Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Klinis Glukoma Maligna

Glaukoma maligna masih menjadi salah satu komplikasi yang paling menantang
dari operasi mata. Meskipun dilaporkan terjadi secara spontan atau setelah
prosedur mata, glaukoma maligna paling sering dijumpai setelah operasi
glaukoma pada mata sebelum sudut tertutup kronis. Diagnosis klinis dibuat dalam
hal iridotomi perifer yang paten dan pendataran aksial bilik mata depan. Tekanan
intraokular biasanya meningkat, tetapi mungkin normal pada beberapa kasus.
Meskipun etiologi pasti dari kondisi ini tidak sepenuhnya dipahami, beberapa
mekanisme telah diusulkan dan diduga akibat dari arah yang salah aliran aqueous
humorposterior ke dalam atau di belakang vitreous. Ulasan ini membahas
patofisiologi, diagnosis banding, modalitas imaging, dan strategi pengobatan
terbaru untuk bentuk glaukoma sekunder yang jarang ini.

1. Pendahuluan
Glaukoma maligna, awalnya dijelaskan oleh von Graefe pada tahun 1869,
mengacu pada pendangkalan atau pendataran bilik mata depan sentral dan perifer
pada mata dengan TIO/ tekanan intraokular (IOP/ intra ocular pressure) yang
normal sampai tinggi meskipun satu atau lebih iridotomi yang paten. Dinamakan
glaukoma "maligna" karena perjalanan penyakit yang progresif dan respon yang
buruk terhadap terapi glaukoma konvensional. Bentuk glaukoma ini telah
dijelaskan dengan berbagai istilah, seperti glaukoma blok siliar, aqueous
misdirection,

glaukoma

siliolentikular,

dan

glaukoma

blok

siliovitreal,

berdasarkan mekanisme yang memungkinkan yang mana konstelasi temuan klinis


ini dapat dihasilkan.
Meskipun etiologi pasti dari penyakit ini belum dipahami sepenuhnya,
glaukoma maligna diyakini terjadi arah yang salah dari aliran aqueous humor
posterior ke dalam atau di belakang vitreous. Perbedaan tekanan yang dihasilkan
antara

bilik

mata

depan

perpindahan/pergeseran

dan

anterior

bilik

diafragma

mata

belakang

lensa-iris,

menyebabkan

pendangkalan

atau

pendataran bilik mata depan, dan glaukoma sekunder sudut tertutup. Ulasan ini
akan fokus pada teori mekanisme dan strategi pengobatan untuk bentuk glaukoma
sekunder yang jarang ini.

2. Epidemiologi dan Presentasi klinis


Glaukoma maligna biasanya terlihat setelah operasi insisional, khususnya operasi
glaukoma pada mata dengan sudut tertutup dengan insiden yang dilaporkan 2-4%.
Namun, juga dapat terjadi setelah operasi laser atau operasi intraokular lainnya.
Telah dijelaskan setelah operasi katarak (dengan atau tanpa implan), scleral
buckle, vitrektomi pars plana, kapsulotomi laser, Laser cyclophotocoagulation,
iridotomi laser, dan lisis jahitan penutup sclera dan dengan penggunaan miotik.
Glaukoma maligna ditemukan terjadi secara spontan pada mata yang sebelumnya
tidak dioperasi.
Glaukoma maligna didokumentasikan pasca operasi sesegera mungkin
pada hari pertama pasca operasi hingga paling telat beberapa tahun setelah operasi
intraokular. Glaukoma maligna telah dikaitkan dengan oklusi vena retina sentral,

inflamasi, trauma, retinopati prematuritas, injeksi triamsinolon intravitreal, infeksi


intraokular Aspergillus flavus, dan lensa intraokular yang besar. Glaukoma
maligna dapat terlihat pada mata fakia, afakia, atau pseudofakia. Glaukoma
maligna lebih sering terjadi pada mata orang Asia, mungkin karena panjang aksial
yang pendek dan kecenderungan untuk penyempitan sudut bilik mata depan.
Dalam satu laporan, usia rata-rata untuk pasien dengan glaukoma maligna adalah
70 tahun dengan rasio perempuan dibanding laki-laki 11: 3.
Pada presentasi, pasien sering mengeluh mata merah, nyeri dengan
penurunan penglihatan, sama dengan gejala yang dilaporkan dengan glaukoma
blok pupil. Beberapa mungkin dikaitkan dengan sakit kepala dengan mual dan
muntah, tergantung pada tingginya TIO. Pemeriksaan klinis menunjukkan
pendataran aksis bilik mata depan dengan pergeseran anterior lensa, implan
intraokular, atau vitreous face, tergantung pada status lentilular mata dengan
adanya TIO yang tinggi. Area yang jelas yang merupakan cairan aqueous yang
terperangkap dapat dilihat di belakang kapsul posterior atau di dalam vitreous
anterior. Ada atau tidak adanya iridotomi/iridektomi yang paten harus dicatat
dengan teliti untuk memastikan diagnosis ini dan menyingkirkan bentuk penyakit
lainnya.

3. Patofisiologi
Tidak ada teori yang menegakkan penyebab tunggal glaukoma maligna. Shaffer
menduga bahwa pergeseran ke depan dari diafragma lensa-iris pada pasien ini
mungkin karena akumulasi aqueous humor di belakang ablasi vitreous posterior.

Kemudian, adanya kantong aqueous di dalam vitreous ditunjukkan dengan


penelitian ultrasonografi yang dilakukan oleh Buschmann dan Linnert. Epstein
menjelaskan lebih lanjut tentang pengalihan/diversi posterior aqueous pada
tingkat TIO yang tinggi dalam percobaannya pada mata manusia yang dienuklasi.
Karena penurunan permeabilitas vitreous, aqueous menjadi terperangkap,
menyebabkan kenaikan tekanan intraokular dengan pendangkalan aksial sekunder
dari bilik mata depan.
Nama-nama alternatif blok siliolentikular dan blok siliovitreal berasal dari
temuan bahwa rotasi anterior prosesus siliar terhadap ekuator lensa mata fakia
atau anterior hyaloid face pada mata afakia bertanggung jawab karena kurangnya
pergerakan ke depan aqueous humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan,
menyebabkan perbedaan tekanan di dua kompartemen. Perpindahan/pergeseran
anterior dari prosesus siliar telah dikonfirmasi dengan penelitian biomikroskopik
ultrasound, yang juga menunjukkan adanya ablasi suprasiliar yang dangkal pada
mata ini, yang mungkin tidak jelas pada pencitraan B-scan rutin.
Pada tahun 1972, Levene menduga bahwa peningkatan TIO adalah akibat
dari blok lensa langsung, dan penumpukan aqueous di dalam rongga posterior.
Lippas bersama dengan yang lainnya mengusulkan spasme siliar sebagai kejadian
awal untuk perpindahan anterior diafragma lensa-iris sebagai akibat dari operasi,
miotik, inflamasi, atau penyebab lainnya.
Hal ini juga diduga bahwa obstruksi hialoid anterior dapat berkontribusi
sebagai salah satu mekanisme yang mendasari. Quigley dkk menduga bahwa
ekspansi koroid menurunkan kemampuan mata untuk mengirimkan aqueous

secara bebas melintasi vitreous. Seiring dengan peningkatan kompresi vitreous


dengan perpindahan terhadap badan siliar, lensa, atau iris, area yang tersedia
untuk transportasi cairan melintasi membran hialoid berkurang dengan penurunan
konduktivitas cairan, sehingga memperpanjang lingkaran setan.
Konsensus adalah bahwa glaukoma maligna merupakan penyakit
multifaktorial yang lebih dari satu mekanisme yang mungkin memainkan peran
dalam patogenesisnya.

4. Diagnosis Banding
Glaukoma blok pupil harus dipertimbangkan pada pasien dengan peningkatan TIO
dan pendataran bilik mata depan. Namun, adanya iridotomi/iridektomi yang paten
membantu menyingkirkan glaukoma blok pupil ini. Tidak seperti glaukoma
maligna yang menghasilkan pendataran yang uniform bilik mata depan, glaukoma
blok pupil muncul dengan iris bombe dan pendangkalan pada bilik mata depan
perifer yang datar tetapi kedalaman sedang bilik mata depan sentral. Jika patensi
iridotomi dipertanyakan, iridotomi sekunder harus dilakukan dengan laser argon
atau neodymium: ytrrium aluminum garnet (YAG).
Ablasi koroid sering terjadi setelah operasi filtrasi glaukoma dan mungkin
dibingungkan dengan glaukoma maligna karena pendangkalan atau pendataran
kedalaman bilik mata. Namun, mata dengan ablasi koroid biasanya hipotonus.
Dalam beberapa kasus, pengukuran TIO mungkin tidak akurat dalam hal bilik
mata depan yang datar, sehingga membuat perbedaan antara dua kondisi yang
sulit. Efusi koroid biasanya elevasi light brown dan sebagian besar membaik

dengan sendirinya. Jika pandangan ke fundus terganggu, hal ini dapat didiagnosis
dengan ultrasonografi.
Perdarahan Suprakoroid, yang biasanya terjadi berjam-jam atau berharihari setelah operasi intraokular dan sering didahului oleh hipotoni, juga harus
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan evaluasi ultrasound. Pasien biasanya
mengeluh nyeri mata yang berdenyut berat. Mata ini biasanya lebih meradang bila
dibandingkan dengan mata dengan ablasi koroid yang berat. Secara klinis, elevasi
koroid muncul dengan bilik mata depan yang datar dan peningkatan TIO. Evaluasi
ultrasound akan menunjukkan peningkatan perdarahan koroid yang berbentuk
kubah dengan sedikit hingga tidak ada gerakan pada dynamic B scan.
Selain itu, pada setiap pasien setelah operasi filtrasi glaukoma,
kemungkinan kebocoran luka atau filtrasi berlebih harus dihilangkan dengan
pemeriksaan yang cermat sebagai etiologi yang mungkin untuk bilik mata depan
yang dangkal atau datar. Kedua kondisi ini akan memiliki TIO yang normal
sampai rendah.

5. Penelitian Imaging
Ultrasound biomicroscopy (UBM) membantu dalam diagnosis dan pemantauan
respon terapi pada mata dengan glaukoma maligna. Park dan rekan melaporkan
glaukoma maligna pada mata pseudofakia, di mana UBM menunjukkan rotasi
anterior dari badan siliar dan perpindahan ke depan dari haptik lensa dengan
aposisi ke akar iris. Tello dkk menggunakan UBM sebelum dan setelah perawatan
pada mata pseudofakia dengan glaukoma maligna. Rotasi anterior badan siliar dan

kedalaman bilik mata depan yang dangkal dinormalisasi setelah anterior hyaloid
face dihancurkan dengan laser Nd: YAG. Rotasi anterior dari badan siliar dan
kedalaman anterior yang dangkal diamati dengan UBM pada 2 pasien orang Asia
dengan glaukoma maligna, dikontrol pada kedua kasus dengan obat-obatam
sikloplegi (Gambar 1).
B-scan memfasilitasi penyingkiran penyebab lain dari bilik mata depan
yang dangkal atau datar, seperti perdarahan suprakoroid atau efusi koroid.
Optical coherence tomography (OCT) dapat digunakan sebagai teknik
noninvasif untuk memantau penyempitan bilik mata depan pada mata yang
terkena. Wirbelaur dkk menggunakan noncontact slit lamp adapted OCT untuk
mempelajari struktur bilik mata depan pada mata dengan glaukoma maligna
setelah trabekulektomi. Mereka melaporkan pendangkalan yang ditandai secara
kualitatif dan kuantitatif dari kedalaman bilik mata depan selama manifestasi akut
dan resolusi temuan ini setelah viterektomi pars plana dan pendalaman bilik mata
dengan dengan agen viskoelastik.

6. Manajemen
6.1. Manajemen medis. Manajemen medis biasanya dicoba selama kurang lebih 3
sampai 5 hari sebelum intervensi bedah dicoba, tergantung pada temuan klinis.
Agen lini pertama mencakup agen midriatik-sikloplegi dan aqueous suppressant.
Pada tahun 1962, Chandler dan Grant mempopulerkan terapi sikloplegi dalam
mengobati glaukoma maligna. Sikloplegis mengencangkan zonules lensa dengan
melumpuhkan/merelaksasikan otot siliaris, menarik diafragma lensa-iris ke arah

posterior, dan mengurangi blok siliar. Aqueous suppressant menurunkan pooling


posterior dari aqueous humor dengan mengurangi produksinya. Penggunaan
hiperosmotik didukung oleh Daniele dan Diotallevi ketika mereka melaporkan
keberhasilan dengan urea intravena. Pengobatan ini selanjutnya didukung oleh
Weiss

dkk

yang

menggunakan

manitol

intravena.

Agen

hiperosmotik

mendehidrasi vitreous, memungkinkan gerakan posterior diafragma lensa-iris


dengan perluasan ruang bilik mata depan.
Apakah sikloplegi harus digunakan tunggal atau dalam kombinasi dengan
hiperosmotik dalam manajemen awal glaukoma maligna diteliti oleh Chandler
dan rekan. Mereka melaporkan keberhasilan yang lebih besar dengan terapi
kombinasi: perbaikan pada 9 dari 19 kasus dibandingkan dengan terapi sikloplegi
tunggal di mana 5 dari 11 mata menunjukkan reversal. Keputusan untuk
menggunakan terapi kombinasi pada akhirnya merupakan salah satu klinis
berdasarkan pemeriksaan, derajat peningkatan tekanan, dan luas kerusakan
glaukoma pada saat presentasi.
Simmons melaporkan bahwa sekitar 50% dari pasien dengan glaukoma
maligna merespon terhadap pengobatan medis tunggal dan selanjutnya
memperhalus pengobatan Chandler. Rejimen umum meliputi atropin 1% empat
kali sehari untuk merelaksasikan otot siliaris, phenylephrine 10% empat kali
sehari, agonis 1 adrenergik, untuk merangsang otot dilator iris, hiperosmotik,
baik gliserol 50% secara oral (1 mL per pon berat badan) harian atau manitol (2 g
per kg berat badan) secara oral setiap hari atau dua kali sehari, untuk mengurangi
volume vitreous, dan aqueous suppressant topikal atau sistemik untuk mengurangi

pooling aqueous posterior. Jika agen oral seperti acetazolamide digunakan,


elektrolit harus dipantau sering, terutama kadar kalium.
Seperti dijelaskan sebelumnya, pasien harus dipertahankan pada rejimen
ini selama sekitar 3 sampai 5 hari untuk memantau perbaikan klinis. Faktor
pembaur dalam situasi klinis pasien, seperti dekompensasi kornea dari aposisi
lensa terhadap endothelium kornea, mungkin memerlukan intervensi klinis yang
lebih cepat. Jika pasien merespon terhadap terapi medis yang agresif, pengobatan
dapat secara bertahap dikurangi dengan menghentikan hiperosmotik awalnya dan
selanjutnya aqueous suppressant dan akhirnya fenilefrin dan atropin. Penelitian
telah menunjukkan bahwa pasien mungkin harus dipertahankan pada agen
sikloplegi tanpa batas waktu karena risiko tinggi kekambuhan dengan penghentian
agen ini.

6.2. Manajemen pembedahan. Dalam kasus yang refrakter/ sulit diatasi, laser atau
intervensi bedah biasanya diindikasikan. Pengobatan Argon laser dapat
menyusutkan prosessus siliaris melalui iridotomi/iridektomi paten; laser Nd:YAG
dapat digunakan untuk merupturkan kapsul posterior dan membran hialoid
anterior. Iridotomi perifer harus dilakukan awal untuk menyingkirkan mekanisme
blok pupil atau jika ada keraguan mengenai patensi dari iridotomi yang sudah ada
sebelumnya. Vitrektomi pars plana efektif untuk kondisi ini (Gambar 2).
Kapsulotomi dan hialoidotomi laser Nd:YAG harus dipertimbangkan pada
mata pseudofakia dan afakia. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk
menghancurkan hialoid anterior dan menghilangkannya sebagai penghalang

cairan untuk memungkinkan gerakan cairan antara segmen mata posterior dan
anterior. Beberapa penelitian telah melaporkan keberhasilan dengan prosedur ini
pada mata yang refrakter terhadap terapi medis. Little dan Hitchings menyarankan
menempatkan kapsulotomi posterior perifer terhadap lensa untuk menghindari
penyumbatan selanjutnya dari aliran aqueous. Laser Nd: YAG harus dihindari
pada pasien fakia karena risiko merusak lensa.
Iridotomi/iridektomi perifer yang dibuat sebelumnya dapat memberikan
banyak gambaran untuk laser Nd:YAG untuk difokuskan melalui celah di
belakang kapsul posterior di hyaloid perifer. Sering, kapsulotomi posterior
dilakukan terlebih dahulu dengan asumsi bahwa kapsul posterior harus diangkat
terlebih dahulu untuk mencapai patahan yang adekuat pada hialoid tersebut.
Pendalaman yang sedang dari bilik mata depan harus dilihat selama 24 jam
berikutnya jika prosedur ini efektif dalam memberikan aliran bebas cairan antara
bilik mata depan dan bilik mata belakang.
Jika kapsulotomi dan hialoidotomi laser Nd:YAG tidak efektif, banyak
dokter melanjutkan vitrektomi ke pars plana dengan operasi pengangkatan hyaloid
face anterior. Pendekatan ini awalnya dijelaskan oleh Chandler yang
menggunakan jarum berdiameter besar (18 g) yang dimasukkan melalui plana
pars untuk membuang vitreous dan aqueous terperangkap. Beberapa penelitian
telah melaporkan keberhasilan setelah vitrektomi tunggal. Harbour dkk
menunjukkan beberapa keunggulan dari vitrektomi dibandingkan prosedur bedah
lainnya: (1) lokasi obstruksi yang tepat tidak harus diidentifikasi, (2) risiko
kekambuhan rendah karena pengangkatan vitreous, dan (3) visibilitas dan

keamanan meningkat. Pada penelitian mereka, 21 dari 24 mata menunjukkan


perbaikan dengan vitrektomi awal; Namun, beberapa kasus dikaitkan dengan
komplikasi pasca operasi yang berat.
Untuk mata fakia, beberapa ahli bedah merekomendasikan lensektomi
pada saat vitrektomi karena peningkatan insiden pembentukan katarak pasca
operasi. Harbour dkk juga menunjukkan bahwa mata yang menjalani vitrektomi
tanpa lensektomi memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah. Oleh karena
itu, dianjurkan bahwa ekstraksi lensa harus dipertimbangkan pada mata di mana
bilik mata depan tidak diperdalam intraoperatif, pada mata dengan edema kornea
yang menonjol dari aposisi lensa-kornea, dan pada mata di mana katarak padat
muncul pada saat operasi.
Debrouwere dkk melakukan ulasan retrospektif yang membandingkan
tingkat kambuhan dari intervensi terapeutik yang berbeda. Mereka menemukan
teknik gabungan vitrektomi-iridektomi-zonulektomi (dan fakoemulsifikasi jika
pasien itu fakia) memiliki tingkat kekambuhan paling rendah dibandingkan
dengan vitrektomi atau kapsulotomi YAG dengan hialoidotomi. Pada mata
pseudofakia, iridektomi-hialoidotomi-zonulektomi yang dikombinasikan dengan
vitrektomi anterior juga dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang rendah
Teknik pembedahan lainnya termasuk sklerotomi posterior, reformasi bilik
mata depan, transscleral cyclodiode laser photocoagulation, dan pungsi dan
aspirasi vitreous. Namun, semua teknik ini sedikit digunakan. Adanya
pembentukan sinekia anterior perifer dan fibrosis di segmen anterior, operasi

implan

drainase

glaukoma

atau

goniosynechialysis

mungkin

bernilai

dikombinasikan dengan vitrektomi pars plana.

7. Fitur yang Terkait/Komplikasi


Beberapa sumber menemukan hubungan pergeseran miopia berkisar mulai dari
2,5 sampai -8 dioptri karena perpindahan anterior dari diafragma lensa-iris selama
serangan glaukoma maligna. Sii dan Shah melaporkan pergeseran myopia yang
ekstrim -8,0 dioptri dalam laki-laki hiperopia yang sehat dengan riwayat
glaukoma kronis sudut tertutup yang sebelumnya membutuhkan iridotomi perifer
dan trabekulektomi Laser Nd:YAG. Pasien mengalami glaukoma maligna setelah
lisis jahitan laser dan ditangani secara medis dengan penurunan TIO yang
berhasil.
Kegagalan fungsi trabekulektomi sebelumnya untuk glaukoma sudut
tertutup kronis dapat terjadi setelah vitrektomi untuk pengobatan glaukoma
maligna. Azuara-Blanco dkk melaporkan dua kasus yang pada akhirnya
memerlukan pemasangan Baerveldt tube shunt melalui pars plana untuk
trabekulektomi yang gagal setelah vitrektomi yang awalnya telah dilakukan untuk
glaukoma maligna.
Pembentukan katarak ditemukan dalam persentase yang lebih tinggi dari
pada pasien yang menjalani vitrektomi untuk glaukoma maligna. Ablasi retina dan
ablasi koroid serosa juga telah dilaporkan setelah intervensi bedah untuk
glaukoma maligna.

8. Pengobatan Fellow Eye (mata sebelahnya)


Pasien dengan diagnosis glaukoma maligna pada mata yang terkena memiliki
peningkatan risiko glaukoma maligna pada mata lainnya/sebelahnya. Banyak
dokter melakukan iridotomi/iridektomi profilaksis pada mata lainnya jika sudut
drainase ditemukan menjadi sempit atau tertutup sebelum intervensi bedah.
Miotik harus dihindari pada mata ini, dan terapi sikloplegi yang agresif harus
dimulai setelah operasi. Vitrektomi profilaksis pada saat fakoemulsifikasi yang
direncanakan dapat dipertimbangkan, terutama dalam kasus seorang pasien yang
memiliki arah aliran aqueous yang menyimpang yang berat pada mata lainnya
yang membutuhkan vitrektomi.

Anda mungkin juga menyukai