungkin Wright bersaudara bisa
berhasil menciptakan sebuah kendaraan yang dapat terbang di udara ? Bagaimana mungkin
Marconi bisa menciptakan radio yang bisa menangkap sinyal suara dari udara ? Bagaimana Bill
Gates bisa menguasai dunia hanya dengan perangkat lunak komputer ?
Semua pengusaha yang ingin berhasil, harus didukung oleh kemauan, semangat dan motivasi yang
ultra kuat. Tanpa itu, pengusaha yang bersangkutan akan segera menyerah dan menutup
perusahaannya segera setelah mengalami dua-tiga kali kegagalan saja. Padahal, kegagalan adalah
pihak lain. Hal ini lebih mudah dibuktikan pada bidang-bidang usaha pelayanan dan profesi,
seperti warung makan, bengkel, praktek dokter, pengacara, notaris, toko klontong dan lain-lain.
Pada usaha-usaha skala besar, aspek sosial tidak kalah pentingnya. Bila seorang pengusaha
dikenal masyarakat sebagai tokoh bisnis yang serakah, egois, dan menindas orang lain, pada suatu
waktu terjadi kerusuhan, maka kecil kemungkinan si pengusaha itu berikut kantor-kantor atau
toko-tokonya bisa luput menjadi sasaran.
Para pengusaha, apalagi mereka yang berkecimpung dalam bidang-bidang seperti konsultan dan
jasa profesi, yaitu usaha yang lebih mengandalkan citra perorangan, sebaiknya lebih aktif
berhubungan dengan masyarakat. Seperti misalnya, berbicara dalam seminar-seminar, menulis
artikel di majalah, ikut organisasi sosial atau profesi, dan berbagai aktivitas semacamnya. Makin
banyak ia tampil ditengah masyarakat, makin dikenallah ia, dan makin besar peluangnya untuk
sukses.
Aspek Keluarga
Keluarga merupakan basis kebahagiaan setiap manusia. Sebab, manusia dilahirkan ke dunia
berdasarkan kasih sayang. Kasih sayang yang diterima pertama kali oleh seorang manusia, berasal
dari lingkungan keluarga, yaitu dari orang tua dan saudara-saudara. Kebahagiaan tidak tergantung
dari kondisi kaya atau miskin. Betapapun miskin atau prihatin, selama kasih sayang selalu menjadi
landasan hidup, seorang anak tetap dapat berkembang dengan baik.
Dasar pemikiran yang seyogyanya dimiliki oleh para usahawan adalah bahwa keluarga merupakan
pusat kebahagiaan primer. Tidak ada kebahagiaan yang begitu lengkap dan sempurna selain
kebahagiaan didalam keluarga. Itu sebabnya alam mengatur manusia agar membentuk
keluarganya masing-masing. Masyarakat terbentuk dari keluarga-keluarga. Ini tidak berarti bahwa
sebelum seseorang menikah, ia tidak bisa bahagia. Karena, mereka yang masih membujang, juga
punya keluarga, yaitu orang tua, kakak, adik, paman, bibi atau famili.
Joey Nielsen, seorang instruktur dari Wang Laboratories di Honolulu dalam suatu kunjungan ke
Jakarta mengatakan : Anda beserta keluarga membentuk sebuah tim. Tim ini harus kompak
dan hubungan antara sesama anggotanya harus harmonis. Dengan demikian, baru kebahagian
hidup bisa dicapai secara sempurna..
Kita setuju dengan Joey.Kunci keberhasilan sebuah keluarga terletak dari bagaimana cara mereka
untuk bisa berkoordinasi satu sama lain. Keterbukaan amat diperlukan, agar saling pengertian
bisa tercipta dengan baik. Seorang suami yang workoholic alias gila kerja, bisa mengutarakan
kebiasaannya itu kepada sang istri dan anak-anak, untuk mendapat kelapangan dada mereka.
Sebaliknya suami juga harus mengerti kebutuhan keluarga. Setiap ada kesempatan, berikan waktu
dan perhatian yang cukup kepada semua anggota keluarga.
Kebutuhan keluarga yang paling mendasar adalah nafkah. Sejauh ini pengertian nafkah memang
hanya sebatas SPPK, yaitu sandang, pangan, papan dan kendaraan. Bila itu semua sudah
terpenuhi, akan tetapi suami sebagai kepala keluarga tetap tidak bisa berbagi waktu dengan
keluarga, maka istri dan anak-anak akan sulit menerimanya. Ia akan diangap sebagai manusia
egois, kurang tanggung jawab dan mau enak sendiri. Kalau keadaan seperti itu berlarut-larut
tanpa penjelasan yang bijaksana, maka suasana rumah tangga akan mulai berkembang kearah yang
mengganggu kebahagiaan. Pada puncaknya, bisa saja keluarga akan menuduh suami atau ayah
mulai berbuat macam-macam, nyeleweng dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, patut dimengerti
bahwa keterbukaan dan saling pengertian harus dibudayakan sejak awal.
Dikotomi nafkah versus prestasi juga harus dicermati. Keluarga hendaknya bisa mengerti bahwa
terpenuhinya SPPK bukanlah akhir dari pengorbanan, yang merupakan saatnya ayah atau suami
tinggal di rumah menghabiskan waktu bersama anak dan istri. Kepala keluarga masih
Aspek Spiritual
Keseimbangan alam di dunia ini, ditandai dengan adanya dualisme. Ada hitam ada putih, ada
gelap ada terang, ada baik ada jahat dan seterusnya. Keseimbangan dalam 6 sisi roda
penghidupan, juga terjadi dengan efek saling isi-mengisi antara sektor karir dengan sektor
keluarga, sektor fisik dengan sektor mental serta sektor sosial dengan sektor spiritual.
Dalam hidup sehari-hari kita sangat familiar dengan kehidupan jasmani, yang berinteraksi dengan
kehidupan rohani. Kehidupan jasmani membentuk sisi sosial, dan kehidupan rohani itu tidak lain
adalah sisi spiritual dari kehidupan manusia. Keseimbangan kehidupan jasmani dengan
kehidupan rohani amat penting, bagaikan pentingnya keseimbangan makan dan minum bagi
semua mahluk.
Wiraswastawan, harus menjaga dan memperhatikan kehidupan spritualnya. Karena faktor ini
merupakan alat penyeimbang terhadap kehidupan jasmani, yang sudah pasti akan banyak diuji
dengan berbagai godaan maupun goncangan. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa
bagi pengusaha, terutama pengusaha muda, urusan spiritual adalah urusan nanti, kalau sudah tua,
atau kalau sudah kaya. Banyak kejadian membuktikan, bahwa terutama pada saat-saat kritis, tidak
ada sisi lain dari kehidupan ini yang dapat membantu kecuali sisi spiritual atau agama. Mike
Tyson, juara dunia, adalah contohnya. Pada saat dirinya begitu terjepit, terlecehkan dan
kehilangan pegangan hidup, ia akhirnya menemukan ketenangan jiwa melalui penemuan spiritual
didalam penjara.
Bidang spiritual merupakan bidang yang sangat abstrak, halus dan sulit dimengerti begitu saja.
Sehingga untuk bisa mendalaminya, diperlukan pengkajian dan pengalaman selama hidup. Itu
sebabnya, masalah spiritual tidak bisa ditunda sampai usia senja. Seorang pengusaha muslim,
harus dapat mengatur waktunya untuk tetap bersembahyang 5 waktu, yang kristiani juga harus
tetap dapat dan sempat beribadah ke gereja, begitu juga mereka dari agama-agama lainnya.
Mereka yang beriman, akan terjaga dan selamat pada saat-saat kejatuhan, dan tetap bisa
mengendalikan diri saat berada pada puncak kejayaan.
Perjalanan hidup yang ideal, akan memunculkan kearifan dan kesempurnaan jiwa, pada saat usia
manusia mencapai periode akhir dari kehidupannya. Dengan catatan bahwa yang bersangkutan
memang membina sisi kehidupan spiritualnya dari sejak muda. Untuk melihat bagaimana proses
kehidupan manusia sejak usia muda sejalan dengan tingkat-tingkat perobahan motivasi hidupnya,
bisa kita simak David Chia yang menguraikan modifikasi teori Maslow dibawah ini :
S
p
ir
itu
a
l
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
D
ir
i
E
g
o
/S
e
lfE
s
te
e
m
K
e
b
u
tu
h
a
n
S
o
s
ia
l
K
e
b
u
tu
h
a
n
F
is
ik
begitu landasan kita berwiraswasta akan menjadi kuat, antara lain : sukses ataupun jatuh, kita tetap
ada dalam pemikiran positif, sukses berarti perjuangan berhasil menemui sasarannya, sedangkan
bila jatuh, kejatuhan kita adalah sebagai pahlawan atau syuhada yang menggantungkan cita-citanya
setinggi langit untuk kepentingan banyak orang.
Mempelajari Medan
Apakah Anda mempunyai keinginan kuat untuk meraih masa depan yang gemilang ? Apakah Anda ingin
mmenangkan setiap kesempatan yang ada ? Jawabnya adalah : Apa yang telah Anda perbuat ?
SunTzu, adalah seorang panglima perang yang sangat ahli dalam bidang kemiliteran pada zaman
dulu di negeri Cina. Ia pernah menulis sebuah buku tentang ilmu perang, dan karyanya yang
mashur itu sekarang diadaptasi oleh banyak kalangan, guna diterapkan dalam dunia bisnis. Salah
satu nasehatnya mengatakan : Sebelum terjun ke kancah pertempuran, kenali dan pelajarilah
semua situasi dan keadaan yang ada dimedan perang, termasuk gunung-gunung, lembah dan
jurang, sungai-sungai dan lain-lainnya. Dengan demikian jalan menuju kemenangan akan makin
terbuka..!
Kiat ini juga banyak digunakan dalam bisnis, dengan pengertian, sebelum seorang pengusaha
memutuskan untuk terjun ke salah satu bidang usaha, maka terlebih dahulu ia harus mempelajari
segala seluk-beluknya, dari mulai soal prospek, tingkat persaingan, masalah produksi dan
distribusi, bahan baku sampai ke masalah tenaga kerja.
Demikian pun, bila untuk pertama kalinya kita hendak menggeluti dunia kewiraswastaan, kita
perlu melakukan penjajakan tentang segala hal yang terkait dengannya. Dari mulai yang makro
seperti situasi ekonomi aktual di Indonesia, pembagian sektor dan segmen pasar, budaya bisnis di
kalangan pengusaha sampai pada yang mikro seperti perilaku calon konsumen dimasing-masing
pasar yang ada, tata cara dan prosedur kerja mereka bahkan kebiasaan-kebiasaan tak tertulis yang
sudah baku yang dipatuhi oleh semua pelaku bisnis.
Bab ini dipersiapkan bagi pembaca yang sudah bermaksud memulai karir sebagai pengusaha
(kecil) guna mampu mengantisipasi segala macam tantangan dan permasalahan yang ada di
lapangan. Dengan jalan ini, diharapkan tidak akan terjadi shock mental karena pertemuannya
dengan hal-hal yang masih asing, atau merasa salah memilih daerah operasi usaha. Di samping itu,
dengan mengetahui kendala-kendala sejak awal, setiap orang bisa menentukan atau memilih
sektor pasar yang paling sesuai dengan hati nurani masing-masing.
Komitmen
Sebelum kita menjajaki lebih jauh mengenai medan usaha, kita telaah dulu satu hal dasar yang
paling penting. Yaitu soal seberapa jauh dan mantapnya komitmen kita untuk berusaha. Ini
merupakan masalah kebulatan tekad, bukan dalam soal politik, melainkan dalam kewiraswastaan.
Komitmen ini menjadi penting untuk dipermasalahkan, karena ada hubungannya dengan kondisi
umum masyarakat Indonesia, yang antara lain diwarnai oleh tingginya angka pengangguran.
Seperti diketahui, untuk menanggulangi masalah pengangguran tersebut di Indonesia, pemerintah
mengambil beberapa langkah penanggulangan antara lain dengan program transmigrasi,
pelatihan-pelatihan keterampilan melalui Balai-balai Latihan Kerja di Departemen Tenaga Kerja,
serta mempropagandakan kewiraswastaan sebagai jalur karir alternatif.
Yang disebut belakangan, yaitu propaganda kewiraswastaan sebagai jalur karir alternatif,
merupakan langkah yang harus dicermati dan diwaspadai. Karena, untuk sementara orang, hal ini
diartikan bahwa hadirnya kewiraswastaan hanyalah sebagai pilihan kedua pada kasus-kasus di
mana orang tidak atau belum bisa mendapatkan pekerjaan. Atau semata-mata sebagai aktivitas
pemanfaatan waktu luang bagi para pensiunan. Dan hal-hal lain semacam itu, yang pada
pokoknya menempatkan kewiraswastaan sebagai pilihan alternatif alias pilihan cadangan atau
backup.
Perlakuan demikian terhadap bidang kewiraswastaan hanya akan membawa dampak tidak
efektifnya misi kewiraswastaan itu sendiri. Karena, kewiraswastaan tidak dapat ditempatkan
sebagai suatu kegiatan yang tidak terlalu serius. Kesungguhan, mutlak diperlukan, kalau tidak
mau kewiraswastaan itu akan menjadi simbol dari suatu kegiatan yang tidak menghasilkan apaapa.
Ini berarti, setiap kandidat wirausahawan, harus mempunyai komitmen penuh atau kebulatan
tekad yang mantap kepada bidang pilihannya sendiri. Jika kewirausahaan dijalankan sambil juga
melamar ke sana ke mari dan berharap-harap akan datangnya tawaran atau panggilan pekerjaan
bergaji besar, maka jelas kegiatannya itu tidak akan menghasilkan sesuatu yang optimal.
Demikian juga bila kewirausahaan dilakukan hanya untuk membunuh waktu sehari-hari pada
masa pensiun atau masa pengangguran.
Hasil berwiraswasta yang maksimal hanya bisa diperoleh bila si pengusaha benar-benar serius
menjalankan perusahaan, dan teguh dalam pendiriannya. Selain berkonsentrasi penuh kepada
aktivitas usaha, sedapat mungkin ia juga harus dapat mematikan mata dan telinganya terhadap
godaan-godaan dari luar. Godaan-godaan tersebut dapat berupa provokasi atau teror yang
menghendaki kehancuran usahanya, atau malah berupa iming-iming menggiurkan yang meminta
kita mengalihkan profesi ke bidang atau posisi lain.
Oleh sebab itu, perlu juga kiranya diperhatikan oleh para pejabat pemerintah yang
mengkampanyekan kewiraswastaan sebagai karir alternatif pencari kerja, bahwa masih ada faktor
yang perlu dibina. Faktor yang akan menentukan seseorang menjadi wiraswastawan handal atau
rapuh. Faktor itu adalah faktor komitmen. Bagaimana pembinaan dilakukan untuk memperoleh
komitmen yang kuat, juga akan merupakan permasalahan tersendiri. Karena lagi-lagi kita akan
berurusan dengan sesuatu yang tidak kasat mata, sesuatu yang intangible, sebagaimana halnya
dengan sikap mental. Dan memang pada hakekatnya, hanya orang dengan sikap mental baiklah
yang akan mampu menunjukkan komitmen yang baik pula.
Bila mengacu kepada apa yang dikatakan oleh Sun Tzu di atas, seorang jendral yang baik adalah
jendral yang memiliki komitmen, jika tidak, maka ia akan menjadi jendral pengecut yang akan
segera lari meninggalkan arena begitu pertempuran dimulai.
Penulis mempunyai dua contoh yang baik dalam hal komitmen ini yang ditunjukkan oleh dua
orang pelaku kewiraswastaan. Yang pertama adalah seorang adik penulis sendiri, yang memulai
usaha bersama rekan-rekan seperjuangannya mendirikan sebuah biro iklan dengan nama
MAC909. Berbekal kepiawaian dalam membuat rancangan-rancangan iklan, didukung dengan
leadership yang tinggi, mereka memulai usahanya dari skala kecil dengan melayani permintaan
pemasangan iklan-baris atau iklan kecik disurat kabar. Kemudian, berkat komitmen yang
terwujud dalam ketekunan dan kesungguhan kerja, perlahan-lahan MAC909 mulai menapak maju.
Order-order berdatangan dalam jumlah yang semakin besar dan berkembang tidak hanya sebatas
iklan di media cetak, tapi sudah merambah ke hampir semua media periklanan lainnya.
Tanda-tanda keberhasilan mereka sudah amat jelas dan diketahui secara luas oleh masyarakat
ketika perusahaannya memenangkan beberapa gelar juara dalam lomba periklanan yang disebut
Citra Pariwara. Saat itulah godaan mulai datang. Beberapa pengusaha kelas kakap menawarkan
untuk bergabung saja dengan kelompok mereka. Ajakan itu disertai iming-iming pemberian gaji
bersih sebesar Rp. 10 juta per bulan (1995), ditambah fasilitas mobil sedan terbaru dan beberapa
saudara, tokoh kita ini bertidak cepat. Ia tidak mau membuang waktu di kamar untuk merenungrenung, dan segera mencari peluang untuk mewujudkan obsesinya menjadi pengusaha. Akan
tetapi, usaha apa ? Demikian timbul pertanyaannya di dalam benak. Berbagai kemungkinan
dipelajarinya, namun yang kelihatan bisa dijalankan, hanyalah menjadi salesman. Suatu profesi
yang bagi kebanyakan orang merupakan tantangan yang cukup berat, terutama bila harus menjual
barang dari rumah ke rumah (door to door).
Akan tetapi tekadnya sudah bulat. Mau jadi salesman, asalkan itu bisa menuntun dirinya menjadi
pengusaha sukses, no problem ! Maka ditemuinyalah seorang pedagang, agen peralatan dapur
seperti panci dan kompor. Setelah diutarakannya niat untuk menjadi salesman, ia pun diterima dan
bertugas untuk menjual panci dan kompor secara kredit. Sasarannya, sudah tentu ibu-ibu rumah
tangga.
Hari pertama beroperasi, Zul berkata dalam hati : Aku akan buktikan hari ini, apakah aku layak
untuk menjadi pengusaha sukses !, dan mulailah ia menjelajah kampung-kampung pinggiran kota
Jakarta, naik bus turun bus di bawah terik matahari sambil membawa-bawa beberapa contoh
panci masak. Tekadnya sudah benar-benar bulat, ia harus berhasil ! Prestasi perdana hari itu,
menunjukkan bahwa ia berhasil menjual 3 set panci. Tidak yakin apakah itu sebuah hasil kerja
yang baik atau bukan, ia kembali ke kantor sipedagang, dan membandingkan hasilnya itu dengan
hasil yang diperoleh rekan-rekan lain sesama salesman. Ternyata, pada hari pertamanya ia sudah
unggul terhadap orang-orang lain, karena ia berhasil menjual 3 set panci, sementara yang lain
hanya berhasil menjual 2 atau 1 set saja. Bahkan, beberapa orang tidak menghasilkan penjualan
sama sekali !
Zul mengikrarkan hari itu sebagai hari keberhasilan pertamanya, sekaligus memberikan komitmen
penuh bahwa ia akan memulai perjuangan sebagai salesman perkreditan panci, sampai berhasil
menjadi pengusaha yang benar-benar mapan. Maka hari kedua, ketiga dan seterusnya adalah harihari panjang dari pergulatan hidup yang dilaksanakan Zul untuk merintis karirnya dalam dunia
bisnis. Komitmen yang dipancangkan sejak hari pertama itu, terus dipegang dengan konsekwen.
Tidak perduli hari panas, hari hujan, jalan macet, perjalanan jauh dan sebagainya, salesman kita ini
bagaikan lokomotif tanpa rem terus menjalankan misinya untuk keluar masuk kampung, bertemu
dan menawarkan panci pada ibu-ibu. Dan ternyata panci-panci yang bisa dikredit selama 10 bulan
itu, membawa berkah baginya.
Sedikit demi sedikit, kemajuan mulai menampakkan diri. Dari naik bus turun bus, Zul bisa
meningkat dengan membeli sepeda motor untuk beroperasi, dan tak lama kemudian sebuah
mobil bisa diperolehnya dari hasil keringat sendiri. Sampai suatu saat, ia merasa sudah tiba
saatnya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang lain. Ia menyatakan
mengundurkan diri dari bos pertama, lalu menghubungi pihak pabrik untuk menyatakan maksud
menjadi agen. Karena sudah mendengar kepiawaian Zul dalam menjual, pabrik segera
menyetujuinya. Dan jadilah Zul sekarang seorang agen resmi dari sebuah pabrik panci yang
berlokasi di daerah Cileungsi, Bogor.
Berkah selalu menyertai Zul dalam perpancian. Penjualannya selalu sukses dan meningkat secara
konsisten. Permintaan-permintaan dari konsumen terus berdatangan, sampai Zul akhirnya
merasa perlu untuk meminta pabrik membuatkan merek sekaligus desain panci yang dibuatnya
sendiri.
Perjalanan dari satu sukses ke sukses lainnya itu terus berlangsung, tahun demi tahun dilewatinya
dengan mulus, seakan tidak pernah ada satu kesalahanpun pernah dibuatnya. Uang mengalir
seakan tanpa mau berhenti lagi, sehingga pada akhirnya ia memutuskan untuk mendirikan
perusahaannya sendiri dan menjabat sebagai direktur utama. Zul menghabiskan waktu selama 13
tahun, sebelum ia berhasil menjadi seorang pemilik perusahaan dengan omset lebih dari 5 milyar
rupiah, pada usia 33 tahun (1996). Karyawan adminidtrasinya ada sekitar 50 orang, salesman ada
sekitar 500 orang, dan kalau tidak ada halangan ia berencana memperluas daerah operasinya
sampai di 27 propinsi di seluruh Indonesia.
Sekarang ia sudah merencanakan mendirikan sebuah pabrik panci milik sendiri, tanpa
meninggalkan status keagenan dari pabrik pemasoknya semula. Kalau dulu ia mengageni hanya 1
pabrik, sekarang ia sudah mengageni beberapa pabrik yang dimintanya untuk membuat panci
dengan merek perusahaannya, serta membuatkan panci-panci yang dirancang sendiri. Dalam
mencari rancangan-rancangan baru, Zul tidak segan terbang ke Taiwan atau Korea, dan pulang
menenteng 3 atau 4 buah panci contoh dengan model-model terbaru.
Dari dua contoh di atas, dapat dibayangkan bahwa komitmen merupakan faktor yang amat
diperlukan untuk bisa menjadikan seseorang mejadi tokoh sukses. Bersama-sama dengan
leadership, komitmen membentuk figur manusia berkemauan keras, yang juga tidak akan
terpengaruh oleh kondisi enak yang diperlihatkan oleh orang lain. Menurut mereka, kenikmatan
yang diberikan orang lain itu terasa semu dan tidak bisa dinikmati secara utuh. Bukan hasil
uangnya, akan tetapi hasil prestasi mengatasi tantanganlah yang lebih berharga. Uang hanyalah
indikator.
Namun demikian, komitmen tidak boleh diartikan secara kaku. Seorang yang sudah berikrar
untuk menjadi pengusaha, tidak berarti ia tidak boleh mengawali prestasi kewiraswastaannya itu
dengan jalan bekerja terlebih dahulu. Sebab, dengan bekerja ia bisa mengumpulkan uang guna
dipakai sebagai modal, dan iapun bisa belajar mengenai banyak hal, yang nantinya bisa bermanfaat
sebelum ia terjun sendiri ke dunia wiraswasta.
Beberapa nama bisa kita ambil sebagai contoh dari orang-orang yang bekerja sebagai karyawan
atau profesional untuk kemudian berhasil muncul ke permukaan sebagai tokoh pengusaha.
Nama-nama itu antara lain Dr. An Wang, pendiri Wang Laboratories Inc. di Lowell,
Massachussetts, Amerika Serikat, Enny Hardjanto yang mendirikan PT. Hanesa Endera Sakti
setelah sekian lama bekerja di Citibank, Rudy J. Pesik dengan Pesik International Group dan lainlain.
Begitu juga komitmen tidak mengharamkan seseorang untuk merintis usaha, dengan
mengambil batu loncatan dari pekerjaan sambilan lebih dulu. Beberapa orang yang penulis
pernah temui, ternyata mempunyai usaha yang dirintis dari keikut sertaannya dalam keanggotaan
multi-level-marketing. Seperti diketahui, multi-level-marketing adalah suatu sistem pemasaran
yang memungkinkan bisnis dijalankan secara luwes, bisa waktu-penuh, paruh-waktu atau
sambilan.
Sebaliknya, mereka yang berniat bekerja sebelum berwiraswasta juga harus waspada terhadap apa
yang dinamakan sebagai efek kelembaman. Efek kelembaman adalah suatu kecenderungan dari
segala sesuatu di alam ini, untuk terus berada dalam keadaannya sekarang. Sesuatu yang bergerak,
berkecenderungan untuk terus bergerak sedangkan yang ada dalam keadaan diam, condong untuk
tetap diam.
Baduara dalam bukunya Salesmanship, melukiskan efek kelembaman tersebut dengan contoh
sebuah mobil, yang membutuhkan tenaga dorong yang besar sekali pada saat merubah
keadaannya dari diam, menjadi bergerak. Ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa mobil
perlu diposisikan pada persneling satu, agar memperoleh tenaga dorong yang besar untuk
keperluan itu. Kesimpulannya, sesuatu yang diam akan terus cenderung diam, sehingga untuk
merubahnya ke keadaan lain (bergerak), diperlukan usaha yang besar.
Di lain pihak, mobil yang sudah bergerak, akan mudah untuk digerakkan lebih cepat, karena, efek
kelembaman memudahkan sesuatu yang bergerak untuk tetap bergerak.
Orang yang
membiasakan diri bermalas-malas, akhirnya akan terus menjadi pemalas; untuk merubahnya
menjadi orang rajin, diperlukan usaha keras. Maka, orang perlu memelihara diri untuk tetap rajin
dan bergiat secara konsisten, agar bisa menjauhkan diri dari kemalasan.
Para calon wiraswastawan, yang sudah memulai karirnya dengan menjadi pegawai lebih dahulu,
dikuatirkan akan mengalami efek kelembaman ini. Yaitu, pada suatu saat nanti di mana
kondisinya sudah memungkinkan untuk terjun berusaha, ternyata terlanjur malas atau
keenakan menjadi pegawai. Dan lunturlah komitmen semula untuk menjadi pengusaha
tangguh.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan ialah, selama kita bekerja dengan status karyawan,
semua tanggung jawab dan etika kerja harus benar-benar dipegang teguh. Tidak boleh misalnya,
karena kita ingin jadi pengusaha sendiri, maka kewajiban kita sebagai karyawan kita nomorduakan atau disepelekan. Ada lagi mungkin yang menggunakan waktu pada jam kerja di kantor,
untuk mengurus bisnisnya sendiri. Bahkan, dan ini yang pernah penulis saksikan betul, ada
seorang pegawai yang bercita-cita punya usaha, lantas menggunakan kesempatan di tempatnya
bekerja untuk mengambil barang-barang perusahaan untuk dijual. Tidak jelas apakah yang
bersangkutan sadar atau tidak, bahwa perbuatan itu sudah termasuk tindak kriminal yang bisa
dituntut secara hukum !
Di sinilah kita bisa menarik kesimpulan tentang diperlukannya secara mutlak sikap mental yang
baik sebagai pengusaha atau calon pengusaha. Komitmen saja tidak cukup, leadership pun
demikian. Oleh sebab itu, di sini harus ditekankan bahwa kalau ingin berwiraswasta, jadilah
wiraswastawan yang baik. Komitmen baik, leaderhip baik, sikap mental baik, dan segalanya pun
baik. Lagi pula, percaya atau tidak, hukum karma sering menampakkan dirinya atas segala yang
telah dilakukan manusia.
Dampak Kapitalisme
Walau pun tidak ada pemberitahuan resmi, kenyataan memang menunjukkan bahwa sistem
ekonomi Indonesia saat ini bersifat kapitalistik. Apakah ini berarti Indonesia merupakan negara
kapitalis, tentu para pakarlah yang berkompeten untuk memastikannya.
Yang jelas,
kecenderungan kapitalistis yang terbentuk sebagai hasil proses sejarah perekonomian Indonesia
sejak kemerdekaan, telah mengakibatkan suatu kecenderungan sosial. Yaitu, sebagaimana
umumya terjadi di negara-negara lain yang juga menganut kapitalisme, golongan kuat dan kaya
akan menjadi semakin kuat dan semakin kaya, sedangkan yang kecil dan miskin makin terjepit.
Kita berharap, dengan memasyarakatkan kewiraswastaan, rakyat kecil akan dapat menolong
dirinya untuk bangkit merayap kejenjang kehidupan yang lebih baik. Untuk itu, perlu dilihat
bagaimanakah situasi saat ini yang merupakan dampak sebuah sistem kapitalistik.
Penulis mengamati bahwa semacam shock sosial telah terjadi, sehubungan dengan percepatan
pembangunan bangsa yang banyak melibatkan peran-serta swasta. Shock sosial itu, telah
mengakibatkan terbentuknya kelompok-kelompok lapisan masyarakat yang masing-masingnya
bereaksi secara berbeda terhadap perubahan zaman. Minimal ada 4 kelompok dapat diidentifikasi
berdasarkan perilakunya, yaitu :
1). Kelompok yang sadar betul akan gejala kecenderungan kapitalistik (Capitalism
Awareness), dan mereka menanggapi kecenderungan itu secara antusias serta bekerja
keras dengan konsentrasi penuh untuk mencapai prestasi, dalam lingkungan ekonomi
kapitalisme itu. Mereka umumnya terdiri dari para pengusaha golongan ekonomi
kelas atas dan menengah. Begitu juga kaum profesional dan karyawan-karyawan yang
termotivasi dan sedang menyiapkan diri terjun ke dunia bisnis. Sedikit pengusaha
kecil juga ada yang termasuk golongan ini, biasanya dari angkatan muda.
2). Kelompok yang sadar akan ketidak mampuannya mengikuti percepatan pembangunan
BUMN amat mirip dengan perusahaan swasta, oleh sebab itu kita kelompokkan pada sub bab
pembahasan mengenai pasar swasta.
Hampir semua prospek pada pasar pemerintahan yang berupa lembaga-lembaga non-profit,
sebagaimana tersebut di atas, sepenuhnya mengandal kepada dana yang diberikan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau dikenal dengan APBN. Dana tersebut disalurkan
melalui Departemen Keuangan dan pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Pengalokasian dana dari Departemen Keuangan itu terbagi dalam dua jenis, yaitu yang berupa
Anggaran Rutin, dan Anggaran Pembangunan.
Anggaran lembaga-lembaga pemerintah disusun setiap tahun, berdasarkan rencana kegiatan yang
diproyeksikan untuk tahun anggaran berikut. Dengan demikian, setiap lembaga telah mengetahui
dengan pasti kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran tertentu. Tidak ada
kegiatan apapun diluar rencana anggaran yang telah disusun, bisa dibiayai secara mendadak,
kecuali lembaga yang bersangkutan memiliki dana dari sumber lain.
Tahun anggaran bagi semua instansi pemerintah yang dibiayai dari APBN, dimulai dari tanggal 1
bulan Januari tahun tertentu, dan berakhir pada tanggal 31 bulan Desember tahun yang sama.
Sehingga sebutan tahun anggaran yang dulu biasanya dikenali dari angka dua tahun berturut-turut,
misalnya Tahun Anggaran 1996-1997, sekarang cukup disebut Tahun Anggaran 2006. Ini
berarti alokasi dana berlaku mulai 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2006.
Melihat sistem APBN yang seperti itu, bisa terjadi usaha seseorang yang secara konsisten
menawarkan barang atau jasanya kepada instansi pemerintah, akan selalu sia-sia, karena kegiatan
pengadaan dari produk yang ditawarkannya tidak tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). Hanya sebagian kecil, yang berupa barang-barang yang sudah rutin dan
mutlak harus ada seperti ATK (Alat Tulis Kantor) berupa kertas, pita mesin tik, map dan lainlain, yang pengadaannya bisa kontinyu setiap tahun. Oleh sebab itu, bagi mereka yang berminat
untuk memilih pasar pemerintahan, harus lebih jeli dan lebih awas dalam mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya, serta lebih antisipatif dalam menanggapi permintaan.
Pengusaha bisa menjadi rekanan dari instansi pemerintah untuk mendapatkan order atau
pekerjaan. Sebelumnya, pengusaha harus mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada
departemen bersangkutan, untuk didaftar sebagai salah satu rekanan dengan melengkapi sejumlah
dokumen yang dipersyaratkan.
Melalui anggaran rutin, seorang pengusaha rekanan dapat meminta pekerjaan sebagai pemasok
(supplier), misalnya untuk barang-barang ATK (Alat Tulis Kantor), dan lain sebagainya. Anggaran
Pembangunan umumnya diwujudkan dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, sehingga baik
pegawai negeri maupun rekanannya sering menyebutnya sebagai Anggaran Proyek. Pekerjaanpekerjaan yang umum ditemui antara lain pembangunan gedung, waduk, jalan, pelabuhan, sistem
komputer dan lain-lain. Untuk bisa memperoleh proyek-proyek semacam itu, pengusaha yang
berminat diharuskan mengikuti pelelangan pekerjaan (tender), juga dengan melengkapi sejumlah
dokumen dan persyaratan tertentu.
Status bidang usaha yang umum untuk menjadi rekanan instansi pemerintah antara lain
pemborong (kontraktor utama), pemasok (supplier, leveransir), konsultan, biro teknik (untuk
pekerjaan pemeliharaan peralatan), dan beberapa jenis lainnya.
Anggaran rutin adalah alokasi dana untuk menangani kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya rutin,
yaitu kegiatan-kegiatan yang setiap tahunnya selalu ada. Ini mencakup antara lain pembayaran gaji
dan honor pegawai, pengadaan ATK, biaya-biaya pemeliharaan, biaya pengadaan peralatan kerja,
biaya perjalanan dinas dan lain sebagainya. Total dana yang dianggarkan untuk kegiatan rutin
selama satu tahun, biasanya dibagi lagi dalam kegiatan per triwulan. Kegiatan triwulanan itu harus
terjadwal, sehingga aktivitas yang direncanakan untuk triwulan IV misalnya, tidak boleh
dilaksanakan pada triwulan I. Kekecualian mungkin bisa diberikan pada saat-saat yang amat
mendesak, atas persetujuan pejabat-pejabat yang berwenang.
Selain dua jenis anggaran yang telah kita kenal di atas, instansi-instansi tertentu dimungkinkan
untuk membiayai sendiri kebutuhan-kebutuhannya dengan mempergunakan dana yang berasal
dari sumber lain. Dana semacam ini disebut dana non-anggaran atau non-budget, diperoleh karena
instansi dimaksud memiliki kegiatan yang menghasilkan, dalam bentuk retribusi dan sebagainya.
Dengan dana non-anggaran ini, sebuah instansi menjadi sangat terbantu apabila mempunyai
kebutuhan yang bersifat mendadak, atau yang tidak bisa dimasukkan dalam salah satu mata
anggaran di Departemen Keuangan. Walaupun relatif lebih bebas, penggunaan dana nonanggaran harus tetap dibawah koordinasi Menteri Keuangan.
Untuk berusaha dalam pasar pemerintah, sebagaimana terjadi di pasar mana pun, keunggulan
mutu produk akan sangat menentukan, di samping teknik pendekatan yang benar. Setiap masa,
cara pendekatan pasar selalu berubah tergantung dari banyak hal yang mempengaruhi, seperti
situasi politik, pergeseran nilai-nilai moral masyarakat dan lain sebagainya. Menarik untuk
disimak adalah, bahwa pada dua dekade terakhir ini, cara pendekatan pasar pada sektor
pemerintahan lebih bertendensi kearah lobbying. Oleh sebab itu, faktor lobi-melobi dan kedekatan
dengan para pejabat, perlu juga kiranya mendapat perhatian.
Pasar Swasta
Pasar swasta adalah sebuah lingkungan jual beli yang prospeknya terdiri dari badan-badan usaha
milik swasta, badan usaha milik negara yang mekanisme kerjanya mirip badan swasta, serta
organisasi-organisasi lain yang bekerja secara independen, diluar tata cara dan prosedur yang
dikendalikan langsung oleh pemerintah.
Berbeda dengan pasar pemerintahan, pasar swasta kebanyakan terdiri dari organisasi-organisasi
yang mencari laba (profit center), seperti perusahaan-perusahaan dagang, pabrik-pabrik produsen,
pabrik perakitan, bank-bank dan lembaga keuangan serta 1001 macam variasi bidang usaha
lainnya. Diantara itu, ada juga beberapa yang bukan badan usaha seperti misalnya yayasanyayasan, lembaga-lembaga pendidikan atau badan-badan sosial. Kesemuanya mungkin saja
menjadi pelanggan kita.
Perusahaan-perusahaan biasanya bekerja seefisien mungkin, tata cara dan prosedur transaksi
bisnis diatur sedemikian, sehingga praktis, tidak bertele-tele atau birokratis, dan menghemat
waktu. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi para wiraswastawan yang berhubungan
dagang dengan mereka, karena bagi pengusaha, waktu sangat berharga.
Badan Usaha Milik Negara walaupun kepemilikan, pengelolaan serta pengawasannya ada di
tangan pemerintah, akan tetapi mekanisme kerjanya sudah sangat mirip dengan perusahaan
swasta murni. Hal ini disebabkan pemikiran bahwa BUMN adalah sebuah organisasi bisnis,
organisasi yang mencari keuntungan atau laba, sehingga harus bisa beroperasi dengan cepat serta
praktis dalam menanggapi situasi pasar. Untuk keperluan itu, BUMN harus dijauhkan dari segala
tata cara atau birokrasi yang kurang mendukung sistem bisnis. Dulu, kebanyakan BUMN
berstatus sebagai PN (Perusahaan Negara) atau Perum (Perusahaan Umum). Sekarang hampir
semua status BUMN sudah dirubah menjadi Persero, identik dengan PT (Perseroan Terbatas)
pada perusahaan swasta murni.
BUMN pada umumnya berada di bawah kendali Departemen-departemen yang ada di dalam
sistem pemerintahan negara Republik Indonesia. Sebagai contoh, Departemen Perhubungan
memiliki PT. Garuda Indonesia dan PT Merpati Nusantara Airlines sebagai BUMN yang ada
dibawah kendalinya. Dibawah Departemen Pertambangan kita kenal PERTAMINA, PT. Aneka
Tambang, PT. Timah dan lain-lain, Departemen Pekerjaan Umum mempunyai PT.
Pembangunan Perumahan, PT. Jasa Marga, PT. Wijaya karya dan lain-lain, Departemen
Penerangan dengan PT. Pradnya Paramita (penerbit), demikian seterusnya.
Ada lagi yang disebut dengan BUMD atau Badan Usaha Milik Daerah. Biasanya merupakan
perusahaan-perusahaan yang sebagian ataupun seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah. Sebagai contoh, Bank Pembangunan Daerah (BPD) berfungsi sebagai badan usaha yang
mencari penghasilan bagi masing-masing Pemerintah Daerah Tingkat I. Di Jakarta, bank ini
populer dengan nama-dagang (trade mark)nya, yaitu Bank DKI. Bahkan PT Pembangunan Jaya
yang dirintis oleh Ir. Ciputra, karena sebagian sahamnya dimiliki oleh Pemda DKI, adalah juga
sebuah BUMD.
Seperti halnya di pasar pemerintahan, untuk bisa unggul berusaha dipasar swasta, faktor utama
yang menentukan adalah juga tingginya mutu produk yang ditawarkan di samping teknik
pendekatan yang baik. Pada BUMN ataupun BUMD, cara pendekatan seperti yang ngetrend di
sektor pemerintahan, yaitu lobbying, juga memegang peranan besar. Akan tetapi pada perusahaanperusahaan swasta murni ada perbedaan yang cukup mencolok.
Seperti di ketahui, saat ini tingkat persaingan sudah semakin ketat, hampir di segala bidang usaha.
Dengan tumbuh suburnya konglomerasi, persaingan itu lebih-lebih terasa sebagai suatu tantangan
yang cukup berat. Untuk mengatasinya, kalangan swasta membentuk kelompok-kelompok (group)
di kalangan masing-masing, dengan tujuan terjadinya sinergi internal yang lebih maksimal. Dalam
kelompok, berlaku semacam kode-etik, yang menghendaki agar semua kebutuhan yang
diperlukan masing-masing anggota, harus dapat dipenuhi dari perusahaan sesama anggota dalam
kelompok.
Tentu saja ini perlu diperhitungkan oleh para wiraswastawan baru yang hendak berbisnis dengan
grup tertentu. Karena, sepanjang produk yang hendak ia tawarkan itu bisa diperoleh dari
perusahaan anggota kelompok, maka kode etik tidak membolehkan perusahaan bersangkutan
untuk membelinya dari pihak lain.
Pasar Masyarakat Umum
Pasar masyarakat umum, atau pasar konsumen, merupakan pasar yang paling luas jangkauannya,
baik secara geografis maupun secara klasifikasi segmen pasar. Hampir semua komoditi
kebutuhan manusia dari segala tingkat status sosial tertampung pada pasar ini. Dari mulai jarum
pentul dan peniti, tusuk gigi sampai mobil dan apartemen mewah.
Pendekatan bisnis yang lebih menentukan di sini adalah soal selera dan daya beli setiap lapisan
masyarakat. Harga boleh mahal, kualitas bisa kurang unggul, tetapi tetap saja konsumennya ada,
karena kenyataannya pasar memang sudah terbagi sedemikian, sehingga baik produk kelas 1, kelas
2, kelas 3 dan seterusnya, semua mempunyai segmen pasar yang menyerap. Oleh karenanya,
pasar jenis ini lebih menggantungkan diri pada persaingan bebas. Kiat promosi yang bisa
menciptakan citra merek (brand image) memastikan produk bersangkutan menjadi populer dan
digemari.
Karena pada pasar ini lebih dominan faktor persaingan bebasnya, maka relatif faktor-faktor
mafia-isme, surat sakti dan sebagainya, akan lebih kecil pengaruhnya dibanding pada pasar
pemerintahan atau pun swasta. Peluang yang tersedia juga boleh dikata tidak terbatas, sehingga
para wiraswastawan akan mempunyai kesempatan sebebas-bebasnya dalam mencari terobosanterobosan dan inovasi-inovasi baru. Pada bidang ekspor, perlu diperhatikan standar mutu yang
memenuhi persyaratan, karena konsumen di luar negeri amat kritis dalam soal tersebut.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin merekomendasikan agar mereka yang baru saja terjun ke
dunia usaha, apalagi dengan modal terbatas, lebih baik untuk menerjunkan diri kedalam pasar
masyarakat umum, dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain :
1). Persaingan bersifat lebih bebas dan lebih sehat.
2). Segala macam produk bisa diserap masyarakat.
3). Lebih memungkinkan tersalurnya ide-ide baru.
4). Jangkauan pemasaran lebih luas, baik dari segi geografis, mau pun dari segi
populasi konsumen yang amat bervariasi.
5). Pengusaha tidak tergantung hanya dari satu atau beberapa orang pelanggan saja,
karena segmen-segmen pasar di lingkungan masyarakat sangat banyak.
6). Kebanyakan transaksi di pasar konsumen berbasis pembayaran tunai (cash & carry
basis), sehingga perputaran keuangan pengusaha bisa bergulir lebih cepat. Ini
sangat membantu kesinambungan usaha.
Keunggulan Berwiraswata
Sebagaimana telah diutarakan pada bagian depan, untuk bisa sempurna berkiprah didunia
kewirausahaan, orang perlu berkonsentrasi penuh dan membaktikan diri secara total kepada
kewiraswastaan. Kim Woo Chong mengistilahkan ini sebagai berendam dalam pekerjaan
wirausaha.
Tentu sekali ada hal-hal yang amat penting yang menjadi dasar dan tujuan mengapa kita mau
berwiraswasta. Dilihat dari segi idealisme, jelas berwiraswasta memiliki keunggulan yang tidak
bisa diharapkan dari sekadar menjadi pegawai. Beberapa diantaraya bisa disimak antara lain :
1). Dengan menjadi wiraswastawan, orang menjadi tidak tergantung kepada ada
tidaknya lowongan pekerjaan.
2). Yang bersangkutan telah memberikan kontribusi yang amat besar artinya kepada
pemerintah dan negara, dengan mengurangi jumlah pencari kerja, minimal 1 orang,
yaitu dirinya sendiri.
3). Pada gilirannya, mungkin saja usahanya bisa berkembang sehingga mampu
menampung ratusan bahkan ribuan tenaga kerja lain.
4). Ia juga membantu negara dengan menambah jumlah dunia usaha yang siap
menggarap potensi tanah air yang selama ini mungkin belum terjamah.
Dari segi kepentingan individu pun, kewiraswastaan memiliki banyak keunggulan dan manfaat,
sebagian diantaranya adalah :
1).
2).
3).
4).
5).
Tidak diperintah oleh orang lain. Ia menjadi bos, setidaknya bagi dirinya sendiri.
Tidak pernah dipecat, seminim apapun prestasinya.
Berpeluang memiliki penghasilan yang tak terbatas.
Memiliki jam kerja, libur serta pensiun yang bisa diatur sendiri.
Mempunyai wawasan luas, tidak terkungkung hanya dalam satu bidang keterampilan
saja.
6). Bisa langsung kerja.
7). Bisa mengembangkan gagasan-gagasan (ide) sepenuhnya.
Akan tetapi, yang lebih penting dari hal-hal di atas, adalah inti kehidupan dari kewiraswastaan itu
sendiri. Hal inilah yang banyak tidak terpikirkan oleh banyak orang, meskipun ia sendiri secara
fisik material sudah termasuk pengusaha yang berhasil. Inti dari kehidupan berwirasawasta adalah
membentuk kehidupan yang berhasil secara total, meliputi 6 sisi penghidupan, mental, fisik,
spiritual, keluarga, karir dan sosial.
Amat menarik apa yang disampaikan oleh Enny Hardjanto, mantan wakil presiden Citibank di
Indonesia yang beralih status dari seorang profesional menjadi seorang wirausahawan. Ia
mengatakan bahwa yang dikehendaki dari keputusannya menjadi seorang yang mandiri adalah :
Quality life, quality work.. (Hidup yang berkualitas, kerja yang berkualitas). Ini menunjukkan
bahwa setelah perjalanan panjang meniti karir sebagai seorang karyawan yang digaji sangat tinggi,
ia akhirnya menemukan apa arti sebenarnya dari sebuah kehidupan yang bermutu sebagai
manusia, bukan sebagai mesin hidup. Dan ia juga menangkap makna kualitas kerja yang
sesungguhnya, yang bukan sekadar datang dan hadir dari jam 8 pagi, pulang jam 17 sore dalam
suatu rutinitas berkepanjangan, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun.......
Memulai Usaha
Tidak semua perubahan akan membawa perbaikan, tapi tanpa perubahan tidak akan pernah ada perbaikan.
Untuk melakukan perubahan, diperlukan keberanian.
Banyak sekali jenis usaha yang bisa kita lihat di Indonesia, dan banyak pula kisah-kisah tentang
bagaimana para pengusaha memulai usahanya tersebut. Ada yang mengawalinya secara cobacoba, ada yang karena ikut-ikutan teman, ada yang karena keadaan mengharuskannya buka usaha
sendiri dan ada pula yang menerima warisan dari orang tua. Bagi mereka yang berniat memulai
usaha, pada umumnya masalah pertama yang dihadapi adalah pertanyaan tentang bidang usaha
apa yang sebaiknya dijalankan.
Pertanyaan yang kelihatan remeh ini, sesungguhnya mempunyai bobot yang besar sekali artinya
dan amat menentukan masa depan perusahaan yang akan didirikan tersebut. Bahkan,
kemungkinan besar juga menentukan masa depan si pengusaha sendiri. Jadi, bagaimanakah cara
yang paling tepat untuk menentukan bidang usaha ?
Memulai Dari Sebuah Gagasan.
Menurut logika, sebuah usaha yang berpeluang untuk berjalan dengan lancar adalah usaha yang
tingkat persaingannya kecil, tetapi tingkat kebutuhan pada konsumennya tinggi. Tentu dengan
asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya sudah terpenuhi. Untuk bisa menekan tingkat
persaingan sampai sekecil mungkin, maka seyogyanya produk yang akan dijual merupakan produk
yang mempunyai sifat-sifat orisinil, belum pernah dibuat orang lain, atau bila produk itu berupa
produk yang sudah ada sebelumnya, sebaiknya mempunyai nilai tambah yang tidak dimiliki oleh
produk pesaing.
Banyak kejadian memperlihatkan bahwa kecenderungan orang untuk memulai usaha adalah
dengan mengikuti trend saat tertentu. Misalnya, kalau sekarang banyak orang mendirikan ruko
(rumah-toko), maka dengan anggapan usaha yang diminati banyak orang itu pasti
menguntungkan, lalu beramai-ramai ikut mendirikan ruko. Pola berpikir seperti ini terlalu
sederhana dan sempit, seakan-akan menyamakan trend bisnis dengan trend mode. Di bidang
mode, kalau saat ini sedang digemari potongan rambut crew-cut (potongan pendek) misalnya, tidak
ada masalah bagi siapa saja untuk meniru. Akan tetapi, kalau kita meniru bidang usaha yang
sudah begitu banyak orang lain menjalankannya, berarti kita terjun ke dalam suatu lahan yang
sudah penuh sesak dengan persaingan. Sulit untuk kita bisa berkembang dalam situasi yang
demikian, apalagi kita pendatang baru yang sudah kesiangan (terlambat).
Sejak tahun-tahun 1970-an, pola ngikut trend ini banyak dilakukan orang pada bidang-bidang
yang segera menjadi jenuh, seperti mendirikan theater, klub malam, taksi, radio swasta niaga,
diskotik, mendirikan apartemen, RSS (rumah sangat sederhana), wartel (warung telekomunikasi)
dan lain-lain.
Di bidang finansial bahkan menjadi mode bagi sementara orang baik pengusaha maupun bukan,
untuk terjun bermain valas (valuta asing), bursa saham bahkan bursa komoditi. Tidak sedikit
mereka yang pengetahuannya terbatas tentang bidang-bidang tersebut ikut-ikutan bermain, lalu
tiba-tiba, tanpa mengerti sedikitpun tentang alasannya, uangnya dinyatakan amblas tidak bisa
dicegah lagi. Kejadian seperti ini terlalu mengerikan untuk dialami oleh setiap calon
wiraswastawan yang punya idealisme.
Alex S. Nitisemito dalam bukunya Memulai Usaha Dengan Modal Kecil, memberikan contoh
yang bagus tentang seorang pemilik kebun apel yang pada suatu hari menemukan buah apel yang
jatuh ketanah bekas dimakan burung. Karena buah apel tersebut ternyata berbau anggur, maka
timbullah gagasannya untuk mendirikan usaha minuman sari buah apel.
Yang demikian itu merupakan ide orisinil. Bukan tiruan atau menjiplak ide orang lain. Henry
Ford memulai usaha dengan gagasan untuk membuat mobil yang baik bagi masyarakat banyak
dengan harga terjangkau, dan usahanya sukses. Begitu juga Bill Gates yang berangan-angan untuk
mengkomputerkan seluruh dunia, ternyata melesat begitu cepatnya menjadi raja komputer
sejagat.
Ide atau gagasan tidak selalu datang begitu saja tanpa disangka-sangka, sehingga orang tidak akan
bisa mengetahui kapan ide itu akan datang. Jangan menunggu datangnya ilham, atau
mengharapkan bisikan gaib melalui mimpi saat tidur. Ide harus dikejar, dipikirkan dan dicari. Ini
suatu bukti yang menguatkan bahwa kewiraswastaan adalah kerja otak bukan kerja otot.
Gagasan bisa datang dan terjadi kapan saja, maka kita harus selalu waspada. Seperti contoh di
atas, pemilik kebun apel ada dalam keadaan waspada sehingga ia bisa mencetuskan sebuah ide
besar berdasarkan sebuah kejadian kecil. Kalau tidak, ribuan buah apel bekas dimakan burung
yang berjatuhan keatas tanah, tetap tinggal membusuk tanpa arti apa-apa bagi siapa pun.
G
a
g
a
s
a
n
K
e
l
a
y
a
k
a
n
P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
P
r
e
s
t
a
s
i
2).
3).
4).
5).
belakang pengalaman bisnis, sering keliru menempatkan diri. Orang yang berlatar
belakang keterampilan, teknisi misalnya, condong berkonsentrasi pada pembuatan
produk, akan tetapi kurang memberi porsi yang cukup pada pemasaran. Ada lagi yang
tahu pentingnya pemasaran, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Jadi masalahnya
adalah, bagaimana menghasilkan produk yang unggul, sekaligus bagaimana
memastikan bahwa pemasarannya juga akan baik (marketable).
Untuk mendapatkan kepastian tentang bagaimana daya pasar (marketability) sebuah
produk, dapat dilakukan berbagai cara. Antara lain dengan penelitian atau survey
kelapangan, bertemu dengan masyarakat yang akan dijadikan calon konsumen,
mewawancarainya dan meminta pendapat serta komentar mereka. Bisa juga dengan
menghubungi instansi-instansi berwenang seperti Departemen Perdagangan Dan
Perindustrian, Departemen Koperasi Dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Kamar
Dagang Dan Industri Indonesia (Kadin) untuk meminta informasi tentang prospek
sebuah bidang usaha. Paling tidak bisa dengan meminta pendapat atau keterangan
dari orang-orang dekat sekitar kita terutama yang mengerti bisnis.
B). Faktor Kesukaan : Sedapat mungkin bidang usaha yang kita rencanakan adalah bidang
yang memang kita sukai. Dengan adanya rasa suka, maka pengusaha akan serius, rajin
dan telaten mengurus perusahaan.. Faktor kesukaan atau kesenangan, jika dilengkapi
dengan faktor keahlian atas bidang yang digeluti, akan menyebabkan bidang tersebut
menjadi hobi. Menjalankan usaha yang berdasarkan hobi merupakan bidang usaha
yang paling mudah untuk maju, asalkan produknya memang bisa dipasarkan. Dengan
menyenangi suatu bidang usaha bagaikan menyenangi hobi, pengusaha akan merasa
tidak ada masalah, walaupun misalnya harus bekerja sampai malam, atau bekerja dihari
libur.
C). Faktor Keahlian/Familiaritas : Seorang pengusaha yang memiliki keterampilan teknis,
akan semakin piawai menjalankan usahanya. Tetapi perlu diingat, bahwa seorang
pengusaha jangan sampai terbenam dalam aktivitas keterampilan saja, sehingga
aktivitas pemasaran menjadi terbengkalai. Seorang pengusaha wajib familiar dengan
(menguasai seluk beluk) bidang usahanya, tetapi tidak melupakan leadershipnya.
Terutama pada usaha-usaha perdagangan, nilai kepemimpinan perlu sangat menonjol,
sedangkan keterampilan cukup sekadarnya saja. Akan tetapi, pada bidang-bidang
profesi, seperti dokter praktek, pengacara, notaris, konsultan dan semacamnya
kepemimpinan dan keterampilan harus sama-sama kuat.
D). Faktor Dana : Yang dimaksud dengan faktor dana adalah pemenuhan kebutuhan
dana yang diperlukan untuk menjalankan usaha pada bidang yang direncanakan.
Jumlah keuangan yang harus dapat disediakan oleh si pengusaha harus sesuai. Bila
dana yang bisa disediakan terbatas, maka sebaiknya bidang usaha yang dipilih jangan
merupakan bidang padat modal. Keuangan bisa didapat dari bermacam-macam
sumber, antara lain dari milik sendiri, pinjaman bank, leasing, pinjaman koperasi,
modal ventura atau berpartner dengan pihak penyandang dana.
E). Faktor Bahan Baku : Bidang usaha yang memproduksi barang-barang fisik, selalu
membutuhkan bahan baku. Tidak hanya pabrik-pabrik didunia industri, namun
tukang gado-gado pun membutuhkan bahan baku. Faktor ini sangat penting, karena
walaupun sebuah produk sangat unggul dan laris, bila pasokan bahan baku tidak
terjamin kesinambungannya, maka usaha akan menjadi tersendat-sendat. Pada
akhirnya pelanggan menjadi kesal dan tidak percaya lagi.
F). Faktor Sumber Daya Manusia dan Teknologi : Terutama pada bidang-bidang yang
padat karya dan/atau padat teknologi, maka ketersediaan SDM yang berklasfikasi baik
perlu dicermati. Kalau faktor ini tidak dapat dipenuhi, dengan segera usaha kita akan
tertinggal dan tersisih oleh para pesaing.
Dengan demikian, minimal kita mempunyai 6 titik acuan (A sampai F) sebagai kriteria yang harus
dipenuhi untuk memastikan apakah suatu bidang usaha layak atau tidak untuk dijalankan. Guna
lebih menjamin segi kepraktisannya, berikut ini akan kita bahas sebuah metoda, yang menerapkan
6 faktor di atas dalam satu kesatuan berupa rumus atau formula sederhana.
merupakan produksi dari perusahaan Marks & Spencer dari Inggris. Apakah Marks & Spencer
itu perusahaan sepatu, sebagaimana halnya perusahaan sepatu Bata ? Ternyata bukan, karena
merek St.Michael dipakai juga untuk berbagai jenis barang lainnya seperti dasi, kemeja, ikat
pinggang, pakaian wanita dan lain-lain.
Ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
mendefinisikan usahanya bukan sebagai produsen sepatu, akan tetapi sebagai perusahaan
penyedia perlengkapan pribadi, baik untuk lelaki maupun perempuan, tua muda serta anak-anak.
Pada perusahaan-perusahaan besar dan konglomerat, definisi usaha dilaksanakan pada tiap-tiap
divisi, yang masing-masing memproduksi barang yang berbeda. Sebut saja misalnya perusahaan
Yamaha dari Jepang, mereka mempunyai divisi yang memproduksi alat-alat musik seperti gitar,
piano, organ dan lain-lain. Jelas divisi ini didefinisikan sebagai perusahaan pembuat dan pemasok
alat-alat musik. Disamping itu mereka juga mempunyai divisi automotif, yang membuat sepeda
motor, bahkan ada juga mesin motor-boat dan speed-boat. Masih ada lagi divisi yang memproduksi
alat-alat olahraga.
Lantas, apa gunanya mendefinisikan usaha bagi perusahaan kecil yang baru saja mau mulai
beroperasi ?
Definisi usaha berguna untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat luas tentang jenis
pelayanan yang dapat diberikan oleh sebuah badan usaha. Bahkan, hal ini lebih penting lagi bagi
si pengusaha. Karena, menurut pengalaman, banyak pengusaha justru merasa tidak jelas dengan
misi yang sesungguhnya dari organisasi bisnis yang didirikannya sendiri. Ketidakjelasan itu dapat
menjadi bibit masalah di kemudian hari. Masalah-masalahnya dapat berupa kebingungan dalam
mengenali pesaing, tidak tanggap terhadap perkembangan teknologi, tidak jelas tentang tujuan
dan sasaran perusahaan. Sehingga, pada kasus ekstrim, banyak pengusaha yang harus mengalami
kejatuhan dan menutup usahanya.
Kita kutipkan beberapa kasus yang menceritakan bagaimana pentingnya definisi usaha terhadap
masa depan sebuah perusahaan. Pada tahun-tahun 1950-an, batu tulis banyak digunakan di
sekolah-sekolah dasar (SR = Sekolah Rakyat) untuk belajar menulis dan membaca. Karena
pemakaiannya begitu luas di semua sekolah yang ada di seluruh negeri, perusahaan-perusahaan
pembuat batu tulis tumbuh subur. Akan tetapi, setelah beberapa waktu kemudian batu tulis tidak
lagi dipergunakan, banyak di antara mereka akhirnya terpaksa menutup usaha, gulung tikar.
Jika diperhatikan, tampak bahwa hal ini terjadi karena masalah pendefinisian bidang usaha yang
kurang tepat. Para pengusaha batu tulis yang gulung tikar tersebut, secara sadar atau tidak telah
memberikan definisi pada perusahaannya semata-mata sebagai perusahaan batu tulis. Mereka
tidak melihat wawasan yang lebih luas, misalnya menyatakan diri sebagai perusahaan pembuat
peralatan sekolah. Dengan definisi yang demikian, dengan sendirinya akan diperoleh cakrawala
bisnis yang lebih besar, sehingga lebih tanggap pada perubahan zaman. Pengusaha-pengusaha
dengan definisi usaha seperti itu, tetap bertahan hidup, karena mereka langsung merubah
produknya dengan yang lebih sesuai yaitu buku tulis. Mereka akan lebih beruntung, karena
walaupun produknya berubah, segmen pasarnya tidak berubah. Para pelanggan setianya pun
tidak akan lepas lari kemana-mana.
Sementara itu, mereka yang segera menutup perusahaannya, akan mengalami hal yang lebih berat.
Karena, kalau mereka merintis usaha lagi dalam bidang yang sama sekali baru, maka mereka harus
bekerja dari nol kembali. Sedang kita tahu, mencari sejumlah pelanggan setia bukanlah pekerjaan
mudah.
Kasus kedua adalah tentang pengusaha-pengusaha servis pemeliharaan dan perbaikan mesin tik
manual. Sejak ditemukannya komputer pribadi (PC=Personal Computer) pada awal dekade 1980-an,
perlahan tapi pasti, peranan mesin tik manual mulai tergeser. Dalam kurun waktu 15 tahun,
praktis tidak ada lagi yang menggunakan mesin tik manual untuk keperluan yang bersifat serius.
Perkembangan ini amat memukul bagi sejumlah pengusaha servis mesin tik manual tersebut.
Mereka yang berpikir sempit, merasa bidang usahanya harus berakhir, karena kalah bersaing
dengan mesin baru yang bernama komputer. Dan memang akhirnya banyak yang menyatakan
diri bangkrut, menutup bengkelnya untuk kemudian pergi mencari nafkah di bidang lain.
Kasus inipun memperlihatkan betapa banyak orang yang salah mendefinisikan bidang usahanya.
Para pemilik bengkel mesin tik itu, tidak seharusnya menganggap komputer sebagai pesaing,
karena baik komputer maupun mesin tik merupakan peralatan yang berperan pada bidang yang
sama. Yaitu, bidang admisitrasi bisnis yang nota bene adalah bidang ketik-mengetik juga.
Komputer hanyalah produk perkembangan teknologi belaka yang harus diantisipasi dan
ditanggapi secara positif oleh semua wiraswastawan.
Thomas L. Greenbaum mengulas masalah definisi usaha ini secara panjang lebar dalam bukunya
The Consultants Manual, karena ia melihat bila pengusaha sendiri masih merasa tidak jelas
dengan ruang lingkup pelayanannya, maka hal itu lebih-lebih akan terjadi pada para calon
pelanggannya. Sebagai efek lanjutan dari masalah ini, si pengusaha akan tidak mampu
menentukan dari golongan manakah calon-calon pelanggan yang diincar, jenis layanan apa saja
yang ia bisa berikan, serta kemanakah tujuan sebenarnya dari perusahaannya tersebut.
Di lain pihak, mendefinisikan bidang usaha harus dalam lingkup yang tepat, atau right sized. Kalau
terlalu sempit, maka secara tidak langsung kita sudah menutup banyak peluang bagi diri sendiri,
sementarara kalau terlalu lebar atau general, akan menimbulkan banyak biaya investasi. Keadaan
ini bisa diidentikkan dengan seorang penjala ikan disungai. Untuk menjala ikan sebanyakbanyaknya, paling baik adalah dengan membuat ukuran jala itu sebesar dan selebar mungkin.
Dengan tujuan, sekali tebar, suatu daerah cakupan yang luas bisa ditutup olehnya. Maka mungkin
sekali menambah rajutan jala tersebut merupakan hal yang bijaksana. Akan tetapi, itu ada
batasnya. Suatu saat, ukuran jala akan menjadi terlalu besar untuk dipegang serta terlalu berat
untuk diangkat oleh si penjala.
Demikian juga halnya dengan pengusaha. Pendefinisian usaha yang mencakup daerah pelayanan
yang luas, boleh-boleh saja. Karena mungkin pertimbangannya adalah untuk mengantisipasi
berbagai permintaan yang beraneka ragam, sekaligus untuk menghimpun order sebanyak
mungkin. Namun demikian, harus diingat bahwa makin luas cakupan pelayanan, makin besar
juga modal yang perlu ditanam guna menyiapkan semua sarana yang perlu. Di suatu batas, ada
kemungkinan terjadinya biaya investasi menjadi terlalu besar, sementara pemasukan order tidak
seberapa.
Bidang usaha memang harus didefinisikan secara jelas dan gamblang. Pendefinisian itu harus bisa
mempergunakan kalimat-kalimat yang pendek dan sederhana, sehingga tidak saja bisa
menjelaskan kepada orang lain dengan baik, tetapi juga mampu menjadi pedoman kita sebagai
wiraswastawan dalam berusaha. Thomas L. Greenbaum lebih jauh mengatakan, bila pengusaha
dapat menjelaskan bidang pelayanan usahanya secara tepat dan dalam waktu singkat, maka artinya
dia sudah memiliki pedoman usaha yang benar.
Siklus Kerja
Seperti yang telah disinggung di bagian depan, kadang-kadang timbul kebingungan pada seorang
pengusaha pemula, bagaimana cara menempatkan peranan dirinya dalam perusahaan. Sebagai
apakah saya sekarang ? Seorang pemasar ? Seorang teknisi ? Seorang administrator ?
Gejala ini menurut pengamatan penulis akan sangat dominan pada mereka yang berlatar
belakang seorang mantan karyawan atau seorang yang memiliki keterampilan teknis. Pada contoh
yang lalu, telah kita kemukakan kisah seorang pengusaha pemula yang membuka bengkel
elektronika untuk memperbaiki radio, TV dan lain-lain. Pengusaha yang semula bekerja sebagai
teknisi tersebut, duduk untuk menunggu datangnya pelanggan, setelah menyiapkan segala-sesuatu
seperti perkakas, komponen-komponen serta papan merek di bengkelnya. Dalam menunggu,
sebenarnya ada perasaan bimbang, apakah tindakannya itu sudah benar. Ada kesan bahwa
sebagai pengusaha, menunggu merupakan pekerjaan memboroskan waktu. Bukankah waktu
adalah uang ?
Apa yang dirasakan oleh tokoh kita ini memang benar. Seorang pengusaha tidak seharusnya
menunggu. Pengusaha yang baik akan selalu menjemput bola. Akan tetapi, bagaimana caranya
? Apa yang harus dikerjakan ? Bagaimanakah seorang pengusaha pemula tahu apa yang harus
dikerjakan sekarang dan apa pada saat berikutnya ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita dapat mengacu kepada apa yang kita
namakan sebagai Siklus Kerja bagi seorang pengusaha. Siklus kerja terdiri dari 3 tahapan yang
merupakan proses berulang-ulang berkesinambungan, didahului oleh sebuah tahap persiapan
(lihat gambar).
Gambar 4.2. Sikus Kerja.
Pemasaran
ada panduan sama sekali, kemungkinan ia akan merasa kehilangan arah dan tujuan. Kalau sudah
seperti itu, untuk menentukan apa yang harus dilakukannya saja, ia akan bingung.
Pengertian tentang Siklus Kerja akan sangat membantu pengusaha pemula dalam mengatasi
kecanggungan. Dengan mengetahui pada tahapan mana ia berada sekarang, mudah untuk
menentukan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Mari kita jabarkan lagi tahap-tahap yang harus
dilewati oleh seorang pengusaha bengkel elektronika seperti di atas. Pada tahap persiapan, yang
akan dilakukan adalah mencari tempat usaha, yang sesuai dengan kriteria dan seleranya. Lalu,
melengkapi perkakas-perkakas kerja. Menyediakan komponen-komponen pengganti. Mencetak
kertas kerja, kwitansi, bon, dan semua perangkat administrasi. Setelah kios didapat, melakukan
penataan interior dan memasang papan nama bengkel. Sampai disini, tahap persiapan selesai dan
siap memasuki tahap produksi.
Bila perusahaannya merupakan produsen barang, katakanlah pabrik tekstil, maka tahap produksi
akan mudah dikenali, yaitu masa-masa dimana kain tekstil dibuat oleh mesin-mesin di dalam
pabrik. Tetapi, dalam kasus perusahaan jasa, biasanya produk sudah siap lebih dahulu, yaitu
berupa keterampilan yang ada pada pemilik, mitra atau pegawai dari perusahaan yang
bersangkutan. Pada pengusaha bengkel ini, kasus yang seperti itulah yang terjadi, karena terlepas
dari siapa yang mengerjakan, ia telah siap dengan produk jasa perbaikan dan pemeliharaan
peralatan elektronik. Oleh karenanya, tahap produksi telah terlewati begitu bengkelnya siap
beroperasi. Sekarang, si pengusaha sudah harus mencari prospek (calon pelanggan).
Pengertian tentang Siklus Kerja lebih terasa manfaatnya pada pengusaha-pengusaha pemula, yang
memulai usahanya dari kecil, atau dengan modal pas-pasan. Misalnya, bila yang bersangkutan
bergerak dalam bidang pembuatan paket software (perangkat lunak komputer), pengarang, pelukis
dan sejenisnya. Berbeda dengan bengkel, usaha-usaha seperti ini belum bisa memasuki tahap
pemasaran sebelum produk-produknya secara fisik selesai dibuat. Padahal, untuk membuat
produk jadi, diperlukan waktu yang cukup panjang. Pada saat order belum diperoleh, sementara
tempat usaha disewa dari pihak lain, maka masa-masa berproduksi akan sangat menekan
perasaan. Karena beban sewa berjalan terus bulan demi bulan, sedangkan pemasukan belum ada.
Sampai kapan bisa bertahan dalam keadaan demikian dengan modal kecil ?
Oleh sebab itu, bagi mereka yang bergerak dalam bidang-bidang seperti yang diutarakan di atas,
sangat dianjurkan untuk sedapat mungkin menunda penyewaan tempat usaha sampai produkproduknya selesai dibuat. Usahakan agar tahap produksi awal bisa dilakukan di rumah atau
tempat lain yang tidak berbiaya, atau sedikitnya tidak memberatkan.
Pada kasus-kasus usaha sebagai pemasok (supplier, leveransir), agen, dan bidang-bidang perdagangan
lainnya, pada tahap pemasaran pun, menyewa kantor sebaiknya ditunda sampai order yang pasti
dan memadai sudah di tangan.
Jangan memaksakan karena alasan gengsi misalnya,
mendahulukan menyewa kantor yang mahal dan megah, padahal belum jelas pesanan diperoleh
dari mana. Bahkan tidak hanya kantor, perlengkapan pendukung seperti mobil (mewah) dan
telepon genggam (canggih), bila belum terasa benar keperluannya, sebaiknya ditunda saja dulu.
Kembali kepada si pengusaha bengkel elektronik, bagaimana caranya agar ia bisa mengisi tahap
pemasaran ? Banyak yang bisa dilakukan. Penulis sempat memberikan pandangan kepadanya
bahwa untuk memasarkan jasa perbaikan barang elektronik dapat dilihat peluang pada kelompokkelompok konsumen yang banyak menggunakan produk semacam itu. Misalnya, banyak hotelhotel besar maupun kecil memperlengkapi kamar-kamarnya dengan pesawat televisi warna.
Kantor-kantor menggunakan berbagai peralatan elektronik seperti TV, radio, sound-system dan juga
komputer sebagai ganti mesin ketik. Distributor-distributor banyak memerlukan jasa perbaikan.
Di samping masyarakat umum, kesemuanya itu merupakan pangsa pasar yang lumayan besar bagi
bengkelnya. Kenapa tidak mencoba untuk menghubungi mereka ? Selebaran ke komplekkomplek pemukiman dan perumahan juga merupakan usaha yang ampuh.
Pada gaya bisnis modern, pengusaha-pengusaha kecil sudah dituntut untuk dapat aktif mencari
peluang diluar. Berbeda dengan gaya tradisional, dimana wiraswastawan kecil seperti dia,
pengusaha warung nasi misalnya, biasa hanya menunggui warung dan mengharap agar
pengunjung datang sebanyak-banyaknya tanpa diminta.
Penulis pernah dengan mata kepala sendiri menyaksikan sebuah contoh yang amat bagus
dilakukan oleh seorang pengusaha warung nasi kelas kaki lima, yang membuka usahanya diantara
Gedung Arthaloka dan Prince Building di Jakarta yang waktu itu (1985) masih dalam taraf
renovasi.
Pengusaha warung, seorang bapak setengah umur, rupanya baru saja membuka usahanya di
tengah warung-warung lain yang sudah sejak lama lebih dulu ada di situ. Untuk merebut pasar, ia
dan seorang anaknya perempuan, berdiri di depan gerbang Gedung Arthaloka mencegat para
karyawan yang keluar mencari makan siang. Satu demi satu bapak dan anak ini membagi-bagikan
kertas selebaran yang isinya mengajak siapa saja untuk mencoba makanan di warungnya, yang
dikatakannya sebagai selera baru yang perlu diuji.
Penulis dan para karyawan tadi, merasa surprised dengan perlakuan yang tidak biasa dilakukan
oleh pengusaha warung kaki lima ini. Dengan segera sebagian besar dari kami, merasa tertarik
dan segera melangkahkan kaki menuju warung nasi bapak dan anak itu, dan mencoba hidangan
makan siang yang mereka promosikan tersebut. Dalam sekejap, pada hari perdananya, warung
nasi itu telah penuh dengan pengunjung. Karena memang menunya cukup khas dan cita rasanya
juga cukup lezat, hari-hari berikutnya, warung bapak dan anak ini makin bertambah ramai dengan
pengunjung.
Mengangkat Pegawai
Dalam contoh di atas, untuk memungkinkan pengusaha bengkel elektronik melakukan aktivitas
pemasaran yang mengharuskan ia sering meninggalkan kiosnya, diperlukan seorang pembantu
yang bisa mewakilinya menunggu pelanggan. Dengan kata lain, ia sudah harus mengangkat
seorang pegawai. Kapankah saat yang tepat bagi seorang pengusaha pemula mengangkat pegawai
? Dan bagaimana kriterianya ?
Sebenarnya, mengangkat seorang pegawai tidak harus selalu pada saat usaha dimulai. Seorang
pelukis, pengarang buku, pengusaha program komputer dan bidang-bidang yang sejenis itu, dapat
memulai usaha seorang diri. Akan tetapi ada beberapa orang yang karena merasa cukup
mempunyai dana, segera merekrut seorang pegawai. Alasannya karena ia bisa lebih mudah
menyelesaikan pekerjaan, ada mitra berdiskusi serta..tidak kesepian. Ada lagi bahkan yang
langsung menyusun sebuah struktur organisasi yang cukup lengkap, terdiri dari 6 sampai 10
orang. Harapannya, dengan cara begini, ia akan sudah siap dengan manajemen yang handal,
begitu perusahaannya mengalami kemajuan nanti.
Dari ketiga cara iru, manakah yang paling ideal ?
Sebuah perusahaan yang mempunyai nilai perkembangan kewiraswastaan (entrepreneurship value)
yang baik, adalah apabila perusahaan bersangkutan dilahirkan dari ukuran yang sekecil-kecilnya,
dikembangkan dengan cara yang jujur berdasarkan kerja keras, dan akirnya bisa menjadi sebuah
perusahaan yang sebesar-besarnya. Yang demikianlah merupakan usaha dengan penilaian
tertinggi dalam hal entrepreneurship.
Bila sebuah badan usaha didirikan dengan modal besar secara besar-besaran, untuk kemudian
berhasil untuk tetap besar dengan beberapa pencapaian prestasi, nilai keberhasilan
entrepreneurshipnya masih kalah bila dibanding dengan mereka yang memulainya secara kecilkecilan.
Sementara itu, sebuah perusahaan besar berskala nasional atau internasional sekali pun, akan tidak
memiliki nilai entrepreneurship sama sekali, jika semua prestasinya dicapai dengan jalan yang tidak
benar dan tidak jujur, seperti mendapatkan fasilitas dari pejabat yang berkuasa, dengan berkolusi,
mafia-isme, mendapat fasilitas monopoli dan semacamnya atau menipu dan lain-lain. Perusahaan
semacam ini hanya menjadi cerminan akan keserakahan manusia pengusaha terhadap harta dan
kekuasaan semata, yang tidak peduli dengan keluhuran nilai-nilai hidup. Ciri-ciri pengusahanya
bisanya mudah dikenali dari sifatnya yang tidak pernah puas terhadap kelimpahan uang dan harta,
dan terus berusaha kearah penumpukan materi tanpa batas, untuk kepentingan pribadi.
Maka, sebuah perusahaan (kecil) sebaiknya dimulai dari seorang diri lebih dahulu. Pada tahap
awal ini, batu ujian yang harus dihadapi adalah, seorang wiraswastawan harus mampu bekerja
sendirian dan menangkal kesepian dilingkungan kerjanya. Bagi yang berlatar belakang seorang
karyawan, suasana kerja ini bisanya dirasakan cukup berat, karena umumnya karyawan bekerja
dalam lingkungan yang ramai, banyak teman penuh canda dan senda gurau. Di sini perlu diingat,
jiwa kepemimpinan wiraswastawan sudah mulai diperlukan, yaitu jiwa besar bagaikan seekor
burung garuda yang terbang sendirian diangkasa, bukannya jiwa kecil sekawanan bebek di atas
tanah riuh rendah dibawah kendali tongkat penggembala.
Banyak orang membayangkan bahwa dengan memiliki sejumlah pegawai akan lebih mudah
menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Selain itu, ia juga akan banyak terbantu pada saat-saat
harus mengambil keputusan penting. Tapi, satu hal yang kadang-kadang orang kurang mengingat
atau mewaspadainya. Yaitu bahwa, setiap penambahan satu pegawai berarti penambahan satu
paket beban ! Pasti ! Kenapa demikian ?
Kehadiran seorang pegawai, hanya mempunyai dua kutub ekstrim, yaitu efektif atau beban.
Kita tentu saja ingin semua yang ideal, maka dalam hal kepegawaian pun kita ingin yang ideal,
yaitu pegawai yang benar-benar efektif. Pegawai yang jujur, rajin, berinisiatif, bertanggung jawab,
tahu diri dan lain sebagainya. Akan tetapi, tidak ada yang benar-benar ideal di dunia ini.
Kenyataannya, ada saja kekurangan dari setiap manusia. Salah satu saja dari sifat-sifat yang
diperlukan cacat, maka hal itu akan berubah menjadi beban bagi perusahaan. Katakanlah,
pegawai rajin, tapi tidak jujur. Atau pegawai pintar, tapi malas. Itu semua akan menjadi masalah,
sehingga kita harus benar-benar bisa memperkirakan apakah seorang pegawai itu lebih besar
faktor efektifitasnya daripada faktor bebannya, ataukah sebaliknya.
Oleh karenanya, di atas dikatakan bahwa setiap kehadiran satu pegawai, yang sudah pasti adalah
kehadiran satu paket beban. Sedangkan efektifitasnya, belum tentu ! Yang dimaksud dengan
paket beban diantaranya termasuk upah pegawai, uang makan, uang transport, jaminan sosialnya,
jenjang karirnya ditambah dengan keperluan hidup keluarganya. Itu yang sudah baku dan wajarwajar saja. Tetapi, banyak kasus menunjukkan persoalannya tidak semudah itu. Ada pegawai
ternyata pemalas, sering mangkir, korupsi, banyak menuntut ini dan itu, tidak loyal, dan beraneka
ragam masalah lainnya. Yang terjadi adalah, si pegawai ini bukannya membantu meningkatkan
unjuk kerja perusahaan, malah sebaliknya menjadi benalu.
Untuk pengusaha kecil, apalagi yang baru saja mulai, hal-hal seperti di atas akan sangat menekan
perasaan. Puncaknya akan terjadi nanti, bila perusahaannya ternyata tidak bisa berkembang, jatuh
dan tutup, jarang pegawai yang mau mengerti kesulitan yang dialami pengusaha. Setidaknya
pegawai akan menuntut uang pesangon, yang kadang-kadang cenderung ingin mereka tentukan
sendiri. Padahal selama perusahaan jalan, mereka malas, korupsi dan tidak loyal. Boleh dikatakan
sebagian dari penyebab jatuhnya perusahaan adalah karena ulah mereka juga. Dalam hal ini, si
semestinya. Dengan pembagian tugas seperti demikian, diharapkan tidak akan terjadi peristiwa
yang melibatkan keduanya dalam perselisihan tentang pelaksanaan operasional dan arah
perusahaan.
Walaupun menggunakan istilah-istilah yang sedikit berbeda, hampir semua bentuk organisasi
mempunyai struktur yang serupa, yaitu terdiri dari 2 bagian besar, pertama merupakan kelompok
pelaksana dan yang kedua adalah kelompok pengawas. Struktur organisasi dasar sebuah
Perseroan Terbatas termasuk cukup luwes dan mudah disesuaikan, sehingga kita ambil sebagai
acuan disini. Tentu ada beberapa hal yang merupakan prasyarat lain untuk mendirikan PT, tetapi
tidak kita bicarakan dulu karena akan dibahas pada waktu mendatang. Yang penting adalah, apa
pun bentuk kerja sama yang kita dirikan beserta mitra, apakah PT, CV, PD, Firma, Yayasan
ataupun Koperasi, harus ditentukan siapa pelaksana dan siapa pula pengawasnya. Dengan begitu,
tidak ada lagi kasus-kasus pembagian kerja yang tumpang tindih (overlapping) sehingga berpotensi
menimbulkan friksi antar sesama pendiri.
Dalam suatu kemitraan atau kongsi, perlu dipegang suatu azas, bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis
tidak ada kaitannya dengan pertemanan, seakrab apapun pertemanan itu. Tidak pula bisnis harus
dinomor duakan, hanya karena adanya status hubungan saudara atau famili. Apa artinya itu ?
Masalah bisnis identik dengan masalah uang, dan semua orang tahu bagaimana sensitifnya
masalah uang tersebut. Dua orang kakak beradik yang penulis kenal baik, pernah maju
kepengadilan memperebutkan harta, dan karena salah satunya tidak puas dengan keputusan
pengadilan, terjadilah peristiwa penembakan terhadap hakim pemimpin sidang. Seorang ayah
pernah menjadi korban kebrutalan anaknya sendiri karena dianggap tidak adil dalam membagi
warisan. Kesemua itu menunjukkan betapa riskannya menangani setiap persoalan yang ada
hubungannya dengan harta dan uang. Begitu juga dengan bisnis. Penyanyi merangkap pelawak
terkenal, almarhum Benyamin S. dalam salah satu lagunya memperingatkan kita semua dengan
dialek Betawi yang khas : Uang nggak ade saudarenye..!
Ungkapan jenaka yang sederhana itu cukup untuk menyadarkan kita semua akan bahaya di balik
manisnya uang. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya perpecahan dalam persahabatan serta
putusnya tali persaudaraan di antara sesama pemilik usaha, harus dibiasakan agar segala sesuatu
yang menjadi referensi, apakah itu soal pembagian tugas, pembagian keuntungan, hak dan
kewajiban, prosedur serta sistem, semuanya dibakukan di atas kertas, hitam di atas putih. Kalau
perlu dengan dilengkapi legalitas dari yang berwenang. Walaupun sifatnya untuk berjaga-jaga,
terbukti bahwa hal demikian mampu menjaga kita dari berbagai macam problema yang tidak
diinginkan.
Anjuran di atas berlaku universal. Meski pun pada contoh disebutkan kasus si A yang
mempunyai dana bermitra dengan si B yang tidak memiliki uang tapi piawai dalam berbisnis,
acuan yang sama berlaku juga pada kasus si C dan si D yang bekerja sama dalam kondisi
berimbang. Yaitu baik si C maupun si D yang sama-sama pandai berusaha, menyetor uang dalam
jumlah sama besar, fifty-fifty, sehingga kedudukan mereka betul-betul sama kuatnya. Dalam hal
inipun, tidak ada alasan untuk menempatkan mereka berdua secara bersama-sama menduduki
jabatan pucuk pimpinan perusahaan, sebagai Presiden Direktur dua-duanya. Atau memberikan
keduanya kekuatan eksekutif yang sama. Diperlukan pengertian yang amat mendalam di antara
mereka agar komposisi jabatan dapat diatur sedemikian, sehingga tidak memberi peluang
terjadinya suatu perselisihan.
Betapapun, kerja sama atau bermitra sudah diakui sebagai suatu sarana jitu untuk mempermudah
usahawan dalam merangkak naik menuju prestasi. Kemitraan juga yang bisa menjanjikan untuk
memberikan peluang kepada orang-orang yang secara sosial tidak mempunyai sumber daya
finansial, bisa ikut terjun kedunia usaha. Salah satu bentuk kerja sama demikian, adalah apa yang
kita kenal sengan nama koperasi. Koperasi juga sebuah badan usaha, sebuah profit center walaupun
masih dalam batas falsafah kerja tertentu. Dengan koperasi dimungkinkan orang-orang dari
kalangan bawah untuk bersatu memadukan kekuatan bekerja bersama dalam suatu bidang usaha,
untuk mendapatkan laba bagi semua anggotanya.
Maka, jelaslah bahwa dalam menerjuni usaha, sekali lagi kita menemukan bahwa prinsip saling
ketergantungan seperti yang dinyatakan oleh Stephen Covey sebagai prinsip interdependency, tetap
berlaku. Dan bahwa untuk memungkinkan kerja sama atau kemitraan itu bisa berjalan langgeng,
juga diperlukan sikap mental yang baik, antara lain dengan keinginan untuk mengerti pendangan
orang lain. Pada bab mendatang akan kita bahas bagaimana seluk beluk badan-badan usaha yang
berbasis kemitraan antar individu.