Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Gigi impaksi merupakan gigi yang jalan erupsinya terhalang pada


lengkung gigi karena kurangnya ruang pada lengkung atau obstruksi pada
jalannya erupsi gigi. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang
cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi
tersebut. Gigi yang mengalami impaksi memiliki jalan erupsi yang terhalang atau
terblokir, biasanya oleh gigi didekatnya atau terdapat jaringan patologis.1
Masalahkasus gigi impaksi sangat bervariasi, ada yang memerlukan
tatalaksana bedah yaitu odontektomi dan ada pula kasus yang dapat dibiarkan
tanpa pembedahan.2
Odontektomi, yaitu prosedur pengangkatan gigi impaksi, perludilakukan
pada sebagian gigi impaksi. Sebagian gigi impaksi lainnya, dapat dibiarkan tanpa
pembedahan tetapi dengan perawatan dan pengawasan akan kemungkinan
komplikasi yang timbul. Tindakan odontektomi sendiri juga dapat menimbulkan
komplikasi. Tingginya prevalensi gigi yang mengalami impaksi mengakibatkan
frekuensi odontektomi meningkat tajam, namun disisi lain muncul pertanyaan
apakah odontektomi memang diperlukan pada seluruh kasus.2
Gigi molar ketiga merupakan satu-satunya jenis gigi yang seluruh
pertumbuhannya terjadi setelah kelahiran; dan satu-satunya gigi yang masih terus
mengalami proses pertumbuhan bahkan pada saat seseorang sudahberusia delapan
belas tahun seiring dengan bertambahnya usia, dan belum tentu selesai sempurna
pada usia 22 tahun (Silvestri dan Singh, 2003; Lopez dkk., 2013). Oleh
karenanya, gigi molar ketiga menjadi gigi yang paling sering mengalami impaksi
dibandingkan dengan jenis gigi lainnya. Dilaporkan bahwa prevalensi gigi molar
ketiga rahang bawah impaksi adalah antara 9,5% 50%. Gigi molar ketiga rahang
bawah merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi, diikuti dengan gigi

molar ketiga rahang atas, gigi kaninus rahang atas, dan gigi kaninus rahang bawah
(Obimakinde, 2009).
Dalam memutuskan akan dilakukan atau tidaknya odontektomi sebagai
tatalaksana pengangkatan gigi impaksi, didasari oleh pertimbangan manfaat dan
risiko masing-masing pilihan. Keputusan diambil bersama oleh dokter dan pasien,
setelah pasien diberikan penjelasan selengkapnya.2
Laporan kasus ini membahas prosedur odontektomi gigi 48 pada seorang
pasien laki-laki yang dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2016 di bagian Oral
Surgery Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (B).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gigi Impaksi


Gigi impaksi merupakan gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi
dan posisinya berlawanan dengan gigi lainya, jalan erupsi normalnya terhalang
oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga
oleh karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis
bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang
terletak pada sisi yang lain sudah erupsi.3
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup
pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi
tersebut.4
Frekuensi gangguan erupsi terbanyak adalah pada gigi molar ketiga baik di
rahang atas maupun rahang bawah diikuti gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan
gangguan letak salah benih akan menyebabkan kelainan pada erupsinya, baik
berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan terjadi impaksi. Gigi
dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami kegagalan erupsi kebidang
oklusal.5
Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut,
yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar
tiga lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena sering
kali tidak tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut Chu yang
dikutip oleh Alamsyah dan Situmarong, 28,3 % dari 7468 pasien mengalami

impaksi, dan gigi molar tiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi
(82,5%).4
Adapun sumber lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga
rahang bawah banyak ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21 tahun.
Disebutkan bahwa penyebab adanya kesulitan erupsi gigi adalah kurangnya atau
terbatasnya ruang untuk erupsi, sehingga gigi molar ketiga bawah sering
mengalami impaksi.6
Gigi kaninus merupakan gigi kedua setelah gigi molar ketiga yang
berfrekuensi tinggi untuk mengalami impaksi, meskipun demikian gigi anterior di
rahang atas lainnya seperti gigi insisivus pertama dan kedua rahang atas juga
dapat mengalami kesulitan tumbuh akibat terletak salah di dalam rahang.
Frekuensi terjadinya kaninus impaksi sebesar 0-2,8%. Ditinjau dari letaknya, 85%
posisi gigi kaninus yang impaksi terletak di daerah palatal lengkung gigi,
sedangkan 15% terletak di bagian labial ataubukal.7
Frekuensi gigi impaksi yang terjadi sesuai dengan urutan berikut :
1. Molar ketiga rahang bawah
2. Molar ketiga rahang atas
3. Kaninus rahang atas
4. Premolar rahang bawah
5. Kaninus rahang bawah
6. Premolar rahang atas
7. Insisivus sentralis rahang atas
8. Insisivus lateralis rahang atas

2.2 EtiologiGigi Impaksi


Gigi impaksi dapat disebabkan karena adanya halangan fisik pada jalan
erupsi gigi yang dapat dideteksi secara klinis atau radiografis. Etiologi dari
impaksi gigi permanen berupa factor local dan sistemik. Sindrom Down,
cleidocranial

dysplasia,

defisiensi

hormone

endokrin

(hipotiroid

dan

hipopituitari), penyakit demam, dan akibat radiasi adalah beberapa faktor sistemik
yang mempengaruhi impaksi gigi permanen. Faktor lokal dapat berupa halangan
karena kekurangan ruang dalam lengkung rahang yang mengakibatkan tabrakan
folikular antara gigi yang sedang mengalami masa pertumbuhan, tertahannya gigi
tersebut oleh gigi sulung, arah erupsi gigi tersebut menyimpang atau kegagalan
erupsi yang tidak diketahui asalnya. Penyebab lain impaksi dapat dihubungkan
dengan adanya gigi supernumerary, gigi crowded, dan obstruksi jaringan lunak
dan jaringan keras seperti tumor odontogenik. Pada beberapa kasus, gigi dapat
menjadi impaksi karena gerakan rotasi selama masa pertumbuhan gigi.5,9
Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah
ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi
adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi.8Etiologi dari gigi
impaksi

bermacam-macam

diantaranya

kekurangan

ruang,

kista,

gigi

supernumerer, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik.5
Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta
letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi, pada saat gigi susu tanggal
tidak terjadi celah antar gigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi
permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya impaksi.10
Hambatan erupsi gigi biasanya berupa hambatan dari sekitar gigi atau
hambatan dari gigi itu sendiri.4

Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :

1.
2.
3.
4.
5.

Tulang yang tebal serta padat


Tempat untuk gigi tersebut kurang
Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
Adanya gigi desidui yang persistensi
Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat

Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena :


1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain-lain.
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.

2.2.1

Berdasarkan Teori Filogenik


Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi

mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola
makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi
antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi lokal.5
Seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa sivilisasi
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu bangsa
maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang. Kemajuan bangsa
mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena bangsa yang maju diet
makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan dibandingkan dengan bangsa
yang kurang maju. Misalnya bangsa-bangsa primitif lebih sering memakan
makanan yang lebih keras sedangkan bangsa modern lebih sering makan malanan
yang lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk mengunyah,
sedangkan mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang.11

2.2.2 Berdasarkan Teori Mendel


Menurut teori Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil,
dan salah satu orang tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang

anaknya berahang kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut,
dapat terjadi kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.11

2.2.3 Etiologi Gigi Terpendam Menurut Berger


Kausa lokal:
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
5. Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan gigi yang prematur
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling
gigi
8.Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose yulang karena
inflamasi atau abses yang ditimbulkannya
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak
anak.11

Kausa umum :
1. Kausa prenatal
2. Keturunan
3. Miscegenation

Kausa postnatal :
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan
pada anak-anak seperti :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ricketsia
Anemia
Syphilis kongenital
TBC
Gangguan kelenjar endokrin
Malnutrisi

Kelainan pertumbuhan :
a. Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau
ketidak beresan dari pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan
persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi
permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumeri yang
rudimeter.
b. Oxycephali
Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka
belakang sama dengan dua kali kanan atau kiri. Hal ini mempengaruhi
pertumbuhan rahang.

2.3 Klasifikasi ImpaksiGigi Molar Ketiga


Beberapa metode telah digunakan untuk mengklasifikasi impaksi, yaitu
impaksi berdasarkan level impaksi, berdasarkan angulasi molarketiga, dan
hubungan terhadap tepi anterior ramus mandibula. Klasifikasi dari Winter, Pell
dan Gregory serta Archer dan Kruger adalah yang paling sering digunakan untuk
mengklasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah.9,13

2.3.1 Klasifikasi Pell dan Gregory


Pell dan Gregory menghubungkan kedalaman impaksi terhadap bidang
oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan
dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara
permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam
pendekatan lain.14

Gambar 2.1. Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell
dan Gregory.8

A. Berdasarkan Relasi Molar Ketiga Bawah dengan Ramus Mandibula15


1. Klas I
Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang
antara batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar
kedua.4 Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang
potensial untuk tempat erupsi Molar ketiga.
2.

Klas II

Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang


tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal
gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di
sebelah distal M.2
3.

Klas III
Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula akses yang sulit.
Pada klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.

B. Komponen Kedua dalam Sistem Klasifikasi ini Didasarkan pada Jumlah


Tulang yang Menutupi Gigi Impaksi.7
Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan
kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua
disebelahnya.15Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan
rahang bawah:
1. Posisi A: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama
dengan occlusal gigi molar kedua tetangga. 7 Mahkota Molar ketiga
yang impaksi berada pada atau di atas garis oklusal.15
2. Posisi B: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis
cervical dan bidang occlusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar
ketiga di bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar
kedua.2,15
3. Posisi C: Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis
servikal gigi molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi
maksila.Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal.2,15

10

Gambar 2.2. Klasifikasi impaksi molar ketiga menurut Pell dan Gregory.16
1. Berdasarkan Kedalaman Impaksi dan Jaraknya ke Molar Kedua
1. Posisi A : Permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit
lebih tinggi dari gigi molar kedua.
2. Posisi B : Permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada
pertengahan mahkota gigi molar kedua atau sama tinggi dari garis
servikal
3. Posisi C : Permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah
garis servikal molar kedua.
2. Posisinya Berdasarkan Jarak Antara Molar Kedua Rahang Bawah dan
Batas Anterior Ramus Mandibula
1. Klas I : Jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus
mandibula cukup lebar mesiodistal molar tiga bawah
2. Klas II : Jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus
mandibula lebih kecil dari lebar mesiodistal molar tiga bawah
3. Klas III : Gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibula
2.3.2 Klasifikasi Winter7
Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga mandibula
berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar kedua
mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda seperti
impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular, bukoangular,
dan linguoangular. Quek et al mengajukan sebuah sistem klasifikasi menggunakan

11

protractor ortodontik. Dalam penelitian mereka, angulasi dideterminasikan


menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan panjang aksis gigi molar
kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan impaksi gigi molar ketiga
mandibula sebagai berikut:14
1.
2.
3.
4.
5.

Mesioangular (11o sampai dengan -79o)


Vertikal (10o sampai dengan -10o)
Horizontal (80o sampai dengan 1000)
Distoangular (-11o ampai dengan -79o)
Lainnya (-111osampai dengan -80o).
Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap panjang
axis gigi molar kedua.16

2.3.3 Klasifikasi Menurut Archer dan Kruger16

12

Gambar 2.3. Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Archer
dan Kruger (1Mesioangular, 2 distoangular, 3 vertical, 4 horizontal, 5
buccoangular, 6 linguoangular, 7 inverted)
A. Mesioangular: Gigi impaksi mengalami tilting terhadap molar kedua
dalam arah mesial.
B. Distoangular: Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke
posterior menjauhi molar kedua.

Gambar.2.4.Impaksi mesioangular molar ketiga rahang bawah kanan dan


distoangular pada molar ketiga rahang bawah kiri (catatan: gigi molar ketiga
rahang bawah tidak erupsi)12

C. Horizontal: Axis panjang gigi impaksi horizontal

13

Gambar.2.5.

Impaksi
horizontal bilateral molar ketiga rahang bawah.12

D. Vertikal: Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama
dengan axis panjang gigi molar kedua

Gambar.2.6. Sebuah impaksi dengan posisi vertikal.12


E. Bukal

atau

lingual:

Sebagai

kombinasi

impaksi

yang

dideskripsikan di atas, gigi juga dapat mengalami impaksi secara


buccal atau secara lingual
F. Transversal: Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah
buccolingual.
G. Signifikansi: Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara
definitif. Sebagai contoh, impaksi mesioangular sangat mudah
untuk dicabut dan impaksi distoangular merupakan posisi gigi yang
paling sulit untuk dicabut.

2.3.4Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Thoma15

14

Thoma mengklasifikasikan kurvatura akar gigi molar ketiga yang


mengalami impaksi ke dalam tiga kategori:
1. Akar lurus (terpisah atau mengalami fusi)
2. Akar melengkung pada sebuah posisi distal
3. Akar melengkung secara mesial.

2.3.5Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Killey dan Kay15


Killey dan Kay mengklasifikasikan kondisi erupsi gigi molar ketiga
impaksi dan jumlah akar ke dalam tiga kategori. Gigi tersebut diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Erupsi
2. Erupsi sebagian
3. Tidak erupsi

2.3.6Menurut American Dental Association15


Jumlah akar mungkin berjumlah dua atau multipel. Gigi impaksi juga
dapat terjadi dengan akar yang mengalami fusi. Dengan tujuan untuk memberikan
mekanisme logis dan praktik untuk industry asuransi. American Association of
Oral and Maxillofacial Surgeons mengklasifikasikan gigi impaksi dan tidak erupsi
berdasarkan prosedur pembedahan yang dibutuhkan untuk melakukan pencabutan,
daripada posisi anatomi gigi. Mereka mengklasifikasikan gigi impaksi ke dalam
empat kategori:
1. Pencabutan gigi hanya dengan impaksi jaringan lunak,
2. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara parsial,
3. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara sempurna,
4. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang sempurna dan komplikasi
pembedahan yang tidak biasa.

15

Klasifikasi posisi gigi impaksi secara sistematis dan teliti membantu dalam
memeriksa arah pencabutan gigi impaksi dan juga mendeterminasikan jumlah
kesulitan yang akan dialami selama pencabutan.15

2.4 Skor Tingkat Kesulitan Pencabutan Gigi Impaksi


Klasifikasi

Nilai

Hubunganruang
Mesioangular

Horizontal/melintang

Vertikal

Distoangular

Kedalaman
Level A

Level B

Level C

Ruangan
ramus

yang

tersedia/hubungan

dengan
1

Kelas I

Kelas II

Kelas III
Indeks kesulitan
Sangat sulit: 7-10
Kesulitan sedang: 5-7
Kesulitan minimal: 3-4
Contoh : Impaksimesioangular = 1
Level B

=2

16

Kelas II

=2

Skortingkatkesulitan = 5
Jadigigiimpaksitersebutmempunyaitingkatkesulitansedang
Tabel 2.1 : Indeks kesulitan dari pembedahan molar ketiga bawah yang impaksi.15
Kategori ini merupakan titik awal untuksuatu analisa atau memperkirakan
tingkat kesulitan pencabutan gigiimpaksi. Secara umum, semakin dalam letak gigi
impaksi dan semakin banyak tulang yang menutupinyasertamakin besar
penyimpangan angulasi gigi impaksi dari kesejajaran terhadap sumbu panjang
molar kedua, makin sulit pencabutannya. Pilihan yang diperoleh dari analisa ini
adalah :
1. Tidak diapa-apakan
2. Pencabutan gigi impaksi
3. Rujukan.15

2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Odontektomi


2.5.1 Indikasi Odontektomu
1. Perikoronitis
Perikoronitis merupakan peradangan pada jaringan lunak disekeliling gigi
yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar 3 bawah. Perikoronitis
merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan
cenderung muncul berulang, bila molar belum erupsi sempurna.
Akibatnya, dapat terjadi destruksi tulang di antara gigi molar dan geraham
depannya. Odontektomi dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan dari
terjadinya perikoronitis akibat gigi erupsi sebagian.Perikoronitis dengan
gejala-gejala :
1. rasa sakit di regio tersebut

17

2. pembengkakan
3. mulut bau
4. pembesaran limfenode submandibular.

Gambar 2.7 Perikoronitis

2. Mencegah Berkembangnya Folikel Menjadi Kista Odontegenik


Suatu gigi yang impaksi mempunyai daya untuk merangsang pembentukan
kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih
gigi tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu
menjadi tidak sempurna dan dapat menimbulkan premordial kista dan
folikular kista.

Gambar 2.8 Kista Odontogenik

3. Pencegahan Karies

18

Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan infeksi atau karies pada
gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena
gigi molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar ketiga merupakan
penyebab tersering karies pada molar kedua karena retensi makanan.
Karies distal molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar
ketiga.
4. Untuk Keperluan Terapi Ortodontik
Pencabutan gigi impaksi pada perawatan ortodontik dapat menjadi suatu
indikasi apabila ruangan yang dibutuhkan kurang untuk ekspansi lengkung
gigi atau juga dikhawatirkan akan menjadi faktor relapse setelah
dilakukannya perawatan ortodontik.
5. Menimbulkan Kerusakan Pada Akar Gigi Yang Berdekatan.
Gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada akar gigi sebelahnya
sehingga mengalami resorpsi akar. Pencabutan gigi impaksi dapat
menyelamatkan gigi terdekat dengan adanya perbaikan pada
sementumnya.
6. Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit.
Rasa sakit dapat timbul bila gigi impaksi menekan syaraf atau menekan
gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di
dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit dapat
timbul karena gigi impaksi langsung menekan nervus alveolaris inferior
pada kanalis mandibularis.
7. Diperkirakan Akan Mengganggu Pembuatan Protesa.
Pencabutan gigi impaksi dilakukan apabila berada dalam denture bearing
area yang dapat menghambat adaptasi landasan dan mengganggu retensi
serta stabilitas dari protesa yang akan dibuat.
2.5.2 Kontra Indikasi Odontektomi
1. Tidak Ada Keluhan.
Apabila tidak ada keluhan dari pasien yang mengalami gigi impaksi maka
tidak diperlukan tindakan odontektomi yang dapat memakan waktu, biaya
dan resiko pembedahan yang dapat terjadi.
2. Kemungkinan
Menyebabkan
Gigi

Terdekat

Rusak

Atau

Strukturpenting Lainnya.
Tindakan odontektomi beresiko tinggi untuk merusak jaringan dengan
membuka flap dan juga merusak tulang yang menghalangi akses terhadap

19

gigi yang impaksi. Apabila dikhawatirkan kerusakan yang akan


diakibatkan oleh tindakan odontektomi tidak sebanding dengan manfaat
yang didapatkan, maka sebaiknya odontektomi tidak dilakukan.
3. Penderita Usia Lanjut
Pada pasien yang berusia lanjut, tulang yang menutupi gigi impaksi akan
sangat termineralisasi dan padat sehingga akan menyulitkan dilakukan
odontektomi. Selain itu perlu diperhatikan juga keadaan umum pasien
yang mungkin akan menghambat keberhasilan penyembuhan setelah
dilakukannya odontektomi.
4. Kondisi Fisik Atau Mental Terganggu.
Pada pasien dengan kesehatan umum yang terganggu misalnya mengidap
penyakit sistemik maka diperlukan konsultasi terlebih dahulu kepada
dokter yang bersangkutan sebelum melakukan tindakan bedah. Sedangkan
untuk pasien dengan keadaan mental yang terganggu dapat mengganggu
tingkat kooperatif pasien selama melakukan tindakan pembedahan.
2.6 Syarat Insisi dan Prinsip Flap
Syarat Insisi:

Insisi harus tajam yang lurus dan bersudut 45 dengan dasar MBF
Diatas tulang yang sehat
Insisi jangan di interdental papil tapi di 2.3 kontur gigi
Harus sejajar garis Langerhans (pada kulit)
Insisi harus sampai periosteum

Prinsip Flap:
Dasar flap harus selebar mungkin
Lapang pandang seluas mungkin
Intrument harus tajam
2.7 Penatalaksanaan Impaksi
2.7.1 Penanganan Sebelum Pembedahan
1.
Riwayat Medis dan Pemeriksaan Klinis
Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius
jika gigi tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan

20

masalah klinis yang signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki


potensi tersebut.
2.

Pemeriksaan Radiografis

Gambar 2.9 Foto Rontgen

Pemeriksaan radiografis yang dianjurkan adalah pemeriksaan


panoramic foto. Foto rontgen sebaiknya merupakan foto terbaru dari
kondisinya giginya atau minimal 6 bulan. Pemeriksaan radigrafi gigi
1
2
3
4

impaksi harus dapat menguraikan hal-hal berikut ini :


Melihat inklinasi dari gigi impaksi
Ukuran mahkota dan kondisinya
Jumlah dan morfologi akar
Hubungan gigi geligi rahang bawah dengan kanalis mandibularis, foramen

5
6
7

mentale, batas bawah mandibular


Hubungan gigi geligi rahang atas dengan rongga nasal atau sinus maksilaris
Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalam dan densitasnya
Status periodontal dan kondisi gigi tetangga

3.

Kesepakatan Rencana Perawatan


Bila pasien sudah mengerti dan setuju dengan rencana perawatan,
ia harus bersedia untuk mengisi dan menandatangani surat pernyataan
kesepakatan rencana perawatan

4.

Persiapan Alat dan Bahan

21

Gambar 2.10 Alat dan Bahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Bahan :
Betadine
Kassa/tampon
Kapas bulat
Syringe
Larutan anastetikum, yang mengandung epinefrin/adrenalin
Pisau (blade) RA : no 12 & RB : no 15
Suction tip dispossible
Jarum dengan benang jahit
Larutan salin (air salin)
Alat :

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Alat standart
Kain duk steril untuk instrument dan pasien
Klem untuk kain duk (towel clip)
Gagang pisau (blade handle)
Needle holder
Hemostat/arteri klem
Rasparatorium
Mata bur tulang
Mata bur gigi
Bein
Cryer
Tang gigi (forceps)
Kuret
Bone file
Syringe untuk irigasi
Pinset
Gunting benang

5.

Persiapan Pasien dan Operator

6.

Tindakan Asepsis

22

2.7.2 Teknik Pembedahan


Kasus Benih Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah

Gambar 2.11 Foto Rontgen contoh kasus

Anastesi
Untuk molar ketiga mandibula dilakukan injeksi blok mandibular
pada nervus alveolaris inferior, nervus lingualis dan nervus bukalis,
sedangkan kalau pada molar ketiga maksila dilakukan injeksi blok
pada nervus alveolaris superior posterior dan nervus palatinus mayor.

Pembuatan flap
Digunakan insisi triangular dengan cara insisi vertical dari 1/3
distal gigi 7 sampai MBF membentuk sudut 45 kemudian buat insisi
horizontal dengan patokan linea oblique externa dengan menggunakan
blade.

23

Gambar 2.12 Pembuatan Flap

Pembukaan flap mukoperiosteal dengan rasparatorium

Gambar 2.13 Membuka Flap

Pembuangan tulang disekitar gigi

Gambar 2.14 Pembuangan Tulang

Separasi bagian undercut gigi 8

Pengungkitan dengan bein sampai gigi 8 terangkat

24

Gambar 2.15 Pengungkitan Gigi 8

Pencabutan gigi dengan tang

Gambar 2.16 Gigi Yang sSudah Dikeluarkan

8
9
10

Penghalusan tulang dengan bone file


Spooling betadine + aquadest
Masukan spongostan kedalam soket bekas gigi pencabutan untuk mengatasi

11
12
13
14
15

perdarahan
Flap dikembalikan ketempat semula dengan pinset chirurgis
Penjahitan interrupted pada daerah insisi vertical dan horizontal
Massage daerah operasi
Spooling betadine + aquadest
Gigit tampon yang sudah diberikan betadine

2.7.3
1
1
2
3
4
5
6
7

Perawatan Pasca Operasi


Instruksi pada pasien
Minum obat sesuai yang diberikan dalam resep
Menggigit tampon kurang lebih selama 1 jam
Lakukan pengompresan es pada wajah untuk menguramgi pembengkakan
Lakukan sikat gigi seperti biasa
Diet makanan lunak
Istirahat yang cukup
Tidak menghisap-hisap daerah operasi

Medikasi

25

Pemberian antibiotik, analgesik dan obat kumur


3

Kontrol paska operasi


Kontrol dijadwalkan pada waktu melepas jahitan, biasanya hari
kelimaketujuh sesudah operasi

2.8 Komplikasi Odontektomi 5,17,18


2.8.1 Komplikasi Saat Pencabutan
1. Perdarahan
2. Tertekan / trauma pada Nervus. Alveolaris Inferior, Sinus Maksilaris,
Kanalis Mandibularis
3. Fraktur : akar, proc.alveolaris.
4. Trauma pd gigi terdekat: rusak, goyang, sampai tercabut.
5. Rusaknya tumpatan atau mahkota pada gigi molar kedua di samping
molar ketiga yang dilakukan odontektomi.
6. Masuknya gigi / sisa akar gigi ke dalam submand. Space, kanalis
mandibularis atau spasia regio lingual.
7. Alergi pada obat-obatan yang diberikan : antibiotika, analgetika
maupun anaestesi lokal.
8. Syok anafilaktik.
9. Patahnya instrumen
2.8.2

Komplikasi Pasca Pencabutan


1. Pembengkakan atau edema
2. Rasa sakit atau pernah mengalami rasa sakit di regio gigi molar ketiga
3.
4.
5.
6.

impaksi.
Perdarahan sekunder
Dry socket (alv. Osteitis)
Infeksi pada jaringan lunak maupun tulang
Memar jaringan lunak ekstraoral dan dapat meluas sampai ke regio

leher dan dada di regio odontektomi atau bilateral


7. Facial abses
8. Trismus
9. Osteomyelitis
10. Emphysema
11. Parestesi
12. Perforasi Sinus Maksilaris
13. Luka di daerah sudut bibir

26

BAB III

LAPORAN KASUS

Nama Mahasiswa

: 1. Sheila Fitria (2015-16-104)


2. Diva Choirunissa (2015-16-117)

Pembimbing

: Dr. Maria G. Ernawati., drg., Sp.BM

Tanggal Operasi

: 20 September 2016

Waktu Mulai

: 09.30 WIB

Waktu Selesai

: 11.00 WIB

I.

STATUS UMUM PASIEN

Nama Pasien

: Rahmayati Aisya

No. status

: R 3442 / VI / 2016

Umur

: 21 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Mahasiswi

Alamat

: Jl. Kebayoran Lama no.8B, Rawa Belong

Telepon

: 081315443926

27

II.

ANAMNESA (AUTO ANAMNESA)

Keluhan Utama

: Datang ingin dicabutkan gigi belakang kiri bawah


karena sakit dan mengganggu saat makan.

Riwayat Penyakit

: 1 tahun yang lalu gigi sakit saat tumbuh dan gigi


tumbuh miring. Terasa tajam dan sering terselip makanan.
Sekarang datang dalam keadaan tidak sakit dan ingin
dicabut.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran Umum

: Baik

Kesadaran Pasien

: Compos mentis

Tensi Darah

: 100/70 mm/Hg

Suhu

: Afebris

Frekuensi Nadi

: 82 x/menit

Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit


Kelainan Sistemik

:-

PEMERIKSAAN KLINIS
A. Pemeriksaan Ekstra Oral

: TAK

Inspeksi

Lokasi / Regio
Bentuk Kelainan
Warna

:::-

Palpasi

Suhu

:-

28

Batas
Mudah digerakan / tidak
Permukaan
Konsistensi
Nyeri tekan
Fluktuasi
Ukuran
Kelenjar getah bening

B. Pemeriksaan Intra Oral

:::: lunak / kistik / kenyal / keras


::: P.x L.x T.x
:: TAK

Inspeksi

Bentuk kelainan
Lokasi / region
Warna

:::-

Palpasi

Suhu
Batas
Mudah digerakan / tidak
Permukaan
Konsistensi
Nyeri tekan
Fluktuasi
Ukuran
Kelenjar getah bening

::::: lunak / kistik / kenyal / keras


::: P.x L.x T.x
:-

Keterangan

Bibir Atas
Bibir Bawah
O.H
Ginggiva
Oklusi
Palatum
Mukosa pipi kiri & kanan
Lidah
DasarMulut
Status Lokalis Gigi
Diagnosa

: Normal
: Normal
: Baik
: Normal
: Normal
: Sedang
: Normal
: Normal
: Normal
: Gigi 38
: Gigi 38

29

Impaksi P/T (-)


Eruptio difisilis

III.

GAMBARAN KLINIS DAN RONTGEN POSISI GIGI MOLAR TIGA


IMPAKSI
Indeks Kesulitan pengangkatan Gigi 38 Impaksi
A. Berdasarkan jarak tepi distal M2 RB ke tepi ramus mandibula:
Kelas 1 : jarak antara distal M2 ke tepi ramus > dari pada jarak
mesiodistal M3 RB
B. Berdasarkan kedalaman relatif M3 RB di dalam tulang rahang:
Posisi A : titik tertinggi M3 RB setinggi atau lebih tinggi dari bidang
oklusal M2 RB
C. Berdasarkan sumbu panjang gigi M3 RB terhadap sumbu panjang
gigi M2 RB: Vertikal
Maka Indeks Kesulitan:
Kelas 1

:1

Posisi A

:1

Vertikal

:3

Jumlah

:5

(Gigi impaksi diperkirakan mempunyai kesulitan yang sedang)

IV. PENATALAKSANAAN OPERASI


Mulai operasi
: Pukul 09:30 WIB
Selesai operasi
: Pukul 11:00 WIB
V. PRA BEDAH
A. Persiapan pasien:
1. Anamnesa dan mengukur tensi dan tekanan nadi pasien sebelum
operasi.
Tensi: 100/70 mm/Hg
Nadi: 82x/menit

30

2. Penandatanganan inform consent


3. Mempersiapkan dan sterilisasi alat-alat operasi
Persiapan Alat:
- Kain duk sterik untuk instrument dan pasien
- Klem untuk kain duk (towelclip)
- Sarung tangan
- Masker
- Alat standard: - 2 kaca mulut (no.4 dan 5)
- 1 ekskavator
- 1 sonde halfmoon
- 1 pinset dental
- Syringe
- Scalpel dan Blade no.15
- Rasparatorium
- Mata bur round low speed
- Mata bur fissure low speed
- Mata bur long thin high speed
- Bein
- Tang mahkota molar RB
- Tang trismus
- Knouble tang
- Pinset sirurgis
- Needle Holder
- Arteri klem/Hemostat
- Jarum atraumatik + benang jahit sutera hitam 3,0
- Cryer
- Kuret
- Bonefile
- Gunting benang

Bahan-bahan:
1. Tampon Kassa
2. Kapas
3. Betadine
4. Spongostan
5. Ampul pehakain
6. Vaseline
4. Posisikan pasien di dental chair
5. Muka pasien ditutup duk steril kecuali daerah mulut
VI. PENATALAKSANAAN BEDAH
1. Asepsis daerah operasi dan ekstra oral dengan betadine
2. Ulaskan vaselin pada sudut mulut
3. Lakukan anestesi lokal yaitu mandibular blok kanan untuk nervus
alveolaris inferior 1,25 cc dan nervus lingualis 0,25 cc, kemudian infil

31

bagian bukal gigi 37 untuk nervus bukalis 0,5 cc dengan menggunakan


larutan anestesi pehakain.
4. Lakukan insisi triangular dimulai dari insisi diagonal dari 1/3 mesial
gigi distal sampai membentuk sudut 45 terhadap MBF dengan
menggunakan blade no.15. kemudian lakukan insisi horizontal pada
distal gigi 38 kearah MBF.
5. Pembukaan flap mukoperiosteal dengan rasparatorium.
6. Pembuangan tulang bagian mesial dan distal serta bukal yang
menutupi gigi 38 dengan round bur dan fissure bur low speed untuk
menghilangkan retensi antara gigi dan tulang alveolar bagian distal
gigi 38.
7. Pengungkitan gigi 38 dengan bein dari mesio bukal gigi 38 sampai gigi
terangkat, dilanjutkan pencabutan dengan menggunakan tang mahkota
gigi molar rahang bawah.
8. Spooling
9. Kuret soket gigi bagian mesial dan distal gigi 38
10. Spooling
11. Periksa tulang pada soket bekas pencabutan, jika ada yang tajam maka
haluskan tulang tersebut dengan bone file
12. Spooling betadine dan aquadest pada daerah OD
13. Massage daerah operasi untuk mengeluarkan udara yang terjebak
dalam soket
14. Flap dikembalikan ke posisi semula dengan pinset sirurgis
15. Flap dijahit dengan jarum atraumatik dengan 3 jahitan interrupted,
yaitu 2 jahitan di bagian distal dan 1 di bagian bukal.
16. Pasien diminta untuk menggigit tampon yang telah diberi betadine.
17. Instruksi pasien:
a. Menggigit tampon selama 1 jam setelah operasi
b. Jangan sering berkumur-kumur
c. Jangan menghisap-hisap soket, dan sering meludah.
d. Diet makanan lunak
e. Mengunyah pada sisi yang berlawanan
f. Kompres es pada hari ke-1 setelah operasi untuk membantu
mengurangi perdarahan dan kompres air hangat setelah hari ke-2
untuk mengurangi bengkak.
18. Pemberian resep obat:
R/ LINCOMYCIN 500mg No.XV
S 3 dd tab 1
-------------------------//----------------------

32

R/ ASAM MEFENAMAT 500mg No.X


S 3 dd tab 1 p.r.n
-------------------------//---------------------Pro : Rahmayati Aisya
Usia : 21th
19. Kontrol pada hari ke 2,3,7 setelah operasi.
VII. PASCA BEDAH
1

Kontrol I (22 September 2016)


S = Memeriksa hasil operasi
O= EO = Terdapat pembengkakan pada pipi sebelah kiri
IO = Regio 38 : tanda radang (+), kemerahan pada gingiva
(+), trismus (+), jahitan lengkap (3)
A= (-)
P=
- Pembersihan debris makanan pada daerah operasi dengan
irigasi NaCl
- Spooling betadine + irigasi
- pemberian oxygel
- obat dilanjutkan

Kontrol II (3 September 2016)


S =Memeriksa hasil operasi
O = EO= Bengkak (+), wajah asimetris (+)
IO= Regio 48 : tanda radang (+), kemerahan pada gingiva
(+), trismus (+), jahitan lengkap (3)
A = (-)
P = Pembersihan debris makanan pada daerah operasi dengan
spooling betadine + irigasi, obat dilanjutkan

Kontrol III (7 September 2016)


S = Memeriksa hasil operasi
O = EO= Bengkak (-), wajah simetris (+)
IO= Regio 48 : tanda radang (-), trismus (-)

33

A = (-)
P=
- Pembersihan debris makanan pada daerah operasi
- Buka Jahitan
- Spoolingbetadine + irigasi NaCl

34

BAB IV

KESIMPULAN

Impaksi adalah suatu kondisi dimana gigi gagal erupsi secara utuh pada
posisi yang seharusnya. Jalan erupsi normal gigi yang mengalami impaksi
terhalang oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya atau
dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan impaksi gigi. Antara lain karena ketidaktersediaan ruangan yang
cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi

35

tersebut,Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah


erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain
sudah erupsi.Tidak semua gigi impaksi membutuhkan perawatan odontektomi.
Banyak penelitian yang melaporkan impaksi gigi paling sering terjadi pada
gigi molar ketiga, baik pada rahang atas maupun rahang bawah dilihat dari
berbagai populasi yang berbeda. Gigi molar ketiga adalah gigi yang paling akhir
erupsi yaitu pada usia 18-24 tahun sehinggagigi molar ketiga dapat menjadi gigi
yang lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena
seringkali tdak tersedia ruangan yang cukup bagi gigi molar ketiga untuk
erupsi.Klasifikasi dari Winter, Pell dan Gregory serta Archer dan Kruger adalah
yang paling sering digunakan untuk mengklasifikasi impaksi molar ketiga rahang
bawah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amaliyana Erlinda, Cholil, Sukama IB. Deskripsi gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah di rsud ulin Banjarmasin. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi,
2014; 2: 134-37
2. Rahayu S. Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi. E-Journal
WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 2014; 1(2): 81-89.
3. Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95-100.
4. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi
terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera utara. Dentika Dental
Journal 2005;10(2):73-78

36

5. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi


molar ketiga rahang bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dental
Assocation 2009;58(2):20-24
6. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang
bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah. Jurnal
MIKGU 2002;IV(7):154
7. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5
8. Monaco G, Montevecchi M, Bonetti GA, Gatto MRA, Checchi L. Reliability
of panoramic radiographyin evaluating the topographic relationship between
the mandibular canal and impacted third molars. JADA American Dental
Association 2004;135:315
9. Hassan AH. Pattern of third molar impaction in a Saudi population.
Dovepress. 2010; 2: 109-13.
10. Dicky F, Teguh Iman S. Fraktur patologis mandibula akibat komplikasi
odontoktomi gigi molar 3 bawah (laporan kasus). Indo Journal of Dent
2008;15(3):192
11. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed.
Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-8.
12. Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New York:Churchill
Livingstone;2001,p.51
13. Secic S, Prohi S, Komsi S, Vukovi A. Incidence of impacted mandibular third
molars in population of Bosnia and Herzegovina: a retrospective radiographic
study. Journal of health sciences. 2013;3(2):151-8.
14. Obimakinde OS. Impacted mandibular third molar surgery; an overview.
Dentiscope 2009;16:2-3
15. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3
16. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa:
Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7
17. Hasibuan, Rahmayanti. Komplikasi odontektomi pada molar tiga rahang atas
beserta perawatannya. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Medan:2005.
18. Azis, Anugerah Y. Prevalensi gigi impaksi molar ketiga dilihat secara klinis
pada mahasiswa STIA Puangrimaggalatung kota Sengkang angkatan

37

2012/2013.

Fakultas

Kedokteran

Gigi

Universitas

Hasanuddin.

Makasar:2015.
19. Umboh, J.M.L. Winata, Lenny. Gambaran gigi impaksi pasien yang
berkunjung di BP-RSGM Universitas Sam Ratulangi pada tahun 2011.
Manado: 2011.

LAMPIRAN

38

39

Anda mungkin juga menyukai