HEMOPOESIS
Soebandiri
3. Kompartemen ke-3
BATASAN
atas
dalamplasma.
.
.
Kompartemenlingkungan-mikro
KOMPONEN-KOMPONEN HEMOPOESIS
baik untuk pembiakan in-vitro dari SIP ini (DexterCulture). Media ini mengkaitkan juga pentingnya LMH
Komponen
komponen
1 dapat
110
1106
HEMAIOIOGI
Cells=LPC).
SBTT yang bertugas menurunkan sistem granulosit,
eritrosit, monosit/makrofag dan megakariosit dalam
teknologi pembiakan pada tikus disebut CFU-GEMM.
kompartemen
II
DARAH TEPI/ORGAN
PERIFER SEL MATUR
MY+MetaMyP-
Mo#MoaMpg
I
-K#Tr
CFU-E
tll
lll
Gambar 1. Hierarki sel-sel darah
l-Batl
I
poti
atas
MY+
PSC
MIKRO
HEMOPOETTK(LMH)
I.2.SBTT
l.1.stP
KromatoNorm.bl
Eo
ERY
lRetic
I
tt07
HEMOFOIESIS
zat y ar,g dapat menstimulasi peftumbuhan sel-sel induk, selsel bakal, dan sel-sel darah yang
lallt.Zat-zatint dinamakan
..
3 cara
yaitu:
dan sebagainya.
Memakai awalan
IL
(Interleukin=senyawa yang
proses.
berbeda.
diproduksi.
majunya ilmu biologi molekular gen-gen pada kromosomkromosom yang menyandi FPH dapat ditentukan, lalu di
klon dan dengan teknologi rekombinan dapat dibuat dalam
Jenis Sel
Cadherin
LMH
Fibroblast
Endotil
Adiposit
Matriks Ekstra
Selular (ECM)
++
+++
+++
++
+
+
+++
++
++
+++
++
+++
+++
+++
+++
1108
HEIVTANOI.OGI
Lokasi gen
FPH
----tL-2 -----
lL-1
lL-3
FPH sel-sel T
-----
CFU-GEMM;CFU-G
(multiCSF)
lL-4
-----
Sel-B;CFU-GM
3.1
r\-s
-----
Eos
differentiating factor
NK cell
_ z_J-J.
5q----------t
Tc
a4aa
G-CSF
Epo
SCF
factor
Trombopoetin
(Stem cell
Trombopoesis
REFERENSI
L. Hampson IN, Dexter TM. The biology of hemopoesis.
Education Programme of The 26 r' Conggress of The ISH.
Singapore: 25-29 August: t996. p 399.
Koury MJ, Boudurant MC. Origin and development of blood cells.
In: Lee GR. et al, editors. Wintrobe's clinical hematology
Volume IA. Chapter 8, 10'i'edition. Phjladelhia: Lippincott
Williams & Wilkins; 1999. p. 145.
Mazzl Jl Hematopoesis In : Massa JJ, editor. Manual of clinical
hematology. 2"d edition. Boston: Little, Brown; 1995. p. 1.
Hampson
It).
of hemopoetic cell
production. In: Hoffbrand AV, Lewis SM, Tuddenham EGD,
Editors. Post graduate hematology. 4'h edition. Oxford, Boston.
Singapore: Butterworth Heinemann; 1999. p. l.
177
PENDEI(ATAN TERHADAP PASIEN ANEMIA
I Made BaKa
PENDAHULUAN
dalam.
KRITERIAANEMIA
110
1110
HEMIffOIOGI
< 13 g/dl
< 12 gldl
< 1 1gldl
Laki-laki dewasa
Wanita dewasa tidak hamil
Wanita hamil
2.
3
PREVALENSIANEMIA
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai
baik di klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari
30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik.
De Maeyer memberikan gambaran prevalensi anemia di
dunia untuk tahun 1985 seperti terlihat pada Tabel 2.
a
b
c
a.
b
a.
b.
c.
d.
e.
1
2
Anemia hemolitik
1.
Anemiahemolitikintrakorpuskular
a.
b.
Anak Anak
0-4th 5-12 th
Negara maju 12%
7%
Negara
51%
46%
berkembang
Dunia
43%
37%
Laki
dewasa
3%
26%
18yo
Wanita
1 5-49 th
14%
59%
51yo
2.
Wanita
hamil
11%
47%
350/"
Perempuanhamil
Laki-laki dewasa
50-1O7o
:20-30Vo
:
c.
D.
anemla.
1111
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
Bentukmegaloblastik
b.
1.
Anemia
hepatomegali
3. Gejala
aplastik:
2.
1.
2.
3.
Pemeriksaan Laboratorium
anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin
turun di bawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini
oksigen.
.
.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari
pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan
hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya
anemia serta jenis morfologik anemia tersebu! yang sangat
berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus,
misalnya pada:
. Anemia defisiensi besi: serum iron.TIBC (total iron
lt12
binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin
.
.
.
HEMAIIOI.OGI
tiroid.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pendekatan Klinis
Dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah:
1). Kecepatan timbulnya penyakit (arvitan anemia), 2).
Berat ringannya derajat anemia. 3). Gejala yang menonjol.
1113
PENDEKATAN TERAPI
stadium terminal.
Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai
sedang, j arang sampai deraj at berat ialah: I ).Anemia akibat
3). Thalasemia
Trait.
Anemia normokromik
normositer
laboratorium (Gambar
s.d. Gambar 4)
TIBC lJ
Feritin N/l
Ring sideroblast
dalam sumsum
tulang
ttr4
HEMAIIOI.OGI
Enzimopati
Membranopati
Hemoglobinopati
B1 2 serum
rendah
Anemia defisiensi Bl
asam folat dalam
terapi
Anemia
pada
hipotiroidisme
Anemia
pada
hipotiroidisme
1115
r992.
DeMaeyer
KES!MPULAN
Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Untuk
penelitian lapangan umumnya dipakai kriteria anemia
menurut WHO, sedangkan untuk keperluan klinis dipakai
kriteria Hb < 1 0 g/dl atau hematokrrt < 30Vo. Anemia dapat
diklasifikasikan menurut etioparogenesisnya ataupun
berdasarkan morfologi eritrosit. Gabungan kedua klasifi kasi
ini sangat bermanfaat untuk diagnosis. Dalam pemeriksaan
anemia diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorik yang terdiri dari: pemeriksaan penyaring,
pemeriksaan seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang:
pemeriksaan khusus. Pendekatan diagnosis anemia dapat
dilakukan secara klinis, tetapi yang lebih baik ialah dengan
gabungan pendekatan klinis dan laboratorik. Pengobatan
anemia seyogyanya dilakukan atas indikasi yang jelas.
Terapi dapat diberikan dalam bentuk terapi darurar. terapi
suportif, terapi yang khas untuk masing-masing anemia
dan terapi kausal.
REFERENSI
Penerbit
(PHTDI) 1999;1(2):67-88
Bakta IM, Lila IN, Widjana DP, Sutisna P. Anemia dan anemia
defisiensi besi di Desa Belumbang, Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan Bali. Naskah lengkap KOPAPDI VIII.
Yogyakarta: KOPAPDI VIII; 1990.
Bakta IM. Anemia kekurangan besi pada usia lanjut. Majalah
Kedokteran Indonesia. 1989;39:504-6.
Bakta IM, Sutjana DP & Andewi JP. Prevalensi anemia dan infeksi
cacing tambang di Desa Pejaten Bali. Naskah lengkap kongres
nasional MHTDI. Yogyakarta: PHTDI; 1983
Bakta IM, Soenarto, Sutanegara D. Penelitian anemia di pedesaan
(suatu survei di Desa Kedisan Bali). Naskah lengkap KOPAPDI
Semarang: KOPAPDI; 1981.
of anemia
Postgraduate
Medicine 1989;85:119-30.
Book:1985.
WHO Technical Reporl Series No. 405. Nutritional Anemia. Geneva:
WHO; 1968.
178
ANEMIA APLASTIK
Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder
PENDAHULUAN
EPIDEMIOLOGI
60 tahun.
Perjalanan penyakit padapriajuga lebih berat daripada
perempuan. Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin
disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaan
geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia
aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat,
atau sangat berat (Tabet 1). Risiko morbiditas dan mortalitas
bab.
1116
LttT
ANEMIAAPI.ASTIK
Klasifikasi
Kriteria
.
.
.
.
.
< 250k
Hitung neutrofil < 500/pL
Hitung trombosit < 20.000/pL
Hitung retikulosit absolut
< 60 000/pL
kronik olehparvovirus
membutuhkan terapi.
kehamilan berikutnya.
Namun, sekarang diyakini ada penjelasan patohsiologis
anemia aplastik yang masuk akal, yang disimpulkan dari
Toksisitas langsung
.
.
.
latrogenik
.
.
Radiasi
Kemoterapi
Benzena
Metabolit intermediate beberapa jenis obat
.
.
.
.
.
.
1118
HEMAIOLOGI
Destruksi lmun
Banyak data laboratorium yang menyokong hipotesis
bahwa pada pasien anemia aplastik didapat, limfosit
bertanggung jawab atas destruksi kompartemen sel
hematopoietik. Eksperimen awal memperlihatkan bahwa
Kegagalan Hematopoietik
Kegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas
kosongnya sumsum tuang yang tampak jelas pada
pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau spesimen
core biopsy sumsum tulang. Hasil pencitraan dengan
L.mpositT
sitotoksit
__ Resepto,4
"'-f'IFN-8
lnterleukin-2
\-/\--
rrrrr
,-.,
Set
Set
hematopotettk
*"t"0,o,
i
n"l""pro,
IFN.E
Ekspansi
k on
sel-se T
l
Gambar 1. Destruksi imun pada sel hematopoietik (Modifikasi dari Young, 1997)
rt19
AhIEMIAAPI.ASITIK
Pucat
100
Perdarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
63
34
26
20
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
16
'.
.
.
.
.
7
6
J
7
0
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Tepi
tampak.
dai
15Vo
Jenis keluhan
Perdarahan
Badan lemah
Pusing
Jantung berdebar
Demam
B3
30
69
36
33
29
26
23
19
't3
PEMERIKSAAN FISIS
Hasil pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun
sangat bervariasi. Pada Thbel 4 terlihat bahwa pucat
ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
tt20
Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah.
retikulosit ditemukan
lebih dari 27o. Akattetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap
beratnya anemia (coruected reticulocyte count) maka
diperoleh persentase retikulosit normal atau rendah juga.
Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan
HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Faal Hemostasis
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk
disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya
normal.
tulang berselular.
induk.
Sumsum Tulang
Karena adanya sarang-sarang hemopoiesis hiperaktif
DIAGNOSIS BANDING
Virus
penyebab.
urogenital.
Kromosom
Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan
kromosom. Pemeriksaan sitogenetik dengan fluore sc ence
in situ hybridization (FISH) dan imunofenotipik dengan
Defisiensi lmun
Adanya difisiensi imun diketahui melalui penentuan titer
immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
selularitas.
Lain-lain
Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan
mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.
Kadar eritropoetin ditemukan meningkat pada anemia
aplastik.
Myelodisplasia Hiposelular
Membedakan anemia aplastik dari sindrom myelodisplastik
hipoplastik dapat menjadi tantangan, khususnya pada
pasien yang lebih tua, karena sindrom ini lebih banyak
ttzt
AI\EMIAAPL/q'SITIK
Agranulositosis
a hiposelular
hemoglobinuria
nokturnal paraksismal
PENATALAKSANAAN
Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi
1122
HEMATOLOGI
..
AIG
atau CsA
saJ a.
Pen
TERAPI KONSEBVATIF
ambahan
ranulo
cy
co
lon
v-
-s t
imul at i n g fa
cto
Terapi lmunosupresif
matched sibling
Transplantasi
sumsum tulang
Ada respons
Ada respons
Faktor pertumbuhan
hematopoietik atau
androgen atau
matched unrelated
transplant
Gambar 4. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia berat (Diambil dari Bagby, 2004)
tt23
ANEMIAAPI.A,SITIK
rt re
pertama.
Relaps
Penyebab
tmun
Salah diagnosis
Kegagalan sumsum
tulang herediter
Patogenesis non-imun
tt24
HEMIIIIOI.OGI
terapi ATG
Filgrastim dosis
Steroid Anabolik
Steroid anabolik digunakan secara luas untuk terapi
anemia apalstik sebelum penemuan terapi imunosuresif.
Androgen merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel
induk sumsum tulang. Saat ini, androgen hanya digunakan
sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter
terapi imunosupresif. Androgen yang tersedia saat ini
antara lain oxymethylone dan danazol. Obat-obat ini
terbukti bermanfaat bagi sebagian pasien anemia aplastik
Kriteria Respons
hepatotoksitas.
LTz5
ANEMIAAPI.A,STIK
kurangnya 1 00.000/mm3.
100.000/rnm3.
Refrakter: tidakadaperbafkan.
TERAPISUPORTIF
Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi
DKCl, yang
baik.
sindrom
Lt26
HEMANOI.OGI
REFERENSI
Adamson JW and Erslev AY. Aplastic anemia. In: Williarns WJ,
Beutler E, EWslev AY, Lichtman MA, editors. Hematology. 4'h
edition. New York: Mc Graw-Hill; 1990. p. 158-74
Alter BP Bone marrow failure: a child is not just a sma1l adult (but
an adult can have a childhood disease). Hematology. 2005:96103
Bagby GC. Lipton JM, Sloand EM, Schiffer. Marrow failure. Hematology. 2004:318-36
Brodsky RA, Jones RJ Aplastic anemia. Lancet. 2005;365:164156
Fibbe WE Telomerase mutations in aplastic anemia N Engl J Med.
2O05:352:1 481 -3.
Gluckman E, Esperou-Bourdeau H, Baruchel A, Boogaerts M, Briere
J, Donadio D, et al. Muticentre randomized study comparing
L. Succesful marrow recovery after eHUGMCSF treatment in a patient with idiophatic aplastic anemia.
KONAS VII Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah
Indonesia & International scientific meeting of Haematologist
from Southeast Asian Coutries, Medan, Desember 1993.
Maciejewski JP, Risitano AM. Aplastic anemia: management of adult
patients. Hematology. 2005: 1 10-17.
Hariman H. Soeroso
Rosenfeld S, Follmann D, Nunez O, Young NS. Antithymocyte globulin and cyclosporine for severe aplastic anemi.a. Association
between hematologic response and long-term outcome. JAMA.
2003;289(9): 1 130-5.
Salonder H. Gambaran klinik anemia aplastik dan kriteria ramalan
pasien berumur pendek Skripsr. Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 1983.
Thornpson LH. Unraveling the Fanconi anemia-DNA repair connection. Nat Genet. 2005;31 :921-2.
Yamaguchi H, Calado RT, Ly H, Kajigaya S, Baerlocher GM, Chanock
SJ, et al. Mutation in TERT, the gene for telomerase reverse
transcriptase, in aplastic anemia N Engl J Med.
200s;3s2(14):1413 -24
Young NS. The pathophysiology of acquired aplastic anemia. N
Engl J Med. 1991;336(19):1365-12
Young NS. Acquired aplastic anemia. Ann Intem Med. 2002;136:53'16.
t79
ANEMIA DEFISIENSI BESI
I Made Bakta, Ketut Suega, Tjokorda Gde Dharmayuda
PENDAHULUAN
METABOLISME BESI
Hemoglobin
Mioglobin
Enzim-enzim
B
C
Hemosiderin
Total
rtz
Transferin
Feritin
2300 mg
320 mg
B0 mg
3 mg
700 mg
300 mg
3803 mg
1128
HEMATOLOGI
ABSOBBSI BESI
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari
makanan. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam
tubuh diperlukan proses absorbsi. Absorbsi besi paling
banyal< terjadi pada bagian proksimal duodenum
disebabkan oleh pH dari asam lambung dan kepadatan
protein tertentu yang diperlukan dalam absorbsi besi pada
epitel usus. Proses absorbsi besi diba-qi meniadi 3 fase:
absorptif.
Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk yaittr:
berlebi han.
Permukaan
Apikal
Fe'-
fo
I
Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa
duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi
secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
o"e
1.
1129
ANEMIADEFISIENSI BESI
FASE KOBPOBEAL
Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati
bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian
biovaiiabilitas tin-egi
yaitu besi heme. besi dari sttmber hewani. serta adanl,a faktor
e nhan c e rakan meni n gkatkan absorb s i besi. Sedan,gkan besi
dengan bioavaibilitas rendah adalah besi non-heme, besi
yang berasal dar-i sumber nabati dan banyak mengandung
inhibitor akan diserlai prosentase absopsi besi yag rendah.
P ada di
tatl
r e g ulato
r ini
Gambar2.
kt c k.
1130
HEIIilATOI.OGI
ETIOLOGI
sis)'.
PREVALENSI
tambang.
'
'
Afrika
Laki dewasa
Wanita tak
Amerika
Latin
lndonesia
6%
aol
o/o
20o/o
17 - 21%
25
60%
39 - 460/"
46 - 92%
16 - 50%
- 48%
hamil
Wanita hamil
'
kolitis kronik.
meminum
pil besi.
tambang masing-masin g
PATOGENESIS
17 Vo.
1131
ini
selular.
Pada
.
.
.
tt32
anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan
HEMAIOITOGI
disfagia.
PEMERIKSAAN LABORATOBIUM
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi
transferin < 167a, atat < l8Vo. Harus diingat bahwa besi
serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar,
dengan kadar puncak pada jam 8 sampai
l0 pagi.
I 133
IDA
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti
disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan
adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau
hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang
dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap
..
penyakrtkronik.
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik
.
.
Besiserum<50mg/dl
TIBC>350mg/d1
Saturasitransferin: <757o,atalu
Feritinserum<20mgll,atau
Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's
sangat
rt34
HEITIATIOI.OGI
DIAGNOSIS DIEFERENSIAL
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia
hipokromik lainnya seperti: anemia akibat penyakit kronik,
thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan
keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
TERAPI
Anemia
Defisiensi Besi
Derajat
anemra
MCV
MCH
Besi serum
Ringan sampai
berat
Menurun
Menurun
Menurun
adalah:
a.
b.
Anemia Akibat
Penyakit Kronik
Trait
Thalassemia
Ringan
Ringan
Menurun/N
Menurun/N
Menurun < 50
Menurun
Menurun
Normal/
<30
Anemia
Sideroblastik
Ringan
sampai berat
Menurun/N
Menurun/N
Normal/ 1
TIBC
Meningkat >360
Menurun <300
Menurun/N 10-20Yo
Normal / J
Meningkat
> 200
Normali J
Saturasi
transferin
Besi sumsum
tulang
Protoporfirin
eritrosit
Negatif
Positif
Positif kuat
Meningkat
Meningkat
Normal
Feritin serum
Meningkat >50
ps/l
Meningkat
>50 pg/l
Elektrofoesis
Hb.
Hb 42
meningkat
Meningkat
>200k
1135
ANEMIADEFISIENSI BESI
l2
c.
.
.
Pengobatan lain
diet: sebaiknyadiberikan makananbergizi dengan tinggi
protein terutama yang berasal dari protein hewani
vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk
meningkatkan absorposi besi
.
.
.
.
dipikirkan:
Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum.
PENCEGAHAN
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di
masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan
yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat
tt36
HEMIIiIOI.OGI
berupa:
. Pendidikankesehatan:
- kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian
. Fortifikasi
REFERENSI
Adamson
mias. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL (editors). Harrison's Principle of Intemal Medicine. 15'h edition. New York: McGraw Hill, 2001. p. 491-762
Andrews NC. Iron Deficiency and Related Disorders. In: Greer GM,
Paraskevas fl Glader B (editors). Wintrobe's Clinical Hematology. 11'h edition. Philadelphia: Lippincot, Williams, Wilkins,
2O04.
p 947-1009.
and
imunoepidemiologik
(Disertasi).
Hiil,2002.
Kandarini Y. Pemeriksaan indeks eritrosit sebagai uji saring
diagnosis anemia defisiensi besi (karya tulis akhir). Denpasar:
Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam ,rK
Universitas Udayana/RS Sanglah, 2003
in
several populations.
Clin Chemistry
1998;44:45-57
Martoatmojo S, Abunain D, Muhilal, Enoch M, Sastroamidjojo S.
Masalah anemia gizi pada perempuan hamil dan hubungannya
2004;58:214-276.
Somayana G. Pemeriksaan
WHO; 1968.
tl37
180
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS
Iman Supandiman, Heri Fadjari, Lugyanti Sukrisman
PENDAHULUAN
seperti
pneumonia, sifilis, HIV-AIDS dan juga pada penyakit lain
seperti artritis reumatoid, limfoma Hodgkin dan kanker
sering disertai anemia dan disebut sebagai anemia pada
penyakit kronis.
Pada umumnya, anemia pada penyakit kronis ditandai
oleh kadar Hb berkisar 7- I
b. Penghancuran Eritrosit
1138
1139
c. Produksi Eritrosit
Gangguan metabolisme zat besi. Kadar besi yang rendah
meskipun cadangan besi cukup menunjukkan adanya
gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronis. Hal
ini memberikan konsep bahwa anemia disebabkan oleh
penurlrnan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Penelitian
akhir menunjukkan parameter Fe yang terganggu mungkin
tebih penting untuk diagnosis daripada untuk patogenesis
anemia tersebut (Tabel 1).
Anemia
Normal Defisiensi
Fe
Fe plasma (mg/L)
TIBC
Persen saturasi
Kandungan Fe di
makrofag
Feritin serum
Reseptor
transferin serum
70-90
250-400
30
++
20-200
8-28
Anemia
Penyakit
Kronis
30
30
>450
<200
'15
+++
10
150
>28
8-28
GAMBARAN KLINIS
Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan
sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejalapenyakit
dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-Il grldL umumnya
asimtomatik. Meskipun demikian apabila demam atau
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
eritropoietin sebagai respons terhadap anemia sedangberat. Agaknya hal ini disebabkan oleh sitokin, seperti
IL- I dan TNF-cr yang dikeluarkan oleh sel-sel yang cedera.
imatur.
tt40
HEMAIIOI.OGI
c. Eritropoietin.
meningkat.
3. Perdarahan kronis.
4. Thalasemiaminor.
5. Gangguan ginjal.
REFERENSI
Erslev AJ. Anemia of chronic disease. In: Beutler E, Lichtman MA,
Col1er BS,Kipps TJ, Seligsohn U, eds. Williams Hematology 6'h
ed. New-York: McGraw-Hill Medical publishing division 2001;
4l:481-7
Pada keadaan
6.
PENGOBATAN
in inflammatory bowel
disease-
Leyland-Jones
erythropoietin
2005:3521
Weiss
I 0.1: I
LL Anemia of chronic
disease.
N Engl J Med.
0 I I -23.
of anaemia of chronic
disease.
181
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Soenafto
PENDAHULUAN
119/100ml
12gll00nn
t3 grl100 ntl
Defisiensi Kobalamin
.
.
12grl100mI
11gr/100mI
Malabsorbsi
- Defek penyampaian dari kobalamin dari makanan:
achlorhidria gaster, gastrektomi, obat-obat yang
dan
bersifat kongenital.
.-
(arang)
tapeworm
syndrome
Obat-obalan
'.
neomsln.
tl4l
tt42
HEMAIIOI.OGI
Sebab-sebablain
Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA: antagonis
purin (6 merkaptopurin, azatioprin, dll). Antagonis pirimidin
megaloblastik.
Penyakit seperli anemia hemolitik dapatpula jadi rumit
oleh komplikasi defisiensi folat yang dapat terjadi. Obatobat yang menghambat dihidrofolat reduktase (antara lain
metotreksat, trimetoprim) atau yang dapat mengganggu
tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10metilentetrahidrofolat. Sumber pilihan lain adalah asam
fbrmiminoglutamat, suatu lanjutan dalam katabolisme
Purin-purin,
Lt43
ANEMIAMEGALOBI.ASTIK
(Gambar 1).
reduktase.
atau
N5 - tbnnil THF
Vitamin
812
cH2cH2coNH2
CONHTI C!,
H.
cH2CH2GONH2
N
I
Co*
CONH,-
l"r-
NHCOCH2CHi
cH,
bn.
cH.
il
'cH.
t9'.
bHrcHrcoNH,
-?HcH.
Metil THF
oH-cbr
_l
Folat
cooH
tambahan.
CH
I
CH.
l"
CH.
cI
il
r.r
,,-
cooH
I
cH
I
cH.
I
cHz
I
C-OH
ll
rt44
HEITiIAIOI-OGI
transkobalamin (TC)
II.
Kompleks kobalamin-Tc
II
disebut vitamin
il
lleum terminal
cbt
Darah
Sel
jaringan
II
Meskipun TC
II dengan
tl45
AI\EMIA MEGAI.OBIASTTIK
GANGGUAN KLINIS
Sebagaimana terlera dalam klasilftasi anemia megaloblastik,
kongenital.
Defisiensi Kobalamin
Gambaran klinis defisiensi kobalamin melibatkan darah,
traktus gastrointestinal, dan sistema nervorum.
Manifestasi hematologis sepenuhnya selalu berakibat
sering
tt46
HEMAIOI.OGI
Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa, dianggap yang paling lazim sebagai
penyebab defisiensi kobalamin. Ini disebabkan karena tidak
adanya faktor intrinsik dan adanya atrofi dari mukosa
maupun destruksi autoimun dari sel sel parietal. Untuk orang orang Asia hal tersebut jarang terjadi. Ini merupakan
penyakit untuk manusia usia lanjut, jarang untuk usia di
bawah 30 tahun, meskipun anemia pemisiosa yang khas
dapat terjadi pada anak umur di bawah 10 tahun (Juvenile
l0
Pasca Gastrektomi
Setelah gastrektomi atau kerusakan mukosa lambung yang
Organisme !ntestinal
Anemia megaloblastik dapat tampak pada stasis dari lesi
anatomik (striktur, divertikel, anastomosis, blind loops)
atau pseudo obstruksi (diabetes melitus, skleroderma,
amiloid). Anemia disini disebabkan oleh kolonisasi dari
sejumlah besar kumpulan bakteri dalam usus halus yang
mengkonsumsi kobalamin intestinal sebelum diabsorbsi.
Steatorrhea mungkin juga dapat dijumpai dalam keadaan
demikian, karena metabolisme garam empedu terganggu
bila intestinum dihuni lebih banyak oleh kolonisasi bakteri.
Respons hematologis telah diabsorbsi setelah pemberian
Abnormalitas lleum
Definisi kobalamin senng dijumpai pada "tropical sprue",
sedangkan hal ini merupakan komplikasi yang diluar
kebiasaan dari "nontropical sprue" (gluten- s ens i tiv e e n teropathy). Sebenarnya tiap gangguan yang bersamaan
dengan kapasitas absorbsi pada ileum distal dapat
menimbulkan defisiensi kobalamin. Keadaan khusus yaitu
ll47
ANEMIA MEGALTOBLAIiTIK
Nitrous Oxide
Menghirup nitrous oxide sebagai obat bius
menghancurkan kobalamin yang endogen. Pemakaian
seperti biasanya dan besarnya pengaruh obat bius tidak
cukup untuk menimbulkan defisiensi kobalamin secara
yang
Obat- obatan
Selanjutnya masalah defisiensi folat atau kobalamin yang
sering menjadi penyebab anemiamegaloblastik adalah obat
pmmetamm.
1148
HEMIIiTOI.OGI
Mekanisme Lain
Diagnosis
. Guna
tt49
ANEMIA MEGAIOBI-I{SiTIK
untuk
Mor{ologi
SDM
Hemolisis/
Hemorrhagia
Normositik
Normokromik
Mikro atau
Makrositik
ipoproliferatif
Gangguan
maturasi
Kehilangan darah
Hemolisis intravaskular
Defek metabolik
Abnormalitas membran
Hemoglobinopati
Defek autoimun
Hemolisis fragmentasi
Defek sitoplasma
- Defisiensi Fe
- Talasemia
- Anemia side
- Roblastik
Defek inti
- Defisiensi folate
- Defisiensi vitamin B12
- Keracunan obat
- Anemia refrakter
1150
Pengobatan
HEMAIIOI.OGI
DEFISIENSIFOLAT
Seperti defisiensi kobalamin, defisiensi folat perlu diobati
dengan terapi pengganti. Dosis yang lazim diberikan adalah
1 mg per hari per oral, namun dosis tinggi sampai 5 mg per
atau
1151
ANEMIAMEGALOBI^ASTIK
KESIMPULAN
REFERENS!
II
p. 48-67.
t82
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
Elias Parjono, Kartika Widayati Taroeno-Hariadi
DEFINISI
Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic otrctnid =
AIHA/AHA) merupakan
PATOFISIOLOGI
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini
dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb
selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a
dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb
dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperan
dalam penghancuran membran.
tubuh.
aktifasi komplemen
jalur klasik.
Reaksi diawali
dengan aktivasi
tt52
1153
ll
A.
KLASIFIKASI
Anemia Hemolitik Imun dapat diklasilikasikan sebagai
berikut: (Tabel 1)
DIAGNOSIS
Gambar 1. Aktifasi komplemen pada AIHA
residual.
salah satu atau kedua IgG dan Cd3 maka akan terjadi
aglutinasi.
-t
Arrti-iri'r
&Sgl
uti netrinn
Its4
HEMATOI,OGI
B h0ei
crit
IqB
nr5
14B
ls
l,]G
*+
'}i
lrum
Petient Serurn
&n{.i
-sr*
Bfu
A*lqluti;catlrr
penyakit lain.
1. Gejala dan tanda: Onset penyakit tersamar, gejala
anemia terjadi perlahanJahan, ikterik, dan demam. Pada
2.
3.
limfonodi.
Laboratorium: Hemoglobin sering dijumpai di bawah 7
4. Terapi:
a. Kortikosteroid
Terapi lain:
AIHArefrakter.
1155
permukaan tubuh.
Terapi plasmafaresis masih kontroversial.
disertai uflikaria
b. laboratorium: hemoglobinuria,
c.
ANEMIA HEMOLITIK IMUN TIPE DINGTN
sferositosis,
eritrofagositos. Coombs positif, antibodi DonathPrognosis dan survival: pengobatan penyakit yang
mendasari akan memperbaiki prognosis. Prognosis pada
kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan
dan
terhadap antigen
I/i.
dan fagositosis.
a.
sferositosis,
c.
d.
hemolisis
Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu
Chl orambucil 2- 4 mglhai
Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara
teoritis bisa mengurangi emolisis, namun secara praktik
hal ini sukar dilakukan.
dan
thiazide.
Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi
terhadap eritrosit autolog, seperti contoh methyldopa.
Methyldopa yang bersirkulasi dalam plasma akan
menginduksi autoantibodi spesifik terhadap antigen Rh
1156
HEMI$IOI.OGI
REFERENSI
Thomas
a.
tunggal.
b.
c.
akut yang
2"d
of Autolmmune Hemolytic
anemia: warm agglutinin and Drugs.Uptodale 2004 (.12) 2
Janeway C, Travers P, Walport M Sclomchik M. Immunobiology:
the immune system in health and disease.5'h ed. Churcil
Rosse WF, Schrier SL. Pathogenesis
Livingstone.2001
Dhaliwal G, Cornet PA, Tierney LM. Hemolytic Anemia. Am Fam
Phy sician 2004 :69 :2599 -2606.
Lichtman MA,Beutler E, Kipps TJ, Williams WJ. Hemolytic Anemia Resulting from Warm-Reacting Antibodies. Williams Manual
of Hematology. 6'h ed. McGraw Hill, 2003: l2'7-132.
Lichtman MA,Beutler E, Kipps TJ, Williams WJ Cryopathic
Hemolytic Anemia Williams Manual of Hematology. 6'h ed.
McGraw Hill. 2003: 133-136.
Keiton JG, Chan h, Heddle N, Whittaker S Acquired Hemolytic
Anemia. Blood and Bone Marow Pathology: 185-202
Stiene-Martin EA, Lotsoeich-Steininger CA, Koepke JA. Acquired
Immune Anemias of Increased Destruction. Clinical Hematology: Principles, Procedures, Correlation. 2"d ed. Lippincott,
Philadelphia, 1998 :280-292
Rosse WF. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria. Uptodate 2004 (12)
2
183
ANEMIA HEMOLITIK NON IMUN
Ikhwan Rinaldi, Aru W. Sudoyo
PENDAHULUAN
I nt r av
bab"esiosis,
infeksi Clostridium
Defekenzim/enzimopati
DefekjalurEmbdenMeyerhof
adalah:
klostridium.
(G6PD)
.
.
Thalassemia
hemoglobinopati lain.
tr57_
1158
Patof
HEMAIIOI.OGI
isiologi
suatu
penyakit. Pada hemolisis intravaskular, destruksi eritrosit
terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma
mekanik, fiksasi komplemen dan aktivasi sel permukaan atau
Manifestasi Klinis
Penegakkan diagnosis anemia hemolisis memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pasien mungkin
mengeluh lemah, pusing, cepat capek dan sesak. Pasien
mungkin juga mengeluh kuning dan urinnya kecoklatan,
meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan
terpajan toksin serla riwayat keluarga merupakan infotmasi
penting yang harus ditanyakan saat anamnesis.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit dan mukosa
kuning. Splenomegali didapati pada beberapa anemia
hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardia
dan aliran murnur pada katup jantung.
Selain hal-hal umum yang dapat ditemukan pada
anemia hemolisis di atas, perlu dicari saat anamnesis dan
Pemeriksaan Laboratorium
Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolisis.
Retikulositosis mencerminkan adanya hiperplasia eritroid
di sumsum tulang tetapi biopsi sumsum tulang tidak selalu
diperlukan. Retikulositosis dapat diamati segera, 3-5 hari
ENZIMOPAT!
Pada sel eritrosit terjadi metabolisme glukosa untuk
menghasilkan energi (ATP). AIP digunakan untuk kerja
pompa ionik dalam rangka memperlahankan milieu ionik
AIP
yang
1159
Defisiensi G6PD
Etiologi dan epidemiologi. Defisiensi enzim ini paLing sering
mengakibatkan hemolisis. Enzim ini dikode oleh gen yang
terletak di kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih
sering mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya
carrier dan asimptomatik. Di seluruh dunia, terdapat lebih
dari 400 varian G6PD. Berbagai varian ini terjadi karena
adanya perubahan subtitusi basa berupa peggantian asam
1160
HEMATOLOGI
HEMOLISIS MIKROANGIOPATIK
Pada hemolisis mikroangiopatik terjadi kerusakan membran
Mikroangiopati Tromboti k
Mikroangipati trombotik adalah sumbatan mikrovaskular
yang terjadi karena agregasi trombosit sistemik atau
mengakibatkan
Tipe
Presentasi klinis
Sebab
Trombus
tombosit
sistemik
Kegagalan
degradasi faktor
von Wilebrand
multimer besar
yang tidak biasa
Thrombotic
Trombocytopenia
Purpura
Trombus
Pajanan dengan
toksin Shiga
Klasik, kanak-kanak
atau Hemolytic Uremic
Syndrome yang
berhubungan dengan E.
Defek faktor H
plasma
Hemolytic Uremic
Synd rome (H US) familial
(atau rekuren)
Transplantasi atau
obat (mytomicin,
cyclosporin,
tacrolimus,
quinine)
Hemolytic Uremic
Sydrome atau
Thrombotic
Trombocytopenia
Purpura
trombosil
fibrin
predominan
di ginjal
Trombus
renal atau
sistemik
Coli
tt6t
Klasif ikasi
Ada dua tipe TTP: 1). Familial. Muncul pada masa bayi
trombositopenia berat.
minggu sebelumHUS.
Toksin shiga masuk ke dalam sirkulasi intestinal dan
berjalan di dalam plasma dan permukaan trombosit atau
monosit. Toksin berikatan dengan molekul endotel kapiler
glomerular, sel mesangial, dan sel epitel glomerular dan tu-
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya anemia
hemolitik dengan fragmentasi eritrosit, tes koagulasi
ADAMTS
tidak biasa.
13
tt62
HEMIIiIOI.OGI
diikuti
pembentukan
hemolisis.
di darah
tepi.
hipoosmotik.
Katup Prostesis
Pada I\Vo pasien dengan katup prostesis aorta terjadi
framentasi sel eritrosit. Meski sedikit hal ini bisa terjadi
juga pada prostesis katup mitral. Pemendekan waktu hidup
eritrosit terjadi juga pada beberapa pasien dengan steno-
Sferositosis Herediter
Sferositosis herediter merupakan kelompok kelainan sel
darah merah dengan gambaran eritrosit bulat seperti donat
dengan fragilitas osmotik yang meningkat. Sferositosis
herediter merupakan kelainan autosom dominan dengan
insiden 1 : 1 000 sampai 1 :4500 penduduk. Pada lebih kurang
20Vo pasien penyakit ini merupakan kelainan autosom
resesif yang diturunkan dan mutasi genetik spontan.
Elipsitosis Herediter
Ditandai oleh eritrosit dengan bentuk oval atau elips. Insiden
Elipsitosis herediter ini diperkirakan 1:1000 sampai 1:4500
penduduk. Insiden sebenamya tidak diketahui karena derajat
keparahan secara klinis bervariasi kadang tanpa gejala.
1163
autosomal dominan.
Hipersplenisme
tidilinositol (GPI) dan PIG-A dibutuhkan untuk sintesis protein tersebut. Bila terdapat gangguan pembentukannya
protein permukaan yang melindungi sel dari kornplemen
hilang, sehingga megrudahkan penghancuran sel darah.
Persentase sel darah merah yang mengalami kerusakan
menentukan beratnya penyakit.
lnfeksi Mikroorganisme
Mikroorganisme memiliki mekanisme yang bermacammacam saat menginfeksi eritrosit menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Ada yang secara langsung menyerang
eritrosit seperti pada malaria, babesiosis dan bartonellosis.
Malaria
Pada infeksi malaria, derajat anemia yang terjadi tidak
sesuai dengan rasio jumlah se1 yang terinfeksi, namun
penyebabnya masih belum jelas. Fragilitas osmotik pada
sel yang tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi mengalami
tt64
HEM/TffOLOGI
Bartonellosis
sampai 750.000iul.
REFERENSI
Babesiosis
Babesia merupakan protozoa intra eritrosit, yang ditularkan
melalui gigitan kutu rambut, yang dapat menginfeksi hewan
ternak maupun hewan liar. Pada manusia penyakit ini tidak
5.
6'h
:talg tyata.
600.
t84
PURPURA TROMBOSITOPENIA IMUN
Ibnu Purwanto
PENDAHULUAN
Purpura Trombositopenia Imun (PTI) yang dahulu dikenal
sebagai Idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) dan
dewasa).
G.
symptom penyakit
ini
akan
66 kasus baru
adalah2-3:1.
116
tt66
HEIVIATIOLOGI
PATOFiSIOLOGI
Sindroma PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit
glikoprotein
autoantibodi, mengingat
(Gambarl).
Makrofag terakUfas
Klonlse B
Korlseij
1t67
1.
2).
akan
berikatan dengan sel penyaji antigen (makrofag atau sel
t5Efti6;i]
tu 7-
Sumsum tulang
Antibodv
(?)
Staphylococoal
protein A(?)
Gambar 2. Pendekatan terapi purpura trombositopenia purpura berdasarkan mekanisme kerja dari
splenektomi, beberapa obat dan plasmafaresis (Cines dan Blanchette, 2002)
1168
HEMAIOI,.OGI
Antibodi-anti Trombosit
Autoantibodi yang berhubungan dengan trombositopenia
ditemukan pada 75 Ea pasiel PTI. Autoantibodi IgG
antitrombosit ditemukan pada +50 - 857o penderita.
Antibodi antitrombosit IgA serum ditemukan sesering IgG
dan hampir 50 7o kasus, kedua serotipe imunoglobulin
tersebut ditemukaan pada pasien yang sama. Antibodi
IgM juga ditemukan pada sejumlah kecil pasien tetapi tidak
pernah sebagai autoantibodi tunggal.
Peningkatan jumlah IgG telah tampak di permukaan
trombosit, dan kecepatan destruksi trombosit pada PTI
adalah proporsional terhadap kadar yang menyerupai
trombosit yang berhubungan dengan imunoglobulin.
Autoantibodi dengan mudah ditemukan dalam plasma
atan dalam eluate trombosit pada pasien dengan
penyakit yang aktif, tetapijarang ditemukan pada pasien
GAMBABAN KLINIS
Genetik
Intmune thrombocytopenic purpura telah didiagnosis
PTI Akut
PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur
dewasa, onset penyakit biasanya mendadzrk. riwayat
infeksi mengawali terj adi ny a perdar-ahan berulang- sering
dijumpai eksantem pacla auak-anak (rubeola cian rubella)
dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh l'irus
merupakan 907o dari kasus pediatrik trombositopcnirr
imunologik. Virus yang paling banyak diidentitikasi adalah
varisella zooster dan ebstein barr. Manif'estasi perdaral'ran
7o
terjadi pada
PURPURA TROMBOSTTOPENIA
tt69
IMUN
PTI Kronik
Onset PTI kronik biasanya tidak menentu. riwayat
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS
kronik),
pseudotrombositopenia karena ethylenediamine
tetraacetc;te (EDTA), obat-obatan. Untuk menentukan
ntiphospholipid antibody
cli
s e
as
e, bentuk sekunder
TERAPI
yang
atau
tt70
a)
HEMANOI,.OGI
Trombositopenia artifaktual
Trombosit bergerombol disebabkan oleh
a nti coa g u I a nt-d e pe n de nt i m m u nog I o b u I i n
(Pseudotrom bositopen ia )
Trombosit satelit
Giant trombosit
Penurunan produksi trombosit
.
.
b)
c)
.
.
.
o
Hipoplasiamegakariosit
Trombopoesis yang tidak efektif
Gangguan kontrol trombopoetik
Trombositopeniaherediter
AI
trTl
ini dan
refrakter
terapinya serta memiliki morlalitas sekitar 1 67o. PTI
kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai berikut:
a. PTI menetap lebih dari 3 bulan
b. Penderita gagal berespon dengan splenektomi.
c.
AT<30.000/pL.
Diagram
Trombosit
Perdarahan
Transfusi trombosit
lmunoglobulin intravena
(1g/kg/hari atau 2-3 hari)
M etilpred n isolon
(1g/hari atau 3 hari)
Trombosit >50.000/mm3
Prednison atau
tidak diterapi
Tidak diterapi
Purpura
trombositopenia
imun kronis
Trombosit <30 000/mm3
Trombosit
30 000-50 000/mm3
I
Pradnison atau
tidak diterapi
Perdaraha
Tidak ada
perdarahan akt
aktif
i ;-- Prednison
danazol (10-1 5 mg/kg/hari)
JT
+
lmunoglobulin intravena
n
isolon
Metilpred
Splenektomi
leraPt
medis
-l-
Tidak diterapi
Terapi medis
Obat-obat imunosupresif
Azatioprin
Siklofosfamid
Sikloporin
obat-obat percobaan
Antibodi penyerang CD 20
Gambar 3. Pengelolaan PTI awitan dewasa (Sumber: Cines DB, Blancheite VS, 2002)
tt72
HEMAiTOI.OGI
Danazol;
lini
kedua
dengan
Metilprednisolon
Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan
sebagai terapi lini kedua dan ketiga pada PTI refrakter.
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada PTI
Anti-Dintravena
AI
- 75 pg/kg
Alkaloid vinka
perdarahan
1173
PROGNOSIS
REFERENSI
Braendstrup P, Bjerrrunr OW, Nielsen OJ, Jensen BA, Clausen Nl
Hansen PB, Andersen l, Schmidt K, Andersen TM, Peterslund
NA, Birgens HS, Plesner T, Pedersen BB, and Hasselbalch HC.
T,, Activity
ol
Low-dose
of
Autoimmune Cytopenia rn
Adults Haematologica. 2001 92(12): 1695-98
Psaila, B., Podolanczuk, AJ., Bussel, J., 2007 Recent Advances in
Purpura
ww medscape com
Schwarlz J, Leber MD, Gillis S, Giunta A, Eldor A, Bussel JB. Long
A, Stipa E, Amadori S Riturimab Chimeric AntiCD20 Monoclonal Antibody Treatment tbr Adult with Chronic
Idiopathic Thrombocytopenia Purpura. Blood. 2001 ;98:952-
Stasi R, Pagano
9 5'7
185
PAROXYSMAL NOCTURNAL
HEMOGLOBINURIA (PNH)
Made Putra Sedana
PENDAHULUAN
itulah kelainan PNH sering juga disebut MarchiavafaMicheli syndrome. Meskipun PNH umumnya terjadi pada
dekade keempat dan kelima , tetapi dapat pula terjadi pada
anak-anak dan orang tua.
PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya PNH adalah akibat gangguan
mutasi somatic pada totipotent haematopoetic stdm cell.
Mutasi somatic ini kemudian menyebabkan terjadinya
defesiensi berbagai jenis protein yang diperlukan bagi
pembentukan g ly c o sy lp ho sp hati dy lino s it o I anc ho re d
(GPI anchored), yakni antara lain leucocyte alkaline
phosphatase, acethylcholineesterase, decay accelerating
factor (DAF,CD55), membrane inhibitor of reactive lysis
dan sitogenetik.
EPIDEMIOLOGI
tl74
tt75
II dan III
sensitivitas
.l:fu1+s
+$-ld*4ir di#*..*
secara
15
!!4*
sensitivitas normal.
i
1
DIAGNOSIS
.
.
.
.
"
.
.
.
.
"
Adanyaanemiahemolitikkronik.
.
.
LABORATORIUM
.
.
.
.
.
DIAGNOSIS BANDING
.
.
.
.
.
PENGOBATAN
Retikulositosis
Aspirasi sumsum tulang : hyperplasia eritropoesis atau
hypoplasia.
. Bila
Ery-throcyte.
tt76
.
.
.
.
.
.
.
.
HEMANOLOGI
Asamfolat 1 mg/hari
Bila ada defesiensi besi diberi sulfas ferosus
Prednison 20
1 tab.
jangka panjang..
Hormon androgen : Fluoxymesteron : 5 - 30 mg/hari;
Oxymetholon 10 - 50 mg/trari diberikan selama 6 - 8
minggu, bila tidak ada respon obat dihentikan.
REFERENSI
minggu ke 26.
dengan
Antilimfosit Globulin (ALG atauAIG) dan Cyclosporin.
699
PROGNOSIS
.
.
.
p
Penderita PNH rata-rata hidup 10 - 50 tahun.
Kematian biasanya disebabkan oleh karena komplikasi:
trombosis; pansitopenia.
Penderita PNH dapat mengalami perubahan menjadi:
Leukemia akut; Sindroma Mielodisplasia; Mielofibrosis;
660
186
KELAINAN HEMATOLOGI PADA
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Zubaii Djoerban
PENDAHULUAN
Lupus eritematosus sistemik
(sy
s te
pada13,3Vo pasien.
ANEMIA
Prevalensi
Etiologi
pada dua
4)
tt7
t178
anemia karena sebab lainnya adalah berkurangnya
produksi eritropoietin dan resistensi eritropoietin pada sel
eritroid. Resistensi terhadap eritropoietin dapat terjadi
karena adanya autoantibodi terhadap eritropoietin (antiEpo). Voulgarelis melaporkan bahwa anti-Epo ditemukan
pada2lVo pasien SLE dengan anemia dan berhubungan
bermakna dengan aktivitas penyakit. Respons
konik.
HEMAIIOI.OGI
anemlanya.
Klasif ikasi
AHA aglutinin dingin diperantarai oleh antibodikomplemen IgM yang terikat optimal pada antigen eritrosit
pada suhu 4"C.
tt79
Pengobatan
Terapi medikamentosa. Kortikosteroid sistemik, 1 - 1,5 mg/
kg prednison setiap hari, cukup efektif. Steroid diberikan
secara parenteral pada pasien dengan penyakit akut dan
kemudian diganti menjadi obat oral setelah keadaannya
stabil dan membaik. Dosis tersebut diberikan selama 4-6
minggu dan secara berlahap diturunkan.
Pada pasien yang responsif dengan steroid, respons
klinis akan terjadi dalam waktu satu minggu. Stabilisasi
hematokrit terjadi dalam 30-90 hari seteiah terapi dimulai.
Pasien dengan anemia hemolitik berat dan progresif
cepat dapat diberikan metilprenisolon 1 g IV selama 3 hari
berturut-turut, diikuti dengan dosis steroid konvensional.
Hitung retikulosit dapat digunakan sebagai indikator
respons terapi dan untuk mendeteksi relaps saat dosis
steroid diturunkan. Hitung retikulosit yang menurun
drastis dihubungkan dengan relaps proses hemolitik.
Pengobatan lainnya yang telah dilakukan adalah
pemberian azatioprin 2-2,5 mg/kg dikombinasikan dengan
prednison 10-20 mg/hari pada pasien-pasien yang gagal
dengan pernberian prednison.
kurangnya
dengan SLE
Etiologi
Penyebab trombositopenia pada SLE dapat dibagi menjadi
1180
HEM/Iff]OI.OGI
penyakit.
Limfopenia dapat berkembang pada stadium akut pada
84Vo pasiet dan dihubungkan dengan peningkatan sedime nt at
trombosit.
limfopenia.
Trombosis
Trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada
SLE selain akibatpenyakit SLE aktif, infeksi, dan keganasan.
darurat.
1181
(B2GPI),
protrombin, protein C, protein S, atau annexin V. Nojima
melaporkan antibodi antifosfolipid dependen B2GPI,
Mikroangiopati Trombotik
Mikroangiopatik trombotik adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi -kondisi dimana terjadi
trombosis mikrovaskular terlokalisasi atau difus. Sindrom
ini paling sering ditemukan padapasien dengan lupus aktif,
dimana perusakan jaringan dan aktivasi komplemen
sedang terjadi.
REFERENSI
Al-Shahi R, Mason JC, Rao R, et al. Systemic lupus erythematosus,
thrombocytopenia, microangiopathic haemolytic anaemia and
anti CD25 antibodies. Br J Rheumatol. 1997:'36:194-8
Castelino DJ, McNair P, Kay TW. Lymphocytopenia in a hospital
population what does it signify? Aust NZ I Med 1997:.27:1104.
Cervera R, Khamashta MA, Font J, et al Morbidity and mortality
in systemlc lupus erythematosus during a lO-year period a comparison ol early and late manifestations in a Cohort of 1,000
patients. Medicine. 2003;82(5):299-308
Cooper GS, Parks CG, Treadwell EL, et al. Differences by race, sec,
and age in the clinical and immunologic features of recently
diagnosed systemic lupus erythematosus patients in the southeastern United States. Lupus. 2002;11:161-1.
Falcio CA. Alves IC, Chahade WH, Duarte ALBP, Lucena-Silva N
Echocardiographic abnormalities and antiphospholipid antibodies
in patients with systemic lupus erythematosus. Arq Bras Cardiol.
2OO2:19:285-91
Georgescu L, Vakkalanka RK, Elkon KB, Crow MK. Interleukin-1O
promotes activation-induced cell death of SLE lymphocytes
mediated by Fas ligand J Clin Invest. 1997;100:2622-33.
Hahn BH. Systemic lupus erythematosus. In: Kasper DL, Fauci AS,
Lango DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
Harrison's principles of internal medicine. l6'h editjon. New
Kelly JA, Thompson K, Kilpatrick J, et al. Evidence for a susceptibility gene (SLEHI) on chromosome 11q14 for systemic lupus
erythematosus (SLE) families with hemolytic anemia Proc Natl
A Sci. 2002;99(l&):1 1766-71.
Kokori SJ, Ioannidis J, Voulgarelis M, Tzioufas AG, Moutsopoulos
HM. Autoimmune hemolytic anemia in patients with systemic
lupus erythematosus. Am J Med. 2000;108:198-204
Nojima J, Suehisa E, Kuratsune H, Machii T, Koike T, Kitani T, et
9-22. Abstrak.
Quismorio
Jr
tt82
HEMIIiIOI.OGI
lq22 and
llpl3.
2003;42:230-4.
Voulgarelis M, Kokori SIG, Ioannidis JPA, Tzioufas AG Kyriaki D,
Moutsopoulos HM. Anaemia in systemic lupus erythematosus:
aetiological profile and the role of erythropoietin. Ann Rheum
Dis. 2000;59:217 -22.
Ward MM, Pyun E, Studenski S. Mortality risk associated with
specific clinical manifestations of systemic lupus erythematosus. Arch Intern Med. 1996;156:1337-44.
Winfield JB. Anti-lymphocyte antibodies is systemic lupus
eryhematosus. Clin Rheum Dis. 1985;11:523. Abstrak.
t87
HIPERSPLENISME
BudiMuljono
PENDAHULUAN
Proses lnflamasi
Akut/sub akut: tifoid, sepsis, abses limpa, infeksi
mononukleosis, endokarditis bakterial subakut
Kronik: tuberkulosis, sifilis, Felty's syndrome, rheumatoid arthritis, malaria, leishmaniasis, trypanosomiasis,
(Amazonian sple nome gali dan Americ an splenome g ali e s,
dicetuskan sejak 1 866 oleh Gretsel dan 1 880 Banti dan pada
CongestivelBendungan Splenomegal
.
.
DEFINISI
.
.
.
i:
Sirosis hati
Trombosis.stenosis atau cavemous transformasi vena
porta
Hiperplasia Splenomegali
.
.
PATOFISIOLOGI
Anemiahemolitikmumi
Anemia kronik dengan ada/tidak ada kerusakan darah:
- Anemiapernisiosa, anemiamikositik
- Talasemia, hemoglobin C disease.
agnogenik
.
.
.
.
.
118
Trombositopeniapurpura
Splenikneutropenia,/panhematopeniaprimer
Kriptogenetik,splenomegalitropikal
1184
lnfiltratif Splenomegali
. Penyakit Gaucher's
. PenyakitNiemann-pick's
. Amiloidosis
. Diabetiklipemia
. Gargoilisme
Kista dan Neoplasma
.
.
.
.
.
.
.
.
[rukemia
PenyakitHodgkin's
Bukan penyakit Hodgkin's
Histokistosis X
Metastasis keganasan
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang sering dijumpai adalah rasa sakit di perut
karena pembesaran limpa dan peregangan kapsul limpa,
infark ataupun inflamasi dari kapsul limpa.
HEMIIiTOI-OGI
PENGOBATAN
Pada pasien hipersplenisme primer, splenektomi adalah
yang terutama sedangkan pada hipersplenisme sekunder
RISIKO
Pengangkatan limpa dapar menyebabkan terjadinya infeksi
REFERENSI
L Kasper, Eugene Braunwald, et al. Harison's principles of
internal medicine. 16'h edition. 2005 p 343-8.
G Richard LEE, Thomas C Bithell, et al. Wintrobe's clinical hematoiogy. 9th edition 1993. p. 1704-19.
Dennis
188
DASAR.DASAR TRANSFUSI DARAH
ZubairiDjoerban
RISIKO TRANSFUSI
PENDAHULUAN
Imunohematologi adalah bidang ilmu yang merupakan
Demam
komplikasi kehamilan.
Aplikasi ilmu ini biasanya dikenal sebagai Transfusion
Medicine (Ilmu Kedokteran Transfusi) atau Blood Banklng (penyimpanan darah). Transfusi darah/produk darah
yang aman dan konservasi darah adalah fokus utama dari
Ilmu Kedokteran Transfusi. Konservasi darah adalah
teknik atau usaha untuk mengurangi kebutuhan transfusi
darah. Secara luas, imunohematologi juga mencakup
Reaksi Alergi
118
1186
HEMATIOI.OGI
Reaksi Hemolitik
dan
lamanya penyimpanan.
dapat
INDIKASITRANSFUSI
Penularan Penyakit
Selain masalah reaksi antigen-antibodi, maka transfusi yang
aman juga harus memperhatikan kemungkinan penularan
Kontaminasi
Kontaminasi bakteri pada eritrosit paling sering disebabkan
masih diperlukan.
tt87
Golongan Darah
Antigen
Antibodi
Anti-B
Anti-A
Tidak ada
Anti-A, anti-8, anti-A,B
AB
AdanB
Tidak ada
Anti
Rh"(D)
Positif
Negatif
Positif
Kontrol Rh
Negatif
Negatif
Positif
Tipe Rh
D+
D- (d)
Harus diulang atau
diperiksa dengan Rh"(D)
hidup.
GOLONGAN DARAH
Sejak ditemukannya sistem ABO oleh Landsteiner pada
1900, sampai dengan tahun 1999, menurut International
Society of Blood Transfusion (ISBT) terdapat 25 sistem
golongan darah dan lebih dari 250 antigen golongan darah
Darah.
DONASI DARAH
saja
secara
1188
HEMIIiIOI.OGI
HIV
(l
berdasarkan
darah
ata:u
min.
Uji Cocok-Silang
Uji cocok-siTang (crossmatch) atalu uji kompatibilitas
adalah prosedur yang paling penting dan paling sering
dilakukan di laboratorium transfusi darah. Uji cocok silang
secara umum terdiri dari serangkaian prosedur yang
dilakukan sebelum transfusi untuk memastikan seleksi
1189
REFERENSI
Ammann AJ, Cowan MJ, Wara DW, et al. Acquired immunodeficiency in an infant: possible transmission by means of blood
products. Lancet. 1983;1:956-8.
for transfusion-related
acute
J Med. 1999;340(7):525-33.
Heather Efl Cassorla L, Feiner J, Toy P.
Kdrmtjczi GR Mayr WR. Milestones in immunohematology. Transp
Immunol. 2005:'14:.155-7.
Possible transfusion-associated acquired immune dehciency syndrome
(AIDS)- California. MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
1982:31:652-4.
189
DARAH DAN KOMPONEN:
KOMPOSISI, INDII(ASI DAN CARA PEMBERI.AN
Harlinda Haroen
PENDAHULUAN
DEFINISI
sentrifugasi.
Selular
.
.
.
.
Non Selular
.
.
.
1190
.
.
.
.
.
ttgt
Albumin
Imunoglobulin
4jam
cELL)
Faktor
merahini2l
lndikasi
Sel darah merah pekat ini digunakan untuk meningkatkan
lndikasi
Pemberian unit
Kontraindikasi
Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan anemia kronik yang normovolemik atau yang
bertujuan meningkatkan sel darah merah.
Kontraindikasi
Dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam
jumlah banyak dalam waktu singkat.
untuk mengatasinya maka diberikan salin normal 50100 ml sebagai pencampur sediaan sel darah merah
dalam CPD atau CPDA-l tetapi harus hati hati karena
dapat terjadi kelebihan beban.
rtg2
SEL DABAH MERAH PEKAT DENGAN SEDIKIT
LEUKOSIT (PACKED BED BLOOD CELL
HEMANOI.OGI
lndikasi
Pada orang dewasa komponen
LEUCOCYTES REDUCEDI
intrauteri.
Perhatian
Hati hati terhadap kontaminasi bakteri akibat cara
pembuatannya secara terbuka, masih dapat menularkan
hepatitis dan infeksi bakteri lainnya. Karena masih
GVHD
atau
lndikasi
Produk ini dipakai untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah pada pasien yang sering mendapat/tergantung pada
Perhatian
Komponen sel darah ini tidak dapat mencegah terjadinya
graft versus host disease (GVHD ), sehingga komponen
darah yang dapat diandalkan untuk mencegah hal itu ialah
bila komponen darah tersebut diradiasi.
terbuka.
lndikasi
ketiga.
BLOOD CELLWASHED)
Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin
memiliki hematokrit 7O-80 7o dengan volum 180 mL.
Pencucian dengan salin membuang hampir seluruh
Perhatian
Risiko terjadinya kontaminasi bakteri dapat terjadi
karena sistem terbuka yang dipakai di mana dapat
menularkan hepatitis namun tidak untuk Citomegalo
virus (CMV)
Celcius.
pembuatan.
1L93
viability
pasca
ini
tranfusinya kurang.
lndikasi
Trombosit pekat ini diindikasikan pada kasus perdarahan
.
.
.
(PtArE-
lndikasi
Trombosit jenis
memakairumus:
11
pencegahan
ttg4
HEMANOIOGI
lndikasi
Plasma segar beku dipakai untuk pasien dengan gangguan
proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan
pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor
pembekuan multipel antara lain: penyakit hati, KID, TTP,
dan dilusi koagulopati akibat transfusi rnasif.
ditransfusikan.
lndikasi
Komponen
meningkatkan jumlah
darah.
(1unit/kg).
memperlihatkan hasil.
307o
faktorXIII.
lndikasi
r.195
VIII
dengan
Banyaknya aktivitas F
dengan
KONSENTRAT FAKTOR
coNcENTRATq
27o(0.02tu/nn)
dapat dibuat dari plasma manusia
atau diproduksi melalui teknologi rekombinan. Konsentrat
faktor VIII ini dibuat dengan proses fraksinasi dari plasma
sediaannya.
Konsentrat faktor
VIII
lndikasi
VIII diindikasikan untuk pengobatan atau
pencegahan perdarahan pada Hemofilia A dengan
defisiensi F VIII sedang sampai berat atau pasien dengan
Konsentrat F
V[,
1t96
HEM'TIOT.OGI
lndikasi
Indikasi
Yasomotor.
Dosis
yang diberikan tergantung gejala klinis dan kebutuhan
LtN
D(.
ini
virus.
onkotiknya sama dengan plasma sedangkan larutan albumin257o osmotik dan onkotiknya lima kali lebih besar dari
plasma. Albumin memiliki waktu paruh 16 jam dan dapat
disimpan lebih dari 5 tahun pada suhu 2-10" C.
lndikasi
Preparat Imunoglobulin dapat digunakan untuk profilaksis
Lt97
penuh
REFERENSI
.
.
.
.
Defisiensiimunoglobulinkongenital:
IM:0.7mllkg/bulan
IV:200-800mg/kg/bulan.
(IV)
RH IMMUNEGLOBULIN
Haematol. 2004:125
: 101
MA, editors.
2004.
190
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
M. Tamtoro Harmono
PENDAHULUAN
Komplikasilmunologi
.
.
.
.
.
.
.
Protein plasma
Reaksi transfusi hemolitik : segera, terlunda (delaye$
Reaksi febris transfusi
Kerusakan paru akut karena transfusi
Reaksi transfusi alergi
Purpura pasca transfusi
Pengaruh imunosupresi
Penyakit graft versus host
KOMPLIKASITRANSFUSI
.
.
mikroembolisasi paru
1198
KOMPLIKASI IMUNOLOGI
multi transfusi.
Aloantibodi terhadap protein plasma, misalnya reaksi
anafilaksis disebabkan karena adanya anti-IgA antibodi.
199
terbentuknya kencing.
harus
t200
HEMIIiIOI.OGI
basofil.
Ini
panas,
r20t
ini
sekrtar 0,25g.
Kelebihan Cairan
Transfusi eritrosit atau plasma dapat menyebabkan
kelebihan cairan di dalam sirkulasi.
Pada anemia berat terjadi ekspansi volume sehingga
volum cairan normal,maka pada anemia dengan gagal
Transfusi Masif
Pengaruh metabolik, komposisi darah yang disimpan lain
dengan darah di dalam sirkulasi, bila sejumlah besar darah
memungkinkan
ion
HIY
-lr2
IgMdanIgGanIiHIY-ll-2
Asam nukleat IIN-I/-2
HTLV-Y-tr IgGantiHTLV-V-tr
Sipilis
plasma reagin).
ini
disebut
ini terhindarkan.
ABC.
udara,
t202
HEM/TffOLOGI
Virus Hepatits B
Virus ini merupakan DNA virus,dengan bungkus
lipoprotein, padanya terdapat HbsAg, dan 'inner cor'l
sub
keluhannya nonspesifik, yang hanya terdapat pada 20307o kasus. Pasien imunokompromiais dapat berkembang
menjadi berat, hepatitis fulminan jarang. Hanya 767o-257o
pasien virus hilang, sisanya menjadi infeksi kronik, dalam
20-30 tahun sekitar 10-207o menjadi sirosis hepatis, 5%
menjadi karsinoma hepatoselular. Pengobatan dengan interferon dan ribavirin menekan virus pada beberapa pasien,
tapi hanya minoritas saja yang dengan terus tanpa virus
(sustained response).
Skriningdonor. Antr IIBc dan SGOT(AST) harus dilakukan
untuk menurunkan transmisi hepatitis NANB.Ditahun 1990
tes anti HCV mulai tersedia, namun kurang sensitif, pada
tahun 1992 dibuat generasi kedua dengan peptide yang
mewakili 'core' dan regioNS3 sehingga sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi, seterusnya dikembangkan antibodi
tes versi 3, namun dipandang kurang bermanfaat. Setelah
ditemukanya anti HCV maka tes AST untuk donor tak
diperlukan lagi.
Virus Hepatitis
D
Virus ini mempunyai struktur hibrid,terdin dari antigen HBs
tertutup sedikit genom RNA yang tidak komplit sehingga
tak dapat berlahan hidup tanpa bantuan fungsi virus B.
Hanya terdapat bila bersama hepatitis B.
Darah transfusi yang mengandung VHD menyebabkan
Virus Hepatitis A
Virus Hepatitis
Virus Hepatitis
C
Virus ini diduga menyebabkan9}To kasus hepatitis NANB.
Sebelum ditemukan sebabnya hepatitis NANB didasarkan
transfusi.
t203
Hepatitis Non-A-B
Sepuluh persen Hepatitis NANB tidak termasuk hepatitis
C, dengan penelitian virus tersebut,virus G SEN dan TT.
Transmisi lewat transfusi relatif sering, tapi bagaimanapun
kini tak terbukti virus ini menyebabkan hepatitis.
Pengobatan dengan
pertama
seperti
Virus Esptein-barr
Sembilan puluh persen darah donor mempunyai antibodi
terhadap v irus Ep s t e in - B a r r, kar er'a infeksi berhub un gan
dengan leukosit maka nampaknya akan aman dengan
menggunakan darah yang leukositnya dikurangi.
Parvovirus B
19
titerDNAB
19.
000unit.
Virus Sitomegalo
Virus ini merupakan virus DNA dari keluarga virus herpes.
dipikirkan menyebar lewat sekret mulut,dan kontak seksual.
Dapat juga menular transplasenta, lewat darah transfusi
dan organ donor. Sesudah dengan gejala infeksi dapat
t204
HEMIIiTOI.OGI
Kontaminasi Bakteri
Kontaminasi merupakan penyebab mayor fatalitas pada
transfusi.
didinginkan.
transfusi.
REFERENSI
191
AFERESIS DONOR DAN TERAPEUTIK
Ronald A. Hukom
PENDAHULUAN
t20
I206
HEI}TATIOI.OGI
irnunodefisiensi congenital).
alami. Penggunaan sel asal sistem hemopoietik (hematopoietic stem cells, HSC) sudah banyak dipelajari pada
berbagai kasus yang bukan keganasan atau kelainan
darah, misalnya pada kelainan kardiovaskuler (kasus
yang
besaruntukjarum 16G.
flow
AFERESISTERAPEUTIK
cytomet ry).
kesemutan.
t207
Leukosit
Trombosil
MESIN AFERESIS
Pengambilan komponen darah dengan mesin aferesis saat
ini makin luas dilakukan, dengan mesin aferesis yang
Paraprotein
Metabolit toksis
lmunologis
Sindrom hiperviskositas
Kriog lobu linemia
Penyakit cold agglutinin
H iperkolesterolemia fa mil ial
Sindrom Goodpasture
Miastenia Gravis
Sindrom Guillain - Barre
Pemfigus
nhibitor faktor koagulasi
Purpura trombositopenia imun
I
Vaskulitas
Defisiensi faktor
koagulasi
S.L E
Glomerulonefritis mesangiokapiler
Purpura trombositopenia tromboiik
Spectra
KOMPLIKASI AFERESIS
Dalam pengawasan yang baik, prosedur aferesis adalah
ini
REFERENSI
Burgstaler EA: Blood Component Collection by Apheresis. World
Apheresis Association 10d Congress, 2004, U.S.A
1208
HEMIfiOIJOGI
Il5
1.
Jogjakarta.
r92
LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIS
Heri Fadjari, Lugyanti Sukrisman
PENDAHULUAN
Leukemia granulositik kronik (LGK) merupakan leukemia
yang peftama ditemukan serta diketahui patogenesisnya.
Tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan kelainan
kromosom yang selalu sama pada pasien LGK, yaifi22qatau hilangnya sebagian lengan panjang dari kromosom 22,
yang saat ini kita kenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph).
Selanjutnya, di tahun 1973 Rowley menemukan bahwa
kromosom Ph terbentuk akibat adanya translokasi resiprokal
antara lengan panjang kromosom 9 dan22,lazimnya ditulis
t(9;22)(q34;q11), seperti tampak pada Gambar 1. Dengan
kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980
Chernobil meledak.
gejala infeksi.
Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran
INSIDENSI
120
t2t0
HEMAiNO!.OGI
Keluhan
Gambar 2.
Frekuensi (%)
Splenomegali
Lemah badan
Penurunan berat badan
Hepatomegali
Keringat malam
Cepat kenyang
Perdarahan/pu rpura
Nyeri perut (infark limpa)
Demam
95
80
60
50
45
40
Translokas
35
30
BCR
10
PATOGENESIS
Seperti telah disinggung di atas, gen BCR-ABL pada
kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan
sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon
ini, selain proliferasinya berlebihan juga dapat bertahan
hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-
Saat
ini diketahui
Gen-gen yang
Terlibat
Karyotipik
t(9:22)G3a;q12)
t(9;22)(q34;q 1 3)
t(9;22)(q34;q 1 1 )
t(8;22)(p11;q11)
t(4;22)(q12;q11)
t(9;1 2)(q34;p
Del(a)(q 12)
3)
BCR.JAK
BCR.PDGFRB
BCR.FGFRl
BCR-FGFR1
BCR-PDGFRA
ABL-TEL
FIP1L1PDGFRA
lstilah Klinik
LGK
LGK
LGK
LGK
LGK
LGK
LGK
atipik
atipik
BCR-ABL negatif
BCR-ABL negatif
atipik
atipik
hipereosinofilia
Sitogenetik
Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang
dibutuhkan sejak terbentuknya Ph sampai menjadi LGK
dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih belum
diketahui secara pasti. Berdasarkan kejadian Hiroshima
dan Nagasaki, diduga Ph terjadi akibat pengaruh radiasi,
sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak
1,2r1
ekson 2 yang dikenal sebagai major break cluster region (M-bcr), kemudian gen BCR-ABL-nya akan
mensintesis protein dengan berat molekul 210 kD,
selanjutnya ditulis p2lQecn'rel. Patahan lainnya
ditemukan di daerah 54,4-kb atau el yang dikenal sebagai
990 menemukan satu lagi variasi patahan ini pada 3' gen
klinik penyakitnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis Banding
..
t2t2
HEMIIIIOI.OGI
l2mghai. Harus dihentikan bila lekosit antara 1020.000/mm3, dan baru dimulai kembali setelah lekosit
>50.000/rnm3.
Karyotipik
Imatinib mesylate
(.GLeevec
= Glyvec)
PENGOBATAN
bilirubin.
Untuk fase akselerasi atau fase krisis blas, dapat
..
Hydroxyurea(Hydrea)
- Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi
hematologik pada LGK.
sangat Jarang
klorambusil.
Efek mielosupresif masih berlangsung beberapa hari
sampai 1 minggu setelah pengobatan dihentikan.
Tidak seperti busulfan yang dapat menyebabkan
anemia aplastik dan fibrosis paru.
Dosis 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis
tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit
> 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai
maksimal 2.5 grunlhafl.
Penggunaannya dihentikan dulu bila lekosit <8.000/
rnm3 atau trombosit <100.000/mm3
Busulfan (Myleran)
ini
dapat
dengan
yang dihasilkannya.
..
fungsi hati.
..
neurotoksisitas.
r2t3
REFERENSI
Giles FJ, Cortes JE, Kantarjian HM, O'Brien SM. Accelerated and
PROGNOSIS
Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara
3-5 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan
keringatmalam.
Med.
038 - 42.
advances in
chromoso
me-positive chronic myelogenous leukemia: high incidence of
early complete and major cytogenetic responses. Blood.
2003;101(1):97-100.
Kantarjian HM, Talpaz M. Chronic myelogenous leukemia. Hematol
Oncol Clin North Am. 2004;18(3):15-6.
Lee SJ, Anasetti C, Horowitz MM, Antin JH. Initial therapy for
chronic myelogenous leukemia: playing the odds. J Clin Oncol.
1 998; 1 6(9):2897-903.
McGlave PB, Beatty P, Ash R, Hows JM. Therapy for chronic myelog-
193
POLISITEMIA VERA
M. Darwin Prenggono
PENDAHULUAN
Suku kata polisitemia (bahasa Yunani) mengandung arti
penyakit
EPIDEMIOLOGI
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60
tahun, rasio perbandingan antara pria dan perempuan
antara2:1 dan dilaporkan insiden polisitemia vera adalah
10 tahun.
t2t4
tzl5
POLISITEMIAVERA
ETIOLOGI
.
.
.
Sindromhipoventilasi
Hemoglobin abnormal
Polisitemia familial
Sekunder oleh karena penympangan respon atau
produksi eritropoietin (p hysio logically inapp ropriate
polycythemia)
Polisitemia idiopatik
t2t6
HEMAIOLOGI
Pemeriksaan Sitogenetika
Pada pasien PV yang belum mendapat pengobatan P,., atau
Anti
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Rh.(D)
Kontrol Rh
Tipe Rh
Positif
Negatil
D+
Negatif
Negatif
D-(d)
Positif
Positif
Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera pada
saat
DIAGNOSIS
juta/ml
Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada2lrkasus PV,
berkisar antara 12-25 ribu/ml tetapi dapat sampai 60 ribu/
mL. Pada dua perliga kasus ini juga terdapat basofilia.
Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/
mL, bahkan dapat >1 juta/ml. Sering didapatkan dengan
morfologi trombosit yang abnormal.
Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemio Sturly Group ke dtamenetapkan 2 kriteria pedoman
dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera dari 2 kategori
Kategori A
.
.
8.,, Serum
B ,, serum dapat meningkat hal ini dijumpai pada 357o kasus
dan dapat pula menurun hal ini dijumpai pada + 307o kasus,
ml/kg.
di
Hemoglobinopati,
kekiri.
Spenomegali.
t2t7
POLISITEMIAVERA
Kategori
infeksi).
Kadar vitamin B,. >900 pg/ml dan atau UB,,BC dalam
serum> 2200 pg/ml.
.
.
PENATALAKSANAAN
Kategori A
.
.
.
.
Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25Vo di atas ratarata angka normal atat Packed Cell VohLme pada lakilaki >0,6 atau pada perempuan 0,56
Tidak ada penyebab polisitemia sekunder
spenomegali yang teraba
Petanda klon abnonral (kariotipe abnormal)
Kategori
.
.
B
e/
.
.
.
.
Trombositosis>400000permm3
Jumlah neutropil >10 x 10
Prinsip Pengobatan
10ell-
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasLrs (individual) dan mengontrol eritropoesis
dengan flebotomi.
Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/
polisitemia yang belum terkontrol.
Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment).
Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan
berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor
radioaktif atau kemoterapi sitostatika pada pasien di
atas 40 tahun bila didapatkan:
Flebotomy untuk
mempertahankan
hematokrit < 0,45
Ya
----)
t dak
Tanpa mielosupresi
* pertimbangkan kembali jika
ada komplikasi
*
aspirin sebagai profilaksis
1218
HEMATOLOGI
Leukositosis progresif.
Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan
s it o p e nia problematik.
Gejala sistemik yang tidak terkontrol seperti pruri-
Media Pengobatan
Flebotomi. Flebotomi dapat merupakan pengobatan
yang adekuat bagi seorang pasien polisitemia selama
.
.
PV
paraneoplastik.
.
.
.
.
.
(\r).
radioaktif
.
.
pemeliharaan.
sebulan.
trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis,
.
.
lagi jika>527o,
Pada perempuan <427o dan memberikannya lagi jika
Pada pria 5417o danmemberikannya
A9Vo.
t2t9
POLISITEMIAVERA
Pengobatan Suportif
.
.
.
.
PROGNOSIS
Polisitemia adalah penyakit kronis dan keseriusan penyakit
(life-saving).
.
Pembeiahan Darurat
Pembedahan segera sedapat-dapatnya ditunda atau
dihindarkan. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan
flebotomi agresif dengan prinsip isovolemik dengan
mengganti plasma yang terbuang dengan plasmafusin 47o
atau cairan plasma ekspander lainnya bukan cairan isotonis
Pembedahan Berencana
Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien
terkontrol dengan baik. Lebih dari 7570 pasiendengan PV
BEFEBENSI
Means
GM, Foeerster
JF,
edition. Vo]ume
1495 505.
2.
JP, Rodgers
lith
19
4-8.
and
2004.
1?4-5
194
TROMBOSITOSIS ESENSIAL
Irza Wahid
PENDAHULUAN
Di Amerika Serikat istilah trombositosis esensial disebut
primary (essential) thrombocythemia, sedangkan di Eropa
disebut thrombocythemia vera. Trombositosis esensial
ini berperan
PATOFISIOLOGI
t220
r22t
GAMBARAN KLINIS
Sepertiga pasien trombositosis esensial mempunyai
gambaran klinis yang silent. Lima puluh persen pasien
trombositosis esensial, minimal mengalami sekali episode
:"r
sial.
trombosis.
Walaupun lebih jarang manifestasi hemoragis juga
dapat muncul pada trombositosis esensial. Hemoragis
dapat terjadi melalui beberapa mekanisme: l). Abnormalitas
esensial
t222
HEMIffOIOGI
Bl. Tidak
DIAGNOSIS
Peningkatan jumlah trombosit yang menetap merupakan
Kriteria diagnosis:
. Hitung trombosit >450.000 ul (dikonfirmasi lebih dari
.
.
.
.
.
kali)
.
..
hiperylasiamegakariositik
fibrosis <1/3 bagian
Kriteria tambahan:
.
.
Splenomegali
Kronik
.
.
---ts
DIAGNOSIS BANDING
t223
TROMBOSITOSIS ESENSI,AL
Sering
Tidak ada
Risiko tjnggi
Tidak ada
Risiko Tinggi
Tidak ada
Tidak ada
Trombosit normal
Ya, sekitar 40 %
Trombosit raksasa
Mungkin abnormal
Trombositosis
Esensial
Leukosit
(x1 o'g/l)
Trombosit
(x1 os/l)
600
2500
Eritrosit berinti
Jarang
Alkali
fosfatase
leukosit
Normal
Sum-sum
tulang
Fibroblast
Splenomegali
(%)
t1t
t)
40o/o
Meningkat
Normal
111
,,
-25
12
450
Bervariasi
450
800
000
Umum
Hiperselular
Cadangan Fe t
Normal - 11
ftf
-11
c)-t
80%
80%- 99%
5%- 200k
50o/o
10
blastik (%)
Tes fungsi
platelet
abnormal
t1-
15o/o
Masa eritrosit 1
Eritropoetin
Mielofibrosis
ldiopatik
Biasanya
Hiperselular
Megakariosit
.
.
Vera
Jarang
Transformasi
Pemeriksaan
khusus
Polisitemia
Normal / J
Bervariasi
Normal
Meningkat
Giant, dysplastic
forms with
increased ploydy
associated with
/arges masses of
platelet debris
Tidak ada
Karakteristik
.
.
Hemoglobin
Trombosis
Reaktif
Marrow imaging
PENATALAKSANAAN
Hidroksiurea merupakan terapi pilihan pertama pada
trombositosis esensial dengan risiko tinggi. Hal ini
disebabkan oleh efektifitas serta jarangnya timbul efek
samping. Hidroksiurea tidak hanya efektif dalam
l).
REFERENSI
Anagrelide Study Group. Anagrelide, a theraphy for thrombocythemic
states: experience in 517 Patients. Am J Med. 1992;92:69-76.
Barbui T, F\nazzy G. When and how to treat essential thrombocythemia. N Engl J Med. 2005;353:85-6.
Campbell PJ, Green AR. Management of polycythemia vera and
essential thrombocythemia. Hematology. 2005:201-9.
1224
HEMAIOLOGI
Tomer
83
erative disorders:
it all
195
MIELOFIBROSIS
SuradiMaryono
PENDAHULUAN
ini
secara
Kondisi Neoplastik.
Gangguan mieloproliferatif kronik
Metaplasia mieloid agnogenik
Polisitemia rubra vera
Leukemi mieloid kronik
Penyebab
MMM
HEMATOPOIESIS KLONAL
MMM
dengan CML (chronic myeloid leukemia), PY
1226
HEMATOLOGI
(P o I
POIESIS EKSTRAMEDULABE
neovaskularisasi
ini
fisiologis.
cytokine-dependent
tersebut.
Kenaikan kadar TGF-B dapat dideteksi dengan naiknya
t227
MIELOFIBROSIS
leukositPMN.
Tikus percobaan yang diberi TPO konsentrasi tinggi,
akan terjadi sindrom yang menyerupai MMM. Tikus yang
plenomegali
Hepato megali
Fatique
Anemia
Le ukosito sis
Trombositosis
Trombositopenia
MMM.
Gout
uning
.Diad aptasi
ari
Cl
TANDA
Splenomegali yang cukup besar merupakan penemuan fisik
yang utama (Tabel 2). Hepatomegali diketemukan separuh
umum.
sweet-syndrome
dan mengalami
hematopoiesis
familial.
GEJALA
Pada 257o kasus MMM berpenampilan asimptomatis,
diagnosis disugesti dengan adanya pemeriksaan darah
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan sel eritrosit
bentuk tear drop yang dihubungkan adanya eritrosit
berinti dalam sirkulasi, leukosit neutrofil imatur dan plate-
meningkat; eritrosit polikromasi, fragmentasi dan sel target juga sering diketemukan. Abnormalitas morfologi ini
diakibatkan adanya perubahan hematopoiesis, bebasnya
sel lebih awal dari sumsum tulang dan hematopoiesis
ekstramedular. Bagaimana perubahan ini terjadi masih
belumielas.
t228
HEMATOLOGI
l0 grldl, ditemukan
60%
s'
(A) PV (B),
1229
MIELOFIBROSIS
SUMSUM TULANG
Aspirasi pada sumsum tulang mungkin tidak berhasil
(drytap) dan memerlukan biopsi sumsum tulang untuk
menegakkan diagnosis MMM. Suatu konsensus telah
dibuat oleh ltalian Society
o.f
Hemcttology.
Kriteria Mayor
Fibrosis sumsum tulang difus
Hilangnya t9:22 kromosom atau bcr/abl rearrangement pada
sel darah perifer
Splenomegali.
Kriteria Minor
Anisopoikilositosis dengan tear dropred cells
Sel darah merah berinti dalam sirkulasi
Clustred marrow megakaryoblast dan anomalous
megakariocytes
Metaplasia mieloid
*Catatan . Ketiga kriteria mayor ditambah dua kriteria minor
manapun atau dua kriteria mayor pertama ditambah empat
kriteria minor manapun harus didapatkan, untuk diagnosis
.l'"
'
i.
-+:
MMM
2a,2b).
Bila fibrosis masif, selularitas keseluruhan akan turun,
tetapi adanya hiperplasia megakariosit tetap ada. Sinusoid sumsum tulang akan meluas, disini akan terjadi
ABNORMALITAS KROMOSOM
hematopoiesis
1230
HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN PATOLOGI
Fibrosis sumsum tulang diikuti adanya osteosklerosis 30707o kasus, terutama mengenai kerangka aksial dan bagian
HIDUP
Pada
MMM rata-rata
MMM
1231
MIELOFIBROSIS
lebih muda dengan 2faktor risiko, dengan prediksi sarvival rendah, tanpa pengobatan kuratif, dipertimbangkan
dilakukan HSCT secepatnya setelah diagnosis tegak.
PENATALAKSANAAN
MMM mungkin
memperpanj ang
mielofibrosis.
hemolisis.
T ra n s p I a
ntafion (AHSCT)
off,
secara tapering
dilanjutkan.
HSCT.
sedangkan fluoksimestefon
Kemoterapi
1232
lradiasi
Pasien dengan hipersplenisme mungkin dapat memberikan
Splenektomi
Splenektomi dipertimbangkan pada pasien refrakter
terhadap terapi: Sitopenia, hipertensi portal, atau gejala
akibat hipersplenisme. Dengan splenektomi memberikan
Pengobatan Lain
Interferon dipefiimbangkan karena dapat menekan aktivitas
TGF-p dan efektivitasnya pada CML. lnterferon-o.mungkin
bermanfaat menghilangkan nyeri tulang, trombositopenia
Diagnosis Banding
Diagnosis MMM berdasarkan triad: fibrosis sumsum
tulang, hematopoiesis ekstramedular dan hematopoiesis
Mielofibrosis Akut
L233
MIELOFIBROSIS
REFERENSI
Bianco Paulo, et al. Bome marrow stromal stem cells: nature, biology and potential applications. Stem Cells. 2001;19:3:180-92.
Clark DA, William WL. Myelofibrosis. Wintrobe's clinical hematology. 11th edition. In: Richard Lee, Foerster, Lukens, Paraskevas,
Greer and Rodgers, editors. Baltimore Maryland: William &
Vilkins; 2005. p. 2273-83.
Heckner dan Freund. Atlas hematologi. Praktikum hematologi dengan
mikroskop. In: Alih bahasa Wanandi SI, Suwono WJ, editors.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 1999. p.82-4.
Lunberg LG et al. Bone marrow in polycythemia vera, chronic
myelocytic leukemia and myelofibrosis has an increased
vascularity. Amer J pathol. 2000;157:15-19.
Mesa AR, et a1. A phase 2 ttial of combination low-dose thalidomide
and prednison for the treatment of myelofibrosis with myeloid
metaplasia. Blood. 2003;101:7 :1534-51.
Oncology. 2004;15:
I 15 1-60.
196
LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT
Johan Kurnianda
PENDAHULUAN
LMA, meskipun
ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak
diketahui. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang
diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi
faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene,
suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industri
penyamakan kulit di negara sedang berkembang, diketahui
leukemi
a dengan
cara
INSIDENSI
Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan
32Vo dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada dewasa (85Vo) dari pada anak (157o).
Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anakanak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun,
insidensi LMA meningkat secara eksponensial sejalan
dengan meningkatnya usia. Insidens LMA pada orang
yang berusia 30 tahun adalah 0,87o, pada orang yang
berusia 50 tahun 2,7Vo, sedang pada orang yang berusia
di atas 65 tahun adalah sebesar 13,1Vo. Secaraumum tidak
didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi
LMA
teknik diagnostik
tipe M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras
Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dibandingkan
kromosom
1234
1235
PATOGENESIS
LMA.
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah,
D!AGNOSIS
Secara klasik diagnosis
LMA ditegakkan
berdasarkan
t236
HEMATOLOGI
+6,del(l2p) atatkaryotype yang normal mempunyai prognosis yang sedang (intermediate), sedangkan pasien
dengan kelainan sitogenetik-5 atau del (5q),-7 atau del (7q),
inv (3q), del (9q), t (9;22) dan karyotype yarrg kompleks
LMA
;1
7)( q22 ;q
1 1
2)
PMLTRARA
LMA dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan
inv (1 6)(p1 3q22) atau t( 1 6; 1 6Xp1 3;q1 1 ), CBFPI MHY1 1
LMA dengan abnormalihs 11q23 (MLL)
LMA dengan multilineage dysplasia
dengan sindrom mpl odi splasia
tanpa sindrom myelodisplasia
LMA dan sindroma myelodisplastik yang berkaitan
dengan terapi akibat obat alkilasi akibat
ep ipodof iloto ks n (beb erapa me rupakan kela ina n
limfoid) tipe lain
LMA yang tidak terspesifikasi
LMA diferensiasi minimal
LMA tanpa maturasi
LMA dengan maturasi
LMA dengan diferensiasi monositik
Leukemia monositik akut
Leukemia eritroid akut
Leukemia megakariositik akut
Leukemia basof ilik akut
Panmielosis akut den gan mi elof ibrosis
TERAPI
Bila memungkinkan terapi LMA direncanakan untuk tujuan
kuratif. Penderita yang mempunyai peluang besar untuk
mencapai tujuan kuratif adalah mereka yang berusia < 60
tahun, tanpa komorbitas yang berat serta mempunyai profil
1237
Subtipe
FAB
Mo
Nama Umum
(% kasus)
Hasil Pengecatan
Myeloper Sudan Esterase
Translokasi dan
penyusunan kembali
(1%)
M2
M3
10o/.)
M4
11q23 (20%)
inv(3q26) &
M4Eo
Leukemiamielomonositik
inv(1 6),t(16,1 6)
(80%)
M5
M6
M7
Eritroleukemia
(3-5%)
Leukemia megakariositik Akut
(3-12%)
EV1
AMLl-ETO,
DEK-CAN
t(3;3) (3%),
(2-9o/o)
terlibat
(% kasus)
M1
Gen yang
PML-RARn
PLZFRARg,
NPM
RARcr
MLL,
DEC-KAN
EV1.I
cBFBMYHl 1
11q23 (20%)
t(8,16) (2%)
MLL,
tdk diketahui
. sel positif terhadap cr-naftilasetal dan glikoprotein trombosit llb/llla atau antigen yang berkaitan dengan faktor Vlll
dan negatif terhadap naftilbutirat (Sumber: Referensi no. 13)
1238
HEMATOLOGI
ti
k akut (LPA).
Awal
Kemoterapi
lnduksi
HLA
ses uat
Favorable
Standar 7+3
lntermediate StandarT+3
Unfavorable StandarT+3
HDACx
3-4 siklus, atau
2-3 siklus
diikuti HSCT
otolog
HSCT alogenik
Sesegera
mungkin atau
HDACx 2-4
siklus
HSCT alogenik
Sesegera
mungkin
HDACX
3-4 siklus, atau
2-3 siklus
diikuti HSCT
otolog
HDACx
2-4 siklus
+ HSCT otolog
HDACx
2-4 siklus
HSCT otolog
acid.
Terapi induksi LPA terdiri atas kombinasi ATRA plus
AIRA
t239
4 hari. Terapi
segera
iv
107o-15%o
REFERENSI
Abraham J, Monahan
J,
oncology
528-32.
Arber DA. Steirl AS, Carter NH, et al. Prognostic impact of acute
Pathol.
2003;1 19(5):672-80.
Breems
Hematology, 2007
Douer D & Tallman MS. Arsenic trioxide: new clinical experience
with an old medication in hematologic malignancies. J Clin
Oncol. 2005:23 :2396-4 10.
Evens MA and Tallman MS Acute leukemias. In: Skeel RT, editors.
Handbook of cancer chemotherapy. 6th editions. Philadelphia;
Lippincot Williams & Wilkins; 2003. p. 411-59.
Farag SS, Rupelt AS, Mrozek K, et al. Outcome of induction and
hinggal00Vo.
Press;
2001
76-80
L240
HEMr'$OI.OGI
iv100-iv10l.
Montesinos P, Lprenzo
2008, 93 : 67 - 74.
Raffaux E, Rousselot P, Poupon J, et al. Combined treatment with
114-8.
2003'.21:2326-34.
Sarkodee-Adoo C, Rapoport AP
of angiopoietin-2
represents an independent
t97
SINDROM DISMIELOPOETIK
AmiAshariati
PENDAHULUAN
Sindrom djsmielopoetik (SDM) atau myelodysplastic syndrome (MDS) primer dalah suatu sindrom yang di tandai
oleh displasi dari sistem hemopoetik (dysmyelopoesis,
dy s e rt h o r o p oes is, dan dy s thr omb o p o e s i s ), b alk tunggal
hepatomegali.
DIAGNOSIS
2.
diketahui.
MANIFESTASI KLINIS
SDM sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur
60-75 tahun, dan pada sebagian kasus pada umur <50 tahun
; laki-laki sedikit lebih sering daripada perempuan. Keluhan
dan gejala secara umum lebih dikaitkan dengan adanya
sitopenia. Umumnya datang dengan keluhan cepat lelah,
t241
1242
HEMAIOI-OGI
TATALAKSANA
Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien SDM,
(RAEB|,
(CMML)
(Tabel2).
Refractory anemiawith excess blasl (RAEB-type 1 = 597o blats in blood or marrow andRAEB- type 2 = 1079Vo blats in blood or marrow),5q- syndrome, therapyr e I at e d my e lo dy sp I a s t ic sy ndrome, darr My e I o dy sp I as ti c
syndrome unclassffied.
SDM seharusnya dibedakan dengan myeloproliferative disorder yang lain dan beberapa variasi dari SDM
sekunder termasuk defisiensi nutrisi, proses infeksi, efek
obat dan toxic exposures.
Kemoterapi
SDM tidak dianjurkan untuk diberikan
kemoterapi, umumnya diberikan pada tipe RAEB, RAEBT, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C dosis
rendah yang diberikan pada pasien SDM dapat memberikan
respons rate antra 50-7 5Vo dan respons ini tetap bertahan
Pada fase awal dari
GM-CSFatauG.CSF
Pada pasien SDM yang mengalami pansitopeni dapat
diberikan GM-CSF atau G-CSF untuk merangsang
diferensiasi dai hematopoetic progenitor cells. GM-CSF
diberikan dengan dosis 30-500 mcg/m2lhari atau G-CSF
Delesi20q
3q rearangements
1-l4han.
LainJain
RA
RASB
RAEB
RAEBT
CMML
Leukosit
8/ast (%)
Trombosil
N atau
N atau
<1
<1
N atau
N atau
<5
+++
Eritrosit
<15
Sideroblas (%)
Granulopoesis 0 +
<5
Blast (%)
+++
>15
0+
Trombopoesis
<5-30
<5
N atau
Sumsum Tulang
+++
<15
0+
+++
<5
5-20
0+
+++
+++
<15
+++
20-30
+++
Keterangan :
: Refractory Anemia
RASB : Refractory Anemia with Rrnged Slderob/asts
RAEB : Refractory Anemia with Excesslve 8/asts
RAEBT : RAEB in transformation to Leukemia
CMML : Chronic Myelomonocytic Leukemia
RA
Darah Tepi
Hb
++
<15
++++
5-20
PROGNOSIS
+++
1243
SINDROM DISIMIELOHOETIK
Klasifikasi WHO
Klasifikasi FAB
Prediksi
Survival
Karakteristik
blasts
10-'19% marrow
< 5% peripheraFblood blasts
2/3 cylopenia
10 bulan
Myelodysplastic syndrome,
unclassified (MDS-U)
1/3 cylopenia
abnormal white or
megakaryocyte cells
< 5% marrow blasts
Not listed
anemia
deleted chromosome
8 bulan
5q
blasts
20-30% marrow
> 5% peripheral-blood blasts
6 bulan
Chronic
myelomonocylic
leukemia (CMML)
Myelodysplastic/
myeloproliferative diseases
(l\,lDS/MPD)
absence of
chromosome
< 200/o fildfto\N and pedpheral-blood blasts
dysplasia of one cell line
Philadelphia
18 bulan
Refractory
anemra
Refractory anemia
5 lahun,
5 tahun,
2 tahun,
213
ot 313 cytopenia
dysplasia of two cell types
< 5% manow blasts
> 15% marrow red-cell
precursors with ringed
sideroblasts
2 tahun,
1 tahun,
Refarctory cytopenia
with excess blasts
(RAEB)
9 tahun'
9 bulan
9 bulan
bulan
8 bulan
6 bulan
GOOD
FAB Type
(% of patients)
RA (28)
RARS (24)
RAEB (23)
RAEB-T (s)
cMML (16)
.
Leukemrc
Evorution
Median
(%) &:Til:i
Survival
Range
(Months)
1 B-64
14-76+
12
50
51
44
11
7-16
11
2.5-11
9-60+
60
14
'1-9
Younger age
Normal or moderately reduced neutrophil and platelet counts
Low blasts counts in the bone marrow and no blasts in the
blood
No Auer rods
Ringed sideroblasts
Normal karyotypes or mixed karyotypes withouts complex
chromosome abnormalities
ln vitro bone marrow culture reveals nonleukemic growth
pattern
POOR
Advanced age
Severe neutropenia (<0.5x1 03/mm3) or thrombocytopenia
(<50x'103/mm3)
High blasts count in BM or blasts in peripheral blood
Auer rods
Absence of ringed sideroblasts
t244
HEMATOI.OGI
REFERENSI
Appelbaum FR,Anderson
transplantation
; l2:Suppl 1:S25-
s29.
al
(2000). Myelodysplastic
(CMML)-a myelodysplastic or
syndrome?Leuk Lymphoma; 9:35-41.
myeloproliferative
94 ll6-9.
Nevill TJ,Fung
Pradono
8 in patients
wi th
198
DASAR-DASAR BIOLOGIS
LIMFOPROLIFERATIF
Amaylia Oehadian, Trinugroho Heri Fadjari
PENDAHULUAN
SAGEs
Mature
OF
,j[i:1]il
/a\
NON
D,trerenrarinqB
strretory
.6)6)K)
.---:O
@
lra/]8
CELL
MALIGNANCIES
perkembangan sel T.
B
Delapan pulLrh fers,'rr lirrl.r,ruu limfoblastik dan 907c limlbma
non-Hodgkrrr s berasal dari sel B. Hal ini didasarkan pada
didapatkannya ekspresi antigen B-lineoge-restrictecl dan
ilonal rearrangemen.ts gen imunoglobulin rantai berat dan
ringan. Keganasan-keganasan ini berhubungan dengan
subpopulasi sel pre-B dan sel B matur dan secara klinis
dibedakan menjadi indolen dan agresif. Pada Garnbar 1
dapat dilihat keganasan sel limtbsit B dan hubungannya
dengan tahap perkembangan sel.
Tabel 1.
rnempunyai ekspresi
124
t246
HEMAIOI,.OGI
CD:
2.
2.3.
418. 5,
[.4anority of T- ALL
fi,4ajority of T- ALL
Manority of T- ALL
Rare T-ALL
6, 7; TCR
l\.4ajority
Gene Bearuangement
ol
T-CII,CTCL
Sezary Cell,NHL
CD:234567:TCR
l\y'inority
of
T-CLL NHI]
7; TCR
lmatur
Myeloid/NK cell precursor
acute leukemia
Matur
Leukemia :
lndolent : Large granular
lymphocyte (LGL) leukemia
Agresif : NK-cell leukemia
Nasal/nasal type Nl(T cell
lymphoma
.
.
terapi.
PERIPHERAL
CD:2,3,4,5,6,
(TCB) REARBANGEMENT
Manority of
T CellALL
7.38.71
oo
CD:
MALIGNANCIES
53
,/var
VJC
\,/
\ ,/
ab e
Rearrangement
5'3
Heavy cha
VDJCU
s',
3',
53
/('t""arransement
Hodgkin's Disease
Reed-Sternberg (RS) sel merupakan karakteristik penyakit
Hodgkin's. Sel RS dibedakan dengan sel limfoma nonHodgkin secara imunologis dengan tidak ditemukannya T
atarr B-cell associated antigens. Sel RS mempunyai
ekspresi:
CD15
yang
cD30(Ki-1)
Sel RS dapat mempunyai monoklonal atau poliklonal
globulin g ene rearuan g emenrs. Pada beberapa
immuno
T cell receptor
b-chain
SelB naive yang mengenali antigen melalui membranebound anibodi, terdapat pada senter germinal organ limfoid
sekunder: kelenjar limfe, limpa dan MALT (mucosttas s o c iat e d ly mpho id ti s s ue). Genomik DNA sel B kemudian
mengalami 3 tipe modifikasi yaitu (Gambar 4):
Receptor editing. Proses pergantian rantai polypeptide
antibodi dengan rantai yang lain, biasanya terjadi pada
imunoglobulin rantai ringan.
Class switching. Beberapa sel B pada senter germinal
mengalami pergantian dari ekspresi IgM dan IgD menjadi
1247
LIMFOPROLIFER/I(IIF
Hipermutasi Somatik.
in g I e - nuc le o
tide,
fuga
Class switch ng
Somatic hypermutatlon
genes
lvlantle
Germinal
zone
B-ce
)saleclo'
sAlecl'o'
CD5+
I
I
I
cell
atio'
czni"
CenreU
lass
lass
switcnrng
Bcell
BLell /
Geminal-
gene
recombinatio-n
Variable-region
center
B
/ /.+
./
--+
cell *--4
Follicular lymphomas
1248
HEMANOI-OGI
Gen
Sel B
Protein lg
imunoglobulin
Sel induk
Sel pro-B
Germ line
Germ line
Sel pre-B
Sel B imatur
(membran)
B-cell
CD34
CD19,CD79a,
BSAP,CD34,CD1O. TdT
CD19, CD45R, CD79A,
BSAP, CD34, CD1O, TdT
lgG
lglV
(membrane)
Mature-naiVe
B-CLL, MCL
mutasi
somatik
lg (minimal atau
tidak ada)
CD19, CD2O,
CD45R,CD79a, BSAP,
CD1O, BCL6
ISM
IVZL, B-CLL
lgHl
Sel B memori
lgHlL rearrangement
mutasi
Sel plasma
lgHlL rearrangement
mutasisomatik lgG>lgA>lgD
mulai
somatik
Germinal
center (CB,
UU)
re
B-LBL/ALL
lgM/lgD
(membran)
switch
Limfoma
Plasmasitoma/
mieloma
CD1 38
Keterangan
CB:
UU:
lg:
B-LBL
B-CLL
I\4CL
BL:
FL:
centroblast
LPHL
Iy m
centrocytes
DLBCL
imunoglobulin
:
Ie
homa
uke mi a
ph ocyte-predom
in a
t H odg k i n Iy m ph o m a
cHL
MZL
BSAP
MUIV-,1
TdT
Terminal deoxynucleotidyl
(rcR)
@
i11i3)
MALT
3-/rrrE
FL-
-'- - -:.-'-
)DLBCL
-'ir
FIilmAION
1249
Tipe histologis
Translokasi
%
kasus
Mekanisme
aktivasi
Protoonkogen
Fungsi protoonkogen
proto-onkogen
Limfoplasmasitik
50
PAX-s
Deregulasi
transkripsional
Faktor transkripsi
regulasi proliferasi dan
diferensiasi sei B
Folikular
t(14i18)(q32iq21)
90
BCL-2
Deregulasi
transkripsional
Regulasi negatif
apoptosis
70
BCL-1 /cyclin
Deregulasi
transkripsional
t(1 ;18Xp1
;q21)
t(18:22)(q21 iq1 1)
Mantle cell
t(1 1;14Xq13;q32)
D1
MALT
t(1
Diffuse large
de(3)(q27)
1 ;18\(q21 ;q21\
t(;1a)@22;q32)
50
API2/IVLT
BCL-10
Protein fusi
deregulasi
transkripsional
35
BCL-6
Deregulasi
transkripsional
jarang
B-cell
Represor
transkripsional pada
pembentukan senter
germinal
Burkitt
Anaplastic large
t(8; 1 4Xq24;q32)
80
t(2;8)(p11,q24)
t(8,22\G24,q11)
15
5
t(2;5)(p23;q35)
60
NPIV/ALK
Deregulasi
transkripsional
Faktor transkripsi
regulasi proliferasi sel
Protein fusi
T-cell
kinase
Keterangan:
PAX-5
BCL-2
BCL-1
APl2lMLT
'.
:B-cellleukemiallymphoma-2
:B-cellleukemia/lymphoma-1
'.
BCL-6
NPM/ALK
:B-cellleukemiallymphoma-6
BCL-10'.9-cellleukemiallymphoma-10
indolen
Letak tumor: tumor yang berasal dari sel prekursor akan
Patogenesis
antara lain:
Gambaran Klinis
1250
HEMATIOI.OGI
REFERENSI
Pengobatan
Pengetahuan dasar biologis neoplasma limfoid digunakan
untuk penelitian terapi. Tumor dengan proliferasi yang
cepat pada umumnya berespon dengan obat-obat yang
mengganggu sintesis DNA. Abnormalitas genetik dapat
Dl.
199
LIMFOMA NON-HODGKIN (LNH)
A. Harryanto Reksodiputro, Cosphiadi Irawan
PENDAHULUAN
KELEN..!AR LIMFE
LNH
t252
HEMAIOI,.OGI
berisi limfosit
2)
Perubahan sel limfosit normal menjadi sei lin.rfoma
merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu
sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada
dalam proses transformasi menjadi imunoblas (ter;adi
akibat adanya rangsangan imunogen). Hal yang perlu
diketahui adalah proses ini terjadi di dalam kelenjar -uetah
bening, dimana sel limfosit tua berada dilluar "centrmtr
germinativutr" sedar.rgkan imunoblast berada di bagiart
diketahLri . Namun
terdapat beberapa f'aktor risiko terjadinya LNH. antara lain:
ImunoDefisiensiz 25Vo kelainan herediter langka 1'an-v
berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah:
severe combinecl immunode.ficiency, hypo gcLmntrt
lnti
Ti dak Me ekuk
Besar
KeciJ
Daerah
Besar
follkular
im!noblas
5el retikulum
interdigitatik
Gambar 2. Transformasi limfosit B dan T menurut konsep Lukes. Modifikasi dari Lukes RJ
Boerhave Committee for Postgraduate Medical Edcuation lnternational Course on Malignant
Lymphomas, Noorwijkerhout, 1979, V-2
LIMF1OMA NON.HODGKIN
1253
GNH)
munoblas
o
5el
I
1.
Rappaport
2
3
4
5.
6
7
Lukes
Lennert
Gerard Marchant
Bennet
Dorfman
WHO
Formulasi Praktis
Nama Klasifikasi
Tahun
Penulis
'
'1966
dan
Modified Rappaport
1976
B.
1974
1974
1974
1974
1974
1976
1982
Lukes-Collins
Lennert
Kiel
BNLCDorfman
WHO..
Formulasi Praktis /
Working Formulation /
WF
I
Gambar 3. Transformasilimfosit B dan T menurut konsep Lenneft
E= Sheep E receptor, EAC= complement receptor, S-lg= 5u63.t
REAL revised
1O WHO / REAL
-.
993
1997
REAL
WHO / REAL
B-cell neoplasms
ll
G
H
I
J.
L
po sttransplant
AI DS
as
oc
ll
(r-ALL, LBL)
1254
HEMIIilOI.OGI
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Anamnesis
Umum:
l-+
, I
-
geiala
sistemik
tanpa sebab
Keringatmalam
Keluhan anemia
A.
B
C.
Small lymphocytic,
consistent with CLL
plasmacytoid
Follicular,predominantly
small cleaved cell
Follicular, mixed small
cleaved and large cell
lntermediate-grade
lymphomas
D.
E.
F.
G.
High-grade lymphomas
H.
I
J.
.
.
.
WF
A
A,F
Other
Other
CLUPLL
LGL
T-cell
WF
A,E
A,E
A,E
A,B,C,E,F
SPlenic
Extranodal/MALT
Nodal
.
.
.
Grade I
Grade ll
Grade lll
Follicle center, diffuse small cell
E,F
AB,EF
o
.
o
(+I
.
.
.
o
Angioimmunoblastic
Angiocentric
E,F,G,H,J
E,F,G,H
E,F,G,H
E,G,H
lntestinal
G,H
G,H
I
J
J
Referensi : Rosenberg SA, Berard CW, Brown BW et al. National Cancer lnstitute Sponsored study of Classification of Non-Hodgkin's
Lymphomas. Cancer 1982;a9(10):2112-35. Harris NL, Jaffe ES, Stein H et al. Revised European-American Classification of Lymphoid
neoplasms:a proposal from the lnternational Lymphoma study group, Blood 1994;84(5):1361-92. Shipp MA, Mauch PM, Harris NL. Non
Hodgkin's Lymphoma . ln DeVita W Jr, Hellman S, Rosenberg SA, editors. Cancer : Principles and Practice of Oncology, 51h edition.
Philadhelphia : Lippincott-Raven, 1 997.pp 21 65-220.
t255
Pemeriksaan Fisik
.
.
.
Pembesaran KGB
Kelainan/pembesaran organ
Performace status: ECOG atauWHO/Kamofsky
Pemeriksaan Diagnostik
a.
f.
Laboratorium
. Rutin
Hematologi:
- Darah perifer lengkap (DPL)
- Gambaran darah tepi (GDT)
Urinanalisis:
- Urin lengkap
Kimiaklinik:
g.
STADIUM PENYAKIT
Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan
sebelum pengobatan dan setiap lokasi jangkitan harus
didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata
urat
Alkali fosfatase
GammaGT
Stadium
B, Mikroglobulin
b. Biopsi
Keterangan
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya
1 regio
I E: jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik
tidak difus / batas tegas
Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih
satu sisi diafragma
ll 2: pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi
diafragma
ll 3: pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi
diafragma
ll E: pembesaran '1 regio atau lebih KGB dalam
organ ekstra limfatik tidak
sisi diafragma dan
difus / batas tegas
ilt
IV
Rutin
Formulation
Khusus
Imunoglobulin permukaan
Histo/sitokimia
. Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi
dan sitologi.'FNAB dilakukan atas indikasi tertentu.
. Tidak diperlukan penentuan stadium laparatomi.
Aspirasi sumsum tulang (BMP)dan biopsi sumsum
tulang dari 2 sisi spina iliaca dengan hasil spesimen
6.
Pertumbuhan jaringan paru sekitar hilus atau paket KGB Mediastinal adalah ekstra nodal tetapi bukan stadium lV 7 . Bulky Mass
adalah massa tumor dengan diameter terpanjang lebih atau sama
dengan 10 cm dan ratio mediastinum: thoraks > 0,35. Setiap
pembesaran KGB dicatat ukurannya. Stadium A bila tidak ditemui
gejala sistemik dan B bila ditemui 1 atau lebih gejala sistemik.
sepanjang 2 cm.
d. Radiologi
Rutin:
- Toraks foto PAdan lateral
- CT scan seluruh abdomen (atas dan bawah)
Khusus:
FAKTOR PROGNOSTIK
CT scan toraks
USGAbdomen
Limfografr,limfosintigrafr
1256
HEMAIIOI.OGI
nantlnya
Umur
< 60 tahun = 0
> 60 tahun =
'1
STAGE
ARBOR
TUMOR
ANN
I atau
ll
=0
LDH serum
lll atau lV =
Normal = 0
ECOG
= 0--
Ada gejala
= 1--
Meningkat =
'1
=0
PERFORIVANCE
STATUS
Bedridden <
112
day
Bedridden >1l2daY
= 2------
=3
Chronically bedridden =
=1
>ltempat=1
Skor Total
Key scores
Low risk=01
lntermediate --
high intermediate= 3
high risk = 4,5
TERAPI
LNH lndolen
Indolen, Stadium I dan Stadium II, Kontrol penyakitjangka
panjang atau perbaikan masa bebas penyakit ("disease free
survival ") secara bermakna dapat dicapai pada sejumlah
pasien LNH indolen stadium I atau stadium II dengan
menggunakan dosis radiasi 2500-4000 cGy pada lokasi yang
terlibat atau pada lapangan yang lebih luas yang mencakup
lokasi nodal yang berdekatan. (termasuk sistem KGB terkait
4--
<ltempat=0
Keterlibatan
ekstranodal
Siklofosfamid
Klorambusil
Kemoterapi Kombinasi. Terutama untuk memberikan
1257
+ Prednison
CHOP : Siklofosfamid + Doksorubisin + Vinkristin
+ Prednison
FND : Fludarabin+Mitoksantron + Deksametason
.
.
CD25,CD80,CDz10.
.
.
.
.
.
.
Imunotoksin
Vaksin idiotipe
Antisense oligonukleotida
Inhibitorselektif
Transplantasi sumsumtulang autologus atau dukungan
terapi sel induk perifer, setelah kemoterapi dosrs tinggi
sedang diteliti secara mendalam.
terakhir.
.
.
.
.
nyeri.
Terapiradiasipaliatif
Kemoterapi
Comolete
Resotnse
Patrents Raie(%)
Perce-ntage
or
5-Y
free
Disease- 5-Y
survival survival
f/.)
$l
35
27
22
87
67
70
50
51
55
4.5
16
44
49
40
43
26
22
92
78
57
86
66
83
32
32
14
46
2
3
High
2
3
High
53
58
73
69
46
32
12s8
HEMIIiTOI.OGI
LNH Agresif
$adium I-tr
(B
ullq),fr
Response Category
Physical Examinations
62%o
Lymph node
Bone Marrow
CR
Normal
Normal
Normal
Normal
Cru
Normal
Normal
Normal
Normal
Decrease in Liver/Spleen
Enlarging liver/Spleen, newsites
Normal
Normal
>75% decrease
Normal
> 50% decrease
> 50% decrease
New or increased
lndeterminate
Normal or indeterminate
Positive
lrrelevant
lrrelevant
Reappearence
PR
Relapse/Progression
Normal
Normal
> 50% decrease
> 50% decrease
New or increased
W & S, chloorambucil,
fludarabine atau CVP
Lambung I dan HP +
Lambung I dan HP -
PiR
P/R
P/R
t-tv
Eradikasi HP
RT, chloorambucil, CVP
W & S, RT, (chirurgie);
chloorambucil, CVP
Chloorambucil, CVP,
fludarabine
P/R
Splenectomi, chloorambucil
tiil
> 15
t/il
> 18
>65
P
R
of
refractair
P/R
IF-RT
W & S, chloorambucil, CVP,
>18
EORTC 20971SIF-RT
+/- low dose TBI
RT
HOVON 48*
(bila CR/PR setelah 8x
CVP oral / bila tidak
90y - ibritumomab
tiuxetan (Zevalin)
HOVON 47:
chloorambucil vs2x2
Gy lF-RT
EORTC 20981/ HOVON
39.fl : R-CHOP vs
CHOP, +l rituximab
"maintenance"
Lihat LNH difus
I.IMFIOMA NON-HODGKIN
1259
(IJ{II)
.
.
dan 5
Deksametason 40 mg fV atau PO, hari I-4 dan hari ke 11-
t4
Granulosit
IV
Allogenic BMT
MCL(Mantle Celllymphoma) agresif. Hyper CVAD alternating dengan metotreksat dosis tinggi plus sitarabin
dosis tinggi. Rituximab ditambahkan untuk regimen ini.
Pasien <65 tahun dipertimbangkan dilakukan transplantasi
Stadium
..
umur
lony
metotreksat)
Sitarabin 3000mg/m2 iv selama 1 jam setiap 12jam total
Premier/
Residif
<66
ilt/rv
<66
il-tv
>65
il-tv
18 - 65
,*a11YrP73V+RT
HOVON 26:
LDH > 1.5 x ULN) CHOP vs |-CHOP
HOVON 26:
HOVON 46. :
(aa-lPl*. > Ll) CHOP - 14 +lrituximab
HOVON 44.
DHAP-VlM-DHAP +/- rituximab,
diikuti SCT auto
:
il-lv
il-tv
B x CHVmP/BV
<66
>66
x CHVmP/BV
6xCHVmp/BV+tF_RT
t- lv
8 x CHVmP/BV
(LDH<15xULN)
>65
Mediastinal
P/R
-s
>4500/pL
wHo
Co
P
R
HOVON 45-$:
3 x R-CHOP, HD-Ara-C + auto SCT
HOVON 46-+
(lihat LNH sel B sel besar)
8X
DHAP
'hanya apabila CD 20 +
*. aa-lPl age-adjusted lPl
=
1260
HEMIIiTOI.OGI
Stadium
LNH limfoblastik
LNH Burkitt
I_ IV
|
- tv
ALL-4
ALL 3-95
ALL.4
ALL 3-95
factors.Presentation
.
.
.
.
Regimen
. Siklofosfamid 400 mg/m2 PO untuk
.
.
.
.
.
.
Vinkristin 2 mg IV mingg.tl,2,3,4,5,6,9,12,15,dan l8
Prednison 40 mglm2 setiap hari selama 6 minggu
(tappering offi, dilatjtkan selama 5 hari pada minggu
9, 12,15,dan 18
REFERENSI
at the
Chicago, USA
Complete Summary of GUIDELINE:The use of chemotherapy and
growth factors in older patients with newly diagnosed, advancedstage, aggressive histology non-Hodgkins' lymphcima. 19982004 National Guideline Clearinghouse
Cntczmar MS, Weaver R, Alkuzweny B, Berlfein J, Grillo-Lopez
AJ. Prolonged Clinical and Molecular Remission in Patienls
With Low-Grade or Follicular Non-Hodgkin's Lymphoma
Treated With Rituximab Plus CHOP Chemotherapy: 9-year
Follow-Up. Journal of Clinical Oncology. VoLume 22 NLtmber
23. December I 2004
Davis TA, Grillo-Lopez A, White CA, et.al. Rituximab Anti-CD20
Monoclonal Antibocy Therapy in Non-Hodgkins's Lymphoma:
Safety and Efficacy of Re-Treatment. Jowrnal oJ Clinical
Oncology, Vol l8 No. 17, 2000:pp 3135-43.
1.
stitutes of Healt
Armitage J O, et al, Non Hogkin Lymphomas. Cancer, principai and
practice of oncology. Editor: DeVita Vl Hellman S, Rosenberg
SA. 2001;2256-303.
Atmakusuma
t26t
8,1998:pp2825-33
Mounier N, Brier J, Gisselbrecht C, et.al. Rituximab plus CHOP (RCHOP) overcomes bcl2-associated resistance to chemotherapy
Pfreundschuh
20
.
200
PENYAKIT HODGKIN
Rachmat Sumantri
PENDAHULUAN
Sternberg.
nyeri.
RIWAYATPENYAKIT
malam hari,penurunan berat badan, lemah badan Can pruritus terutama pada jenis Nodular Sklerosis.Selain itu
terdapat nyeri di daerah abdomen akibat splenomegali atau
GEJALA KLINIS
.
.
.
.
Neuropati
hollow viscera.
PEMER!KSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1262
1263
PEITYAKITHODGKIN
@)
III,
III,
A
B
X
E
6
B
Tanpagejala
Demam (suhu >38"C), keringatmalam, penurunanberat
badan >10 7o dalamwaktu 6 bulan sebelumnya)
Bullq disectse (pembesaran mediastium >113, adanya
massa kelenjar dengan diameter maksimal I 0 cm)
Keterlibatan 1 organ ekstranodal yang contiguous atau
proksimal terhadap regio kelenjar getak bening
Clinical stage
P atho lo g ic
ta g e
Karakteristik
Radiologis
Pemeriksaan foto torak untuk melihat limfodenopati hilar
dan mediastinal, efusi pleura atau lesi parenkim paru.
Obstruksi aliran limfotik mediastinal dapat menyebabkan
l=i.mr?Y.a
Intemediatl
llocrgx,n
Low -oracte
Nodal
Ekstranodal
(10%)
Ekstranodal
Distribusi nodal
Sentripetal
Sentrifugal
Sentrifugal
Penyebaran
Contiguous
Tempat asal
n,gn graoe
(35%)
(aksial)
Noncontiguous
Noncontiguous
nodal
Keterlibatan
susunan saraf
pusat
Keterlibatan
hepar
Keterlibatan
sumsum tulang
Keterlibatan
sumsum tulang
mempengaruhi
Jarang
(.1
ok)
Jarang
Jarang
(.
1%)
Sering
Jarang
(<10%)
Jarang
(> s0 %)
Jarang
(< 1o%)
Sering (>50 %)
Jarang
(< 20 ok\
Ya
Tidak
ya
buruknya
prognosrs
Sembuh dengan
kemoterapi
Klasifikasi Rye:
'
.
.
.
Lymphocyte Predominant
Nodular sclerosis
Mixed cellularity
Lymphocyte depletion
1264
Jackson and
Parker
HEMANOLOGI
WHO classification
REAL classification
Rye Conference
Paragranuloma
Lymphocytic or
histiocytic, nodular
Lymphocytic or
histiocytic, diffuse
Lymphocytepredominant
Nodular lymphocyte-predominant
classic HD
Lymphocyte -rich classic HD
Lymphocyte
predominant,nodular HD
Lymphocyte-rich classic HD
Granuloma
Nodular sclerosis
Mixed cellurarity
Nodular sclerosis
Mixed cellularity
Nodular sclerosis
Mixed cellularity
Nodular sclerosis
Mixed cellularity
Sarcoma
Diffuse fibrosis
Reticular
Lymphocyte-depleted
Lymphocyte-depleted
Lymphocyte -depleted
Unclassifiable classic HD
KlasifikasiWHO:
. Nodular lymphocyte
predominance Hodgkin
Lymphoma (Nodular LPHL):Saat ini dikenal sebagai
radio
immunoconjugates.
TERAPI
Pengobatan limfoma Hodgkin adalah radioterapi ditambah
kemoterapi, tergantung dari staging (Clinical s/age = CS)
dan faktor risiko.
berikutnya.
Disease.
for
Kelompok
Stadium
Stadium
dini
69
lanjut
CS llB +RF;CS
Stadium
(unfavorable)
Stadium
1-11
PriS + RF
ilttuB
CS IV A/B
Rekomendasi
EFRT (30-36 Gy) atau
4-6 siklus kemoterapi
+ IFRT 20-36 cy
4-6 siklus kemoterapi
+ IFRT 20-36 Gy
6-8 siklus kemoterapi
+ RT 20-36 cy
pada limfoma residual
dan bulky disease
PROGNOSIS
Ada tujuh faktor risiko independen untuk memprediksi
masa bebas progresi penyakit FFP. (Freedom From
Progression), yaitu : 1). Jenis Kelamin, 2). Usia >45 tahun;
3). StadiumIV;4). Hb <10 grVo;5). Leukosit> 15000/mm3;
6). Limfosit <600/mm3 atau <8 % leukosit; 7). Serum
albumin<4
grVo
t265
PEhTYAKITHODGKIN
Dosis
Regimen
(mg/m2)
MOPP
- Mechloretamine
- Oncovin
- Procarbazine
- Prednisone
COPP
- Cyclophosphamide
- Oncovin
- Procarbazine
- Prednisone
PemDerlan
Jadwal (hari)
Siklus
(hari)
21
1,8
1,8
1,4
100
40
PO
PO
1-14
1-14
PO
PO
'l,8
'l,8
1-14
1-14
28
650
1,4
100
40
zo
ABVD
- Adriamycin
- Bleomycin
- Vinblastine
- Dacarbazine
25
,15
'I,15
10
6
1,15
1,15
375
12 minggu
Stanford V
- Mechlorethamine
- Adriamycin
- Vinblastine
- Vincristine
- Bleomycin
- Etoposide
- Prednisone
- G-CSF
ZJ
6
1,4
IV
60x2
40
PO
Q'
minggu 1,5,9
minggu 1,3,5,9,11
minggu 1,3,5,9,11
minggu 2,4,6,8,10,12
minggu 2,4,6,8,10,12
minggu 3,7,1 1
minggu 1-9, tappering
minggu 10 - 12
REFEBENSI
Hodgkin's Disease ; National Comprehensive Cancer Network, Clinical Practice Guidelines in Oncology, Version 1, 2004
Diehl V Mauch PY Harris NL : Hodgkin's Disease in Vincent T
Devita Jr Eds Cancer, Princlples and Practice of Oncology'
Lippincot Williams & Wilkins, 6'h Ed., 2001, pp 2339-81
.
Terapi
Relaps
Relaps setelah
radioterapi
Nodal relaps CS
tanpa gejala B,
tanpa radioterapi
sebelumnya
Progresif primer
Relaps dini
Relaps lanjut
l-
Kemoterapi
ll
Radioterapi salvage
201
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
Panjilrani Fianza
DEFINISI
PATOGENESIS MOLEKULAR
Kelainan sitogenetik yang paling sering ditemukan pada
LLAdewasaadalaht(9;22)IBCR-ABL(20-307o)dant(4;ll)/
EPIDEMIOLOGI
menjadiLLA.
LLA
dewasa.
t266
t267
KLASIFIKASI
Klasifikasi lmunologi
.
'
Precursor B-Acute LymphobLastic Leukaemia (ALL))Va'. common ALL (50Vo), null ALL, pre - B ALL
T-ALL(25Vo)
"
.
B-ALL(5a/o)
GAMBARAN KLINIS
Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya
gejala klinis menggambarkan kegagalan sumsum tulang
(a)
jarang terjadi.
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan:
. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
.
.
Anoreksia
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang
.
.
(b)
.
.
.
.
.
.
.
Gambar 1" Morfologi sel blas LLA (a) Tipe
Tipe L3
L1
Limfadenopati
Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)
Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah
(gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam
status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf
dan VII, kelainan neurologik fokal
VI
1268
HEI\TAIIOLOGI
GAMBARAN LABORATOBIUM
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
konfirmasi diagnostik LLA, klasifikasi prognostik dan
perencanaan terapi yang tepat, yaitu :
dai9lVo
sitologi.
Untuk
se1
TdT
Sitogenetik
Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa
kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA
tertentu, dan dapat memberikan informasi pro gn ostik ( tabel
1 ). Translokasi t( 8 ; I 4), t(2 ; 8), dan t( 8 ;22'1 hany a ditemukan
pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan
disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc
pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat
ditemukan pada
P hi I a d e lp h i a, t(9
LLA
atau
;22) (q3 4 ;q
11)
yan g khas
untuk leukemi
LLA
dewasa.
Biologi Molekular
Teknik molekular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin
gagal, dan untuk mendeteksit(l2t2l) yang tidak terdeteksi
dengan sitogenetik standar. Teknik ini juga harus dilakukan
untuk medeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.
Sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau
sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan
LLA dari leukemi mieloblastik akut (LMA). Pada LLA,
pewarnaan Sudan black dan mieloperoksidase akan
memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah
enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari
prekursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas
Pemeriksaan Lainnya
Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi
intravaskular diseminatajarang terjadi. Kelainan metabolik
seperti hiperurikemia dapar terjadi terutama pada pasien
dengan sel-sel leukemia yang cepat membelahdan tumor
membedakan
pewarnaan
(47-50)
cytometry)
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi
LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi
subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:
chain, danTdT
9 A, CD22,
cyt op
kromosom)
eait
Sedang
Pseudodiploidi(46denganperubahanstruktur/numerik Sedang
ig e
Prognosis
Kelainan
Perubahan numerik
I as
mi
m -h
ALL
e
avy
46)
Kelainan struktur
Kromosom Philadelphia
t (12;211-t (1;19)
t (4;1 1 )...
t (8;14)
'
Buruk
Gen yang terlibat
t(9i22\* BCR-ABL
TEL-A|VL1
E2A-PBX1
MLL-AF4
IVYC
Buruk
Baik
BaiK
Buruk
Baik
Harus dibedakan dari krisis blas limfoid dari leukemia mieloid kronik
1269
DIAGNOSIS BANDING
.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pendekatan diagnosis
.
.
.
.
.
LLA dewasa
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
TERAPI
Pemeriksaan laboratorium :
- Hitung darah lengkap, apus darah tepi, pemeriksaan
koagulasi, kadar fibrinogen, kimia darah, golongan
darah ABO dan Rh, penentuan HLA
Foto toraks atau computed tomography
Pungsi lumbal
Kelompok
Tahun
(pasien)
Umur*
lnduksi
28
V,P,A,D,C,
AC, M,MP
Konsolidasi
Pemeliharaan
CR
02184
1993
562
XA
MRC/ECOG
'1993
.1997
1999
GMALI. 05/93
2001
1163
35
V,P,A,D,C,
AC,M,MP
2002
794
28
V,P,A,D,C,
lHDAC,Mil
FGTALL
MRC-UKALL
GTMEMA
0288
Total (% =
mean)
581
618
33
>
i.
920
V,P,D/R,C[
AD,AC]
V,P,A,D
V,P,D,A,C,
AC,MP
DX,AD,AC,C,T
G,VM
AD,AC,A
MP,M
75%
39% pd 7th
IVP,M,V,C,P,AD
76Yo
30% pd
MP,M,V,P
MP,M,V,P
82Yo
28% Pd 5th
MP,M
83%
,AC
[AC,VP,D,TG]
HDM,A
lAC,VP,V,DX,D,
C,TG] t SCT
V,DX,AD,AC,C,
TG,VM,AC,HD
M,A,C
lHDAC,Mrl
V,HDM,HDAC,
DX,VM
MP,M,V,[AC,Mi,
VM,HDAC,HDM
,DX]
weight.d
4638
oth
89o/o
82%
29%
pd
gth
82% 31o/o
998
'108
2a
V,P,D,A,C
CALGB
998
198
35
Sweden
1999
120
44
HDAC,
V,P,D,A,C
MDACC
Lombardia
2000
2001
204
121
39
C,D,V,BX
V,AD,DX,C
35
r,v,A,P,[c]
Netherlands
2001
193
33
Standar
HDM,
V,D,P,A,C,VM,A
MP,M
AC]
MP,M,V,P
C,MP,AC,V,A,M,
AD,DX,TG,P
AD,HDAC,V,BX,
C,D,VP SCT
HDM,HDAC,C,P
I,V,C,VM,HDAC,
HDM,DX t SCT
HDAC, VP 16 +
allo/auto SCT
86% 41%pd4th
lv,P,Mi,A,c,vM,
Tidak
dilaporkan
MP,M,V,P
MP,M
85%
36% pd 3th
85%
36% pd 3th
91o/o
38% pd 5th
49% pd 3th
84%
86% 38%
944
Total (% = weighted
mean\
* median umur atau rentang
Singkatan: CR complete remission; LFS, leukemia free survival: V, vinkristin; P, prednison; A, asparaginase; D, daunorubisin; C,
cyclophosphamide;
AC, cytarabine;M, methotrexate;MP, mercaptopurine; DX, deksametason; AD, adriamisin; TG, tioguanin; VM, fentposlde; R,
rubidazone', VP, etoposlde; HDAC, high dose AC; HDM, hlgh dose M; SCT, sfem cell transplantation; Mi, mitoxantrone; BX,
betametasoni l, idarubisin
1270
HEMIIiTOI.OGI
.
.
.
Metabolik
Hiperurisemia, hiperfosfatemi,a dan hipokalsemia sekunder
dapat terjadi pada pasien dengan jumlah sel leukemia yang
sangat banyak. Hal ini memerlukan hidrasi intravena,
dan pemberian faktor perlumbuhan (granulocyte colonystimulating factor/GSCF). GSCF tidak memperbaiki CR tapi
mempersingkat lama neutropenia 5-6 hari dan menurunkan
intensifikasi
lnfeksi
Profilaksis SSP
Hematologik
Batas untuk pemberian transfusi sel darah merah
tergantung dari keadaan fisiologik pasien. Transfusi sel
darah merah harus dihindari pada pasien dengan
hiperleukositosis karena dapat meningkatkan secara
mendadak viskositas darah dan mempresipitasi
leukostasis.
Pada keadaan hiperleukositosis (leukosit > 1 00.000/mm)
dilakukan leukoferesis atau pemberian prednison selama
7 hari atau vinkristin sebelum terapi induksi remisi dimulai.
Terapi
anak terapi
ini
dan
LLA
yartu:
.
.
.
Kromosom Philadelphia
Perubahan susunan gen
Hiperleukositosis
MLL
L27t
.
.
frozen plasma.
Dosis pemeliharaan:
.
.
.
.
.
transferase
Terapi antibodi: supresi target sel blas leukemia sesuai
dengan ekspresi antigennya
CD19:antiCD19
CD20:Rituximab
pemeliharaan disesuaikan dengan target leukosit 30003500/mm3, jika leukosit meninggi, dosis metotreksat
dinaikkan.
Pencegahan infiltrasi ke SSP
Dilakukan pada keadaan remisi lengkap.
.
.
.
Reaction)
CD52: Campath
6MP70-90mg/m'zPOtiaphari.
Metotreksat 15 mg/m2 PO tiap minggu.
Pemeliharaan diteruskan sampai 3 tahun, lalu periksa
apus sumsum tulang, cairan spinal, biopsi testis. Bila
Modifikasi Dosis:
.
.
Mnkristin 1 mgbilabilirubh>2mg%o
Doksorubisin: dosis diturunkan 25To,bilabilirubin 2-3
mgVo , 50Vob11a
.
.
mg%o
PROGNOSIS
Kebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi
Faktor prognostik
TabelT.
LLA
t272
HEMISIOI.OGI
Obat
A. Kemoterapi dosis intensif
Hyper - CVAD (siklus 1, 3, 5, 7)
Siklofosfamid
Mesna
Vinkristin
Doksorubisin
Deksametason
4-11
4
1-4,11-14
40 mg / hari
2.
-3
1-3
'1
12
Metilprednisolon
B)
1
2,3
1-3
3. Profilaksis SSP
Metotreksat
Ara-C
12 mg intratekal (lT)
100m9
Tinggi 16 lT
Rendah 4 fi
Tidak diketahui I lT
Profilaksis antibiotik
Siprofloksasin atau
Levofloksasin
Flukonazol
Asiklovir atau
Valasiklovir
500 mg/hari PO
500 mg/hari PO
200 mg/hari PO
2x200mglhari
PO
500 mg/hari PO
B. Terapi Pemeliharaan
Kromosom Philadelphia
(+)
IFN +
ara-C selama2tahun
6MP
3x50mg PO/hari
Metotreksat
Vinkristin
Prednison
200mg/hari
20 mglm' PO / minggu
2 mg lV / bulan
5x/bulan
(bersama vinkristin)
Trimetoprim-sulfametoksazol 2xlhari
Asiklovir
atau
Valasiklovir
200 mg PO
500 mg PO
1273
Dosis
Obat
lnduksi
1lv
6lv
6
5lv
1tv
Vinkristin
Siklofosfamid
Prednison
Daunorubisin atau
Zorubisin
Metotreksat
12
1,8
1-21
tv/Po
1-3
1-3
I,8,
mg lT
,8, 15,22
15,22
120 mg/m2 lV
1-3
500mg/m2 (12jam) lV
'1
-3
Daunorubisin atau
Zorubisin
Sitosin arabincsid
Asparaginase
60 mg/m'.lV
'120 mg/m' lV
1
1
60 mg/m'z S-C / lM
1000 lU / m' lV / lM
B-12
atau
1-5
1-8
60 mq/m' PO
'1,5 mg/m2 lV
60 mg/m'z lV
120 mglm2 lv
60 mq/m' PO
15 mg/m2 Po
1000 6 / m'z lV
at
Doktinomisin
Terapi
7)
1,8
15
15
28-54
35,42,49,56
64
(siklus 2, 4, 6, 8)
Prednison
1-8
Vinkristin
1,8
15
Siklofosfamid
Karmustin
'15
28-54
6MP
35,42,49,56
Metotreksat
64
1000 6 / m'z lV
Daktinomisin
Karakteristik pasien
Faktor
prognostik
Usia (tahun)
Praterapi
Siklofosfamid
Prednison
Blok A
lV ^
Vinkristin
2mg
l\4etotreksat
lfosfamid
VMr6 (Ien,poslde)
Sitosin arabinosde
jam
jam
jam
jam,
4
4
tiap 12 jam
Deksametason
Metotreksat
Ara-C
Deksametason
Blok
B (setelah istirahat
n'l
Metotreksat
Ara-C
Deksametason
- 5'
-5
-5
10 mg/m'z PO
15 mg lT
40 mg lT
4 mg lT
1-5
16 hari)
2
1
2
2
15
mg
lus24iam
1, diikuti
15 menit)
4,5
1-5
-5
1-5
lT
40 mg lT
4 mg lT
<30
>30
1-5
1-5
200 mg/m2 lV
60 mg/m'z PO
lekovorin
Respons terapi
Remisi komplit dalam 4 minggu
Minimal residual dlsease persisten
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Sedang
Buruk
Baik
Buruk
1274
HEMATIOI.OGI
Obat
Dosis
lV
lV
1,2,3
mg lV
1, B, 15,22
tV
1 - 21
6000tu/m'zsc/tM 5,8, 11, 15, 18,
1200 mg/m'z
45 mg/m'
2
60 mg/m2 PO /
22
Fase ll A:lntensifikasi dini (4 minggu, ulang lagi 1 kali untukfase ll B)
Metotreksat
15 mg
1000 mg/m'z lV
6
60 mg/m'z PO
-14
75 mg/m'z SC
-4,8-11
2 mg lV
15,22
L - asparaginase (E 6000 lU /m'z SC / lM
15, 18,22,25
intratekal
Siklofosfamid
MP
Sitarabin
Vinkristin
coli)
lll : Profilaksis SSP
Radiasi
Metotreksat
Fase
kranial
intratekal
MP
Metotreksat
Fase lV : lntensifikasi lanjut (B
6
1-12
1 - 8, 15 -22,29
1-70
2400 cGy
15 mg
60 mg/m'z PO
20 mg/m'z PO
minggu)
Doksorubisin
Vinkristin
Deksametason
Siklofosfamid
6 - Tioguanin
Sitarabin
1,8,15
30 mg/m'z lV
2 mg lV
1, 8, 15
1-14
10 mg/m2 PO
10OO mg/m'? lV
29
60 mg/m2 PO
75 mg/m' SC
29-42
29-32,36-39
1-5,tiap4
mrnggu
6MP
:':
1-28
60 mg/m'z Po
20 mg/m'z Po
Metotreksat
,8, 15,22
Siklofosfamid
Daunorubisin
Prednison
REFERENSI
Baxter Oncology. Selected schedules of therapy for malignant
tumours Part 1: Haematologic Malignancies, lO'h ed; 2001.
Cao TM, Coutre SE. Acute lymphoblastic leukemia in adults. In:
Greer JP Foerster J, Lukens JN, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader
B, editors. Wintrobe's Clinical Hematology. 11th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wi,lkins; 2004. p 2071-96.
Charrin C. Cytogenetic abnormalities in adult acute lymphoblastic
leukemia: correlations with hematologic findings and outcome.
-7
acute
t275
Communication;2003.
Treatment statement for Health professionals. Adult acute lymphoblastic leukemia. Available from:URL:http ://www.meb. unibonn.de/cancer. gov/CDR0000062864.html
Thiebaut A, Vernant JP, Degos L, et al. Adult acute lymphocytic
leukemia study testing chemotherapy and autologous and allogeneic transplantation: A follow-up report of the French Protocol LALA 87. In: Kantarjian HM, Hoelzer D, Larson RA,
editors. Hematology/oncology clinics of North America. Advances in the treatment of adult acute lymphocytic leukemia,
Part I. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 2000. p. 135366.
202
LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK
Linda W.A. Rotty
DEFINISI
LLK
neoplasma sel T.
EPIDEMIOLOGI
Usia rerata pasien saat diagnosis 65 tahun, hanya l}-l5Vo
kurang dari 50 tahun. Angka kejadian di negara Barat3l
100.000. Pada populasi geriatri, insidens di atas usia 70
tahun sekitar 50/ I 00. 000. Risiko terj adinya LLK meningkat
seiring usia. Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah
2,8: I perempuan tua. Kebanyakan pasien memiliki ras
Kaukasia dan berpendapatan menbngah.
Perjalanan penyakit bervariasi. Kondisi penyakit sel B
dapat diramal kelangsungan hidupnya antara lebih dari 10
tahun sampai kurang dari 19 bulan, dan 9 tahun untuk
seluruh populasi pasien LLK. Beberapa pasien dengan
LLK mempunyai
PENYEBAB
Penyebab
LLK
t276
1277
DIAGNOSIS
Manifestasi Klinis
Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik). Pada pasien dengan
gejala, paling sering ditemukan limfadenopati generalisata,
penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain meliputi
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan
latihan/olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi jarang
.
.
LLK atipikal
prolimfositikll-54%o)
Pemeriksaan Fisis
(sel
Risiko
rendah
Jenis kelamin
Stadium Klinik
Wanita
Pria
Binet A
Binet B / C
RAt il, ilt, tv
RAt O,
Morfologi limfosit
Gambaran dari infiltrasi
sumsum tulang
Waktu penggandaan
limfosit
Penanda serum
Ekspresi CD 38
Abnormalitas gen
Risiko Tinggi
Tipikal
Non diffuse
> 12 bulan
Normal
< 20
Atipikal
Diffuse
< 12 bulan
Meningkat
> 20 -30%
Delesi 1 1q23
Loss/ mutation
- 30o/o
Tidak ada
53
Mutasi
Mutasi (-)
STADIUM
KRITERIA DIAGNOSIS
Stadium
laboratorium
Median
survival
(bulan)
il
IV
sumsum
> 150
tulang
I
ilt
101
>71
19
19
1278
Stadium
HEMIIilOI.OGI
laboratorium
Median
survival
(bulan)
>7
tulang +
< 3 daerah limfoid yang membesar
Limfositosis darah tepi dan sumsum
tulang +
> 3 daerah limfoid yang mebesar
Stadium B + anemia (Hb < 11 g/dl pd
pria dan < 10 gr/dl pada perempuan
atau trombositopenia (<1 00.000/uL)
<5
<2
Leukemiaprolimfositik (Selprolimfosit>54%o)
Leukemialimfoplasmasitik
pasien
makroglobulinemiaWaldenstrom
mieloma sel plasma
Leukemia sel T kronik
pada2Vo pasien
.
.
.
.
hepatosplenomegali,
DIAGNOSIS BANDING
.
.
.
.
.
LLK.
l-eukemial-Gl-
KOMPLIKASI
Pasien dengan
berbagai
PENATALAKSANAN
Diagnosis LLK tidak menandakan perlunya pengobatan.
Saat ini tidak terdapat terapi kuratif untuk LLK. Tujuan
terapi pada kebanyakan pasien LLK adalah meredakan
gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup. Tetapi
pada pasien lebih muda dengan faktor risiko buruk,
pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan
yang dipilih.
.
.
.
.
.
LEUKEMTA LIMFOSTTIK
t279
KROMK
KEMOTERAPI KOMBINASI
sama.
Pada pasien
.
.
nf IVhariI.
Vinkristin
2 mg
lVhari I
Kemoterapi Tunggal
Klorambusil. Mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8
mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap
2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral.
Pengobatan diberikan sepanjang terdapat respons,
biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan. Angka respons
berkisar 40-70%, tetapi respons komplit jarang terjadi.
penelitian-penelitian terakhir, kombinasi klorambusil
dengan prednison tidak lebih baik dibandingkan dengan
Pada
HIPERSPLENISME
Pasien dengan sitopenia akibat respons imun sebaiknya
diobati kortikosteroid dengan dosis 1 mg/kgBB fer hari
dan dit ap p e rin g - off ., Prep arat imunosupres an hany a
1280
HEMI$IOI.OGI
respons
RADIOTERAPI
Radioterapi pada pasien LLK hanya bersifat paliatif. Dapat
berupa:
hematologik yang komplit. Diberikan dosis rendah 0,51 Gy l-3 kalilminggu. Efek samping adalah fatique, mual,
trombositopenia transien dan netropenia.
Radioterapi terapi eksternal untuk lesi-lesi yang besar
(bullq nodalmasses). Dosis 30-40 Gy dalam 2 fraksi.
PENGOBATAN BARU
Antibodi Monoklonal
Diakuinya antibodi monoklonal anti CD2O chimeric
(rituximab) dan antibodi monoklonal anti CD52 humanized (alenitzrmab) membuka cakrawala baru pengobatan
LLK
Rituximab adalah antibodi anti CD20 chimeric yang
dipelajari secara luas pada limfoma derajat tendah (low
SPLENEKTOMI
Indikasi:
.
.
Analog Purin
Analog purin (pentostatin, fludarabin dan
1ru.
t28t
TRAN SP LANTASI
PROGENITORS
BIOTERAPI
seri
Kriteria
CR
Gejala
Limfonodi
Tidak ada
Tidak membesar
Hepar / Limpa
Hb
Tidak teraba
> 1'1 gr/dl
Netrofil
Limfosit
Trombosit
Aspirasi
<30%
PR
Mengecil/hilang
> 50%
Mengecil > 50%
> 'l'l gridl atau
membaik > 50%
> 1,5 x 1Oe/L atau
meningkat > 50%
Menurun > 50%
> 100 x 10s/L atau
Meningkat > 50%
PD
Membesar > 50%
atau nodus baru
Membesar > 50%
SUMSUM
tulang
Biopsi sumsum
tulang
Residu lymphoid
nodul
1282
HEMIIfiOI.OGI
REFERENSI
Bynd J.C, Stilgenbauer S, Flinn IW. Chronic lymphocytic leukemia.
Hematology 2004:163-83.
Chiorazzi N, Kanti R, Ferrarini M. Chronic lymphocytic leukemia.
N Eng J Med 2005;352(8):804-15.
Chronic Lymphocytic Leukemia Trialist's Collaboration Group.
Chemotherapeutic options in CLL : a meta-analysis of the
1999;91(10):861-8.
Dyer Martin J.S . Risk stratification in the treatment of chronic
lymphocytic leukemia Business briefing : North American
Pharmacotherapy 2004;2: I -4.
Kalil N,
for Chronic
Lymphocytic Leukemia. Blood (Reviews) 2004:18;137-48.
Rai KR, Kalra J. Chronic lymphocytic leukemia. In : Brain C,
Carbone PP. Current Therapy in Hematology-Oncology. Fifth
edition. Mosby Co 1995.p.251-4.
Recent advances of Clinical aspects and treatment of CLL.20O4.
Rozman C, Montserrat E. Chronic lymphocytic leukemia. N Eng J
Mavromatis BH, Cheson BD. Novel therapies
203
MIELOMA MULTIPEL DAT{
PENYAKIT GAMOPATI LAIN
Mediarty Syahrir
PENDAHULUAN
immuno-
ETIOLOGI
Kejadian keganasan sel plasma mungkin merupakan suatu
proses multi langkah. Faktor genetik mungkin berperan
pada orang-orang yang rentan untuk terjadinya perubahan
significance).
Ekspansi tidak terkontrol atau maligna klon sel yang
memproduksi para protein, seperti mieloma multipel,
berakibat kenaikan konsentrasi paraprotein, terjadinya
tumor-tumor limfoplasmaseluler, destruksi tulang,
insufisiensi sumsum tulang dan lain-lain gejala penyakit.
t(
128
t284
HEM'$OI.OGI
wanita.A
Ras Afrika-Amerika
Laki-laki
Usia tua
Monoclonal Gammopathy of Undetermined
Significance (MGUS)
Rangsangan imun kronik
Paparan radiasi
Paparan dari pekerjaan yang berhubungan dengan
pestisida, industri cat, metal, kayu, kulit, tekstil,
asbestos, bensin dan pelarut
Predisposisi genetik
MIELOMA MULTIPEL
litik
tulang,
t285
(ii)
(iii)
takhikardia, dst.
paraprotein serum.
netropenia
(iv)
(v)
(vi)
Kadang
(vii)
penyakit amiloid.
"Sindroma hiperviskositas" terjadi pada kurang lebih
lOVo pasien MM di mana viskositas plasma sudah 4
kali viskositas plasma normal yang menyebabkan
(> 707o dan biasanya lebih dari 30Vo), seing dengan bentuk
abnormal
- "sel mieloma".
Pengujian imunologis
(,
1286
HEMANOI.OGI
a. Serum
pr otein electroPhoresis
Gambar 1. Serum protein elektroforese (a) dan lesi multipel lilik (punch out) pada tengkorak
pada Multipel Mieloma (b)
Kriteria Mayor
I
ll
lll
Kriteria Minor
l\,4
l\,4ieloma lndolen
Smoldering
Mieloma
terlihat.
(ii)
(ii)
fraktur patologis).
1'1 mmol/L dan kreatinin
Deposit berprotein
kasus.
serum mening gipada20%
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
1287
Prognosis
Faktor
Ketahanan
Hidup
Klinis
.
.
Rata-rata
1012 sel
NT 46
bulan
s-T 32
bulan
1012
NY 23
Laboratorium Rutin
Umur
Status kebugaran
bulan
. Beta2 mikrolobulin
. Serum albumin
. Serum creatinin
. LDH
. CRP
. Hemoglobin
. Trombosit
Pemeriksaan Khusus
. Labeling indeks Sel plasma
o Mor-fologi sel plasma
. Sitogenetik sumsum tulang:
- sitogenetik standar
- FISH analisis
kromosom 13
- Microarraytechniques
Whole body FDG/PET
Tinggi - buruk
Rendah - buruk
Meningkat - buruk
Meningkat - buruk
Meningkat - buruk
Rendah - buruk
Rendah - buruk
Tinggi
- buruk
Plasmablastik - buruk
Bila
Hipodiploidi/delesi 13
:
- buruk
- Delesi '13 - buruk
- Differentialpatterns
Extramedullary - buruk
Scan
I
I
54 bulan
27 bulan
6 bulan
(bortezomib/Velcade)
an
g respon terapi
konvensional.
Pada stadium
1288
HEMAT1OLOGI
.
.
.
3.
.
.
.
alkil
9l7o
dengan Rev/dex
l2,hulkell-20
Rev/dexdiulangtiap 28 hari
.
.
.
.
..
VAD
Bortezomib diberikan 1 .3 mg/m2 iv hari ke I ,4,8,1 1 di
ulang tiap 2l han
Dexamethasone 20 mg sehari sebelum dan pada hari
terapi bortezomib diberikan.
Terapi diberikan selama maksimum 8 siklus.
Efek samping : trombositopenia30To, neutropenia
I
47o, anemia
4. ArsenicTrioxide(ATO/Trisenox)
Arsenic Troxide menghambat tumor angiogenesis
dari lini selsel maligna hematopoitik, termasuk mielomasehingga akan menginduksi apoptosis
multipel.
1.
Talidomit
ini
adalah
Thalidomide-Dexamethasone :
. Thalidomide 200 mg diberikan selama 4 minggu
.
.
.
4I7o;P=Q.Q21
t289
MP
Melfalan B mg/m2
Prednisone 6b mg/m2
p.o
p.o
Hari ke 1 s/d ke 4
Hari ke 1 s/d ke 4
CP
p.o
p.o
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
ke I s/d ke 4
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
ke
COP S
V
P
p.o
p.o
VMCP
p.o
p.o
p.o
,2
/m
VCAP V
0 mg/m'z
id 400 mg/m2
60 mg/m'
S
P
VBAP
p.o
mg/m2
VAD
HD
p.o
i.v
p.o
po
(i)
MM
ke s/d ke 4
ke '1 s/d ke
ke 1
ke 1 s/d ke
ke 1
ke s/d ke 4
ke 1 s/d ke
ke 1 s/d ke
4
4
4
4
ke 1
ke 1 s/d ke 4
ke 1
ke 1
ke 1
ke s/d ke 4
Selama 4 hari
Selama 4 hari
Hari ke 1 s/d ke 4
Hari ke 9 s/d ke 12
Hari ke '17 s/d ke 20
Hari ke 1 s/d ke 4
Hari ke 9 s/d ke 12
Hari ke 17 s/d ke 20
(ii)
(iii)
kemoterapi.
irradiasi
(v)
(vi)
- 7 hari
setiap 6
PLASMASITOMA SOLITEB
Plasmasitoma soliter dari tulang atau jaringan lunak
berbeda dengan
MM
t290
HEM/I$OIOGI
trehn dapat memperlihatkan penyakit yang lebih nodular, yang berarti prognosis lebih baik dari pada infiltrasi
sel plasma
di
pada kasus
Kasus
(iii)
(iv)
difus.
Laju endap eritrosit ILED tinggi.
Sering limfositosis darah tepi dengan sebagian limfosit
plasmasitoid.
(v)
berulang.
(,
(ii)
(iii)
ini
(,
(ii)
SINDROMA POEM
Sindroma ini terdiri dari polineuropati, organomegali,
endokrinopati, mieloma multipel dan kelainan kulit (Skin
change s). Pasien biasanya dengan progresif polineuropati
sensorimotor yang berat yang dihubungkan dengan lesilesi tulang sklerotik dari mieloma. Tidak seperti pada
mieloma hepatomegali dan limfadenopati terjadi pada dua
pertiga kasus, dan splenomegali pada sepertiga kasus.
Limfadenopati terjadi karena produksi IL-6 yang berlebihan.
Manifestasi endokrin berupa amenore pada wanita dan
impotensi serta ginekomasti pada pria. Hiperprolaktinemia
disebabkan oleh karena hilangnya kontrol inhibisi yang
normal dari hipotalamus. DM tipe 2 terjadi pada seperliga
kasus. Hipotiroidisme dan insuffisiensi adrenal dapat pula
L29t
AMILOIDOSIS.
Amiloid adalah deposit homogen dalam jaringan, berwarna
PENYAKIT RANTAI.BERAT
MONOCLONAL GAMMOPATHY)
Paraprotein dapat ditemukan dalam serum, khususnya pada
sistem
endokrin dan juga terjadi dalam kulit dan tempat lain pada
umur tua.
Amiloidosis sistemik primer yang juga disebut sebagai
AL amiloidosis adalah penyakit yang jarang ditemukan
yang ditandai oleh adanya produksi rantai ringan bebas
1292
HEMAIIOI.OGI
REFERENSI
Foerster J. Multiple Myeloma. In : Lee GR, Bithell TC, Foerstell J,
Athens JW, Lukens JN eds Wintrobe's Clinical Hematology 9'r'
-B,
1997:103 - 13
Djoerban Z. Mieloma Multipel. Dalam Waspadji S, Rachman AM,
Isbagio H, Daldiyono, Nelwan RHH, Soeparman et al. Ilmu
Penyalit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.l990:5585 63.
Durie BG Salmon SE. A Clinical Staging System fbr Multiple Myelom:
Correlation of measured myelom cell mass with presenting
54
In
304
DR
The Amyloidoses.
In : Beutler E, Coller
16
216.
204
DASAR.DASAR HEMOSTASI S
C. Suhafti
PENDAHULUAN
adventitia.
pengertian tentang patofisiologi kelainan trombohemoragik, juga membantu dalam membuat inteqpretasi hasil
pemeriksaan laboratorium, yang dapat digunakan sebagai
dasar dalam pendekatan terapi.
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis
darah
rr-remungkinkan terjadinya ruptur yang menimbulkan
petekie, purpura (terutamapada kulit dan mukosa), ekimosis
yang besar, serta perdarahan hebat pada jaringan yang
.
.
.
.
.
memodulasi vasokonstriksi.
Pembuluh darah
Trombosit
Kaskade faktor koagulasi
Inhibitor koagulasi
Fibrinolisis
t29
1294
HEMAiNOLOGI
dan
Pengaktifan
koagulasi
Pengaktifan
koagulasi
(sesual)
(berlebihan
VIIIa.
Pengaktifan
koagulasi
(berulang)
I
I
I
Trombus besar
Deposit makrofag
dan lipid
Proses reparasi
Oklusi
normal
pembuluh darah
Pembentukan
ateroma
il
ilt
Sumbat hemostatik
(primer)
Prokoagulan
Kontraksi oleh pengaruh
histamin, kinin, serotonin, dan
tromboksan
Produksi faktor koagulasi:
r
.
Tromboplastin(faktor
jaringan)
F.VlllvW
Antikoagulan
lnhibitor bekuan
darah/lisis
Trombomodulin
Heparan
lnhibitor jalur faktor
jaringan (TFPI)
Aktivator
plasminogen
(t-PA)
o
.
.
.
FUNGSITROMBOSIT
.
.
.
lnhibitor trombosit
.NO
. Prostasiklin
. ADPase
hipoksia
endotoksin
kompleks antigen-antibodi dalam sirkulasi
Produksi Trombosit
Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Diameter trombosit
berkisar antar a 2- 4tm, volume 7fl (5 - Efl). Hitung trombosit
antara 150-400x109/1, sedangkan umur trombosit berkisar
7-10 hari. Kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit yang
dikeluarkan dari sumsum tulang tertangkap di limpa normal; namun pada kondisi splenomegali masif, jumlah ini
bisa meningkat sampai 90%. Produksi trombosit diatur oleh
hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan
ginjal.
Struktur Trombosit
Secara ultrastruktur, trombosit terdiri atas:
t29s
DASAR.DASAR HEMOSTASIS
terbuka.
Zona sol-gel. Terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem
tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium). Selain
itu juga terdapat trombostenin, suatu protein penting untuk
fungsi kontraktil.
Kolagen subendotel
maupun membrana
basalis
Trombin
Fibrin monomer
FDP, terutama fragmen
X
Endotoksin
antiheparin).
ini
kemudian
trombosit).
FDP,
lntegrin
.
.
.
.
.
.
.
.
.
P-selektin
Protein
Amin biogenik
Serotonin
Histamin
Katekola
mrn
Nukleotid adenin
o ADP
ATP
AMP
siklik
Kation: Ca**
Tromboksan A2
.
.
ini
t296
HEMAIOLOGI
Adesi trombosit
r-r
+_-^
ADP
:"*'''i'*"]----'
Peningkatan reaksi
pelepasan
ADP'
Serotonin/
Vasokonstriksi
trombosit.
Menghambat
Adenilat siklase
I
I
t
ATP
Prolein tergantung
AN4P siklik
inaktif
i**irf,bin
&ADP
ATP
\-=_l____==l
'r)
Fosforilasi
Protein reseptor
(ca++ katan)
Peranan Prostaglandin
dan Derifat
Prostaglandin
Membran fosfolipid trombosit maupun sel endotel diubah
menjadi asam arakidonat oleh enzim fosfolipase,A2(PLA2)
yang diaktifkan oleh trombin maupun kolagen. Asam
arakidonat diubah menjadi prostaglandin G2(PGG2) dan
prostaglandin H2 (PGH2) oleh enzim siklo-oksigenase.
Pada membran trombosit, tromboksan sintetase mengubah
PGH2 menjadi tromboksan A2, suatu agen agregasi yang
poten. Sef ain itu, tromboksan A2 juga berfungsi sebagai
.
.
berarti.
IIb/IIIa merupakan
t297
DASAR-DASAR HEMOSTASIS
Fosfolipid
Trombin
xolagen
1
Fosfotipase A
Iv\.-\Z- --.,-t
lvlembran
FUNGSIPROTEIN PLASMA
Fungsi protein plasma dalam hemostasis meliputi berbagai
sistem:
.
.
.
.
.
Asam arakidonat
protein koagulasi
enzimfibrinolisis
inhibitor
komplemen
kinin
Protein Koagulasi
Gambar 4. Prostaglandin dalam fungsi trombosit dan sel endotel
(Bick RL, 2002)
Glikoprotein
tb
Fringsi
Reseptor
untuk
subendoiel
yang tidak
tergantung
F.vW
Reseptor
FvW
lla
ilb
llla
IX
Reseptor vW
dan fibrinogen
Reseptor vW
dan fibrinogen
Reseptor
untuk
trombin
Reseptor
trombin
Karakteristik
(?)
.
.
.
pembentukan F.Xa
pembentukan trombin (F.IIa)
pembentukan fibrin
Konsep
ini
koagul
i.
as
Nama
Bentuk aktif
faktor
I
ll
lll
V
Vll
VlllC
lX
X
Xl
Xll
Xlll
Fibrinogen
Protrombin
Faktor jaringan
Proaselerin
Prokonvertin
Faktor antihemofili
Faktor Christmas
Faktor Stuart-Prower
Plasma thromboplastin
antecedent
Faktor Hageman
Faktor yang
menstabilkan fibrin
Fitzgerald Kininogenberat
Fletcher
molekul tinggi
Prekalikrein
Fibrin
Protease serin
Reseptor/kofaktor
Kofaktor
Protease serin
Kofaktor
Protease serin
Protease serin
Protease serin
Protease serin
Transg lutam inase
Kofaktor
Protease serin
atas
protein
VIII
L298
HEMAIOI,.OGI
Sistem kontak
XII, PK, HK
XI
v
.Xlla
^''
f<-
X ---------------> Xa + V
Sistem Fibrinolisis
Gambar 5. Kaskade koagulasi Van Gorp ECM, 1999 (dengan
modifikasi). PK, prekalikrein; HK, kininogen berat molekul tinggi;
TF, faktor jaringan; TFPI, inhibitor jalur faktor jaringan; AT, anti
trombin; TAT, komplek trombin-anii trombin; PCa, protein C aktif;
F1+2, fragmen protrombin 1+2; D-dimer, produk pemecahan fibrin; FPA, fibrinopeptid A;
Sistem fibrinolisis berfungsi menghancurkan bekuan fibrin. Plasmin mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrin maupun fibrinogen, memecah keduanya menjadi
produk degradasi fibrin/fibrinogen t$b rin/Jib r ino g e n de g radationproducls,FDP). Plasmin juga memecah F.Y V[I.
IX dan XI, hormon adenokortikotropik (ACTH), hormon
pertumbuhan, insulin dan masih banyak lagi protein yang
lain. Dalam sistem fibrinolisis terdapat dua jalur pengaktifan
fisiologik: (i) melibatkan aktivator plasminogen (tissue
plasminogen activator,t-P{);
palsmin.
g e n- s t re p
r c omplex (APSAC).
L299
DASAR-DASAR HEMOSTASIS
;kbrxil -----------
raklorxtta
Prekalikrein I
-__________f.
t'r**-"]
F;;-l
(lnaktif)
l
l
Biodegradasi
(Faktor V, Vll, lX, dll)
I
I
Sistem lnhibitor
Sistem koagulasi diatur oleh sejumlah inhibitor. Inhibitor ini
berfungsi membatasi reaksi koagulasi yang berlebihan, agar
pembentukan
yang
dan
ini
dapat
MOSTAS!S
merupakan:
plasminogen (PAI-l ).
Protein S, juga disintesa di hepar, tergantung vitamin
K. Protein S dalam sirkulasi berfungsi sebagai kofaktor
protein C.
agregasi trombosit.
1300
HEM'IiIOI.OGI
adrenalin.
Pemeriksaan Fibrinolisis. Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan
memendeknya euglobulin clot lysis time.Beberapa tehnik
imunologik digunakan untuk mendeteksi produk degradasi
dari fibrin maupun fibrinogen (D-dimer).
misalnya leukemia.
nbrin.
. Waktu protrombin (PT) mengukur faktor
Waktu trombin
(TT)
nonnalized ratio).
aPTT mengukur faktor VItr, D( )il, dan )ilI, selain faktor
V, X, protrombin dan fibrinogen. Nilai normal aPTT
antara 30-40 detik,
Perpanjangan dari PT dan aPTT yang disebabkan karena
Penyebab kelainan
yang paling sering
perpanlangan
VII, X, V
Abnormalitas yang
Pemeriksaan ditunjukkan
penyaring
dengan
Defisiensi atau
abnormal dari
fibrinogen
Hambatan trombin
oleh heparin atau
Koagulasi
intravaskular
diseminata
Terapi heparin
FDP
Waktu
protrombin
(PT)
Actifated
partial
thromboplastin
trme (aPTT
atau PTTK)
Defisiensi atau
hambatan dari salah
satu atau lebih dari
faktor koagulasi: Vll,
X, ll, fibrinogen
Defisiensi atau
hambatan dari salah
satu faktor
koagulasi: Xll, Xl,
tx, vilt, x, v, ll,
fibrinogen
Penyakit hepar
Terapi warfarin
Hemofllia, Christmas
dlsease
REFEBENSI
Catalano PM. Coagulation physiology and hemorrhagic disorders
In: Besa EC, Catalano PM, Kant JA, Jefferies LC. Hematology
Hillman RS, Ault KA. Hematology in clinical practice. 3'd Ed. New
York. McGraw-Hill. 2002.p.301-15.
Hoffbrand AV Pettitt JE, Moss PAH. Hematology. 4d Ed. London.
Blackwell, 2001:236-49.
Martinez J, Garcia-Manero G. Principles of Hemostasis and thrombosis In: Spandorfer J, Konkle B, Merli GJ. Management and
prevention of thrombosis in primary care New York. Oxford
University Press, 2001.p.1-13.
van Gorp ECM, Suharti C, ten Cate H, Dolmans WMY van der
AIA,
and
Brandjes
205
PATOGENESIS TROMBOSIS
Karmel L. Tambunan
PENDAHULUAN
Untuk dapat memahami trombosis, pengetahuan mengenai
dasar-dasar hemostasis sangat diperlukan. Dalam keadaan
normal, darah berada dalam sistim pembuluh darah, dan
berbentuk cair. Keadaan ini dimungkinkan oleh faktor
hemostasis yang
[L-t--rk;.krtril
I inluri
l:--=_
Subendotelium terpapar
Trombomodulin
Protein C and S
Gambar 2. Hemostasis
1301
-.----'.
Faktor jaringan terpapar
t302
HEI\{IffOI.OGI
Patogenesis Trombosis
Dimulai
stimulasi
I gt-rh.l I
')
Trombosis
rrombosit Fq.-:me
l-irooflTsill+terjadr
%_-l
Trombosis Arteri
Faktor merangsang atau faktor risiko trombosis, yaitu:
Gangguan
Hemostasis
PATOGENESIS TROMBOSIS
Patogenesis trombosis arteri dan vena berbeda. Selain dari
faktor aliran darah,faktor risiko dan pembuluh darah sendiri
trombosis.
menyebabkan reseptor Gp
1303
PATOGENESISTROMBOSIS
Stres
Endotoksin hemodinamik
Bakteri
dan
Sitokin
berkurang.
akan menyebabkan
trombosis.Mekanisme
vena.
Agonis
reseptor
Reseptor GP
Reseptor
GPllb/llla aktif
Trombosit
beragregasi GP lib/llla
ditempati fibrinogen
yang menjembatani
trombosit yang berdekatan
L304
HEMAIOI.OGI
trktGskrlenghambatl
Trombosis
lrauma
Epinefrin
Trombin
ADP
/r
No llPGl2llADt
\\\/*A
a
lnhibits Xa+Trombin
rtein C
I
ATIII
Aktivator
Heparar
a
plasminogen (tPA)
(uPA)
yaitu: aterotrombosis.
Faktor risiko aterotrombosis dapat digolongkan sebagai:
.
.
.
.
Trombosis Vena
Trombus vena biasanya dimulai di vena betis yang
kemudian meluas sampai vena proksimal.Trombus
biasanya dibentuk pada daerah aliran darah yang lambat
atau yang terganggu.Sering dimulai sebagai deposit kecil
pada sinus vena besar di betis pada puncak kantong vena
baik di vena dalam betis maupun di paha atau pada vena
yang langsung terkena trauma. Pembentukan, perluasan
dan pelarutan trombus vena dan emboli paru mencerrninkan
suatu keseimbangan antara yang menstimulasi trombosis
dan yang mencegah trombosis. Virchow lebih dari satu
abad yang lalu telah mengemukakan faktor yang berperan
pada trombosis vena yang terkenal dengan TriadVirchow
yaitu, koagulasi darah, stagnasi dan kerusakan pembuluh
darah.
1305
PATOGENESISTROMBOSIS
menyebabkan
trombosit menempel pada subendotelial dan trombosit
beragregasi pada lokasi akumulasi leukosit. Kolagen akan
mengaktifkan F.XII, sedang trombosit mengaktifkan F.XII
dan F.XI.
Umur
Umur lanjut disertai dengan peningkatan insiden dari
tromboemboli vena (VTE). Berdasarkan hasil autopsi di
satu rumah sakit ditemukan insidens emboli paru rendah
lebih pada pasien lebih mudah dari 40 tahun. tetapi
kemudian insidens meningkat secara tajam dengan
kenaikan umur.
Operasi
Operasi disertai dengan faktor risiko yang multipel untuk
tromboemboli vena (VTE), prevalens meningkat dengan
meningkatnya umur. Pemakaian profilaksis untuk risiko
VTE, menurunkan angka kejadian VTE pada pasien yang
Kehamilan
Kehamilan juga dilaporkan menyebabkan meningkatnya
Penyakit Jantung
Infark miokard dilaporkan meningkatkan kejadian DVT 20407o selama 10- 14 hari sesudah infark miokard.
Obesitas
Obesitas dilaporkan juga merupakan faktor risiko terjadinya
trombosis. Obesitas dengan indeks masa tubuh >20,9 kg/
Jenis Kelamin
Penyakit Neurologi
Dari 8 studi strok secara keseluruhan ditemukan 53
Vo
pasien
1306
Riwayat VTE
Riwayat pernah tromboeboli vena (VTE) menunjukkan
hubungan yang sangat kuat dengan meningkatnya
trombosis vena dalam (DVT) pascaoperasi. Dari 3 studi
dan analisis multvariat ditemukan riwayat positif DVT
merupakan faktor risiko independen.
lmobilisasi
Studi percobaan menunjukkan stasis vena merupakan
faktor penting dalam pembentukan trombus vena .Gibbs
melaporkan dari hasil autopsi 253 pasien ditemukan adanya
Gol Darah
Ditemukan hubungan negatif antara golongan darah O
dan VTE. Golongan darah O menunjukkan kejadian DVT
kurang dibandingkan dengan populasi normal, Swedia 3 1 7o
vs 39Vo, Belgia 29Vo vs 46Vo. Golongan darah bukan O
disertai dengan meningkatnya kadar F.VIII dan faktor von
HEMIIilOI.OGI
REFERENSI
Brandjes DPM, ten Cate JW, et al. Pre-surgical identification of the
patient at risk for developing venous thromboembolism postoperatively. Acta Chir Scand. 1990;556(Supp1):18-21
3-16.
in
Haemost. 1985154:570-3.
Hormon/Kontrasepsi oral
Estrogen yang ada dalam kontrasepsi oral potensial
menyebabkan trombosis karena menurunkan kadar
protein S meningkatkan faktor VII, dan meningkatkan
protein C resisten. Meningkatnyafaktorrisiko VTE dengan
heparin
1990;11 l:126-3O.
Obstet.
206
HEMOFILIA A DAN B
Linda W.A. Rotty
PENDAHULUAN
Sampai saat
diturunkan
.
.
yang
omal
re ce
XI
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka
kejadian hemofiliaA sekitar 1: 10.000 orang dan hemofilia
B sekitar 1 : 25.000-30.000 orang. Belum ada data mengenai
angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar
20.000 kasus dari 200 juta penduduk Indonesia saat ini.
KLASIFIKASI HEMOFILIA
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau
aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F D() dalam plasma.
Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-
1308
HEMATOI.OGI
Ringan
Sedang
Aktivitas F Vlll/F
lx- U/ml(%)
0,01-0,05
(1
-5)
Frekuensi
Hemofilia A (%)
Frekuensi
Hemofilia B (%)
70
15
'15
50
30
20
Usia awitan
< 1 tahun
Gejala neonatus
sering PCB
senng
PCB
PCB
kejadian
jarang ICB
Jarang
-2 tahun
> 2 tahun
tak pernah
sekali ICB
ICH
menyebabkan
kehidupan.
Perdarahan pascaoperasi sering berlanjut selama
beberapa jam sampai beberapa hari, yang berhubungan
dengan penyembuhan luka yang buruk.
DIAGNOSIS
Perdarahan otot/
sendi
tanpa
trauma
trauma
nngan
trauma
cukup kuat
Perdarahan SSP
risiko tinggi
risiko
sedang
Jarang
Perdarahan post
sering dan
fatal
butuh
pada
operasr
hemofi lia, meskipun terd apat 20-30Vo kasus hemofi lia terjadi
bebat
dapat
terjadi
besar
kadang
terjadi
operasr
Perdarahan oral
(trauma, cabut
sisi)
senng
terjadi
1309
HEMOFILIAADANB
Hemofilia
Pewarisan
Lokasi
perdarahan
utama
Hemofilia
B
Penyakit von
Willebrand
X-linked
X-linked
TECESSIVE
recesstve
Autosomal
dominant
Sendi, otot,
pascatraum/
operasi
Sendi, otot,
Mukosa, kulit
post
post
trauma/
trauma operasi
operasr
Jumlah
trombosit
Normal
Normal
Normal
Waktu
perdarahan
Normal
Normal
Memanjang
PPT
Normal
Normal
Normal
aPTT
Memanjang
Memanjang
Memanjang/
F VIII C
F VIII AG
FIX
Tes
Rendah
Normal
Normal
Normal
keterangan: XX = Perempuan
normal
Rendah
Rendah
Normal
Normal
Normal
Rendah
Normal
Terganggu
ristosetin
PENATALAKSANAAN
Terapi Suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan
VIII
dan petanda
.
.
.
sangat
hemofilia kari er
DIAGNOSIS BANDING
hemofilia.
antikoagulan).
yang
dan V
kongenital.
Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin,
defisiensi vitamin K. sangat jarang inhibitor F IX yang
didapat.
VIII
VIII
1310
HEMISIOI.OGI
Konsentrat F Vlll/F lX
Hemofilia A berat maupun hemofilia ringan dan sedang
dengan episode perdarahan yang serius membutuhkan
koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang tinggi yang
harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah
dilemahkan virusnya.
utr.
Kebutuhan F
1.
Kriopresipitat AHF
KriopresipitatAHF adalah salah
VIII
Antif ibrinolitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia
B untuk menstabilisasikan bekuan/fibrin dengan cara
menghambat proses fibrinolisis. Hal ini ternyata sangat
membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan
1m
(U) =
yang
BB(kg) x kadar
diinginkan (Vo)
l2
24jam.
1311
HEMOFILIAADANB
Lokasi
Kadar Aktivitas
Faktor Pembekuan
Hemofilia
Hemofilia
Sendi
40
- 80%
20
Otot
40
20
- 40 U/kgBB/hari
Mukosa mulut
50% dilanjutkan
antifibrinolitik
80 - 100%
Epistaksis
Gastrointestinal
Genitourinaria
SSP
Trauma/operasi
800/0
40 U/kgBB/hari
25 U/kgBB
40
- 50 U/kgBB
-
- 40 U/kgBB selang
sehari
30 - 40 U/kgBB selang
sehari
50 U/kgBB
30
80
Kemudian 30
U/kgBB/hari
40
70
100%, kemudian
dipertahankan 30%
40 - 50 U/kgBB
kemudian 30 - 40
U/kgBB/hari
80
70
100%, kemudian
dipertahankan 30%
40 - 50 U/kgBB
kemudian 30 - 40
U/kgBB/hari
80
70
100o/o, kemudian
dipertahankan 50
100 %
- 80 U/kgBB selang
sehari
dipertahankan 30%
Modalitas
Terapi Lain
lstirahaUimobilisasi/fisioter
apl
lstirahat/imobilisasi/fisioter
apl
Antifibrinolitik
Jangan gunakan PCCs
Tampon/ kauterisasi
pleksus
Kisselbach
Antifibrinolitik
(dapat digunakan)
50 U/kgBB kemudian
25 U/kg
BBl12 jam atau per
infus
Antikonvulsan; pungsi
lumbal harus dilindungi F
pembekuan
50 U/kgBB kemudian
50 UlkgBBl12jam atau
per infuse
Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor
retrovirus, adenovirus darr adeno-associated virus
memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini
sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan
memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen
antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relatif lebih sulit
dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih
hemofiliaB.
Angka kejadian terbentuknya inhibitor terhadap faktor
pembekuan pada hemofilia A sedang dan berat sekitar 20-
fibroblas.
PENYULIT PENGOBATAN
Penularan Penyakit
Penularan penyakit melalui produk darah cukup tinggi
terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia,
seperti hepatitis, malaria, HIY HTLV-1, virus Epstein Barr,
t3t2
HHV-6, cytomegalo virus, pawovirus
HEN'ATOLOGI
19, penyakit
Hill
Reaksi alergi
Hipertensi pulmoner primer
1-6
Hedner
KOMPLIKASI
Congenital
defects.
Hill, NewYork.
to
1995, pp
447 -88.
tlandin RI. Disorders of coagulation and thrombosis. Tn Braunwald
E, Fauci AS, Kasner DL, et a1 (Eds) Harrison's Principles of
Internal Medicine. 16'r' ed McGraw Hill, New York, 2005, pp
91 1-1
2003 122-92.
REFERENSI
Carol K. Management of hemophilia. N Engl J Med 1996; 331:
877 -80.
ing haemophilia. In : Williams Hematology. Companion Handbook, 5'h Ed. McGraw-Hill International Edition, Toronto 1996,
p. 355-62
White GC, Rosendaal F, Aledort LM. Definitions in hemophilia.
Recommendation of the scientific subcommittee on factor VIII
and factor IX of the International Society on Thrombosis and
Haemostasis. Thromb Haemost 2001; 85 : 56O-72.
207
PENYAKIT VON WILLEBRAND
Sugianto
jiwa terjadi
PENDAHULUAN
juta penduduk
di negara-negara barat.
Def
inisi
ia v
askul ar.
(FVw).
FVIV membantu trombosit melekatpada dinding pembuluh
darah dan antara sesamanya, yang diperlukan untuk
.
.
ini
merupakan kelainan
131
L3t4
HEMAIOI.OGI
Gambaran
Defisiensi parsial
Tipe Dahulu
DIAGNOSIS
t-l
t-2
IA
2A
28
2M
ilA
ilc
ilG
ilH
ilD
ilE
ilF
ilB
I New York
Malmo
IB
Vicenza
IC
ID
Defective Vlll
binding
Normandy
ilt
kecakapanpemanfaatanlaboratorium.
Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis yang tepat. Bila PVW dianggap merupakan faktor
penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus
diobati secara empiris dan penelusuran laboratoris yang
rumit ditunda sampai pasien secara klinis stabil dan tidak
mendapat produk darah dan obat selama beberapa minggu.
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium sangat beragam. Pola
diagnosis paling sering merupakan kombinasi:
pemanjangan BT
penurunan kadar trVW plasma
GAMBARAN KLINIK
Gejala paling sering terjadi meliputi: perdarahan gusi.
hematuri,epistaksis, perdarahan saluran kemih, darah dalam
feses. mudah memar. menoragi.
Pasien PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi
VIII
Evaluasi Penapisan
Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan Bf, hitung
trombosit, PT dan APTT.
1315
pe Br
'1
AorN
2af
2ba
3A
Pseudo 4
o9,i,t
VorN
.1, Of N
VorN
0
.1,
or N
Akt
Akt
Kofaktor Koagulan
Ristocetin F Vlll
.l,orN
VorN
0
V or N
.1, or N
VorN
0
0
V
VorN
Multimer
N
Abnormal
Abnormal
--Abnormal
PVW
Hemofili
A
Meningkat dengan aspirin
. Ag:FVW dihitung
.
im m un
so rbefl
I atau
munoas say,
28)
perubahan-perubahan
beragam pada ikatan Ag:FWV dan faktor VIII (tipe 2M dan
atar.r
besar
ini sebaliknya
1316
HEMIIiTOI.OGI
Pengelolaan Segera
Fungsi trombosit yang abnormal sering yang pertama
penambahan FVW.
BI sangar memanjang.
Penurunan (inheritance) penyakit tipe 3 masih tidak jelas.
Pasien demikian mungkin merupakan heterozigot ganda atau
tidak seperti hemofilia klasik,
.
.
.
.
.
.
limfoproliferatif
keganasan epidemik
hipotiroidisme
tumorWilm
mieloproliferatif
sebab pemakaian obat, termasuk siprofloksasin.
peringatan (warning).
Protokol ini dapat bermanfaat sebagai petunjuk untuk
terapi.transfusi yang memadai pada keadaan darurat.
Sebagai prinsip umum, sifat kelainan fungsi akan
menuntun pilihan pengobatan. Misalnya, pasien PVW
dengan jumlah FVW yang tidak normal akan berespon
terhadap obat yang meningkatkan kadar FVW plasma. Pada
situasi demikian, trombosit perlu normal begitu kelainan
DDAVP (Desmopresin)
DDAVP adalah analog sintetik hormon antidiuretik,
t3t7
Kriopresipitat
1318
HEM/rlilOLOGI
REFERENSI
efektif.
alloantibodi.
Obat lain-yang bermanfaat untuk menangani pasien PVW
termasuk:
Pathophysyology. International
edition. 2nd edition. St. Louis Missouri: Mosby Year Book;
t994. p. 926.
Cohen AJ, Kessler CM. Acquired inhibitors. Auto-antibody against
inhibitors of von Willebrand factor protein. In: Bailliere's
clinical hematology, hemophilia, Lee CA (Guest ed), editors.
Tokyo: Bailliere Tindall. 1996;69(2):348.
Friedman KD, Rodgers GM. Von Willebrand's disease. Wintrobe's
557.
of
von
html: 3/31/2005
Von Willebrand's disease. Available online on http://www nlm.
nih gov/medlineplus/ency/articlel000544 htm: 3/3 1i2005.
208
KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA
Lugyanti Sukrisman
PENDAHULUAN
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu
keadaan di mana sistem koagulasi dan/atau fibrinolitik
teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi
intravaskular luas dan melebihi mekanisme antikoagulan
2.
3.
4.
5.
131
t320
HEMAIOI.OGI
lalur Ekstrinsi k
la ur
lntrinsi
,a{,
xr?xllla
Gambar 2. Sistem koagulasi, inhibitor dan fibrinolisis (Dikutip dari Folkman dkk.
jaringan,
C 1 -l N H comple me nt f acto r- 1 este ra se i nh i bito r, PL:f osf oli pid anionik, TF:taktor
pathway inhibitor, IPA'.tissueiype plasminogen activator.
:
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
fFPl
tissue factor
sel
T].IF).
trauma
t32t
GAMBARAN KL!NIS
Manifestasi klinis KID dapat berkaitan dengan peristiwa
KID itu sendiri, dengan penyakit yang mendasari, atau
keduanya. Perdarahan pada kulit seperli petekie, ekimosis,
dari bekas suntikan atau tempat infus atau pada mukosa,
sering ditemukan pada KID akut. Perdarahan ini juga bisa
DIAGNOSIS LABORATORIUM
Gambaran hasil pemeriksaan laboratorium pada KID sangat
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama KID terdiri dai2bagian, yaitu: 1).
segera mengatasi penyakit yang mendasari, dan 2.) tetapi
suportif yang agresif, termasuk mengatasi hipovolemia dan
t322
HEMATOI.OGI
pada pasien
sepsis
treatment
Hemost. 2002;8(1):l-31.
24.
Folkman J, Browder T, Palmblad J Angiogenesis research: guidelines for translation to clinical application. Thromb Haemost
200 I :86:21-13
Fourrier F, Jourdain M, Tournoys A. Clinical trial results with antithrombin III in sepsis. Crit Care Med 2000;28:9:538-43
Fourrier F Recombinant human activated prorein C in the treatment of severe sepsis: an evidence-based review. Crit Care Med
200.1:32:l I :S534-.11
American society
of
I I 33 5. cited
1213t2005.
Levi M, Jonge Ed, Poll Tvd. CaLe HT- Novel approach to the management of disseminated intravascular coagulation Crit Care N,Ied
ww w. asheducationbook..org/cgi/content/full/2002/
2000:28:9:S20-.1
of
sepsis.
REFEBENSI
2002:.'7
Balk RA, Bernard GR, Bone RC, Dantzker DR, et al, editors
Sepsis and multiorgan failure Baltimore: Williams and Wilkins:
1991;23.
269-16
209
FIBRINOLISIS PRIMER
Boediwarsono
PENDAHULUAN
Mekanisme
PATOFISIOLOGI
Ci rcu lati ng pl a sm
in
ogen
Penyakit hati
Amiloidosis
Penyakit herediter
(PAI-
I).
sp e c
ifi
c thr om b o ly t i c
pada
plasmin
sejumlah
mengurangi
permukaan fibrin, dengan
bebas dalam sirkulasi. Hal yang penting, obat fibrinspecific thrombolytic ini tidak dapat membedakan trombus
patologis dengan trombus normal dari sumbat hemostatik,
sehingga dapat timbul perdarahan akibat obat ini seperti
yang kita dapatkan akibat dari plasmin bebas di sirkulasi.
Obat trombolitik
activator
t32
t324
HEMTfiIOIIOGI
,".
loqe
-cLLvaroro,.-*.
pLAsMr
Ii
.".",0 u,,
...*",
DerekKoasuas
fo*,*"
GEJALA KLINIS
Perdarahan berat akibat fibrinolisis primer mungkin dapat
terjadi, khususnya jika pada pasien dengan operasi atau
I mengambarkan
sedikitnya ada 3 alasan timbulnya perdarahan:
Penyakit Hati
Pasien dengan penyakit hati lanjut akan mengalami
fibrinolisis sistemik. Hal ini disebabkan penLrrunan sintesa
a2-antiplasmin di samping juga bersihan hati dari enzim
faktor
VIII,
Amiloidosis
Fibrinolisis sistemik kronik mungkin san_eat jarang terjadi
pada pasien dengan penyakit amiloidosis. Adsorpsi
penghambat fibrinolitik seperti a2-antiplasnt ln pada fibril
amiloidosis, serta peningkatan kadar aktivator plasminogen, mungkin bertanggung jawab pada defek hemostatik.
fibrin.
Gangguan fungsi trombosit terjadi oleh karena adanya
defek agregasi yang diinduksi oleh FDP, dan defek
Pengobatan Trombolitik
Pemberian infus akti vator plasminogen seperli streptokinase, urokinase, atau t-PA akan melisiskan bekuan pada
arteri koronaria atau pembuluh darah lainnya yang buntu.
Sebagai konsekuensi, resiko perdarahan akan meningkat
pada pasien yang menerima pengobatan trombolitik. Pada
Keganasan
Pasien leukemia promielositik akut cenderung
menimbulkan fibrinolisis sistemik dibandingkan koagulasi
intravaskular diseminata. Sel leukemia dapat membuat
aktivator plasminogen (urokinase dan tissue n^pe'), dan
I325
FIBRINOIJSIS PRIMER
Proses
Uji Abnormal
activators or plasmin
Kondisi Herediter
Pasien dengan defek herediter cr2-AP maupun PAI- 1 j arang
dilaporkan dengan perdarahan serius.
LABORATORIUM
Pada Tabel 2 terdapat beberapa uji laboratorium yang
mengalami gangguan pada fibrinolisis sistemik. Masa lisis
Proteolisis faktor
pembekuan oleh plasmin
PT
APTT
Fibrinogen
Faktor V dan Vlll
Waktu perdarahan
Lisis fibrin
D-Dimer
TCT
Plasminogen
a2-antiplasmin
Pl asm i n activ ator
i n h ib
itor-
PENGELOLAAN
rutrn.
Kadar o2-AP yang rendah merupakan indikator adanya
fibrinolisis ekstensif. u2-AP memiliki afinitas yang tinggi
dengan plasmin, sehingga adanya plasmin bebas hanya
vitro
dan kadang-kadang
fungsi trombosit. Pada akhirnya, pengobatan antifibrinolitik dengan epsilon-aminocaproic acid alau
asam traneksamat mungkin dapat menolong pada
beberapa pasien, nafnun hati-hati oleh karena
kemungkinan timbulnya risiko komplikasi trombosis.
Sering sulit untuk membedakan fibrinolisis primer dan
sekunder. Pada fibrinolisis sekunder, sebenarnya proses
fibrinolisis ini bersifat protektif. Pengobatan trombolitik
pada kasus dengan komplikasi perdarahan harus hati-
t326
REFERENSI
Bevan DH et al . Cardiac bypass haemostasis : puffing blood through
1999;82:259
Del Zoppo GJ . Thrombolytic therapy in the treatment of stroke.
Drugs. 1997;54:9O
Handin RI . Disorders of coagulation and thrombosis. In : Harrison's
principles of internal medicine. l6th edition. Vol 1. McGrawHill, New York. 2005.p. 680-7
HEMITIOI.OGI
Urol.l997; 80:$89
Stump DC et al. Pathologic fibrinolysis as a cause of clinical
bleeding. Semin Thromb Hemost. 1990;16'.260
Tallman MS . The thrombophilic state in acute promyelocytic
leukemia. Semin Thromb Hemost.l999;25:209
Tracy RP, Bovill EG . Fibrinolytic parameters and hemostatic
monitoring: Identify-ing and predicting patients at risk for major
hemorrhagic events. Am J Cardiol.l992;69:52A
Williams EC Plasma 62-antiplasmin activity. Role in the
evaluation and manage-ment of fibrinolytic states and other
bleeding disorders. Arch Intern Med. 1989;149:1169.
2to
GANGGUAN HEMOSTASIS
PADA SIROSIS HATI
Karmel L. Tambunan
PENDAHULUAN
Salah satu komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis
6,2, hematemesis
0, 6
.
.
.
Trombositopenia
Pembentukan faktor pembekuan yang abnormal
Gabungan antara kelainan tersebut di atas
Vo
C 19 kasus (35,18Vo).
Perdarahan gusi dan atau epistaksis dijumpai pada40
kasus sirosis hati (32,23Vo), pada child A 1 kasus (5,5%),
pada child B 15 kasus (30,617o), pada child C 24 kasus
(44,tA%o).
proses
t327
t328
berfungsi baik. Faktor pembekuan yang tidak sempurna
ini bahkan dapat bersifat seperti antikoagulan. Bila terjadi
defisiensi vitamin K maka faktor pembekuan yang pertama
kurang ialah faktor VII karena paruh umurnya 4-1 jam,
kemudian F IX, lalu F X dan terakhir F II.
Tambunan melaporkan kadar faktor pembekuan yang
tergantung vitamin K pada sirosis hati berbeda bermakna
bila dibandingkan pasien sirosis hati child A child B child
Cdan kelompok normal. Prevalensi defisiensi faktor II
ditemukan l2%o dari 120 pasien birosis hati.Yaitu terdiri
dari defisiensi faktor II pada child A 3 kasus (16,617o),
childB 32 kasus (65,31Ea), child C 52 kasus (99,17Vo).
Defisiensi faktor VII ditemukan 42 kasus (.35Vo) dari 120
kasus dan tidak ditemukan pada child A, sedangkan pada
child B 13 kasus (26,53Ea) sedangkan child C 29 kasus
(54,12Ea). Defisiensi faktor IX ditemukan pada78,37o (94
dari 120 kasus) yaitu pada masing-masing kelompok, pada
childA8 kasus (44,447o),padachildB 39 kasus (19,59Ea)
dan child C 47 kasus (88,69Eo). Defisiensi faktor X,
ditemukan 13,3Eo (88 dari 120kasus) yaitu pada masingmasing kelompok, yaitu child A6 kasus (33,337o), childB
3 6 kasus ('7 3,41 7o), dan p ada c hild C 46kasus (8 6,7 9 7o ).
Vitamin K yang terdapat dalam tubuh berasal dari
makanan, terutama sayuran hijau dan dari hasil sintesis
bakteri usus. Defisiensi vitamin K dapat terjadi oleh karena
kurang tersedia dalam makanan, gangguan absorbsi dan
pada penyakit hati. Pada penyakit hati obstruksi, defisiensi
vitamin K terjadi akibat berkurangnya garam empedu yang
diperlukan untuk absorbsi vitamin K. Pemakaian obat
kolesteramin untuk menghilangkan gatal pada penyakit
hati obstruksi, akan memperberat defisiensi vitamin K
karena kolesteramin mengikat garam empedu. Pasien
sirosis hati yang mendapat antibiotika dalam waktu yang
lama (lebih dari 14 hari) dapat menyebabkan gangguan
sintesis vitamin K oleh usus yang terlihat dari masa
protrombin yang memanjang. Defisiensi faktor pembekuan
HEIUIIiIOI.OGI
Kelompok Fibrinogen
t329
FIBRINOLISIS
koagulopati akut.
Faktor XIII merupakan petunjuk yang baik untuk
ANTIKOAGULAN
Sebagaimana sudah dikemukakan, selain protein C masih
ada antikoagulan yang lebih kuat yaitu AT III. Berbeda
dengan protein C, sintesis AI III tidakmemerlukan vitamin
K. Peranan AI III dalam penyakit hati penting. Protein C
dan AT III erat hubungannya dengan fungsi sintesis hati
DEFtCtENCn
Selain memproduksi faktor pembekuan, hati juga berfungsi
L330
HEM'IilOI.oGI
katan Tromboplastin
TROMBOSITOPENIA
Frekuensi trombositopenia pada sirosis hati cukup tinggi
yaitl3T -77V0. Penyebab trombositopenia pada sirosis hati
NORMAL
HEMOSTASIS
berbeda.
1331
SIROSIS HATI
Beta blocker. Propanolol mengurangi perdarahan gastrointestinal karena menurunkan tekanan vena porta.
Medikamentosa
tansfusi darah atau komponen darah.
Transfusi darah
dan plasma beku segar merupakan pilihan pertama untuk
KID dengan
memberikan heparin 5000-7500 U tiap 4-6 jam. Pengobatan
dengan heparin pada si"iosis hati yang disertai koagulasi
intravaskular derajat rendah menaikkan kadar fibrinogen,
plasminogen dan memperbaiki masa protrombin. Fischer
pada tahun 1973 menganjurkan pemberian heparin pada
sirosis hati dengan perdarahan karena terbukti memperbaiki
faktor pembekuan.
Walaupun pemberian heparin pada sirosis hati dengan
perdarahan terbukti memperbaiki faktor pembekuan, tetapi
banyak yang kurang setuju karena alasan tidak terbukti
menurunkan mortalitas.
Tambunan melaporkan pemberian heparin 10 menit
sebelum transfusi plasma beku segar dibandingkan dengan
tanpa memberikan heparin pada pasien dengan sirosis hati
di sertai asites dan D-Dimer positif , kadar
fibrinogen meningkat secara bermakna pada pasien yang
pada sirosis hati yang disertai dengan
mendapat heparin.
Operasi
Tujuan operasi adalah untuk menghentikan atau mencegah
perdarahan (Tabak et al 1982). Tindakan bedah dapat
berupa pintas porta sistemik (Spleno renal shunt) atalu
transeksi esofagus.
REFERENS!
Aster RH. 1966. Pooling ofplatelets in the spleen: role in the
pathogenesis of "hypersplenic thrombocytopenia". J Clin lnvest 45:645-57.
Biland L, Duckert F, Prisender S et al. 1978. Quantitative Estimation of Coagulation Factors in Liver Disease, The Diagnostik
and Prognostic Value of Factor XIII, Factor V and Plasminogen. New Eng J Med 305,242-8.
Bloom AL. 1975 Intravascular coagulation and the liver. Br J
Haematol. 30:l -7.
Bloom AL.1975. Intravascular coagulation and the liver. Br J
Haematol. 30: I -7.
Corrigan JJ. 1981. Diagnosis and Therapy of Coagulopathies in
Patients with Liver Disease, Contemp Anesth Pract,
4:l-li
Clark R, Rake MO, Flute PT, et al. 1973. Coagulation Abnormalities in Acute Liver Failure: Pathogenetic and Therapeutic Implications. Scand J Gastro enteroi 8: (Suppl.19):63-70.
Carr JM. 1989b Disseminated Intravascular Coagulation in Cirrhosis. Hepatology 10,103-10.
Cowan DH, Hine JD. 1971. Thrombocytopenia in severe alcoholism. Ann Intern Med 74, 34-43.
Cowan DH. 1980. Effect of alcoholism on hemostasis Semin
Hematol 11:137-47
Consensus Conference. 1985. Fresh Frozen Plasma JAMA.
253:551-3.
Corrigan JJ. 1981. Diagnosis and Therapy of coagulopatjies in patients with liver disease. Contemp Anesth Pract,4:1-11.
Cordova C, Musca A, Violi F, et al. 1982. Improvement of some
blood coagulation factors in cirrhotic patients treated with low
doses of heparin. Scan J Haematol;29:235-40'
Coccheri S, Manucci PM, Palareti G et al. 1982. Significance of
plasma fibrinopeptida A and high molecular weight fibrinogen
in patients with liver cirrhosis. Br J Haematol, 52:503-9.
1332
HEMANOIPGI
prospective study
ballon
2t0.
Laursen B, Mortensen JZ, Frost L et al. 1981. Disseminated
Intravascular Coagulation in Hepatic Failure Treated with
Antithrombin IIL Thromb Res,22:1 0l -1 04.
Lahnborg G, Berghem L, Lagergen H, et al. 1976. Effect of
low-dose heparin on the phagocytic and catabolic function of
the reticuloendothelial system in man during surgery. Ann Chir
Gyn,65:376-81.
Lechner K, Niesser H, Thaler E. 1911 . Coagulation abnormalities
in liver disease. Sem Thromb Hemostas,4:1:40-56.
Langley P, Hughes R, Williams R. 1982. Platelet adhesiveness to
glass beads in liver disease. Acta Haemat. 67:124-7.
Linderbaum J, Hargrove R 1968. Thronrbocytopenia in alcoholic.
Ann Intern Med 68:526-32
26:325-37.
Manucci L, Diguardi N, DelNinno E, et al, 1973. Value of Normotest
and antithrombin III in the Assessment of Liver Function. Scand
J Gastroenterol , 8 (Suppl 19):103-7.
Mosser KM, Hajjar GC. 1966 Age and Disease-related alterations in
Fibrinogen-euglobulin (fibrinolytic) Behaviour. Am J Med Sci,
251.:536-44
Minna JD, Robboy SJ, Colman RW. 1974. Liver disease in DIC. In
Disseminated intravascular coagulation in man. Springfield, I1Iinois, Charles C Thomas. 160-6.
6l:1196-201.
Masure R. 1984. Strategies for rational haemotherapy. In
Haemostatic Failure in Liver Disease., Thijs O dan Fondu P.
Martinus Nijhoff Publisher, Boston;162-168.
MacDougal BRD, Westaby D, Theodossi A, et al. 1982. Increased
N. 1976. Correction of
Lancet,2:542-5.
1333
l.
5,580-3.
Reksodiputro AH, Djoerban Z, Muthalib
CD
Grune
&
Stratton,Inc :451-72
Boston:8 1 -93.
Soria J, Soria C. 1984. Abnormalities of Fibrin Formation in Severe
Hepatic Diseases, in Hemostatic Failure in Liver Disease, Thijs
O, Fondu P. Martinus Nijhoff Publisher. Boston : 52-68.
Scharer
Spector
l19:517 -82.
I, Com M , Ticktin HE. 1966. Effect of plasma transfusion
on the prothrombon time and clotting factors in liver disease.
N Eng J Med,275:1032-'7
Sirinek KR, Levine BA. 1988. High-dose vasopressin for acute
variceal; hemorrhage. Arch Surg 123:876-80
Tambunan.1993. Gangguan Hemostasis pada Sirosis Hati dan Saran
Penatalaksanaanya di Indonesia. Disertasi Balai Penerbit FKUI.
Tucker JS, Woolf IL, Boyes BE, et aI. 1973. Coagulation Studies in
Acute Hepatic Failure. Gut, 14:418.
Tytgat G, Collen D, de Vreker RR, Verstraete M. 1968. Investigation on the fibrinolytic system in liver cir-rhosis. Acta Haematol
Spector
40:265-14.
Sherman IA. 1982. DIC in Massive Transfussion. Prog Clin
Biol Res, 108, 171-89.
Thomas DP. 19'72. Abnormalities of platelet aggregation in
patients with alcoholic cirrhosis. Ann NY Acad Sci, 201:24350.
Tabak C, Eugene J, Juler GL, et al. 1982. Upper Sastrointestinal
hemorrhage in cirrhosis: timing and indications for active
intervention. Am J gastroenterol,'17 :947 -8.
Terblanche J, Yakoob HI, Bordas JM, et al. 1981. Acute bleeding
varices. A five -years a prospective evaluation of tamponade
and schlerotherapy. Ann Surg.521 -30.
Value of
(Suppl. 19):93-5.
Walsh WD, Losowosky MD.1971. The Hemostatic Defect of Liver
Disease. Gastro enterol, 60. 108-19.
2tt
GA,NGGUAN HEMOSTASIS
PADA DIABETES MELITUS
Andi Fachruddin Benyamin
PENDAHULUAN
Penyandang Diabetes Melitus (DM) tipe 2 telah terbukti
memiliki risiko untuk mengalami kelainan kardiovaskular
secepat pembentukan
DIABETES
GC,T).
SISTEM HEMOSTASIS
Hemostasis adalah proses fisiologis yang bertujuan untuk
t334
1335
,
,
PAI-l dalam
REFERENSI
Eckel RH, Wassef CM, Chait A et al, AHA Conference Proceedings.
462.
222t.
Sobel BE
Vasculopathy,
PENYANDANG DIABETES
ELITUS
: i-
212
KONDI SI HIPERKOAGULABILITAS
Hilman Tadjoedin
PENDAHULUAN
antikardiolipin
antitrombin
Disfibrinogenemia
Faktor V leiden
Defisiensi/ekses faktor V
Ekses faktor Vll
Ekses faktor Vlll
Ekses faktor Xl
Defisiensi kofaktor ll heparin
DEFINISI
Hypercoagulable states merupakan keadaan kongenitaU
didapat yang telah diketahui atau dicurigai berhubungan
dengan hipereaktivitas sistem koagulasi dan atau
perkembangan ke arah tromboemboli.
Manifestasi klinis kelainan ini adalah: meningkatnya
kejadian trombosis, yang muncul pada usia muda,
trombosis familial, dan trombosis di lokasi yang tidak lazim
(di vena otak).
Menurut penyebab hypercoagulable states, dibagi
menjadi 3 kelompok: kondisi kongenital, hiperkoagulabel
didapat, gabungan
Hiperhomosisteinuemia
Hiperflbrinogenemia
Antikoagulan lupus
Ekses PAI-I
Defisiensi plasminogen
Defisiensi protein C
Defisiensi protein S
Protrombin G2O210A
Defisiensi tPA
Defisiensi TFPI
Defisiensi Trombomodnuli
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1336
t337
KONDISI HIPERKOAGULABILITAS
Protein C Teraktivasi
Dengan ditemukannya faktor V Leiden, maka identifikasi
terhadap pasien dengan riwayat keluarga yang memiliki
kecenderungan trombosis menjadi lebih besar. Dahlbiick
dkk melakukan pengamatan terhadap resistensi protein C
genetik
tunggal
padaposisi
.
.
.
Faktor lXa
(+faktorVllla)
D, yang berfungsi
Disf ibrinogenemia
molekular. Kelainan
dominan.
ini diturunkan
secara autosom
heterozigot.
Kombinasi Gangguan
1338
HEMr'INOLOGI
H Y P E R CO AG U LA B L
E STAT ES
DI DA
PAT
state didapat:
Pada kesempatan
ini penulis
membatasi
diri
untuk
antifosfolipid.
gangguan tunggal.
Kehamilan
trombosis.
dalam perdebatan.
Hiperhomosisteinemia
Penerima metil
Fosfatid ileta n ola
m in
Guamidoasetat
ilr I
rD uuPor
dopamin
Penghantar
TYt
tgil4iltdr Dor
saraf
dt (neurotransmitters)
\t tEur uU dr tDr ilr(Er D,, mis
Protein (mielin)
\.
r
rr
\\
DNA
RNA
Fosfatirlilkolinkreatin
Kreatinin
4
/' .,
S-adenosil
n
Bru:,."+ru,:';i:l"i:ffii:?" *61tll
termetilasi
RNAtermetilas
Poliamin
a
\
..-.'.V
Betain
Homosisrei
Homos,ste.
a"rn; {1
(SAM Activation)
PLP
J+
Sistationin
A-Ketobutirat
Gambar 2
ATP
metionin \1
mbat metil rH
penerimavangsudahtermetirasi
DNA
protein
serin
--zruc
rHF
-(orc
$'cri'i"
tHF
Metilen
r/+
-r!+
<'
Metrl IHF
6xn.
6rt
r339
KONDISI HIPERKOAGULABILITAS
1
2
3
4
5
6
7
8
Kehamilan
Keganasan
Sindromantifosfolipid
Kelainanmieloproliferatif
Pasca pembedahan
Sindrom nefrotik
lnflamasi
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH)
Keganasan
Keganasan atau penggunaan kemoterapi yang digunakan
Di samping itu,
secara langsung
mempengaruhi keseluruhan.
Beberapajenis obat yang ditujukan terhadap beberapa
keadaan koagulasi:
. Warfarin: menghambat sintesis faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (anti vitamin K), yaitu : F II, VII,
IX, X, Protein C dan S.
. Aspirin: menghambat agregasi trombosit dengan cara
intervensi sintesis tromboksan.
. Tiklopidin: menghambat agregasi trombosit dengan
cara melekatkan fibrinogen pada membran trombosit.
Obat ini ditujukan untuk pasien dengan risiko strok
serta intoleransi terhadap aspirin.
itu kemoterapi
.
Sindrom Antifosfolipid
PENGOBATAN
1340
HEIT'ATIOI.OGI
demikian
Antikoagulan
Heparin, Meningkatkan aktivitas anti trombin
III.
misalnya:
enoxaparin atau dalteparin, umumnya diberikan subkutan, (International Normalized Rarlo) INR: 2-3.
tidak memerlukan monitor aPTT, lebih sedikit menimbulkan
antibodi maupun trombositopenia.
.
.
.
.
.
.
.
Idiopathic/unexplained
Recurrent
.
.
.
.
.
.
.
*Functional assays are used initially for Protein C , Protein S and Antithrombin.
If
decreased,immunologic assays are performed (for Protien C antigen or total and freeProtein S antigen respectively).
Ifthe above test are all negative, and there is strong suspicion of a primary hypercoagulable disorder,consider adding
following tests,
.
.
.
as
the
clinically warranted:
.
.
t34t
KONDISI HIPERKOAGULABILITAS
Idiopatik
Faktor risiko
Faktor risiko
scdang berlangsung
Usr'a rnuda
sepmtas
Rekurens
l{ positif
Pertimbangkan u,arfarin
jangka panjang
Temukan nasihat pakar
INVESTIGASI
Investigasi kclainan protro
di dapat atau diturunkan
Temukan nasihat pal<ar
- Karsinoma metastasis
- Sindrom antifosfolipid
- Defisiensi inhrhitor koagulasi
- Sindrom nelrotik
- PNH atau kelainan mieloproliferatif
Antitrombin
Faktor V Leiden (dan/atau APC resisten
Faktor VIII C
Faktor TI 20210A
Homosisteiu puasa
Lupus anticoagulant
- Antibodi Antikardiolipin
I
I
Gambar 3.
Characteristics of Patient
. Data
3mo
6mo
<.10
6 rnof
>'10
lndefinite
lndefinite
lndefinite
Duration of Therapy
>10
>10
transient risk factors are the use of an oral contraceptive and hormone-replacement therapy Examples of low-risk
thrombophilias are heterozygosity for the factor V Leiden and G20210A prothrombin-gene mutations Examples of highrisk thrombophilia are antithrombin, protein C, and protein S deficiencies; homozygosity for the factor V Leiden or
prothrombin-gene mutation or heterozygosity for both; and the presence of antiphospholipid antibodies
+ Therapy may be prolonged if the patient prefers to prolong it or if the risk of bleeding is low
t342
HEMANOISGI
Risk Factor
Estimated Prevalence
(%)+
Antithrombin deficiency
1
1,5-3
5
Protein C deficiency
1,5-3
'1
5
Protein S deficiency
,5-3
Factor V Leiden mutalion
20
Heterozygous
1-4
2
Homozygous
About 4
<1
NA
Dysfibrinogenemia
2
Factor V Leiden and G202104
2-5
prothrombin-gene mutations
Antiphospholipid antibodies
2-4
1 0-50
1-7
Elevated factor Vlll levels
1 0-50
Elevated factor lX levels
1-5
10-25
Hyperhomocysteinemia
1-3
* Data are from Kearon, Christiansen et al., Baglin et al., Margaglinone et al., and
Kyrle et al Relative risk are for patients with the risk factor in question, as compared
with those without the risk factor
t The definition of deficiency of antithrombin, protein C, or protein S varies; it is
usually defined as a functional or immunologic value that is less than the Srh percentile
of values in the control population
Prevalence and relative risk depend on the definitions of hyperhomocysteinemia and
elevations in levels of factor Vlll and factor lX and on the reference group
baru.
nduced
Kontraindikasi terapi
Antif ibrinolisis
Tis sue plasmino g en activ ator (tPA, alteplase), streptokinase dan urokinase menyebabkan lisisnya bekuan dengan
cara mengaktifkan plasmin, yang kemudian mendegradasi
Antiagregasi Trombosit
Preparat yang biasa digunakan aspirin (160-325 mg/hari)
dalam).
Trombosis
arteri
merokok
hipertensi
diabetes melitus
hiperlipidemia
kontrasepsi oral
polisitemia
hiperviskositas
Trombosis
Faktor risiko
kongenital
vena
imobilisasi
operasr
keganasan
sindrom nefritik
kontrasepsi oral
gagal jantung
kongestif
sindrom obesitas
defisiensi protein C
defisiensi protein S
defisiensi protein AT lll
resistensi protein C
teraktivasi
(Faktor V Leiden)
Alel protrombin 20210
aktivator plasminogen
polimorfisme inhibitor-1
Peningkatan factor Vll
defek faktor Xll
disfibrinogenemia
homosisteinemia
1343
KONDISI HIPERKOAGULABLMAS
Clinical manifestations
Percentage (%)
Livedo retikularis
Trombosis
vena
afterial
Keterlibatan SSP
Trombositopenia
Aborsi berulang (>2)
Anemia hemolitik
Ulkus tungkai
Hypercoagulabre State
49
Faktor V Leiden
Protrombin G202104
Faktor V Leiden dan
protrombin G20210A
(heterozigoLganda)
Defisiensi protein C
Defisiensi protein S
Defisiensi antitrombin
H iperhomosisteinem ia
Lupus anticoagulant
Antibodi antikardiolipin
43
E
44
41
26
ZJ
o
2-10
2-6
200
6 5-3'1-
2-36.
5-402-4
11
aa
Hvpercoawtabte
t;*1ff
Pasien denoan
lromboembolt -Trombofilik
:...
::-"'-j-"'--;
vena I unggal
%l
Factor V Leiden
Prothrombin G20210A
Antithrombin
deficiency
Protein C deficiency
Protein S deficiency
Hiperhomosisteinemia
Antibodi antifosfoliDid
3-7
\ tot
1-3
20
6
0,02
50
18
4-A
0,2-0,4
tidak
diketahui
5-1 0
1-2
3-1 3
10-25
0-7
5-1 5
tidak diketahui
tidak diketahui
6-8
Presentasi tromboemboli
vena (VTE)
Trombosis vena serebral
(Trousseau's syndrome)
Tromboflebitis superfisial
rekuren
Risiko
Relatif
Perempuan nonkarrier
Perempuan nonkarrier pengguna
pil kontrasepsi oral
Faktor V Leiden heterozigositas
Heterozigositas faktor V Leiden
perempuan pengguna pil
kontrasepsi oral
4
7
35
Risiko
Absolut*
0,8/10000
3,2/10000
5.7/1 0000
28 5/'10000
Pemeriksaan Skrining
Resistensi protein C teraktivasi
Pemeriksaan mutasi protrombin
G2021 0A dengan PCR
Tingkat aktivitas antitrombin, protein
C, dan protein S
Tingkat aktivitas faktor Vlll
Lupus antikoagulans (aPTT sensitif,
aPfT mixing, dilute Russell viper
venom time)
Antibodi antikardiolipin dengan
ELISA
Kadar homosistein plasma total
Pemeriksaan Konfirmasi
PCR Faktor V Leiden
Pemeriksaan antigenik
untuk antitrombin,
protein C, dan/atau
protein S
Pemeriksaan konfirmasi
untuk /upus
anticoagulants*
t344
REFERENSI
Bertina RM. Hypercoagulable States. In : Semin in Hematol
t991 ;34(3):16'7 -7 0.
Bates SM, Ginsberg JS. How we manage venous thromboembolism
HEM/{IOLOGI
2t3
SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:
ASPEK HEMATOLOGIK DAN
PENATALAKSANA/TN
Shufrie Effendy
DEFINISI
(antibody
LA sensitif
ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID
t34
1346
FIEIT{AIOI.oGI
EPIDEMIOLOGI
suLr1r66
cH2-N(CH2)3
APO -Ht
':l
CH2
KRITERIA DIAGNOSTIK
O=P-O
I
o
I
CH2-CI]-CH2
tt
oo
tl
c-o
tt c-o
cH2 CH2
lt
CHZ CH2
lt
CH2 CH
t\
CH2 CH
CH2 CH2
l\
CH2
CH2
t\
CHZ
QH2
t\
CH3
CH3
Ekor hidrofobik
_--
|iru
--
KBITERIA KLINIS
dan fosfolipid
Morbiditas Kehamilan
Anribocii Antifosiolipid
PIA2
E2cPt
La
Antlbod \
ant 82GPl
Annexin V
@6@
TromboplastinApo-H Tromboplaslin
non-sensitif
PE
Kriteria Laboratorium
1347
@Rntie"n@
Hiperagregrasi
Trombosit
Antikoagulan fosfolipid
inefektif
B2GPr.
The
International Societln on Thrombosis and Hemostasis
mengaktifkan reseptor
mengaktivasi koagulasi.
Fc sel
imunoefektor
P ho spho I ip i ds - D ep ende
KLASIFIKASIAPS
PATOFISIOLOGI
Asosiasi klinik trombosis dari anti-p2GPl dan anti-anneksin
V berupa trombosis vena dan/atau arteri; antioksidan LDL
berupa trombosis arteri; sedangkan LA (aPL dependen
Antiphospholipid Antibodle.r
SLE
APS katastrofa
TROMBOGENESIS
Trombosis dapat terjadi melalui beberapa mekanisme
berikut ini:
. Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis p2GPI
mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-A2
. Antibodi antifosfolipid
merupakan antagonis
penurunan ekspresi
Fosfolipid anionik
Glikoprotein l-p2
Anneksin V
Trofoblas
Trombomodulin
Protein
Protein
Protrombin
berlebihan GPllb/llla
Apoptosis
cPLA2,
PMP, Trombositopenia
Eritrosit
Anemia hemolitik
Faktor Xlc
lL-3 &
Apoptosis
HCG
Endotel
C
S
GM-CSF
pelepasan
I )
Leukopenia
1348
HEM/{I1OLrOGI
SLE.
pendek
Gastrointestinal. Nyeri perut, kembung, muntah.
Pembuluh darah perifer. Nyeri atau pembengkakan
tungkai, klaudikasio, ulserasi jari/tungkai, nyeri jari
tanganikaki yang dicetuskan oleh dingin.
Muskuloskeletal. Nyeri tulang, nyeri sendi
Kulit. Purpura dar/atau petekie, ruam livedo retikularis
temporer atau menetap, jari-jad tangan/kaki kehitamhitaman atau terlihat pucat.
Neurologi dan psikiatri. Pingsan, kejang, nyeri kepala
(migrain), parestesi, paralisis, ascending weakness,
tremor, gerakan abnormal, hilangnya memori, masalah
dalam pendidikan (sulit berkonsentrasi, mengerti yang
dibaca dan berhitung).
Endokrin. Rasa lemah, fatigue, artralgia, nyeri abdomen
(gambaran Penyakit Addison)
Urogenital. Hematuri, edema perifer
.
.
Perempuan dengan:
pemeriksaan histologi.
MANIFESTASI KLINIS
sebagai berikut:
.
.
.
Anemiahemolitik
hormonhCG.
Leukopenia
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda yang sesuai
organ apapun.
hipertensi pulmoner)
Ginjal
1349
.
.
atas,
.
.
autoimun)
Defisiensisistemkoagulasi:
.
.
-
Protein C
Protein S
Antitrombin
III
Polimorfisme genetik:
- Mutasi Faktor V Leiden
Mata
Manifestasi kulit:
Livedo retikularis
Lesi purpura
Tromboflebitissuperflisial
Pemeriksaan Badiologis
Ulserasi
TIA
(i skemia/intark vasovorum)
Paralisis, hiperrefleksi, rasa lemah (transverse mye/ltls, sindrom Guillain-B arre)
Strok
Parcstesia. polineuritis atru mononeuritis multipleks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
.
.
(infark/perdarahan adrenal).
Endokrin: kelemahanotot,kekakuanprogresifpada
otot-otot pelvis dan paha dengan kontraktur fleksi
yang berhubungan dengan insufisiensi adrenal
Pemeriksaanantibodiantifosfolipid
Identifikasi ffombosis intrarenal. arleri renalis atau vena
renalis:
'
Arteriografi
USGDoppler
Untuk kelainan jantung:
- Ekokardiografi dua dimensi
- Ekokardiografitransesofageal
Patologi
Biopsi dari organ yang terkena, seperti kulit atau ginjal,
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis
vaskulopati/mikroangiopati pada APS.
Pemeriksaan histologi pada mikroangiopati trombotik
menunjukkan adanya vaskulopati non-inflamasi tanpa
vaskulitis. Fibrin thrombl dihubungkan dengan obstruksi
dan hiperplasia intima hbrosa dengan rekanalisasi jaringan
penyambung intima. Lesi ginjal, terutama, ditandai dengan
oklusi vaskular yang fibrotik dengan trombosis akut dan
lesi vasooklusif pada pembuluh-pembuluh darah intrarenal.
Juga dapat ditemukan fibrosis interstisial dan atrofi tubuler.
teln
DIAGNOSIS BANDING
kreatinin
hemolitik:
13s0
HErUA*DOLOGI
PENGOBATAN
Pengobatan digolongkan dalam 4 kelompok: 1). Profilaksis,
trombosis pembuluh darah k ect'l 2). Pencegahan trombosis
Aspirin
Tiklopidin
Dipiridamol
1-2 mglkglhari
250 mg, 2 kali sehari
75-400 mg/hari, 3 atau 4 kali sehari
Heparin
Enoksaparin
hemolitik autoimun
Kelainan autoimun sekunder:
Warfarin
penisilin.
Penyakitkanker:
ad1
- Induksi
setiap 12 jam
Terapi : '1 mg/kg, subkutan setiap 12 jam
Dosis
Nama
Kanker padat
Penyakitinfeksi:
- Viral (misalnyaCMV, Hepatitis C, HIV HTLV-I, dll)
- Bakterial (misalnya S. hemolyticus, H. pylori, Rickettsia spp, dll.)
- Parasit (misalnya malaria)
Penyakit hati kronis/sirosis hati:
Alkoholik, Hepatitis C
Sindromhemolitik
1351
ad2
Peranan antikoagulan dalam menurunkan angka kejadian
atau
LMWH)
dosis kecil
1352
HEM/{IOLOGI
REFERENSI
D, Delezd M, Oria CV, et al. Antiphospholipid
antibodies and the antiphospholipid syndrome in systemic
lupus erythematosus: a prospective analysis of 500 consecutive
patients Medicine (Baltimore). 1989;68:353-65.
Alarc6n-Segovia D, P6rez-V6zqtez ME, Villa AR, Drenkard C,
Alarc6n-Segovia
and
995;74: I I
85
-90.
C pathway. J
Autoimmun.
20O0:15:221-5.
Calli M, Comfurius P, Barbui T, Zwaal RFA, Bevers EM. Anticoagulant activity of b2-glycoprotein I is potentiated by a distinct
subgroup of anticardiolipin antibodies. Thromb Haemost
1992t68:29'7 -300
Galli M, Comfurius P, Maassen C, et al. Anticardiolipin antibodies
with the
antiphospholipid
12.
Levine JS, Subang R, Koh JS, Rauch J Induction of anti-phospholipid autoantibodies by b2-glycoprotein I bound to apoptotic
thymocytes. J Autoimmun. 7998,ll:413-24
Lie JT. Pathology of the antiphospholipid syndrome. In: Asherson
RA, Cervera R, Piette J-C, Shoenfeld Y, editors. The
antiphospholipid syndrome. Boca Raton, Fla.: CRC Press; 1996
p. 89-104.
Sneddon's
complications and
syndrome with anticardiolipin antibodies
treatment. S Afr Med J. 1993183:663-4.
Mclntyre JA, Wagenknecht DR. Anti-phosphatidylethanolamine
(aPE) antibodies: a survey. J Autoimmun.2000;15:185-93.
McNeil HP, Chesterman CN, Krilis SA. Immunology and clinical
13s3
1993:.81:7255-62.
Tincani A, Balestrieri G Allegri F, et al. Overview on anticardiolipin
ELISA standardization. I Autoimmun. 2000; 1 5 : I 95 -7.
Vaarala O, Alfthan G Jauhiainen M, Leirisalo-Repo M, Aho K,
of
1994:96:3-9.
92.
Pernod G, Arvieux J, Carpentier PH, Mossuz P, Bosson JL, Polack
B. Successful treatnrent of lupus anticoagulant hypoprothrombinemia syndrome using i.ntravenous immunogiobulins. Thromb
Haemost. 1991
:1 8:969 -7 A
214
TROMBOSIS VENA DALAM
DAN EMBOLI PARU
Lugyanti Sukrisman
PENDAHULUAN
Gangguan pada
Arteri
pada
Vena
Gangguan
Aterosklerosis
Merokok
Operasi (umum)
Operasi odopedi
ipertensi
Diabetes melitus
Kolesterol LDL
Hipertrigliserida
Riwayat trombosis
pada keluarga
Gagal jantung kiri
Artroskopi
Trauma
Keganasan
lmobilisasi
Sepsis
Kontrasepsi oral
PATOGENESIS
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada
dalam keadaan cair, tetapi akan membentuk bekuan jika
Estrogen
Lipoprotein (a)
Polisitemia
Sindrom
hiperviskositas
Sindrom leukostasis
Gagal jantung
kongestif
Sindrom nefrotik
Obesitas
Varicose vein
Sindrom
pascaflebitis
Kontrasepsi oral
Gangguan plasminogen
activator inhibitor
Gangguan faktor Xll
D
Homosisteinemia
Estrogen
t354
1355
.
.
terganggunya fibrinolisis
stasis
.
.
.
.
.
aktif
dan
dengan
yaqg Lituh
DVI
trombosit.
Emboli Paru
DIAGNOSIS
emboli paru.
annin
m enj adi : s an
1356
HEMAT1OIOGI
PENATALAKSANAAN
.
.
.
.
Menghentikanbertambahnyatrombus
Membatasi bengkak yang progresif pada tungkai
Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi)
dan mencegah disfungsi vena atau sindrom pasca
trombosis Qtost thrombotic syndrome) di kemudian hari
Mencegah emboli
pada
Emboli Paru
Pasien yang kesakitan harus diberikan analgetik tetapi
harus hati-hati jika akan memberikan opiat pada pasien
yang hipotensi. Jika terjadi hipoksemia refrakter meskipun
dipeftimbangkan.
gemuk.
selama minimal
1357
turut.
tomboprofilaksis.
pada tabel
trombositopenia akibat pemakaian heparin (HeparinInduc ed Thrombo cytctpenialHlT). Obat ini bekerja dengan
tanpa
PENCEGAHAN
Derajat Risiko
Risiko rendah
DVT
Betis
f/.1
2
REFERENSI
Bick RL, Kaplan H. Syndromes of trombosis and hypercoagulability. Congenital and acquired causes of thrombosis. In: Bick RL.
Guest editor The medical clinics of north America. Current
concepts of thrombosis. Prevalent trends for diagnosis and
management 1998;82:3 :409-5 8
Bandoljer. Evidence based thinking about health care. DVTs and all
that, April 2003; 110-2. Disitasi dari http://www.jr2.ox.ac.uk/
bandolier/band110/b1 10-2.html tar,ggal 29 Mei 2005.
Baker WF. Diagnosis of deep venous thrombosis and pulmonary
embolism. In: Bick RL Guest editor. The medical clinics of
north America Current concepts of thrombosis. Prevalent
trends for diagnosis and management 1998;82:3:459-76.
Goodnight SH, Hathaway WE. Mechanisms of hemostasis and
thrombosis In: Disorders of hemostasis and thrombosis. A clinical
DVT
(%l
04
Risiko sedang
EP
Proksimal (klinis)
10-20
$l
EP fatal
0,2
0,002
1-2
0,'1-0,4
2-4
0,4-1,0
Risiko tinggi
20-40
4-B
Pencegahan
f/.1
LDUH/Bjam,LMWH
atau IPC
10-20
4-10
0,2-5
LMWH, antikoagulan
oral,
IPC/ES+ LDUH/LMWH,
atau ADH
1358
I9
Geerts WH, Heit JA, Clageu CP, Pineo GF, Colwetl CW, Anderson
HEMATOI,OGI
thromboembolic
2001;119:132S-175S.
Hirsh J, Colman RW, Marder VJ, George JN, Clowes AW. Overview
of thrombosis and its treatment. In: Colmar RW. Hirsh J. Marder
VJ, Clowes AW, George JN, eds. Hemostasis and thrombosis
2005.
Riedei
;85
:229-40.
Hemost. 2000l.26:6'.643 - 56
215
PEMAI(AIAN DAN PEMANTAUAN
OBAT.OBATAN ANTITROMBOS
Nusirwan Acang
PENDAHULUAN
baru.
OBAT-OBATAN ANTITROMBOSIS
trombolitil</fi brinolitik
Antikoagulan
yaltu:
t35
1360
HEM/TffOLOGI
V[,IX
danX.
Dosis Heparin
aPTT>90"(>3xkontrol)
HEPARIN
Heparin merupakan mukopolisakarida (glukosaminoglikan) yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam
glukuronat. Penelitian mengenai efektifitas heparin dan
Pemberian
.
.
.
136L
keunggulan. yaitu:
adalah 53,5r/o
WARFAR!N
Pemberian warfarin secara tunggal untuk pengobatan
proses tromboemboli kurang bermanfaat, akan tetapi
memberikan hasil yang memuaskan apabila diberikan
mengikuti terapi hepari n.
Beberapa peneliti telah mendapatkan bahwa, terapi
warfarin pada proses tromboemboli vena yang pertama
kali terjadi, memiliki angka kekambuhat22%o dalam masa
"follow up" 3bulan, dibandingkan 77ob1la diterapi hanya
dengan heparin atau LMWH.
Pemberian warfarin selama 3 bulan pada pasien
trombosis vena dalam yang telah diberi heparin selama 57 hari, akan mendapatkan insiden-trombosis berulang lebih
rendah pada kelompok yang mendapat terapi'lanjutan
dengan warfarin dibandingkan dengan kelompok tanpa
pemberian warfarin.
pemberian
.
.
.
12jarn
Adreparin (Nurmilo): l20IU/KgBB subkutan, diberikan
tiap 12jam.
ANTIKOAGULAN ORAL
Golongan obat-obat antikoagulan oral ini berfungsi secara
ANTIAGREGASI TROMBOSIT
Trombosit merupakan faktor penting yang memulai dan
1362
HEMATIOI.OGI
,4
,9
1,1-1
I ,5- 1
2,0-3,0
3,0-4,9
4,0-5,0
>
5,0
.
.
.
.
.
.
.
OBATTROMBOLITIK
Pengobatan dengan obat trombolitik seperti streptokinase,
emboli paru
Prepa rat
Streptokinase, Obat ini berfungsi dan bertujuan untuk
mengaktifkan pembentukan plasmin dari plasminogen.
Dosis awal 250.000 ru, diberikan perinfus selama 30 menit,
dan dilanjutkan dengan dosis 100.000 I.U./jam, dengan
REFERENSI
Alving B.M : How I.treat heparin-induced thrombocytopenia
and
1363
in Pharmacy.
2t6
TROMBOSITOPENIA PADA WANITA HAMIL
Yenny Dian Andayani
PENDAHULUAN
INSIDEN
DEFINISI TROMBOSITOPENIA
ETIOLOG!
ge
l,
hype rsp I en
is
menurun.
diklasifikasikan
. Trombositopenia ringan: jumlah trombosit 100.000-
jarang terjadi adalah hematuria, perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial. Perdarahan biasanya terjadi
bilajumlah trombosit <50 000/mm3, dan perdarahan yang
spontan terjadi jika jumlah trombosit <10.000/mm3 dan
ul.
150.000/ul
100.000/ul
t364
TROMBOSITOPENIA PADA
1365
WANIA HAMIL
Manifestasi Klinik
Ringan, trombositopenia simptomatik dengan jumlah
trombosit >70.000/mm3. Biasanya tidak ada riwayat
perdarahan atau jumlah trombosit yang rendah sebelum
kehamilan. Jumlah trombosit akan normal kembali setelah
2-12 mtgglpaska persalinan, tapi ada juga yang melaporkan
1 minggu paska persalinan sudah kembali normal.
Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk gestasional
trombositopenia. Pemeriksaan trombosit secara berkala
paska persalinan penting dikerjakan untuk memonitor
apakahjumlah trombosit sudah kembali normal.
.
.
IJII,
Jumlah trombosit menurun (LP): Trombosit <100.000/
rrrd
Kira-kira 50 % pasien mengalami gejala sindrom IIELLP
PREEKLAMPSIA
Preeklampsia terjadi pada 6Vo kehamlTan terutama pada
primigravida dengan usia <20 tahun dan >30 tahun dan
merupakan 71 ,6 % penyebab kematian pada kehamilan di
USA. Kriteria preeklampsia meliputi hipertensi, proteinuria
(protein >300 mg/ 24 jam) dan berkembang sesudah 20
miggu kehamilan. Angka kejadian trombositopenia pada
perempuan dengan preeklampsia 757o. Sedangkan
penelitian lain menyatakan lebih berat yaitu 507o. Angka
Kejadian preklampsia lebih tinggi pada negara berkembang.
Faktor genetik diduga memainkan peranan penting namun
Manifestasi Klinis
Biasanya tidak spesifik seperti : mual, muntah, sakit kepala
50 Vo,rryeiepigastrium atau nyeri pada kuadran alas kanan
terdapat pada 50-677o kasus.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Penanganan yang diberikan pada pasien dengan
preeklampsi adalah terapi suportif dengan memperbaiki
t366
pemberian kortikosteroid.
diagnosis.
HEMATIOI.OGI
mitokondria.
Manifestasi Klinis
Lemah, mual, nyeri epigastrium, nyeri di kuadran kanan
atas, sesak napas, perubahan status mental, gangguan
fungsi hati, diabetes insipidus dan hipoglikemia. Pada
pemeriksaan laboratorium kadar fibrinogen dan antitrombin
menurun.
Penatalaksanaan
Pada pasien dengan AFLP ditatalaksana dengan terapi
suportif dengan mengkoreksi gangguan elekrolit dan
Manifestasi Klinis
Gejala awal biasanya terdapat ptekiae, epitaksis dan
perdarahan pada gusi, akan tetapi kadang-kadang juga
tanpa gejala. Gejala perdarahan yang hebat sangatjarang
walaupun jumlah trombosit <20.000 /mm3. Diagnosis ITP
mencegah
diberikan terapi.
L367
TTP
HUS
HELLP
Gangguan neurologi
Demam
Hiperiensi
Gangguan ginjal
Lesi kulit purpura
trombosit
PT/APTT
Fibrinogen
BUN/creatinin
SGOT/SGPT
+++
+l-
+l-
+l-
+l+l-
1)
f)fi1)
LDH
nnfi
0fln
+l-
++
+l+l-
+++
uuu
uu
Uor<+
U
or<+
]t
f)
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda TTP dan HUS sering tumpang tindih.
Penatalaksanaan
.
.
.
INFEKSIVIRUS
1368
HEMATOI.OGI
REFERENSI
HIPEBSPLENISME
Istilah
58.
hip
e r sp
dengan
PSEUDOTROMBOSITOPENIA
Adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi dimana jumlah trombosit yang tidak sebenarnya
pada pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan secara
'ro1 l'7,7-74.
890.
vol
1'73, 479-82.
2t7
TROMBOSIS PADA I(ANKER
Cosphiadilrawan
PENDAHULUAN
Defisiensi protein C
Defisiensi protein S
Defisiensi AT lll
Resistensi protein C
teraktivasi
Protombin G2021OA
Peningkatan faktor
Predisposisi
Operasi atau
trauma
Penyakit
Keganasan
lnfark miokard akut
lnfeksi akut / berat
Strok
H
ipertensi
Penyakit
mieloproliferatif
Sindrom nefrotik
Obesitas
Varises
vilt
minimal
Faktor
Faktor Khusus
iperhomosiste
Umur
in
em ia
Sindrom
antifospolipid
Penyakit jantung
kongestif
Penerbangan jarak
lauh
t36
Kehamilan /
puerpunum
lmobilisasi
Riwayat VTE
1370
HEMATIOI.OGI
EKSPRESIT
+
REGULASIl
DIN]DING \/ASKULAR
PROTROIVBOTLK
MAKROFAG
.
.
.
.
Gambar 3.
danVEG$
interleukin-1
Sel endote
(L-1)
adanya:
ini
karena
t37l
FAKTOR RISIKO
PENCEGAHAN DANTERAPI
.
.
L372
HEMAIOI.OGI
II
mg selama 6 minggu
I pasien
tidaknya sepsis.
heparin)
Terapi VTE
Prinsipnya pengobatan baku dengan antikoagulan
Pencegahan Sekunder
pasien non kanker; namun angka ini akan 2-3 kali lebih
tinggi pada pasien kanker. Hal ini menunjukkan sulitnya
memelihara tingkat terapetik INR pada pasien kanker karena
berbagai kondisi inheren yang kompleks. Untuk menjawab
Tanpa pencegahan
t373
109 - 11
Bauer KA. Venous thromboembolism in malignancy,Editorial.
Lama Terapi
Belum ada kesepakatan berapa larna pengobatan
antikoagulan harus diberikan pada pasien kanker. Namun
beranjak dari konsep selama risiko VTE meningkat pada
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dari pembahasan ini adalah: 1) Kanker
REFEBENSI
Ablamson N, Abramson S Hypercoagulability : clinical assessment
and treatment South Med J 2001; 91 (10) :1013 - 20
Bick RL, Haas S. Thromboprophylaxis and thrombosis in medical .
surgical, tr:aurna and obstetric / gynecologic patieuts. Hematol
Oncol Clin N Am 2003: I1 :211 58
Blom JW, Doggen CJM, Osanto S, Rosendal FR Malignancies,
pthrombotic mutations, and the risk of venous thrombosis. JAMA
2005:293
:715
22
"
Clin
2003:8:381-8
Lee AYY. Epidemiology and management of venous thromboembolism in patients with cancerThromb Res 2003;11-0: 167-72
Levine MN Managing thromboembolic disease in the cancer
patient: efficacy and safety of antithrombotic treatment
options in patients with cancer. Cancer Treat Rev 2002;28:
1
45-9
8-10
218
SITOGENETIKA
Aru W. Sudoyo
PENDAHULUAN
Sitogenetika, atau pemeriksaan terhadap kromosom, telah
r*.
e.C rJ
*
":' . -
,?:,+
Gambar 1. Kromosom dalam tahap metafase setelah mengalami
perlakuan dengan enzim tripsin Tampak pita-pita yang terbentuk
dan memberikan gambar khas bagi setiap kromosom
yang
1374
1375
SITOGENETIKA
Diploid : jumlah
Hipodiploid
jumlah 45 atau
kurang.
Kariotip
sebagai 46,
dan beberapa peneliti mengusulkan bahwa adanya titiktitik lemah ata:u fragile slles sebagai mediator untuk
perubahan kromosom tersebut.
non-random. Pada proses pemitaan kromosom (chromosome banding), kromosom mengalami pemrosesan dengan
enzim sehingga tampak sebagai memiliki pita-pita atau
band. Setiapl<romosom memiliki ciri susunan pita tefientu,
yang menjadi dasar pengenalan dan interpretasi adanya
kelainan dalam suatu kariotip (susunan kromosom menurut
pada tahap
dini suatu
NON.RANDOM
L376
HEMANOIOGI
hF
t5
&,$ q$
q,e
*l*
#.*
ff*
11
12
qp qp qr
F#i sg
16
17
$r
&#
e,f
trt'
)12lXY
##
s#
1S
)'ang
digunakan.
kesembuhan. Dengan
1377
STTOGENETIKA
sB **
*@\
#q.
$*
82
s \zr
*8
,|
16
*#
{f,
1 1
),
CML
;(
B )t ( B ; 2 1
ganas.
E
ttrf i*,
M 2
; (C ) in v
AMMoI-M5;(D)t(1 5; 1 7) (q22;q
11
(1
-1
6 ) (p 1
3q22),
2),APL;
(Van den
aspiration biopsy).
Berghe, 1995)
-X
atau
-X
Macam Perubahan-
Macam Tumor
Tumor Epitelial
Pleomorfik adenoma
Karsinoma paru
Karsinoma ginjal
Karsinoma kandung kemih
Tumor-Wilms
Karsinoma ovarium
Karsinoma prostat
q1 2)
add(
9)(p1 3)
Tumor l\.4esenkim
Lipoma
Leiongioma
Liposarkoma (miksoid)
Sarkoma sinovia
Rabdomiosarkoma
Malignant fibris histiocytoma
Tumor Sel Germinal,
Neurogenik,
Neuroekstradermal
l\4eningioma
Astrositoma
Neuroblastoma
Retinoblastoma
lVelanoma malignum
Sarkoma Ewing, tumor
askin,
Neuroepitelioma perifer
Tumor sel geminal
9)(p1 3)
Mo nosomi22, del(22)lq1 2- 1 3\
del(9)(p13-24),dmin
del(1 )(32-36),herdmin
del(15)(q14) l(6)(p10)
Delesion of 6q,t(6)(p'1 0)
t(l1,22)(q24,q12)
t(
2)p1 0
1378
HEM/{IOLOGI
BEFERENSI
Arthur DC, Berger R, Golomb HM, Swansbury GJ, Reeves BR,
Alimena G Van Den Berghe
General report
of the Sixth
p.10.
p. 32
219
DASAR.DASAR TALASEMIA:
SALAH SATU JENIS HEMOGLOBINOPATI
Djumhana Atmakusuma, Iswari Setyaningsih
PENDAHULUAN
Padaembrio:
Hb Gower 1, terdiri
epsilon ((rer),
Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa
atas
da.n
epsi-
lon (ure,)
JENISJENIS HEMOGLOBIN
globin
(inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
Hb Ar(2,5 Vo),terdii
1ar\r),di
t37
1380
HEM/I$OIOGI
thalassemia-a
5.
dalam hemoglobinopati:
2. Hemoglobin dengan
1
Hemoglobinopati struktural
a. Sindrom sel slck/e:
- HbS
- Heterozigot ganda HbS dengan varian hemoglobin
thalassemik: Hb SC, Hb SD, Hb S, Hb S-
thalassemia-q, Hb Sthalassemia-B
b. Hemoglobin dengan afinitas oksigen
Contohnya, Hb Yakima
c
2
THALASSEMIA
-p
dengan
Contohnya,
thalassemia B/HbE
Contohnya Hb
Ktiln (B Cd98 GTGV"r>AIGM"' atau p.Val98Met). Teqadi
akibat mutasi gen yang mengubah rangkaian asam
yang berubah:
Thalassemia:
a. Thalassemia-o
b. Thalassemia-p
4.
2. Thalassemia-p,
3.
dp
4. Heterozigot
hemoglobin thalassemik:
stabil.
BENTUK
EMOGLOBINOPATI LAINNYA
Serikat.
1. Hb SC, dijumpai
2.
3.
4.
thalassemik:
pada
3 7o
Afro-amerikan,
1.
DASAR-DASAR THALASSEMIA
1381
drjumpai diAfrika.
Jenis thalassemia
Peta sebaran
Thalassemia-p
Thalassemia-o
p normal.
thalassemia-p
Afro-Inggris.
Varian rantai globin cr yang dikaitkan dengan fenotip
Bentuk
thalassemia-B
thalassemia u*
2.
Hemoglobin persisten herediter (Hereditary persistent of fetal hemoglobin = IIPFH): kadar HbF tetap
tinggi sampai dengan dewasa
Genotip
Fenotip
Thalassemia-Bo
(B-zerothalassemia)
Thalassemia
homozigot (Bopo)
Bervariasi (ringan
s/d berat)
lhalassemra-F
Bervariasi (ringan
s/d berat)
(B-plus-
thalassemia)
Thalassemia-Bo
dan
Thalassemia-B-
Heterozigot ganda:
2 Pu berbeda atau
2 p- berbeda
atau Bodan B.
3. Hemoglobinopati
1.
EPIDEMIOLOGI THALASSEMIA
Sebaran thalassemia terentang lebar dari Eropa SelatanMediteranian, Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan
Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara. Tabel 2
menunjukkan sebaran populasi thalassemia di dunia.
GENOTTP
,,
Thalassemia-p
trait
1382
HEM/!TT1OI.oGI
ini secara
3. Thalassemia-p
mayor
20
Eo
4. Thalassemia-pintermedia
Thalassemia-p intermedia menunjukkan fenotip klinis
atau
thalassemia-1'-o heterozigot (cxo/- -). Fenotip thalassemia-l -o" trait menyerupai fenotip thalassemia-cr
minor.
bervariasi, mencakup:
5.
ditemukan pada 15
Genotip
(-o / oo)
Fenotip
asimtomatik
Thalassemia-1 -q tralt:
Thalassemia-2"-o
homozigot
Thalassemia-1"-o
heterozigot
(-o/-o)
(oo
-)
J- q)
Hemoglobin H disease
(-
(--l--)
1.
menyerupar
PATOGENESIS THALASSEMIA
thalassemia-B
mtnor
thalassemia
intermedia
hydrops fetalis
meninggal in utero
DASAR-DASAR THALASSEMIA
1383
o. trait
homozigot
HbH disease
hydrops
fetalis
Gambar 1. Jenis jenis thalassemia-cr yang berbeda. Kotak hitam menunjukkan gen normal, sedangkan kotak putih
menggambarkan delesi gen atau gen yang tidak aktif sebagian (parsial) atau seluruhnya (komplit)
pada thalassemia.
16:
2.
- .flanking regions
mengandung conserved
3.
4.
1.
-0
2.
Mutasi non delesi globin-B: Mutasi non delelesi globinp mencakup proses transkripsi, prosesing dan translasi,
berupa mutasi titik (point mutations):
- region promotor (promotor regions),
1384
HEMATOI.OGI
Jenis
thalassemia-o
Thalassemia-oo
Thalassemia-o*
mutasi frameshift.
globin p ( p-thalassemia mutations unlinked to the Bglobin gene cluster), dan bentuk bentuk bervariasi
thalassemia $ (variant forms of Bthalassemia) .
Thalassemia-q
retardasi mental
. Exon I atau I
" Termination codon
posftranslation codon:. unstable
a-globin
of 16p
translokasi
* missense
* nonsense
- spilce site
crcr, yang
Delesi Gen-o
Delesi pada thalassemia-u yang mencakup satu (-cr) atau
kedua (- -) gen -o dapat diklasifikasikan berdasarkan
ukurannya, ditulis di atas (superscrDl). Contohnya (-cr37)
menunjukkan delesi 3,7 kb pada satu gen-cx,.
Bila ukuran delesi belum dapat ditentukan, maka ditulis
sebagai (- - MED) yang artinya delesi kedua gen-cx, yang
pertama kali diidentifikasi pada individu yang berasal dari
Mediteranian.
kedua gen-o,, sehingga produksi rantai-o, hilang sama sekali
cra'2)
PATOFISIOLOGI THALASSEMIA
o3,7
cx,
yang
dan-
globin-o
Non-delesi Gen- a
Pada lesi non-delesi kedua haplotip gen-cx utuh (cru),
sehingga diberikan nomenklatur (crrcx), di mana s up e r s c r ip t
T menunjukkan bahwa gen tersebut thalassemik. Namun
bila defek molekular diketahui, seperti pada hemoglobin
Constant Spring, nomenklatur (oru) dapat diubah menjadi
(attcx).
Patof
Hal ini
DASAR-DASAR THALASSEMIA
SAL/*I
/- -)
fetus.
Kedua, sifarsifat yang ditimbulkan akibat produksi
Patof
1385
isiologi thalassemia-cr
Akibatnya/Manifestasi nya
Anemia
Pengobatan
Riwayat evolusioner
1386
HEM/r$OLOGI
Dewasa
Fetus
Hb Bart's
HbH
Afinitas oksigen tinggi E HIPOKSIA
lnstabilitas homotetramer
lnclusionbodies Kerusakan membran.
Umur eritrosit pendek I HEMOLISIS
Splenomegali I HIPERSPLENISME
Mutasi
Sifat-sifat globin
yang berlebihan
Anemia
Perubahan
tulang
Besi berlebih
Thalassemia-q
Thalassemia-B
Jarang
Umum
Higgs DR, Thein SL, Wood WG. The biology of the thallssenria. In: Wearherall DJ, Clegg JB, editors The Thzrlassemia
Syndromes. zlth ed, New York: Blackwell Science: 2001,p 65Bain BJ Hemoglobinopathy Diagnosis. lst ed. Mald'en,MA:
Blackwell Science: 2001. I 186.
McGhee DB Structurai Defects in Hemoglobin (Hemoglobinopathies). In: Hematology Clinical Principles and Applications.
2nd ed, Philadelphia, PA: Saunders: 2002, p 319 - 358.
ed,
1247
284
Kaku
REFERENSI
Dehidrasi
1262.
601.
Benz EJ. Hemoglobinopathies. In: Harrison's Principies of Internal Medicine 16th ed, New York: McGraw-Hill: 2005, p 593
6
'7.
ed.
220
THALASSEMIA: MANIFESTASI KLINIS,
PENDEI(ATAN DIAGNOSIS,
DAN THALASSEMIA INTERMEDIA
Djumhana Atmakusuma
b. Gambaran Fenotip
Tampilan klinis normal dengan kadar hemoglobiii normal,
kadar IIbA2 normal dan kemungkinan adanya mikrositosis
yang sangat ringan.
yang
.
.
.
.
9 GTLENT CABRTER)
a. Kelainan Genotip
Pembawa sifat tersembunyi adalah penderita thalassemia dengan variasi mutasi F yung heterogen, di mana
hanya sedikit terjadi gangguan produksi rantai-p,
sehingga dihasilkan rasio yang hampir normal antara
rantai globin p dan o, tanpa menyebabkan kelainan
hematologis
a. Gambaran Klinis
Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan splenomegali
ditemukan pada sedikit penderita.
b. Gambaran Laboratoris
Pada penderita thalassemia-p minor biasanya ditemukan
anemia hemolitik ringan yang tidak bergejala (asimtomatik).
Kadar hemboglobin terentang antara 10 13 g7o dengarr
1387
-207o.
1388
HEMANOLOGI
THALASSEMTA-p MAYOB
a. Gambaran Klinis
Thalassemia-B mayor.biasanya ditemukan pada anak
b. Kelainan Genotip
peningkatan
.
.
dengan
b. Gambaran Radiologis
Radiologi menunjukkan gambaran khas "hctir on end".
Tulang panjang menjadi tipis akibat ekspansi sumsum
tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah
meniadi khas, berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan
dagu atas. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya
terhambat.
.
c. Gambaran Laboratoris
c. Gambaran Laboratoris
Morfologi eritrosit pada thalassemia intermedia menyerupai
thalassemia mayor. Elektroforesis Hb dapat menunjukkan
HbF 2 - 1 00 Vo, IIb1^2 sampai dengan 7 7o, dan HbA 0 - 80 Vo,
bergantung pada fenotip penderita. HbF didistrubusikan
secara heterogen dalam peredaran darah.
d. Gambaran Klinis
THALASSEMI-p TNTERMEDTA
minimtm+J
g7o
sama
1389
lO
Vo.
Limpa biasanya
gen-cI,.
Gambaran
thalassemia-B homozigot.
HYDROPS FETALIS
HBH DISEASE
Hal ini
1390
HEM/rlifl)tOGI
Riwayat penyakit
(Ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)
I
Pemeritiaan fisik
(Pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)
I
Laboratorium darah dan sediaan apus
(Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit,
gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit
darah tepi atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH
t
I
Elektrofosresis hemoglobin
(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada pH 6-7
untuk HbH dan H Barts)
t
I
Analisis struktural
Hb varian (misal:Hb Lepore)
dengan
kurang
yang
inefektif.
Sumsum tulang penderita thalassemia-B yang tidak
diobati menunjukkan hiperselularitas yang nyata dengan
1391
thalassemia intermedia.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kardiomiopati
Ekstramedullary hematopoiesis
Kolelitiasis
Splenomegali
Hemokromatosis
Kejadian trombosis (hiperkoagulasi, nsiko aterogenesis.
lesi iskemik cerebral asimtomatis)
Ulkus maleolar
Deformitas dan kelainan tulang (osteoporosis)
cx,
llbIl
b.1. Anamnesis
nwayat
.
.
.
.
'
.
.
.
tetapi pada pH asam hanya mereka merupakan hemoglobin yang bermigrasi anodally. Peningkatan HbA, dengan
elektroforesis hemoglobin dapat dilakukan pada uji tapis
thalassemia-B minor, yang diukur dengan menggunakan
Kardiomiopati
Hemopoiesisekstramedular
Penyakithatikronik
Ulkus maleolar
Kelainan endokrin /diabetes melitus
.
.
.
.
.
Facies Thalassemia
Pucat.
Ikterik+/Hepatosplenomegalisedang-berat
Gangguan pertumbuhan tulang +/-
b.3. Laboratorium
THALASSEMIA INTERMEDIA
Sebelum kita mendiagnosis thalassemia intermedia,
seyogyanya kita mengetahui komplikasi akibat penyakit
thalasemia itu sendiri, karena dengan mengetahui
komplikasi tersebut, bila kita temukan gejala dan tanda
tersebut kita harus berfikir kemungkinan orang ini penderita
Hemoglobin
Hematokrit
Retikulosit
t392
HE|MANOI.OGI
HbA2kuantitatif(metodamikrokolom)
HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2
pengobatan.
.
.
.
infeksi: antibiotika
hiperurikemia/Gout: allopurinol
aterogenesis: pemantauan lanjut sesuai tatalaksana
.
.
meniQ
.
.
.
.
.
Trombosis
(DVl
hemostasis
.
.
.
.
.
.
lntermedia
Penderita thalassemia dewasa diawali dengan penentuan
7"
f.
mencakup:
c.2. Hipersplenisme
splenektomi merupakan pilihan
.
.
.
.
.
.
.
ini
osteoporosis:bisfosfonat, dll
kelainan hat: obat antivirus
Pada keadaan
intermedia
.
.
aterogenesis
Gangguan pertumbuhan
intermadia:
Setiap transfusi: ratarata asupan besi
Setiap 3 bulan: dosis kelasi dan frekuensi, fungsi hati,
feritin serial
1393
Terapi
Rekomendasi
Deferasirox
Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering mengalami transfusi
(Exjade@)
30
'1G15 mg/kg/hai pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang rendah
DFO
(Desferal@)
Pada pasien anak < 3 tahun, direkomendasikan untuk mengurangi dosis dan melakukan
= 5G60
mg/kg (dewasa)
75 mg/kg/hari
(Ferriprox@)
PROGRAM PENCEGAHAN
Program pencegahan berdasarkan penapisan pembawa
sifat thalassemia dan diagnosis pranatal telah dapat
menurunkan secara bermakna kejadian thalassemia mayor
pada anak-anak di Yunani, Siprus, Italia daratan dan
Sardinia. Penapisan pembawa sifat thalassemia-p lebih
berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel
darah merah. Individu dengan MCV dan MCH yang
rendah dinilai konsenffasi HbAr-nya. Masalahnya timbul
pada penapisan individu dengan pembawa sifat thalassemia-cr bersamaan (co - existent) dengan thalassemia-cr.
REFERENSI"
1.
2.
3.
4.
5.
ed,
1247
agama
DIAGNOSIS PRANATAL
Higgs ER, Thein SL, Wood WG. The biology of the thalassemia. In: Weatherall DJ, Clegg JB, editors The Thalassemia
Syndromes. 4th ed, New York: Blackwell Science: 2001,p. 65284.
Bain BJ. Hemoglobinopathy Diagnosis. lst ed. Malden,MA:
Blackwell Science: 2001, I - 186.
McGhee DB Structural Defects in Hemoglobin (Hemoglobinopathies). In: Hematology Clinical Principles and Applications.
2nd ed, Philadelphia, PA: Saunders: 2002, p 319 - 358.
Lukens JN. Abnormal Hemoglobins: Hereditary Disorders of
6.
7.
8.
& Wilkins:
2OO4,
t262.
Benz EJ. Hemoglobinopathies. In: Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th ed, New York: McGraw-Hill; 2005, p
593 - 601.
Weatherall DJ, Clegg JB. The Thalassemia Syndromes. 4th ed.
Malden, MA: Blackwell Science: 2OOl, p 3 - 826.
Fucharoen S, Winichagon P. Clinical and hematologic aspect
of hemoglobin E A thalassemia. Current Opinion in Hematology: 20OO,7,2, p lO6 - 112.
Olivieri,MD. Management of the Beta-Thalassemias. Educa-
2000,p8-11
9.
-34
10. Guidelines for the Clinical Management of Thalassemia. Thalassemia Intemational Federation. 2 ad ed. Thalassemia International Federation,.Cyprus, 2OO7: p 6 - 189.
22t
TRANSPLANTASI
PENDAHULUAN
non-embrionik.
(stem cell) atau sel induk Qtrogenitor cell) darah dari satu
individu ke individu lain, atau dari individu itu sendiri yang
disimpan terlebih dahulu sebelum pemberian kemoterapi
dan kemudian dicangkokkan ke dalam dirinya sendiri pasca
pemberian kemoterapi tersebut.
spesifik.
sistemHLA-nya.
Autologus.
sendiri.
cell),
Cole serta Alpen dan Baum menyokong cellreplacement theory dengan menggunakan mencit dan
anjing. Pada tahun 1956, Ford mengemukakan teori radiasi
chimaera, yaitu hematopoiesis hewan yang mendapat
radiasi dapat diganti dengan injeksi sumsum hewan
lainnya. Chimaera diartikan sebagai didapatkannya
populasi sel yang berasal dari individu berbeda, diberikan
1394
1395
kepada satu resipien. Kemudian diketahui bahwa hematopoiesis chimaera hanya dapat berhasil setelah pemberian
DAI1/\H
!NDIKAS!
Kanker:
.
.
.
Leukemiaakut/kronik
Praleukemia/sindrommielodisplasia(MDS)
BukanKanker:
.
.
.
.
Imunodefisiensi
Kelainan darah (talassemia, anemia sel sabit)
Kelainan genetik nondarah
autologus.
Pada PBSCT, sel induk darah dalam sumsum tulang
dimobilisasi ke darah tepi dengan rangsangan factor
pertumbuhan hemopoietik (G-CSF, GM-CSF), atau
dengan sitostatika tunggal dosis tinggi (siklofosfamida),
1396
HEMIIiTOI.OGI
di
meliputi:
.
.
.
.
purging)
Pemilihan/seleksi sel induk darah (sel CD34+)
Sel punca ditandai dengan adanya ekspresi CD34 dan
Thyl dan absennya CD38, CD33, dan HLA-DR. CD34
adalah penanda untuk sel punca dan induk pada
manusla.
Pemekatan sel induk darah bertujuan memudahkan
pemrosesan selanjutnya dan kriopreservasi. Agar tidak
sel punca./
DONOR
Sumsum Tulang
Darah Tepi
RESIPIEN
Transfusi sel
PUnCa
.'\ Conditiong
)
\--r'
---/
Sel
Punca
Volume cairan
1397
dapat
1.
NCMN
.
.
.
.
Jam
Diuretik:manitol
DU K DABAH (THAWING)
DARAH
Pasca transplantasi, pasien dirawat di kamar isolasi sampai
KOMPL!KASI TRANSPLANTASI
Pasca pemberian kemoterapi sitostatika dosis
tinggi, pasien
1398
HEMATOI.OGI
meningkat sebesar 6 kali bila dibandingkan populasi normal. Keganasan sekunder yang sering ditemukan adalah
limfoma non-Hodgkin, leukemia dan tumor padat.
dosis
yang
r399
adalah
memungkinkan untuk dilakukan dengan donor yang HLAnya tidak benar-benar cocok dengan resipien. Kecocokan
3-4 dari 6 antigen HLA-A, HLA-B dan HLA-DRBI sudah
Kemampuan
ini
dan
REFERENSI
Alenzi FQ, Alenazi BQ, Ahmad SY, Salem ML, Al-Jabri AA, Wyse
RK. The haemopoietic stem cell: between apoptosis and self
renewal. Yale J Biol Med. 2009. 82(1):7-18.
Areman E, Deeg HJ, Sacher RA. Bone marrow and stem cell processing: A manual of current techniques. Philadelphia: FA Davis
Compan i;1992.
Arcese
3186-92
Hematopoietic Stem-Cell Transplantation. N EngI J
1 81 3-26.
Cooper DL Peripheral blood stem cell transplantation. In: De Vita
VT, Hellman S, Rosenberg SA, editors. Cancer: principles and
practice of oncology, 4th edition. Philadetphia: JB Lippincott
Copelan
EA
Med. 2006;354:
Company 1994.
JH Peripheral blood stem cell for allogeneic transplantation: a review. Stem Ce1ls. 2001;19:108-17.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
RI. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca di
Cutler C, Antin
1400
HEN'AiIOI.OGI
L.
222
SEL PUNCA (STEM CELL)
DAN POTENSI KLINISNYA
Cosphiadilrawan
PENDAHULUAN
terutama dari segi kemampuannya untuk bertransdiferensiasi (plasitisitasnya) menjadi progenitor sel yang
berbeda. Sejak itulah berkembang harapan sel punca
r40
t402
HEMAIIOI.OGI
etik dan sosial yang luas dampaknya, sedangkan yang paling banyak dikembangkan sebagai sumber terapi sel adalah
POTENSIBIOLOGI
plasenta/jaringan
sefrenewal:
dlrinya sendti
ata! per
embryo preimplatasr
imp antasi
menlzd:ku i g
Mesoderm
menjadi:otot,
pembuluh
darah,jarikat dan
iantung
Endoderm menjadi
usus, pancreas
lambuns,hati, paru,
kanduns kemlh dan
sel lellr / sperma
2002;
t403
s te
m cell"/B MS C) mampu
" en g r aftmen
in vivo yang
,I
,l
1l
grolvth
LrF
,I #
wnt
IACIOG
BMP4
I
I
+
Smad
GSK3E
P-tenin
I
I
+
self reneffil
1404
HEMIIiIOIOGI
dan
PENERAPAN KLINIS
Diluar penyakit keganasan darah dimana transplatasi HSC
1405
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
REFERENSI
Ho AD, Wagner W. Clinical potential of stem cells: hype or hope?
In: Ho AD, Hoffman, Zarjani ED, eds. Stem Cell Transplantation. Biology, prossesing, and therapy. Weinheim: WILEYVCH
Veerlag Gmbh & Co.KgaA; 2006. p.3 - 20
Mimeault M, Batra SK. Concise review: recent advances on the
significance of stem cel1 in tissue regeneration and cancer
therapies. STEM CELLS. 2006;24:2319-45.
Cosphiadi Irawan. Terapi sel punca ("Stem Cell/SC") di bidang
penyakit dalam. PIT PAPDI ke III, Semarang, 2009.
Regenerative Medicine 2006.pdf Teresse Window.
Huangsu D, Osafune K,Machr R, Goo W, Eijkelenboom A, Chen
Induction of pluripotent stem cell from primary human
fibroblast witb only Oct 4 and Sox2. Nature. 2008;22:1269-71.
Rasokat UF, Dimmeler Stefanie. Endothelial Progenitor Cells for
Cardiac Regeneration. In: Ho AD,Hoffmaq Zanjani ED, eds
Stem cell transplantation. Biology, prossesing, and therapy
Weinheim:WILEYVCH Veerlag Gmbh & Co.KgaA; 2006. p. 119-
92.
Despars
Invest.
2006;1 16:1 195-201.
Weidt C, Niggeman B, Kasenda B, Drell TL, Zanker KS, Dittmar T.
Stem cell migration: a quintessential stepping stone to succesfull
therapy. Current stem cell research & therapy. 20011'2:89-103.
Abdel Latif A, Bolli R, Tleyjeh IM, et al. Adult bone manow derived
cells for cardiac repair a systematic review and meta-analysis.
Martin RE, Braunskill S, Dorcee S, et al. Stem cel1 treatment for acute
myocard infarction. (Review). The Cochrane Collaboration,
WileyJ&Smith.2008.
I, Alwi I, Auda A, Kosasih A, Ardian, et
Santoso T, Cosphiadi
al.
J.
2005:69:1260-5
Huang P, Li S, Han M, et al. Autologous fansplantation of G-CSF
mobilized PBMNC improves critical limb lschemia in diabetes.
Diabetes Care 2005;28:2155-60.