BAB I Lahan Basah
BAB I Lahan Basah
LAHAN KERING
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
Dosen Pengampu:
Drs. Muhammad Zainal Arifin Anis, M.Hum
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Gusti Medinda Ridha Putri
I1C114066
Raysa Yulfitasari
I1C114081
Tini Hartinah
I1C114241
I1C114053
I1C114252
Winda Wardati
I1C114228
Tommy Hidayat
I1C114227
I1C113232
Rinda Amira
I1C114221
Merry Melinda
I1C113209
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai
wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis
karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat
dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi
cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki
wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk
memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena
secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi
misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan
dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem
hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung
kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi
ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan
asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, angin
topan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan mangrove
juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu,
obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian penjelasan sebelumnya adapun perumusan masalah
dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana gambaran proses
penyesuaian diri seseorang yang pindah tempat tinggal dari lahan basah ke lahan
kering. Perumusan masalah ini kemudian diperjelas dengan sub pertanyaan
sebagai berikut :
1.
2.
3.
C. Tujuan
Berdasarkan fokus yang telah dijelaskan pada makalah ini, tujuan yang
ingin dicapai oleh peneliti yaitu untuk mengetahui dan memahami gambaran
proses penyesuaian diri seseorang yang pindah tempat tinggal dari lahan basah ke
lahan kering. Sedangkan tujuan yang lebih spesifik dari penelitian ini adalah
untuk memahami :
1. Pengertian lahan basah
2. Pengertian lahan kering
3. Gambaran proses penyesuaian diri seseorang yang pindah tempat tinggal
dari lahan basah ke lahan kering
BAB II
A. Teori
1. Pengertian Lahan Basah
Dari makna kata wetlands (inggris) adalah lahan basah. Wetlands
merupakan areal transisi antara lahan kering dan wilayah perairan
sepertidanau, rawa, paya, sungai dan pantai. Tidak semua lahan basah
yang selalu berair atau tergenang sepanjang tahun (CTI, 2007). Istilah
lahan basah mungkin hanya populer di kalangan pecinta lingkungan hidup,
khususnya lingkungan pantai dan pesisir. Mungkin juga sebutan ini hanya
dikenal di kalangan mahasiswa yang bergelut dengan ilmu lingkungan dan
kelautan. Atau secara konotatif istilah ini bahkan lebih dikenal sebagai
tempat atau hal yang memudahkan seseorang untuk mendapatkan uang
secara cepat dalam jumlah besar. Akan tetapi istilah ini sebenarnya telah
dipopulerkan sejak tahun 1971 lalu, saat konvensi Ramsar berlangsung.
Dalam konvensi Ramsar, lahan basah dikenal sebagai daerah-daerah
payau, paya, tanah gambut atau perairan, baik yang bersifat alami maupun
buatan, tetap ataupun sementara, dengan perairannya yang tergenang
ataupun mengalir, tawar, agak asin ataupun asin, termasuk daerah-daerah
perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu
air surut.
2. Proses (Tahapan/pembagiannya)
Jenis-jenis lahan basah (wetland) tergantung dari perbedaan
regional dan lokal pada tanah, topografi, iklim, hidrologi, kualitas air,
vegetasi dan berbagai faktor lain termasuk juga aktifitas manusia. Dua
jenis umum lahan basah yang dikenal yaitu tidal wetland dan non-tidal
wetland.
a. Tidal wetland : adalah lahan basah yang berhubungan dengan
estuari, dimana air laut bercampur dengan air tawar dan
membentuk lingkungan dengan bermacam-macam kadar
salinitas. Fluktuasi pemasukan air laut yang tergantung pada
vertikal baik dari atas ke arah bawah atau dari bawah ke arah atas sistem
untuk keluar dari sistem.
Lahan basah buatan aliran horisontal digolongkan menjadi :
a. Lahan basah buatan yang airnya mengalir di atas permukaan
tanah
b. Lahan basah buatan yang airnya mengalir lewat substrat tempat
tanaman air.
c. Kombinasi bentuk 1 dan 2
d. Lahan basah buatan hidroponik aliran tipis tanpa substrat
Lahan basah buatan aliran vertikal digolongkan menjadi
a. Aliran vertikal menurun. Air masuk dari permukaan, merembes
ke substrat hingga mencapai dasar rawa untuk keluar dari
sistem.
b. Aliran vertikal menanjak. Air disalurkan melaui pipa kamudian
keluar melalui saluran yang terletak di permukaan substrat.
(Khiatudin,2003)
5. Lahan Basah Buatan Di Sekitar Areal Perikanan Darat
Bahan pencemar yang timbul di kolam atau tambak adalah sisa-sisa
makanan, kotoran ikan, larutan pupuk dan bibit penyakit. Air yang berasal
dari kolam ikan sering mengandung unsur hara dalam kadar tinggi
sehingga dapat menghasilkan eutrofikasi di perairan. Rawa buatan yang
diciptakan di kolam/tambak berada di areal yang dekat dengan saluran
air.Air limbah dapat dibersihkan secara ekologis bila dialirkan ke rawa
buatan sebelum dibuang. Untuk pencapaian maksimal pinggiran saluran
umum yang digunakan sebagai sarana pembagi air bagi areal pertambakan
juga perlu dihijaukan dengan tanaman akuatik dan semi-akuatik. Diantara
tanaman akuatik yang cocok ditanam di areal perikanan air tawar adalah
sagu. Sedangkan tanaman bakau dan nipah untuk perikanan air payau.
induk patin dan ada pula ikan jenis lele di dalam kolam tersebut yang
dipisahkan di kolam yang berbentuk persegi. Kolam tersebut ada yang
dibatasi dengan pembatas beton namun adapula yang hanya pembatas
menggunakan gundukan tanah. Ikan jenis patin di batasi dengan beton
sedangkan ikan jenis lele hanya dibatasi dengan gundukan tanah. Didaerah
sekitar kolam terdapat beberapa tanaman seperti papaya, pisang, singkong
dan cabai yang di tanam oleh para petani ikan. Petani ikan yang kami
dapati di lokasi kolam berjumlah 5 orang. Setelah kami berada di budidaya
ikan dari desa Tungkaran yang airnya merupakan aliran irigasi, kami
melanjurkan perjalanan untuk melihat rawa-rawa yang ada di desa
Tungkaran dimana daerah tersebut belum di kelola oleh penduduk
setempat. Disana kami melihat rawa-rawa yang luas dan ditumbuhi oleh
banyak tumbuhan eceng gondok. Airnya berwarna kehitaman. Pada daerah
tersebut terlihat ada warga yang melakukan kegiatan memancing ikan di
sana.
Berbeda pada saat kami berkunjung ke komplek Bunyamin Permai
Banjarmasin, saat kami akan memasuki gerbang awal, terihat 3 satpam
yang menjaga komplek tersebut. Memasuki komplek Bunyamin Permai,
kami tidak melihat banyak pohon disana karena hanya dipenuhi oleh
rumah-rumah saja. Beberapa rumah disana terlihat dipenuhi tanaman hias,
namun hanya sedikit saja yang menanam pohon didepan rumahnya. Antara
satu rumah dan rumah lainnya dibangun rapat dan hanya dibatasi oleh
pagar-pagar yang cukup tinggi, beberapa rumah kami lihat tersedia
halaman yang cukup luas, sebagian lagi hanya memiliki halaman sempit
dan garasi mobil. Komplek terlihat gersang dan sepi, saat kami berkunjung
kesana tidak terlihat aktifitas warga seperti apa yang kami lihat saat kami
berada di desa Tungkaran seperti kegiatan pengelolaan kolam ikan.
Komplek Bunyamin Permai terbagi atas beberapa ray, yang mana
beberapa ray memiliki jalan yang menyatu, artinya jika kita ingin ke ray 7
maka kita bisa melewati ray 3 atau ray 5. Rumah disana terlihat memiliki
kualitas diatas rata-rata, bahkan ada beberapa rumah yang tergolong
mewah. Pada beberapa ray terdapat selokan untuk pembuangan air, namun
ada pula yang tidak dilengkapi dengan selokan. Pada saat kami melakukan
namun di tempat tinggal barunya air sumur agak kotor dan hanya dapat
menggunakan air yang bersumber dari PDAM. Ketika ditanya mengenai
proses penyesuaian diri yang dilakukan selama 6 bulan pindah ke kawasan
baru, bapak Muhtar menyatakan bahwa awalnya beliau memang merasa
kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri, namun beliau melalukan
penyesuaian diri dengan bersyukur dan memikirkan hal-hal positif saja
yang beliau dapat dari kepindahan beliau, awalnya memang beliau merasa
sulit, namun setelah melalukan diskusi dengan istri beliau, sekarang beliau
merasa lebih nyaman harus tinggal dilingkungan yang baru, beliau kini
membuat taman kecil didepan rumah dan merawat tanaman-tanaman
tersebut, hal ini merupakan cara untuk menghilangkan kejenuhan yang
beliau rasakan karena tidak ada kegiatan yang beliau lakukan. Pada tahap
ini beliau melakukan adjustment, yaitu melakukan penyesuaian diri
dengan cara merubah lingkungan, beliau membuat taman kecil yang
ditanami dengan berbagai tanaman hias dan ada juga tanaman yang dapat
dimanfaatkan hasilnya seperti menanam sawi, cabai, tomat, terong. Beliau
berkata bahwa beliau senang menikmati makanan hasil sendiri seperti saat
di desa Tungkaran, oleh karena itu beliau juga menanam beberapa tanaman
tersebut untuk menimbulkan rasa senang terhadap tempat tinggal beliau
yang baru.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Buku Indikasi Kawasan Hutan dan Lahan yang perlu
direhabilitasi, Departemen Kehutanan, Jakarta.
Rahmadi, Andi 2003. Air Sebagai Indikator Pembangunan Berkelanjutan,
Makalah Pengantar Falsafah Sains, Institud Pertanian Bogor.
Conservation Tecnology Information, 2007. Wetlands : A Key Links in Watershed
Management,
Susanto, Sahid 2007. Bahan Kuliah Pengelolaan DAS, MKSDAL, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Paul A. Keddy. 2010. Wetland Ecology: Principles and Conservation. Cambridge
Univeristy Press.
Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl
Habitat 1971, (Ramsar Convention)