TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Aurikula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik
yang terdiri dari antiheliks yang membentuk huruf Y, dengan bagian krus superior di
sebelah kiri dari fosa triangularis, krus inferior pada sebelah kanan dari fosa
triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang
merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, konka berada
di dekat saluran pendengaran, angulus konkalis yang merupakan sudut di belakang
konka dengan sisi kepala, krus heliks yang berada di atas tragus, cimba konka
merupakan ujung terdekat dari konka, meatus akustikus eksternus yang merupakan
pintu masuk dari saluran pendengaran, fosa triangularis yang merupakan struktur
depresif didekat antiheliks, heliks yang merupakan bagian terluar dari daun telinga,
incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada
dibagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan meatus
akustikus eksternus (Boies, 2005; Ballatyne et. Al, 2002; Snell, 2006).
kulit dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula
seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang
menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan yang dinamakan serumen atau
minyak telinga. Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi (Boies,
2005; Ballatyne et. Al, 2002; Jide, 2008).
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari n. aurik
ulotemporalis dan ramus aurikularis N. Vagus. Sedangkan aliran limfe menuju
kelenjar parotis superfisialis, mastoid, dan servikalis superfialis (Snell, 2006).
2.1.2
Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga)
ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring,
dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani.
Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva dan di
belakang dengan antrum mastoid (Snell, 2006)
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,
dinding lateral, dan dinding medial, yaitu:
-
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen timpani,
yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini
memisahkan kavum timpani dan meningen dan lobus temporalis otak di
dalam fosa kranii media.
Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak
lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini
memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V. Jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan kavum timpani dari A. Carotis interna.
Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva,
dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk
m. tensor timpani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran
ini diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk
tonjolan mirip selat.
Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak
beraturan, yaitu auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang
berbentuk kerucut, sempit,kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini
keluar tendon m. stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani (Boies, 2005;
Ballatyne et. Al, 2002; Jide, 2008; Snell, 2006).
A. Membran Timpani
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke
anterior dan inferior dari umbo (Ballatyne et. Al, 2002; Jide, 2008; Snell, 2006)
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm.
Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulkus
timpanikus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan
dua plika, yaitu plika mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus
lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plikaplika tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars
tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membran
timpani oleh membran mukosa. Membran timpani sangat peka terhadap nyeri dan
permukaan luarnya dipersarafi oleh n.aurikulotemporalis dan ramus aurikularis N.
Vagus (Snell, 2006).
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar
dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang
disebabkan oleh lengkung pertama koklea yang ada dibawahnya. Di atas dan belakang
promontorium terdapat fenestra vestibuli yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh
basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha skala vestibuli telinga
dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra koklea, yang
berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani sekunder. Pada sisi medial dari
fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu skala timpani (Snell, 2006).
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas kebelakang
pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan ini
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk
bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah di
belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke
medial dan bersendi dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana timpani
kadang-kadang dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus brevis menonjol
ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior kavum timpani oleh sebuah
ligament (Snell, 2006; Anil, 2007).
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit
dan merupakan tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari
collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir
fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare
(Boies, 2005; Ballntyne et. al, 2002; Snell, 2006).
luar (1 atm)
Menjaga ventilasi udara di dalam kavum timpani (suplai 02)
Drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
kavum timpani
E. Antrum Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa
ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum,
diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm (Hotimah, 2011).
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad
antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding
medial berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior. Dinding superior
merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan
meningen pada fosa kranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior
berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae (Hotimah,
2011).
2.1.3
Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga
di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah sakus
dan duktus membranosa di dalam telinga dalam osseus (Snell, 2006; Hotimah, 2011).
saccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus.
Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa ossis
temporalis (Hotimah, 2011).
Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat reseptor sensorik khusus yang
peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat (Hotimah, 2011).
Duktus semisirkularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari kanalis
semisirkularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus
satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai atau
berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang,
kecepatan gerak endolympha di dalam duktus semisirkularis akan berubah
sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding duktus semisirkularis. Perubahan ini
dideteksi oleh reseptor sensorik di dalam ampulla ductus semicircularis (Hotimah,
2011).
Duktus koklearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
terletak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan
mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk pendengaran (Hotimah, 2011).
2.2 Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah
membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting
tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut
sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel
lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi gerakan yang kaku
bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai pengikat yang
menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah,
sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungangabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang
menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang
berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan
kanal ion akan menutup. Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan
endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut
koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke
telinga dalam dan di proyeksikan pada membran basilaris, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia selsel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran. (Sherwood, 2014).
2.3 Otitis Media Efusi
2.3.1 Definisi
Otitis media dengan efusi (selanjutnya disebut OME) adalah suatu proses pada
inflamasi pada mukosa telinga tengah yang tandai dengan adanya cairan non purulen
(serous atau mukus) di dalam telinga tengah, tanpa tanda-tanda infeksi akut. Penyakit
ini mempunyai banyak sinonim antara lain glue ear, allergic otitis media, mucoid ear,
otitis media sekretoria, non suppurative otitis media dan otitis media serosa (Rukmini,
2000).
Apabila efusi tersebut encer otitis media serosa dan apabila efusi tersebut
kental seperti lem otitis media mukoid (glue ear). Otitis media serosa terjadi terutama
akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga
tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik,
sedangkan pada otitis media mukoid cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat
sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat didalam mukosa telinga tengah dan
tuba Eustachius. Faktor yang berperan utama dalam keadaan ini adalah terganggunya
fungsi tuba Eustachius. Faktor lain yang dapat berperan sebagai penyebab adalah
adenoid, hipertrofi, adenoitis, sumbing palatum (cleft-palate), tumor di nasofaring,
barotrauma, sinusitis, rhinitis. Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor
tambahan dalam timbulnya cairan ditelinga tengah (efusi di telinga tengah) (Soepardi,
2007).
Beberapa ahli memberi batasan yaitu otitis media efusi adalah keadaan
terdapat cairan di telinga tengah baik berbentuk nanah, sekret encer, ataupun sekret
yang kental (mucoid glue ear). Dengan kata lain otitis media efusi dapat berupa otitis
media serosa/otitis media sekretoria/otitis media mukoid/otitis media efusi terbatas
pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani
utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani
utuh dan disertai tanda-tanda radang maka disebut otitis media akut (OMA)
(Soepardi, 2007).
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu:
1. Otitis media serosa akut
Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan akut ini dapat
disebabkan antara lain oleh:
-
unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus selalu dipikirkan
kemungkinan adanya karsinoma nasofaring (Sherwood, 2014).
Sekret pada otitis media serosa kronik dapat kental seperti lem, maka disebut
glue ear. Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis
media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna (Lalwani, 2007).
Daftar Pustaka
1. Yusuf, K. 2000. Hasil Otoskopi. Audiogram dan Timpahogram Pada
Pasien Usia 6-12 tahun yang Dicurigai Menderita Otitis Media Efusi di
Seksi Audiologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 1990. Media Perhati
Vol. 6 No. 4 Oktober Desember 2000. Jakarta
2. Boies, Adams. 2005. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC: Jakarta .
3. Ballantyne J, Govers J, Scott B. 2002. Disease of the Ear, Nose,and
Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 52 Moore,keith L.
4. Jide. 2008. Indera Pendengaran dan Keseimbangan.
5. Hotimah, Mahyunie E. 2011. Otitis Media Serosa. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang: Malang
6. Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 4. EGC:
Jakarta
7. Soepardi EA,dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. FKUI:Jakarta
8. Anil, K. 2007. Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology: Head
and Neck Surgery. Publisher: McGraw-Hill Medical
9. Rosenfeld RM and Bluestone CD. 1999. Evidence based media Stephen
Berman, MD eds. Canada BC Decker Inc
10. Bluestone CD, Klien JO. 1995. Otitis media in infant and children In
Bluestone et al eds. Pediatrics Otolaryngology 2 ed Philadelphia WB
Saunders Co.
11. May BJ, Budelis J, Niparko JK (2004) Behavioral studies of the
olivocochlear efferent system: Learning to listen in noise. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 130:660-664.
12. Rukmini S, Herawati S. Tekhnik Pemeriksaan Telinga Hidung Dan
Tenggorok. EGC:Jakarta
13. Lalwani K, Anil. Editor: Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology
Head and Neck Surgery , Ed.2. New York: McGraw Hill Lange . 2007.p 110.
14. Dhingra, PL. Editor: Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose and
Throat. New Delhi: B.I.Churchill Livingstone Pvt ltd.2005.p 64-67.
15. Efendi, Harjanto; Santoso Kuswidayati. Editor: Penyakit Telinga Tengah
dan Mastoid. BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Ed.6. Jakarta: EGC. 2005.p
97-98.
16. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
EGC: Jakarta