Pada anak kecil, gejala yang timbul adalah duduk, bungkuk ke
arah depan dan gelisah. Tidak didapatkan riwayat infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) dengan rinorea dan laryngitis, melainkan muncul gejala suara yang bergumam yang diikuti dengan disfagia dan drooling. Tracheitis bacterial merupakan penyakit akut dengan gejala yang mirip dengan gejala pada infeksi epiglottis. Gejala muncul secara tiba-tiba berupa demam tinggi, stridor, dispneu disertai dengan sputum purulent dalam jumlah banyak. Pada anakanak, gejala ini akan bertambah berat sampai menyebabkan obstruksi total saluran pernafasan. Ciri khasnya yaitu tidak responsive dengan pemberian terapi berupa nebulasi epinefrin, dan apabila terdapat kecurigaan ke arah ini maka digolongkan sebagai kasus gawat darurat dan dibutuhkan penanganan segera. Selulitis bacterial dan abses pada daerah leher, termasuk abses peritonsiler dan retropharyngeal, juga ditemukan gejala yang sama yaitu demam tinggi, disfagia dan keluar air liur. Gejala dari saluran pernafasan bagian atas seperti serak dan batuk berat, biasanya tidak timbul. Gejala stridor paling sering disebabkan oleh C. diphtheria , meskipun jarang terlihat di Amerika Serikat dan Negara maju lainnya, akan tetapi perlu dipertimbangkan sebagai penyebab stridor pada Negara dengan tingkat imunisasi yang rendah. Penyebab noninfeksi dari obstruksi yang mirip dengan gejala croup adalah terdapat benda asing, dimana sering terjadi pada kelompok umur yang rentan terserang croup virus, trauma pada saluran nafas atas, seperti oedem angioneurotic, toxic ingestion. Kelainan anatomi seperti paralisis plika vocalis dan anomaly pada laringotrakea yang menyebabkan stridor, terutama infeksi saluran nafas yang menyebabkan obstruksi pernafasan, termasuk tracheolaryngomlacia, laryngeal webs dan papilloma. Pada kebanyakan kasus bila dilihat dari riwayat dan gejala akut dari infeksi saluran nafas yang tidak khas, menimbulkan banyak diagnosis banding. Selain itu, stridor yang terjadi berulang dapat dikaitkan dengan refluks gastrointestinal. Terapi Terapi yang tepat bagi croup tergantung kepada tingkat keparahan penyakitnya. Diagnosis yang akurat berdasarkan gejala klinis pada anak merupakan kunci utama dalam menentukan terapi. Pada kebanyakan anak dengan gejala croup ringan dapat melakukan perawatan di rumah, dikarenakan rasa nyaman dan menghindari prosedur yang tidak nyaman lebih diutamakan dikarenakan rasa cemas dan menangis dapat memicu terjadinya kegawatdaruratan. Pada anak-anak seharusnya diberikan cairan yang adekuat dan jika dibutuhkan dapat diberikan antipiretik. Meskipun banyak yang melakukan perawatan di rumah, namun tidak ada yang membuktikan bahwa terapi ini efektif. Penguapan di rumah merupakan salah satu terapi yang disarankan untuk dilakukan di rumah. Dalam beberapa decade terakhir ini, teko-uap adalah terapi
utama, meskipun keuntungan dari penggunaan terapi uap ini belum
dapat dibuktikan. Berbagai system skoring telah digunakan untuk mengukur derajat keparahan croup. Sistem skoring yang paling banyak digunakan adalah Westley clinical score. Penelitian pada pemeriksaan fisik yang digunakan pada skor adalah derajat stridor, aliran udara masuk, retraksi dinding dada, tingkat kesadaran atau kelelahan, dan sianosis. Acuan penatalaksanaan croup disesuaikan dengan kategori croup apakah kategori ringan, sedang, dan berat, dimana kategori ringan memiliki skor Westley 0-2, kategori sedang skor 3-7 dan kategori berat 8-11 dan kasus dengan gagal nafas memiliki skor 12-17. Terapi yang direkomendasikan ada berbagai macam tergantung pada tingkat keparahan, dan tatalaksana suportif adalah dexametason. Satu dosis deksametason secara oral, jika dibutuhkan secara intramuscular diberikan pada pasien rawat jalan dan pasien di instalasi gawat darurat telah menunjukkan efektifitas dalam mengurangi indikasi rawat inap pada pasien. Nebulasi epinefrin atau l-epinefrin dapat diberikan bersamaan dengan dexametason pada anak dengan croup kategori berat. Perbaikan keadaan setelah nebulasi epinefrin hanya untuk sementara, oleh karena itu dibutuhkan pengawasan setidaknya 2 jam. Pemberian campuran helium dan oksigen telah lama digunakan untuk meningkatkan pertukaran gas pada berbagai kasus obstruktif saluran nafas atas dan bawah. Meskipun bukti hanya sedikit, akan tetapi pemberian heliox pada anak-anak dengan gejala croup memperbaiki keadaan umum pada anak. Prognosis Croup merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak-anak, akan tetapi dengan modalitas terapi yang tersedia saat ini, sebagian besar anak akan dirawat di rumah dan akan sembuh sendiri dalam waktu 3-4 hari. Sebagian besar memiliki gejala ringan dan hanya 5% yang mendapatkan terapi kortikosteroid pada unit gawat darurat dating kembali dengan keadaan semakin memburuk. Gejala pada anak adalah sputum yang keluar sedikit, sangat jarang muncul kembali dalam waktu 24 jam. Di Kanada pada anak dengan croup, diperkirakan sekitar 4% anak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan yang memerlukan intubasi 1 dari 170 pasien anak yang dirawat atau 1 dari 4500 dari seluruh anak dengan croup. Rajapaksa et. Al menyatakan croup viral adalah penyakit yang dapat smebuh sendiri dengan setengah dari total kasus dapat sembuh sendiri dalam waktu satu hari dan 80% kasus sembuh dalam waktu 2 hari. Hasil yang sangat jarang terjadi adalah kematian karena gagal nafas dan atau henti jantung. Komplikasi yang tidak biasa termasuk pneumonia trakeitis bacterial, dan edema pulmonal. Kesimpulan Croup adalah penyakit yang banyak terjadi pada anak kecil di seluruh dunia. Tatalakasana yang dilakukan saat ini adalah pada
anak dengan gejala croup kategori ringan maka perawatan dapat
dilakukan di rumah. Penelitian dibutuhkan untuk menguji metode yang paling baik yang dapat digunakan sebagai acuan tatalaksana croup dan untuk meningkatkan jumlah data.