Anda di halaman 1dari 48

Pembelajaran Sains Melalui Metode Kooperatif Tipe

JIGSAW dan STAD di Tinjau dari Kemampuan Awal dan


Gaya Belajar. ( Studi Kasus Pembelajaran Sains pada Topik
Usaha dan Energi Kelas VIII Semester 1 SMP Negeri 2
Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2009/2010)
Sadiyo, NIM. S80209121. Pembelajaran Sains Melalui Metode Kooperatif Tipe JIGSAW dan
STAD di Tinjau dari Kemampuan Awal dan Gaya Belajar. ( Studi Kasus Pembelajaran Sains
pada Topik Usaha dan Energi Kelas VIII Semester 1 SMP Negeri 2 Wedarijaksa Pati Tahun
Pelajaran 2009/2010). Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.Pembimbing I. Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. Pembimbing II. Dra. Suparmi, M.A,
Ph.D.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh pembelajaran sains dengan
metodeKooperatif tipe JIGSAW dan STAD terhadap prestasi belajar. (2) pengaruh antara tingkat
kemampuan awal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. (3) pengaruh antara gaya belajar
kinestetik dan visual terhadap prestasi belajar. (4) interaksi antara kemampuan awal dengan
metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dan STAD terhadap prestasi belajar. (5) interaksi
antara gaya belajar dengan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dan STAD terhadap
prestasi belajar. (6) interaksi antara kemampuan awal dengan gaya belajar terhadap prestasi
belajar. (7) interaksi antara kemampuan awal dengan gaya belajar dan metode pembelajaran
kooperatif tipe JIGSAW dan STAD terhadap prestasi belajar
Penelitian ini menggunakan metode kooperatif, dilaksanakan pada bulan Mei Desemember
2009. Populasi adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Wedarijaksa Pati tahun
pelajaran 2009/2010, sejumlah 5 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik
cluster random sampling terdiri dari empat kelas. Dua kelas eksperimen 1 menggunakan metode
kooperatif tipe JIGSAW yaitu kelas VIIIA dan VIIID dan dua kelas eksperimen 2 menggunakan
metode kooperatif tipe STAD yaitu kelas VIIIB dan VIIIC. Masing-masing kelas terdiri 44
siswa. Teknik pengumpulan data untuk prestasi belajar menggunakan metode tes, kemampuan
awal dan gaya belajar menggunakan metode angket. Uji hipotesis penelitian menggunakan
ANAVA tiga jalan sel tak sama dengan bantuan software minitab 15. Uji lanjut ANAVA
menggunakan uji Scheffe dengan bantuan software minitab 15.
Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan : ( 1) ada pengaruh metode pembelajaran
kooperatif tipe JIGSAW dan STAD terhadap prestasi belajar ( Pvalue= 0,020), (2) ada pengaruh
tingkat kemampuan awal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar (Pvalue=0,000), (3) ada
pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar (Pvalue=0,009), (4) terdapat interaksi pada
penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dan STAD dan kemampuan awal
terhadap prestasi belajar (Pvalue= 0,000), (5) terdapat interaksi pada penggunaan metode
pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dan STAD dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar
( Pvalue= 0,007), (6) terdapat interaksi antara kemampuan awal dan gaya belajar terhadap
prestasi belajar ( Pvalue = 0,014), (7) tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran
kooperatif tipe JIGSAW dan STAD, kemampuan awal, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar
(Pvalue =0,013).
Secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

metode kooperatif tipe JIGSAW dan STAD, serta kemampuan awal berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa, sedangkan gaya belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa,
perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran karena kedua variabel tersebut berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa.
Sadiyo, NIM. S80209121. Learning Science through Cooperative methods JIGSAW and STAD
Type in the Review of early Ability and Learning Style. (Case Study on Learning Sciences and
Energy Business Topics Class VIII Semester 1 SMP Negeri 2 Pati Wedarijaksa Studies Year
2009/2010). Thesis: University Graduate Program in Sebelas Maret University Pembimbing I.
Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. Pembimbing II. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D.
The purpose of this study are to determine: (1) The influence of learning science with JIGSAW
cooperative method and STAD type on learning achievement. (2) The influence of early Ability
level of high and low learning achievement. (3) The influence of visual and kinesthetic learning
style on achievement. (4) the interaction between early ability with cooperative learning methods
JIGSAW and STAD type of learning achievement. (5) The interaction between learning style
with JIGSAW cooperative and STAD type on learning achievement. (6) The interaction between
early ability learning style on learning achievement. (7) The interaction between early ability of
learning style JIGSAW cooperative methods and STAD type on learning achievement
This research using cooperative methods, conducted in May - December 2009. Population is the
entire class of VIII students SMP of Negeri 2 Pati Wedarijaksa Academic year 2009/2010,
consists of five classes. The research sample is determined randomly by cluster random sampling
technique consists of four classes. Two classes of first experiments using JIGSAW cooperative
method are VIIIA and VIIID, Two classes of second experiments using the type of STAD
cooperative method are VIIIC and VIIIB. Each class contains 44 students. Data collecting
techniques for learning achievement using test methods, early ability and learning styles
questionnaire method. Hypothesis testing research using there different ways of ANAVA cells
with the help of Minitab software 15. An advanced test of ANAVA using Scheffe test with the
help of Minitab 15 software.
Based on the data processing results summarized: (1) There is on influence of cooperative
learning using JIGSAW and STAD learning method on achievement (PValue = 0.020), (2) There
is of early ability level of high and low on learning achievement (PValue = 0.000), ( 3) There is
on influence of learning style on learning achievement (PValue = 0.009), (4) there is on
interaction on the use of cooperative learning style JIGSAW cooperative methods and STAD
type of learning achievement (PValue = 0.030), (5) there is interaction in the use of style
JIGSAW cooperative method and STAD type learning achievement (PValue = 0.000), (6) there
are interaction between early ability and learning style on learning achievement (PValue =
0.014), (7) there are interaction between type of JIGSAW cooperative learning method and
STAD, early capability, and learning style on learning achievement (PValue = 0.013).
All results from this study can be concluded that cooperative learning using the type of JIGSAW
and STAD method, and early abilities has effect on student learning achievement, whereas
students learning styles affect on students learning achievement, should be considered in the
learning process because the two variables are affected on the students learning achievement.

Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD (student teams-achievement


divisions) sebagaiupaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas II

pada mata diklat negosiasi di SMKSudirman I Wonogiri tahun pelajaran


2008/2009Noer Fuadiyah Uyun
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan : (1) keaktifan siswa
kelas II P2 SMK Sudirman IWonogiri dalam mengikuti mata diklat Negosiasi melalui
model pembelajaran kooperatif STAD, (2) prestasisiswa kelas II P2 SMK Sudirman I
Wonogiri dalam mengikuti mata diklat Negosiasi melalui modelpembelajaran
kooperatif STAD. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas.
Subyekpenelitian ini adalah siswa kelas II program keahlian Penjualan SMK
Sudirman I Wonogiri yang berjumlah 34siswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan
kolaborasi antara peneliti, guru kelas dan melibatkan partisipasisiswa. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan berupa : (a) observasi, (b)
wawancara, (c) tes.Prosedur penelitian meliputi tahap : (a) perencanaan tindakan,
(b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi daninterprestasi, dan (d) analisis dan
refleksi Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) penerapanmodel
pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa selama
pembelajaran. (2)penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD SEBAGAI UPAYA


MEMAKSIMALKAN IMPLEMENTASI KBK 2004 PADA MATA PELAJARAN KIMIA DI KELAS X
SMAN 5 SEMARANG
Nurchasanah a, Harjono b
a

SMA Negeri 5 Semarang

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang


Abstrak
Telah dilakukan penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 5 Semarang pada mata
pelajaran Kimia dengan objek penelitian siswa kelas X pada semester gasal 2006.
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk memaksimalkan implementasi KBK
2004 khususnya pada mata pelajaran kimia di kelas X. Model pembelajaran
kooperatif STAD dipilih untuk diterapkan setelah melalui hasil observasi dan refleksi
yang dilakukan oleh tim peneliti. Tim peneliti merencanakan tindakan berdasarkan
hasil observasi dan refleksi yang telah dilakukan melalui penyusunan perangkat
pembelajaran berbasis pembelajaran kooperatif STAD yang terdiri dari LKS, soalsoal kuis, lembar observasi dan rencana pembelajaran serta perangkat
pembelajaran pendukung lainnya. Model pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari 4

tahap utama yaitu : penyajian materi oleh guru, siswa belajar didalam tim yang
terdiri 4-5 siswa, pemberian kuis dan penghargaan tim berdasarkan hasil penilaian
kuis. Penelitian ini dapat diselesaikan dalam 3 siklus selama 8 minggu dengan 6 kali
pemberian kuis dan 1 (satu) kali tes akhir. Hasil penelitian yang merupakan data
observasi dan rekapitulasi kuis menunjukkan telah terjadi peningkatan aktifitas
belajar siswa yang positif di kelas dari minggu ke minggu selama siklus penelitian
berlangsung. Aktifitas siswa selama proses pembelajaran diamati oleh tim peneliti
sebagai data untuk melakukan evaluasi dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas
X SMAN 5 Semarang mampu memaksimalkan implementasi KBK 2004 pada mata
pelajaran Kimia yang ditunjukkan oleh aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik selama pembelajaran berlangsung. Kata kunci:
kooperatif STAD
,
KBK 2004

Pendahuluan
Implementasi Kurikulum Ber-basis Kompetensi (KBK) 2004 di SMA menuntut peran
guru secara aktif dalam mengelola sebuah kelas, sehingga kompetensi dasar yang
telah ditetapkan dapat tercapai secara maksimal. Fenomena di lapangan
menunjukkan bahwa para guru sebagian besar masih terbawa pola pengajaran
sesuai kurikulum sebelumnya yang cukup berbeda dengan pola pengajaran KBK
2004. Pengajaran KBK 2004 menuntut guru untuk menyusun pola pembe-lajaran
yang berpusat pada siswa (
student centered learning
). Mata pelajaran kimia adalah salah satu mata pelajaran di SMA yang saat ini
kurikulumnya mengacu pada KBK 2004. Berdasarkan hasil observasi dan
di SMAN 5 Semarang, implementasi kurikulum berbasis kompetensi baru mulai
dilaksanakan pada tahun 2004, sehingga pada tahun 2006 ini siswa yang duduk di
kelas X di SMAN 5 Semarang sebagian besar belum memperoleh mata pelajaran
kimia di SMP. Implementasi KBK di SMP saat ini baru dilaksanakan pada siswa yang
masuk SMP pada tahun 2004, meskipun beberapa SMP di Kota Semarang ada yang
telah mengim-plementasikan kurikulum 2004 lebih dini. Lulusan SMP tahun 2005
yang sekarang yang menjadi siswa di kelas X SMAN 5 Semarang sebagian besar
tidak memperoleh pelajaran kimia di SMP. Kondisi yang terjadi di atas
mengakibatkan sebagian besar siswa kelas X belum memiliki prasyarat untuk
mempelajari mata pelajaran kimia sesuai KBK 2004 di kelas X yang seharusnya
diperoleh di tingkat pendidikan sebelumnya yaitu di SMP. Persoalan lainnya, guru
kimia dan siswa dalam rangka memenuhi tuntutan kompetensi sesuai KBK 2004 di
kelas X membutuhkan waktu yang lebih lama. Beberapa materi yang tidak diminta
di dalam kompetensi harus diajarkan oleh guru sebab materi tersebut merupakan

materi prasyarat. Kondisi pembelajaran kimia yang terjadi tersebut harus segera
diatasi sebab materi pelajaran kimia di kelas X merupakan prasyarat untuk belajar
kimia di kelas XI dan XII. Model pembelajaran kimia yang digunakan oleh guru
memiliki peran penting dalam rangka memudahkan siswa untuk menyerap materi
pelajaran sesuai dengan tuntutan indikator di dalam KBK 2004. Di SMAN 5
Semarang, menurut guru kimia yang mengajar di kelas X proses pembelajaran
kimia yang dilaksanakan selama ini belum sepenuhnya meng-gunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan di dalam KBK 2004. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi kondisi pembelajaran kimia
di atas adalah model pembelajaran kooperatif
STAD (Student Team Achievement Divison)
. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tehnik-tehnik pembelajaran kooperatif
lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar individual atau kompetitif (Muslimin Ibrahim, 2000). Penelitian
pembelajaran yang dilakukan oleh Yurnietti, (1999) bekerjasama dengan guru SMA
Negeri III Padang berhubungan dengan berhubungan dengan penerapan model
kooperatif STAD memperlihatkan
bahwa penerapan model ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
mempelajari Fisika, dan siswa meminta supaya pembelajaran seperti ini dapat
diteruskan oleh guru. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulistyorini (1998),
model pembelajaran kooperatif STAD dalam mata pelajaran IPA dilaporkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya menurut Perdy Karuru (2001), dari
hasil penelitiannya mengenai model pembelajaran kooperatif STAD diperoleh
beberapa temuan antara lain guru dalam mengelola pembelajaran cukup baik, dan
dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, guru mampu
melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah pembelajaran dari
teacher center
menjadi
student centered
, serta dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa. Hasil belajar yang diajar
dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran
kooperatif Berdasarkan latar belakang dan tinjauan terhadap beberapa hasil
penelitian yang sejenis maka tim peneliti sepakat untuk menerapkan model
pembelajaran kooperatif STAD di SMAN 5 Semarang dalam mengajarkan mata
pelajaran kimia di kelas X. Beberapa pertimbangan penting yang dijadikan landasan
adalah sebagai berikut: 1.

Guru perlu mengajarkan mata pelajaran kimia sesuai tuntutan kompetensi yang
disyaratkan didalam KBK 2004. 2.

Keragaman latar belakang siswa dalam hal implementasi KBK 2004 di SMP bahwa
sebagian besar siswa tidak memperoleh mata pelajaran kimia di SMP.
3.

Keragaman motivasi, minat dan kemampuan siswa sehingga diperlukan pemilihan


model pembelajaran yang tepat. 4.

Guru mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan materi prasyarat yang


dibutuhkan siswa sebelum masuk ke materi utama yang tentunya membutuhkan
tambahan waktu belajar di kelas. 5.

Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagian besar masih berorientasi
pada kurikulum sebelumnya yang belum berorientasi kepada peserta didik (siswa).
Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas dengan objek siswa kelas
X SMAN 5 Semarang pada semester gasal 2006. Tindakan kelas yang direncanakan
dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dengan
4 tahap utama yaitu: penyajian materi oleh guru, siswa belajar didalam tim yang
terdiri 4-5 siswa, pemberian kuis dan penghargaan tim berdasarkan hasil penilaian
kuis. Data penelitian diambil dengan menggunakan instrumen penelitian berupa
lembar observasi dan kuis. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data
aktifitas siswa selama proses pembelajaran (aspek afektif dan psikomotorik)
sedangkan kuis digunakan untuk memperoleh data hasil belajar (aspek kognitif).
Data penelitian yang diperoleh secara berkala digunakan oleh tim peneliti untuk
dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat direncanakan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan pada tahapan dan siklus penelitian selanjutnya.

Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian


1. Data Observasi Terhadap Siswa Dalam penelitian ini, data observasi terhadap
siswa diperoleh dengan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh dosen dan
guru selama proses belajar mengajar berlangsung. a. penyajian materi oleh guru
Hasil observasi menunjukkan rata-rata perhatian siswa selama penyajian materi
oleh guru adalah sedang

baik dengan persentase kumulatif untuk kategori sedang 42% dan persentase baik
50%. Selebihnya adalah 5% perhatian siswa sangat baik dan 3% perhatian siswa
kurang baik. Aktifitas siswa selama penyajian materi oleh guru adalah sebagian
besar mendengarkan penyampaian materi pelajaran oleh guru dengan persentase

rata-rata lebih dari 85%. Aktifitas lainnya adalah mencatat penjelasan guru,
membaca sendiri dan sebagian kecil (rata-rata kurang dari 4%) ada siswa yang
bercakap-cakap sendiri dengan temannya selama guru menyampaikan materi
pelajaran. Suasana belajar yang berhasil diciptakan oleh siswa dan guru selama
proses penyampaian materi pelajaran dapat dikatakan kondusif dengan rata-rata
5,4% siswa yang mengajukan pertanyaan setiap penyampaian materi pelajaran. b.
siswa belajar dalam kelompok
Observasi terhadap aktifitas siswa selama belajar dalam tim dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut: (1) 81% siswa aktif menyampaikan pendapat di dalam
kelompok/tim kurang dari 5 menit sejak tim mulai beberja. (2) 85% tim dapat
menyelesaikan tugas di dalam LKS tepat waktu dari waktu yang telah ditentukan
guru. (3) Lebih dari 92% siswa sebagai anggota tim aktif berpartisipasi
didalam kerja tim, sisanya adalah 7% kurang aktif dan kurang dari 1%pasif. (4)
Pemanfaatan sumber belajar (buku, LKS, buku penunjang lain) baik, sebab siswa
memiliki lebih dari 2 buku referensi yang menunjang pembelajaran kimia. (5)
Interaksi sosial di dalam tim berjalan cukup harmonis. (6) Sikap siswa yang lebih
pandai terhadap anggota tim yang lain pada umumnya terlihat mau memberikan
bimbingan kepada anggota timnya yang kurang pandai. (7) Kebersamaan tim untuk
menuntaskan materi pelajaran sangat baik walaupun ada beberapa siswa yang
kurang aktif tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja tim
secara keseluruhan. 2. Data Observasi Terhadap Guru Observasi terhadap guru
dilakukan oleh dosen menggunakan lembar observasi yang telah direncana-kan.
Ada 6 aspek yang dlihat dan dievaluasi selama proses pem-belajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berdasarkan hasil observasi secara ringkas
dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Perencanaan pembelajaran (kesiap-an guru
menyampaikan materi pelajaran) dinilai baik dengan melihat kesiapannya didalam
rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum mengajar. (2) Penyajian
materi pelajaran oleh guru (termasuk pemanfaatan media dan alat peraga) dinilai
cukup baik. Selain kegiatan ceramah dan diskusi, guru juga pernah menyiapkan
tugas belajar inovatif yang berkaitan dengan materi pelajaran untuk membuat tabel
system periodik unsur yang hal ini dapat memotivasi siswa untuk
belajar karena suasana belajar lebih variatif dan menyenangkan. (3) Pengelolaan
kelas (mendukung proses pembelajaran) secara keseluruhan baik dari minggu ke
minggu. Aspek-aspek yang ber-pengaruh terhadap ketercapaian tujuan
pembelajaran telah dikelola semaksimal mungkin oleh guru. (4) Interaksi dengan
siswa (intonasi, model komunikasi) sangat baik. (5) Fungsi fasilitator berjalan efektif
terutama pada saat diskusi tim. Guru mampu berperan sebagai fasilitator secara
optimal pada sesi-sesi diskusi untuk memberikan penjelasan dan arahan kepada
tim-tim atau siswa yang mengalami kesulitan belajar. (6) Perencanaan evaluasi oleh
guru (evaluasi tertulis, lisan dan evaluasi bentuk lain) baik. Secara berkala pada
akhir penyampaian materi pelajaran guru menyempatkan diri untuk melontarkan
pertanyaan kepada siswa untuk melihat sejauh mana siswa telah menerima materi
pelajaran. Bentuk evaluasi lain adalah kuis yang secara integral telah direncanakan
sebagai bagian dari model pembelajaran kooperatif STAD. 3. Data skor/nilai Kuis
Kuis yang telah diberikan kepada siswa berjumlah 6 kali yang diberikan pada akhir
minggu pada saat sesi pelajaran terakhir selama 15 menit berisi soal-soal pilihan
ganda dan essay pendek. Data skor/nilai kuis dapat dilihat melalui grafik nilai/skor
rata-rata, minimum dan maksimum yang diperoleh siswa selama mengikuti kuis.

Data skor/nilai kuis selanjutnya dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi dan refleksi
untuk menentukan tindakan pembelajaran selanjutnya

84.4
98
71
96.3
91.2
97
54
84.3
42.5
70.7
74.3
85
18.8
60
20
37
57
76
0
20
40
60
80
100
Kuis#1Kuis#2Kuis#3Kuis#4Kuis#5Kuis#6
Nilai/Skor Kuis

Maksimal
Rata-rata
Minimal
Grafik. Rekapitulasi Skor/Nilai Kuis Siswa .
B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini telah dilakukan dengan menggunakan objek penelitian
kelas X-9 SMAN 5 Semarang pada semester gasal 2006 sejumlah 42 siswa.
Penelitian yang berhasil dilaksanakan selama 3 (tiga) siklus menerapkan model
pembelajaran kooperatif STAD. Berdasarkan hasil penelitian yang berupa data
observasi dan pencapaian nilai/skor kuis siswa dapat dilihat bahwa model
pembelajaran ini mampu meningkatkan kualitas pembelajaran kimia. Perangkat
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Buku Guru, Buku
Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Rencana Pembelajaran. Selain itu, peneliti
juga mengembangkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi, tes/kuis, dan
angket siswa untuk mengetahui tanggapan siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan model kooperatif STAD. Aspek kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran yang berhasil diamati oleh tim peneliti menggunakan
lembar observasi dengan skala 1

5 menunjukkan skor rata-rata untuk masing-masing kategori pengamatan yang


meliputi perencanaan sebesar 3,75, pendahuluan 3,42, kegiatan inti 3,29, penutup
3,06, pengelolaan waktu 3,38,
dan suasana kelas sebesar 3,51. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa secara
umum guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah cukup baik. Guru mampu menyiapkan
alat/bahan yang digunakan dalam pembelajaran, serta mampu melatihkan
keterampilan proses dan keterampilan kooperatif dan mengoperasikan perangkat
pembelajaran dengan alokasi waktu yang sesuai, bahkan guru dapat membuat
siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran. Aktivitas guru dan siswa selama
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Aktivitas guru dan siswa menekankan pada kerjasama untuk
mengembangkan keterampilan kognitif yang melibatkan keterampilan penalaran
dan fisik seseorang untuk membangun suatu gagasan/pengetahuan baru atau
menyempurnakan pengetahuan yang sudah terbentuk untuk mencapai tujuan
bersama. Bila dilihat dari angka aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar
mengajar, maka secara keseluruhan aktivitas guru dan siswa menunjukkan
pembelajaran yang berorientasi pendekatan keterampilan proses dalam seting
pembelajaran kooperatif tipe
STAD berpusat pada siswa, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Pada
grafik rekapitulasi nilai/skor kuis siswa dapat dilihat perkembangan kondisi
pembelajaran kimia di kelas. Secara umum penerapan model pembelajaran ini telah
mampu memaksimalkan implementasi KBK 2004 pada mata pelajaran kimia. Dilihat
dari data nilai/skor maksimum dan minimum serta rata-rata tampak bahwa siswa

secara bertahap mampu meningkatkan prestasinya melalui kegiatan belajar di


kelas. Selisih nilai/skor maksimum dan minimum yang cenderung semakin kecil
menunjukkan siswa dengan kemampuan kurang mampu belajar dengan lebih baik
melalui tim/kelompok dan siswa dengan kemampuan tinggi mampu berperan
didalam meningkatkan pemahaman anggota timnya. Sebagai bagian dari skenario
pembelajaran kooperatif STAD, nilai/skor kuis yang diperoleh oleh siswa dihitung
secara tim untuk melihat tim dengan peningkatan nilai tertinggi. Secara berkala,
tim peneliti memberikan peringkat atas tim-tim yang memperoleh skor peningkatan
tertinggi. Penghargaan atas prestasi tim mampu meningkatkan motivasi siswa
untuk terus berupaya meningkatkan skor pencapaian tertinggi bagi timnya.
Tahapan pembelajaran yang diawali dengan penyampaian materi oleh guru, siswa
belajar di dalam tim/kelompok dilanjutkan dengan pemberian kuis dan pemberian
penghargaan tim atas peningkatan skor rata-rata anggota tim berlangsung terusmenerus sebagai model pembelajaran kokoperatif STAD. Tahapan pembelajaran ini
merupakan bagian dari siklus penelitian yang telah direncanakan dalam penelitian
dalam rangka memaksimalkan implementasi
KBK 2004 pada mata pelajaran kimia di kelas X SMAN 5 Semarang. Berikut ini
adalah gambaran perkembangan proses belajar mengajar kimia yang lebih rinci
untuk tiap siklus dalam penelitian ini. a. Siklus I
Pada awal penelitian, tim peneliti telah melakukan evaluasi dan refleksi terhadap
kondisi siswa. Profil siswa yang heterogen dijadikan dasar bagi tim untuk melakukan
pembagian kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara merata. Anggota
kelompok dibuat sedemikan rupa sehingga tidak ada penumpukan siswa dengan
latar belakang lebih baik atau lebih buruk. Siswa kelas X-9 yang terdiri dari 42
siswa dibagi menjadi 10 kelompok yang terdiri dari 8 kelompok dengan anggota
masing-masing 4 orang dan 2 kelompok dengan anggota masing-masing 5 orang.
Melalui kelompok inilah siswa dituntut untuk saling melengkapi selama proses
pembelajaran. Diskusi yang direncanakan digunakan oleh siswa untuk melengkapi
pengetahuan yang telah diberikan oleh guru pada sesi penyampaian materi.
Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran serta
nilai/skor yang diperoleh siswa maka tim peneliti menganggap siklus I ini dapat
diakhiri untuk selanjutnya masuk ke siklus II. Pada siklus pertama ini, siswa telah
mengenal model pembelajaran kooperatif STAD. Siswa telah menunjukkan prestasi
yang cenderung meningkat berdasarkan skor/nilai kuis yang diperoleh. b. Siklus II
Siklus kedua ini diawali dengan pencapaian skor/nilai kuis yang kurang baik
disebabkan peneliti mencoba mengubah pola waktu pelaksanaan kuis. Kuis pertama
dan kedua pada siklus I diberikan 15 menit menjelang jam
pelajaran selesai pada akhir minggu. Pada kuis ketiga pelaksanaan diubah menjadi
15 menit pertama jam pelajaran pada awal minggu dengan pertimbangan pada
minggu sebelumnya adalah jam pelajaran ditiadakan dan siswa ditugasi untuk
belajar mandiri. Berdasarkan hasil tes yang ketiga disimpulkan bahwa siswa
cenderung malas untuk belajar jika tidak ada tes/kuis. Guru selanjutnya
memberikan evaluasi dan arahan kepada siswa untuk selalu belajar bukan karena
akan ada tes/kuis tetapi untuk tujuan menuntaskan materi belajar. Hasil kuis yang
keempat siswa telah mampu meningkatkan kembali perolehan nilainya. Hal lain
yang cukup baik adalah pada kuis yang keempat ini selisih nilai antar anggota tim
relatif lebih sedikit jika dibandingkan pada siklus I disebabkan sesi diskusi memang

telah berjalan dengan baik. Sesi diskusi telah dimanfaatkan siswa yang kurang
pandai untuk meningkatkan pemaha-mannya melalui diskusi dengan anggota tim
yang lebih pandai. Berdasarkan hasil evaluasi maka siklus II ini dianggap cukup
untuk dilanjutkan ke siklus III sebagai siklus pemantapan. c. Siklus III
Pada siklus ini siswa telah mengenal model pembelajaran kooperatif STAD ini
dengan baik. Aspek-aspek kooperatif telah mampu dikembangkan oleh siswa untuk
berupaya mengatasi kesulitas belajarnya melalui tingkah laku pembelajaran yang
positif antara lain: mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru dengan
baik, berdiskusi dengan baik, mengerjakan LKS dengan baik bersama dengan tim
kelompok. Hasil dari kuis kelima menunjukkan adanya peningkatan nilai/skor jika
dibandingkan pada kuis sebelumnya. Walaupun skor paling tinggi belum mampu
melampaui skor tertinggi pada
kuis keempat tetapi skor rata-rata pada kuis kelima ini meningkat jika dibandingkan
pada kuis ketiga dan keempat. Sedangkan skor pada kuis keenam menunjukkan
perubahan yang sangat baik terutama jika dilihat dari pencapaian nilai rata-rata
yang cukup tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dan guru telah
memahami dan mampu mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif
STAD secara baik. Implementasi model pembelajaran kooperatif STAD merupakan
ciri bagi implementasi KBK 2004 jadi pembelajaran di kelas telah menjadi
pembelajaran
student centered
dengan guru sebagai fasilitator.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat dismpulkan beberapa hal sebagai
berikut: 1. Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas X SMAN 5
Semarang mampu memaksimal-kan implementasi KBK 2004 pada mata pelajaran
Kimia yang ditunjukkan oleh aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik selama
pembelajaran berlangsung. 2. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat mengubah pembelajaran dari
teacher center
menjadi
student centered
. 3. Siswa dengan beragam kemampuan mampu meningkatkan pemahaman dalam
mempelajari kimia melalui tim/kelompok STAD. 4. Pemberian penghargaan atas tim
dengan rata-rata peningkatan terbaik pada tiap-tiap pemberian kuis mampu
meningkatkan motivasi untuk mengoptimalkan efektifitas pembelajaran kelompok.
Ucapan Terima Kasih
1.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Ketenagaan Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS yang telah memberikan pembiayaan
penelitian ini. 2.

Kepada pimpinan dan staf Lembaga Penelitian UNNES, Dinas Pendidikan Kota
Semarang, Kepala SMAN 5 Semarang dan para siswa kelas X SMAN 5 Semarang
yang telah memberikan ijin, kerjasama dan dukungan atas penelitian ini
disampaikan terima kasih. 3.

Kepada tim evaluator Lembaga Penelitian UNNES, tim monitoring penelitian PTK
Dikti DEPDIKNAS tim peneliti menyampaikan terima kasih atas kritik saran dan
masukannya selama pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
Arends, R. 1997.
Classroom Instruction and Management
. New York: McGraw-Hill Companies. Muslimin Ibrahim, dkk, 2000.
Pembelajaran Kooperatif
. Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana UNESA: University
Press. Mohamad Nur, 2003.
Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran
. Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah : UNESA. Perdy Karuru, 2001.
Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP
. www.depdiknas.go.id.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA & MA
. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan
Pengembangan Srini M Iskandar, 2001.
Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas I SMU
Memahami Pokok Bahasan Alkana, Alkena, Alkuna dengan Menggunakan
Pendekatan Konstruktivisme
. Proceeding of The Seminar on Quality Improvement of Mathematics and Science
Education in Indonesia. UPI Bandung. Sri Sulistyorini, 1998.
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Mata Pelajaran IPA

. Edukasi Edisi 3 Tahun X


1999.

IKIP Semarang hal 1-14. Tim Pelatih Proyek PGSM.

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).


Jakarta: Dirjen Dikti-PGSM Thonthowi, Ahmad, 1993.
Psikologi Pendidikan
. Bandung : Angkasa. Slavin, R.E., 1995.
Cooperativ Learning
. Massachusetts : Allyn dan Bacon Publishers. Winkel WS, 1991.
Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar
. Jakarta : PT. Gramedia. Yurnetti, 1999.
Pembelajaran Kooperatif sebagai Model Alternatif dalam Pembelajaran Fisika
. Jurnal Fisika HFI B5(2002) 0561.

ABSTRAK
Hesti Setianingsih. 2007.
Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran
Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1
Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007
. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Semarang. Pembelajaran matematika di sekolah merupakan hal yang
penting untuk meningkatkan kecerdasan siswa. Siswa di SMP Negeri 1 Slawi
tergolong siswa yang pandai dan cepat dalam menerima pelajaran. Meskipun
demikian dipandang perlu adanya peningkatan aktivitas, pola berpikir kritis, dan
kreatif serta hasil belajar matematika. STAD merupakan salah satu tipe
cooperative learning
. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif
daripada pembelajaran matematika dengan metode ekspositori pokok bahasan

segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada
pembelajaran matematika dengan metode ekspositori pokok bahasan segiempat
kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007. Populasi dari
penelitian ini adalah kelas VII A, VII B, VII C, dan VII D SMP Negeri 1 Slawi tahun
pelajaran 2006/2007. Dengan teknik random sampling terpilih 2 kelas sebagai
sampel yaitu kelas VII C sebagai kelas eksperimen yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas VII D sebagai kelas kontrol yang
dikenai metode ekspositori. Pada akhir pembelajaran kedua kelas sampel diberi tes
dengan menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, reliabilitas,
taraf kesukaran dan daya pembeda. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
tes dan metode observasi. Metode tes dilakukan untuk memperoleh data nilai akhir
setelah diberi perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, data
dianalisis dengan uji normalitas, uji kesamaan dua varians, dan uji hipotesis
menggunakan uji t. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji t satu
pihak diperoleh t
hitung
= 2,64 untuk nilai pemahaman konsep, t
hitung
= 4,07 untuk nilai penalaran dan komunikasi, t
hitung
= 1,912 untuk nilai pemecahan masalah dan dari tabel diperoleh t
tabel
= 1,66, dengan

= 5% dan dk = 40+40-2 =78. Untuk tiap-tiap aspek, jelas t


hitung
>t
tabel
maka Ho ditolak artinya rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran STAD lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa
yang diajar dengan menggunakan metode ekspositori pada pokok bahasan
segiempat siswa kelas VII SMP Negeri 1 Slawi. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD oleh guru
pada pembelajaran I sampai dengan III masing-masing 70,83%, 79,17%, dan
85,42%. Sedangkan aktivitas siswa pada pembelajaran I sampai dengan III masingmasing 60%, 75%, dan 87,5%.

Simpulan yang diambil adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan


model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada pembelajaran
matematika dengan menggunakan metode ekspositori pokok bahasan segiempat
kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007. Berdasarkan
hasil penelitian ini maka disarankan hendaknya guru menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar matematika
siswa pokok bahasan segiempat.
Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif, STAD, Pembelajaran Matematika.

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum
sekolah. Menurut Dreeben (Hamzah, 2001:7) matematika diajarkan di sekolah
dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang (
long-term functional needs
) bagi siswa dan masyarakat. Sedangkan menurut Sujono (Hamzah, 2001:8)
matematika perlu diajarkan di sekolah karena matematika menyiapkan siswa
menjadi pemikir dan penemu, matematika menyiapkan siswa menjadi warga negara
yang hemat, cermat dan efisien dan matematika membantu siswa mengembangkan
karakternya. Pendapat yang lain adalah pendapat Stanic (Hamzah, 2001:8)
menegaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk
meningkatkan kemampuan berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas dan kritis.
Berdasar beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran
matematika di sekolah merupakan hal yang penting untuk meningkatkan
kecerdasan siswa. Pada hakekatnya belajar merupakan salah satu bentuk kegiatan
individu dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan dari setiap belajar
mengajar adalah untuk memperoleh hasil yang optimal. Kegiatan ini akan tercapai
jika siswa sebagai subyek terlibat secara aktif baik fisik maupun emosinya dalam
proses belajar mengajar.
Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan obyek dan belajar
lebih dipentingkan daripada mengajar. Disamping itu siswa ikut berpartisipasi ikut
mencoba dan melakukan sendiri yang sedang dipelajari. Sedangkan dalam
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran aktif, fungsi guru adalah
menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara
optimal. SMP Negeri 1 Slawi merupakan sekolah favorit dan sekolah standar
nasional di Kabupaten Tegal. SMP Negeri 1 Slawi terletak di Jln. Moh. Yamin
Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal. Siswa-siswa di sekolah ini tergolong siswa yang
pandai dan cepat dalam menerima suatu materi pelajaran. Meskipun demikian
dipandang perlu adanya peningkatan aktivitas, pola berfikir kritis, dan kreatif serta
hasil belajar matematika khususnya pokok bahasan segiempat. Salah satu metode
pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam kelas adalah metode ekspositori.
Meskipun guru tidak terus menerus bicara, namun proses ini menekankan

penyampaian tekstual serta kurang mengembangkan motivasi dan kemampuan


belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan metode ekspositori
cenderung meminimalkan keterlibatan siswa sehingga guru nampak lebih aktif.
Kebiasaan bersikap pasif dalam pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar
siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami.
Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton dan kurang menarik.
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai
sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau
untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Salah satu
cooperative learning adalah STAD. Menurut Suherman dkk (2003:260) inti dari STAD
adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam
kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soalsoal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya
secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Berdasar uraian di atas peneliti
mengambil judul
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT SISWA KELAS VII SEMESTER 2 SMP
NEGERI 1 SLAWI TAHUN PELAJARAN 2006/2007. B.

Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dari
pada pembelajaran matematika dengan metode ekspositori pokok bahasan
segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun ajaran 2006/2007?
C.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran


kooperatif tipe STAD lebih efektif dari pada pembelajaran matematika dengan
metode ekspositori pokok bahasan segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1
Slawi tahun ajaran 2006/2007.
D.

Manfaat Penelitian

1.Bagi Peneliti Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan peneliti


khususnya yang terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
2.Bagi Guru Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukkan
tentang model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3.Bagi Siswa Dapat menumbuhkan semangat kerjasama antar siswa, meningkatkan
motivasi dan daya tarik siswa terhadap matematika.
E.Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta mewujudkan persatuan
pandangan dan pengertian yang berkaitan dengan judul dari skripsi yang peneliti
ajukan, maka perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut. 1.

Keefektifan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) keefektifan berasal dari
kata efektif yang berarti ada pengaruh atau efeknya. Keefektifan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah keberhasilan tentang suatu usaha atau tindakan yaitu
keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses
pembelajaran matematika siswa kelas VII semester 2 pada pokok bahasan
segiempat di SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007. Dikatakan efektif jika
hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang
menggunakan metode ekspositori. 2.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement Divisions


(STAD) merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam tim yang beranggotakan 4 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Tim yang mendapat skor
tertinggi mendapat penghargaan. Kemudian seluruh siswa dikenai kuis tentang
materi tersebut. 3.

Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika yang dimaksud dalam


penelitian ini adalah kegiatan belajar mengajar matematika di sekolah menengah
pertama. 4.

Segiempat Segiempat adalah suatu bangun geometri bidang yang terdiri atas
empat titik, dengan ketentuan bahwa setiap tiga titiknya tidak merupakan garis
lurus, dan empat garis yang menghubungkan keempat titik itu dalam urutan yang
berkesinambungan.(Kerami dan Sitanggang, 2002: 214). Segiempat dalam
penelitian ini mencakup jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang.

F.

Sistematika Penulisan Skripsi


Secara garis besar sistematika skripsi ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: bagian
awal, bagian isi dan bagian akhir yang masing-masing diuraikan sebagai berikut. 1.

Bagian Awal Skripsi Berisi judul, abstrak, lembar pengesahan, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
2.

Bagian Isi Skripsi BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang masalah, permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan
skripsi. BAB II Landasan Teori dan Hipotesis Berisi teori-teori yang mendukung
dalam penelitian, kerangka berpikir dan rumusan hipotesisnya. BAB III Metode
Penelitian Berisi tentang populasi, sampel penelitian, variabel penelitian, metode
pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, instrumen penelitian dan metode
analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Berisi hasil penelitian dan
pembahasannya. BAB V Penutup Berisi simpulan dan saran 3.

Bagian Akhir Berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


BAB II LANDASAN TEORI A.

Landasan Teori
1.

Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan proses penting bagi perubahan


perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar
memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan,
tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan
menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami
bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.
Gagne dan Berliner (dalam Anni, 2005:2) menyatakan bahwa belajar merupakan
proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari
pengalaman. Morgan (dalam Anni, 2005:2) menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau
pengalaman. Slavin (dalam Anni, 2005:2) menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Berdasarkan pendapatpendapat mengenai batasan-batasan pengertian belajar maka dapat disimpulkan

bahwa belajar pada dasarnya pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam
situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku tersebut
meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman.
Sedang yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan
kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
siswa serta antara siswa dengan siswa.(Suyitno, 2004:2) 2.

Teori Belajar a.

Aliran Psikologi Tingkah Laku 1)

Teori Thorndike Edward L. Thorndike (dalam Suherman, 2003:28) mengemukakan


beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan
Law of effect.
Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu
stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori belajar stimulusrespon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini
menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan
hubungan antara stimulus dan respon. 2)

Teori Skinner Burhus Frederig Skinner (dalam Suherman, 2003:31) menyatakan


bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam
proses belajar.
Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan
positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif,
jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. 3)

Teori Ausubel Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar
menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa hanya
menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan sendiri oleh siswa.
4)

Teori Gagne Menurut Gagne (dalam Suherman, 2003:33) belajar matematika ada 2
objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung.
Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah,
belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana
semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan konsep
dan aturan. Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka
dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi
sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.
b.

Aliran Psikologi Kognitif 1)

Teori Piaget Jean Piaget (dalam Suherman, 2003:36)menyebutkan bahwa struktur


kognitif sebagai skemata (Schemas) yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang
individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus
disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara
kronologi, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Piaget
(dalam Suherman, 2003:37)mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang
dialami oleh individu secara lebih rinci, dari mulai bayi hingga dewasa.
Perkembangan kognitif individu dipengaruhi oleh lingkungan dan transmisi
sosialnya. Jadi, karena efektivitas hubungan antar setiap individu dengan
lingkungan dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama lain maka tahap
perkembangan kognitif yang dicapai oleh setiap individu juga berbeda pula. 2)

Teori Bruner Jerome Bruner (dalam Suherman, 2003:43) menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsepkonsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan,
disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
Bruner (dalam Suherman, 2003:43) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar
anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda melalui alat
peraga yang ditelitinya. 3)

Teori Gestalt Tokoh aliran ini adalah John Dewey. John Dewey (dalam Suherman,
2003:47) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut. a)

Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian. b)

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual


siswa. c)

Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar. 4)

Teorema Van Hiele Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang
dikemukakan oleh Van Hiele yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental
anak dalam geometri. Menurut Van Hiele (dalam Suherman, 2003:51), tiga unsur
utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode
pengajaran yang diterapkan. Jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi. Van Hiele
(dalam Suherman, 2003:51) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak
dalam geometri yaitu:
a)

Tahap pengenalan (Visualisasi) Dalam tahap ini anak mulai belajar suatu bentuk
geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat
dari bentuk geometri yang dilihatnya. b)

Tahap Analisis Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki
benda geometri yang diamatinya dan anak belum mampu mengetahui hubungan
yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. c)

Tahap Pengurutan (Deduksi informal) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu
melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal berpikir deduktif dan sudah
mulai mampu mengurutkan. d)

Tahap Deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara
deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju halhal yang bersifat khusus. e)

Tahap Akurasi Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap
akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks.
3.

Matematika Sekolah Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di


sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan
pendidikan menengah (SLTA dan SMK) (Suherman, 2003: 55). Matematika sekolah
terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan
kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada
perkembangan IPTEK. Dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
matematika disebutkan tujuan umum diberikannya matematika adalah: a.

Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam


kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan, bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. b.

Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir


matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan. Sedangkan tujuan khusus pembelajaran matematika di Sekolah
Lanjut Pertama adalah: a.

Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. b.

Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan


menengah.
c.

Mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari


matematika sekolah dasar yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. d.

Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis dan cermat,
kreatif, dan displin serta menghargai kegunaan matematika. Bila dicermati terlihat
bahwa tujuan yang dikemukakan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang dapat
mengarahkan klasifikasi atau penggolongan tujuan pendidikan matematika menjadi
(1) tujuan bersifat formal, lebih menekankan kepada penataan penalaran dan
membentuk kepribadian siswa, (2) tujuan bersifat material, lebih menekankan
kemampuan menerapkan matematika dan keterampilan matematika. 4.

Hasil Belajar Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku
yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspekaspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan

perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat
dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa
dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui
melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu
yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni, 2005:11) yaitu
sebagai berikut. a.

Faktor Internal Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ
tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial
seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas
kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses
dan hasil belajar. b.

Faktor Eksternal Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari,
tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor
eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar. 5.

Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk
mengukur perkembangan hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau
kemahiran matematika yang meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan
komunikasi, pemecahan masalah den menghargai kegunaan matematika. Hasil
belajar siswa selanjutnya dilaporkan kepada orang tua dalam bentuk rapor yang
memuat 3 aspek yaitu: a.

Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam


memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma)
secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman
konsep adalah: 1)

Menyatakan ulang sebuah konsep. 2)

Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai konsepnya). 3)

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. 4)

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5)

Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. 6)

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7)

Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. b.

Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam


melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Indikator yang
menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah: 1)

Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau diagram. 2)

Mengajukan dugaan. 3)

Melakukan manipulasi matematika. 4)

Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap


kebenaran solusi. 5)

Menarik kesimpulan dari pernyataan. 6)

Memeriksa kesahihan suatu argumen.


7)

Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. c.

Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa


dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan

menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang menunjukkan


penalaran dan komunikasi adalah: 1)

Menunjukkan pemahaman masalah. 2)

Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan


masalah. 3)

Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. 4)

Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. 5)

Mengembangkan strategi pemecahan masalah. 6)

Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. 7)

Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. (Astuti, 2006:1) 6.

Metode Ekspositori Metode Ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari


seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran,
menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab.
(Suyitno,
2004:2) Dalam kegiatan belajar mengajar dengan metode ekspositori, kegiatan
belajar mengajar masih terpusat pada guru sebagai pemberi informasi. Guru
berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan
contoh soal. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga
membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti guru dapat memeriksa
pekerjaan siswa secara individual, menjelaskan lagi kepada siswa secara individual
atau klasikal. Kelebihan metode ekspositori adalah: a.

Dapat menampung kelas besar. b.

Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru. c.

Guru dapat menentukan hal-hal yang dianggap penting. d.

Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual maupun klasikal.


Kekurangan dari metode ekspositori adalah: a.

Pada metode ini tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas
mental siswa. b.

Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). c.

Pengetahuan yang didapat dengan metode ekspositori cepat hilang. d.

Kepadatan konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat berakibat siswa tidak
menguasai bahan pelajaran yang diberikan. (Suharyono dalam Purwati, 2006:24) 7.

Cooperative Learning Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa


yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesakan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk
mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah cooperative learning jika siswa duduk
bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang
diantaranya untuk menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok. Menurut Suherman
dkk (2003:260) cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya
yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau
membahas suatu masalah atau tugas. Menurut Suherman dkk (2003:260) ada
beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam cooperative learning agar lebih menjamin
para siswa bekerja secara kooperatif, hal tersebut meliputi: pertama para siswa
yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian
dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. Kedua para
siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah
yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya
kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota
kelompok itu. Ketiga untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang
tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan
masalah yang dihadapinya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif a.

Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi


belajarnya.
b.

Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah. c.

Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelmin
berbeda-beda. d.

Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. Tujuan pembelajaran


kooperatif a.

Hasil belajar akademik Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan


kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. b.

Penerimaan terhadap perbedaan individu Efek penting yang kedua adalah


penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas
sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. c.

Pengembangan keterampilan sosial Model pembelajaran kooperatif bertujuan


mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Tabel 1.1
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Fase Tingkah laku guru
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.
Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
dalam kelompok kelompok belajar dan membantu kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka.

Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
Fase 6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
maupun kelompok.
Landasan teori dan empirik a.

John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokraasi. Dewey dan Thelan memandang
tingkah laku kooperatif sebagai dasar demokrasi, dan sekolah sebagai laboratorium
untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Sedangkan untuk mencapai tujuan
pendidikan menurut Dewey dan Thelan adalah dengan menstrukturkan kelas dan
aktivitas belajar siswa sedemikian rupa sehingga memodelkan hasil yang
diinginkan. b.

Gordon Allport dan Relasi antar Kelompok. Menurut Gordon Allport kontak langsung
antar etnik yang terjadi di bawah kondisi status yang setara dibutuhkan untuk
mengurangi kecurigaan ras dan etnis. Tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh
Gordon Allport untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu: 1)

Kontak langsung antar etnik


2)

Sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari
berbagai kelompok dalam suatu seting tertentu. 3)

Dimana seting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis c.

Belajar Berdasarkan Pengalaman. Johnson dan Johnson memerikan pembelajaran


berdasarkan pengalaman sebagai berikut. Belajar berdasarkan pengalaman
didasarkan pada tiga asumsi: bahwa anda akan belajar paling baik jika anda secara
pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu, bahwa pengetahuan harus ditemukan
oleh anda sendiri apabila pengatahuan itu hendak anda jadikan pengetahuan yang
bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah laku anda, dan bahwa
komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas menetapkan tujuan
pembelajaran anda sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu
kerangka tertentu. d.

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Akademik Satu aspek


penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping pembelajaran kooperatif
membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik
di antara siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam
pembelajaran akademis mereka. Dalam penelitian Slavin, hasil-hasil penelitian
menunjukkan teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih
unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar individual atau kompetitif. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa dalam "setting" kelas kooperatif, siswa lebih banyak belajar dari teman ke
teman yang lain di antara sesama siswa dari pada belajar dari guru. Hasil lain
penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang
amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran
kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain (Ibrahim dkk,
2000:18) seperti berikut ini. 1)

Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. 2)

Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. 3)

Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah. 4)

Memperbaiki kehadiran. 5)

Angka putus sekolah menjadi rendah. 6)

Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar. 7)

Perilaku menggangu menjadi lebih kecil. 8)

Konflik antar pribadi berkurang. 9)

Sikap apatis berkurang. 10)

Pemahaman yang lebih mendalam. 11)

Motivasi lebih besar. 12)

Hasil belajar lebih tinggi. 13)

Retensi lebih lama. 14)

Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.


8.

STAD STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas


John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok
siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagi siswa menjadi kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri laki-laki dan perempuan yang
berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah.
Komponen STAD menurut Slavin (1995:71) adalah sebagai berikut: a.

Presentasi kelas Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari cara pengajaran yang
biasa. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.
Siswa harus betul-betul memperhatikan presentasi ini karena dalam presentasi
terdapat materi yang dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan
setelah pembelajaran. b.

Belajar dalam tim Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 4-5 orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan
siswa yang merasa mampu membantu siswa yang kesulitan. c.

Tes individu Setelah pembelajaran selesai ada tes individu (kuis).


d.

Skor pengembangan individu Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya
dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim

diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim.


Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah
anggota tim. e.

Penghargaan tim Penghargaan didasarkan nilai rata-rata tim dimana dapat


memotivasi mereka. Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD sebagai berikut: a.

Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama


kelompok. b.

Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari
ras yang berbeda. c.

Menerapkan bimbingan oleh teman. d.

Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah. Kelemahan dalam


penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: a.

Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti
ini.
b.

Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan


kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat terampil
menerapkan model ini. Media dalam Pembelajaran Media adalah suatu saluran
untuk komunikasi. Diturunkan dari bahasa Latin yang berarti antara. Istilah ini
merujuk kepada sesuatu yang membawa informasi dari pengirim informasi ke
penerima informasi. Beberapa media yang dikenal dalam pembelajaran (Suherman,
2003: 238), antara lain: a.

Media non projected seperti: fotografi, diagram, sajian (display) dan model-model.
b.

Media projected seperti: slide, filmstrip, transparansi, komputer proyektor c.

Media dengar seperti kaset dan compact disk d.

Media gerak seperti video dan film e.

Komputer, multimedia f.

Media yang digunakan untuk belajar jarak jauh seperti televisi dan radio serta
internet. Namun pada dasarnya media terkelompokkan ke dalam 2 bagian yaitu
media sebagai pembawa informasi (ilmu pengetahuan), dan media yang sekaligus
merupakan alat untuk menanamkan konsep seperti alat-alat peraga matematika.
B.

Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah
secara bersama. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa
meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu
membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi dan menghilangkan rasa
cemas terhadap matematika yang dialami banyak siswa. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD memberi kesempatan kepada siswa berpartisipasi lebih aktif dalam
pembelajaran dan sering mengekspresikan ide, siswa memiliki kesempatan lebih
banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara
komprehensif dalam kelompoknya. Ketika siswa melakukan kegiatan matematika
untuk memecahkan permasalahan yang diberikan pada kelompoknya, dengan
sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematika
pada tingkat berpikir yang lebih tinggi sehingga pada akhirnya membentuk
intelegensi matematika siswa. Dengan terbentuknya intelegensi matematika siswa
akan berpengaruh pada pencapain hasil belajar siswa yang meningkat.
C.

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah rata-rata hasil belajar siswa pada pokok
bahasan segiempat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih baik dari rata-rata hasil belajar siswa dengan metode ekspositori dan
rata-rata hasil belajarnya lebih dari atau sama dengan 65.
BAB III METODE PENELITIAN A.

Populasi dan Sampel


1.

Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri
1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007 yaitu. Kelas VII A : 40 siswa Kelas VII B : 40
siswa Kelas VII C : 40 siswa Kelas VII D : 40 siswa Pembelajaran matematika untuk
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Slawi menggunakan kurikulum yang sama
yaitu kurikulum 2006, siswa mendapatkan materi yang sama, siswa diajar oleh guru
yang sama, dan tidak terdapat kelas unggulan sehingga seluruh kelas mempunyai
kedudukan yang sama. Dari hasil analisis nilai matematika semester 1 kelas VII A,
VII B, VII C, dan VII D SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007 menunjukkan
keadaan populasi yang homogen. Artinya data berdistribusi normal (hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 22) dan memiliki varians yang sama
(hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 23).
2.

Sampel Populasi dalam penelitian ini bersifat homogen sehingga pengambilan


sampel dilakukan dengan teknik random sampling. Dalam random sampling diambil
2 kelas yaitu 1 kelas sebagai kelas kontrol yang akan dikenai pembelajaran dengan
metode ekspositori dan 1 kelas sebagai kelas eksperimen yang akan dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun yang terpilih menjadi sampel adalah
kelas VII C dan VII D. Kelas VII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VII D sebagai
kelas kontrol.
B.

Variebel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pokok bahasan segiempat
kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007.
C.

Teknik Pengumpulan Data


1.

Metode tes Metode ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa kelas
VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi pokok bahasan segiempat. 2.

Metode observasi Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru.
D.

Prosedur Pengumpulan Data


1.

Mengambil data nilai semester 1 kelas VII SMP Negeri 1 Slawi. 2.

Berdasarkan data 1 ditentukan sample penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol dengan menggunakan teknik random sampling kemudian menentukan kelas
ujicoba di luar sampel penelitian. 3.

Menganalisis data nilai awal pada populasi penelitian untuk uji homogenitas dan
normalitas. 4.

Menyusun kisi-kisi tes. 5.

Menyusun instrumen tes ujicoba berdasarkan kisi-kisi yang ada. 6.

Mengujicobakan instrumen tes ujicoba pada kelas ujicoba. Instrumen tes ujicoba
tersebut akan digunakan sebagai tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. 7.

Menganalisis data hasil ujicoba instrumen tes untuk mengetahui taraf kesukaran,
daya pembeda, validitas dan reliabilitas tes. 8.

Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat dari hasil 7. 9.

Menyampaikan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD kepada guru


kelas eksperimen dan kelas kontrol. 10.

Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen. 11.

Melaksanakan pembelajaran dengan metode ekspositori pada kelas kontrol. 12.

Melaksanakan tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 13.

Menganalisis hasil penelitian. 14.

Menyusun hasil penelitian.


E.

Analisis Instrumen
Instrumen penelitian harus memenuhi syarat sebagai instrumen yang baik,
sehingga sebelum instrumen penelitian digunakan untuk mengambil data hasil
belajar pada kelas sampel, maka instrumen penelitian tersebut harus diujicobakan
terlebih dahulu pada kelas di luar kelas sampel dan masih merupakan bagian dari
populasi. Pengujian instrumen dilakukan untuk mengetahui validitas, reliabilitas,
daya beda dan taraf kesukaran dari instrumen tersebut. Untuk bentuk soal uraian
digunakan rumus berikut. 1.

Validitas Untuk menghitung validitas digunakan rumus korelasi product


sebagai berikut.

=
})(}{)({
))((

moment

2222
YYNXXN
YXXYNr
XY
(Arikunto, 2002:72) Keterangan:
XY
r
: koefisien korelasi N : banyaknya subjek X : skor butir soal yang dicari validitasnya
Y : skor total XY : perkalian antara skor butir soal dengan skor total Jika dan

= 5% maka alat ukur dikatakan validBila perhitungan validitas soal dengan


menggunakan korelasi product moment dengan N = 40 dan taraf signifikansi 5%
diperoleh hasil sebagai berikut, dari ketujuh soal uraian yang diujicobakan terdiri
dari 4 soal penalaran dan komunikasi dan 3 soal pemecahan masalah semuanya
valid. 2.

Reliabilitas Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek
yang sama. Suatu tes dikatakan reliabel jika ia dapat memberikan hasil yang tetap
apabila diteskan berkali-kali, atau dengan kata lain tes dikatakan reliabel jika hasil
tes tersebut menunjukkan ketetapan. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari
reliabilitas soal tes bentuk uraian adalah rumus Alpha, yaitu:

2
211

11
t
i
n
nr

( Arikunto, 2002:109) Keterangan: r


11
: reliabilitas yang dicari

21

: jumlah varians skor tiap-tiap item


21

: varians total n : banyaknya butir soal Rumus varians item soal, yaitu
N
N
XX
i
222

Rumus varians total, yaitu


(
)
N
X
N
X
ttt
222

Pada soal uraian yang telah diujicobakan didapat = 0,611, sedangkan = 0,312
dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti , artinya instrumen reliabel.
11
r
tabel
r
tabel
rr
>
11
3.

Taraf Kesukaran Untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran bentuk soal uraian
digunakan tolak ukur sabagai berikut. a.

Jika jumlah testi gagal

27%, soal termasuk kriteria mudah. b.

Jika jumlah testi gagal 28% - 72%, soal termasuk kriteria sedang. c.

Jika jumlah testi gagal

72%, soal termasuk kriteria sukar. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari
taraf kesukaran soal tes bentuk uraian yaitu:
%100
xN
NTK
gagal
=
(Arifin, 1991:135) Keterangan: TK : taraf kesukaran Ngagal : jumlah testi yang
gagal N : jumlah total testi Dari perhitungan taraf kesukaran diperoleh hasil sebagai
berikut, dari 7 soal yang diujicobakan diperoleh 2 soal dengan kriteria sukar dan 5
soal dengan kriteria sedang. Untuk soal penalaran dan komunikasi soal
nomorRumus varians total, yaitu
(
)
N
X
N
X
ttt
222

Pada soal uraian yang telah diujicobakan didapat = 0,611, sedangkan = 0,312
dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti , artinya instrumen reliabel.
11
r
tabel
r
tabel
rr
>
11
3.

Taraf Kesukaran Untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran bentuk soal uraian
digunakan tolak ukur sabagai berikut. a.

Jika jumlah testi gagal

27%, soal termasuk kriteria mudah. b.

Jika jumlah testi gagal 28% - 72%, soal termasuk kriteria sedang. c.

Jika jumlah testi gagal

72%, soal termasuk kriteria sukar. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari
taraf kesukaran soal tes bentuk uraian yaitu:
%100
xN
NTK
gagal
=

(Arifin, 1991:135) Keterangan: TK : taraf kesukaran Ngagal : jumlah testi yang


gagal N : jumlah total testi Dari perhitungan taraf kesukaran diperoleh hasil sebagai
berikut, dari 7 soal yang diujicobakan diperoleh 2 soal dengan kriteria sukar dan 5
soal dengan kriteria sedang. Untuk soal penalaran dan komunikasi soal nomor2, 4
termasuk soal dengan kriteria sukar sedangkan soal nomor 1, 3 termasuk kriteria
sedang. Untuk soal pemecahan masalah soal nomor 1, 2, 3 termasuk soal dengan
kriteria sedang. 4.

Daya Pembeda Untuk menghitung daya pembeda soal uraian dapat digunakan
rumus:
()()
1
11
22
21

+
=

nn
XX
MLMHt
(Arifin, 1991:141) Keterangan: MH : rata-rata kelompok atas ML : rata-rata
kelompok bawah

21
X
: jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

22
X
: jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah n

1
: jumlah peserta kelompok atas atau bawah (27% x N) Hasil perhitungan
dibandingkan dengan dengan dk = dengan

= 5%. Jika maka daya beda soal tersebut signifikan. Dari 7 soal uraian yang
diujicobakan, semuanya mempunyai daya beda yang signifikan. Untuk bentuk soal
pilihan ganda digunakan rumus berikut. 1.

Validitas Rumus yang digunakan untuk mencari validitas soal pilihan ganda adalah
q
pS
MM
t
tppbi
=

(Arikunto, 2002:79) Keterangan:


pbi

: koefisien korelasi biserial


p
M
: rata-rata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari
validitasnya.
t
M
: rata-rata skor total
t
S

: standar deviasi dari skor total p : proporsi siswa yang menjawab benar q : proporsi
siswa yang menjawab salah Perhitungan validitas soal pilihan ganda dengan
menggunakan rumus
pbi

dengan N = 40 dan taraf signifikansi 5% diperoleh hasil sebagai berikut, dari


kesepuluh soal yang diujicobakan semuanya valid. 2.

Reliabilitas Adapun rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas soal tes pilihan
ganda adalah rumus KR-20

2
211
1
S
pqSn
nr
(Arikunto, 2002:100) Keterangan:
11
r
: reliabilitas instrumen p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q :
proporsi subjek yang menjawab item salah
2

S
: Varians total

pq
: jumlah hasil perkalian antara p dan q n : banyaknya butir soal uji coba Jika >
dengan taraf signifikansi 5% maka instrumen tersebut reliabel.
11
r
tabel
r
Pada soal pilihan ganda yang sudah diujicobakan didapat = 0,5969, sedangkan =
0,312 dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti , artinya instrumen reliabel. 3.

Taraf Kesukaran Adapun rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal
tes bentuk pilihan ganda yaitu:
JS
BP
=
(Arikunto, 2002:208-210) Keterangan: P : Indeks Kesukaran B : banyaknya
siswa yang menjawab soal dengan benar JS : jumlah seluruh peserta tes Kriteria
taraf kesukaran 0,00 < P

0.30

sukar 0,30 < P

0,70

sedang 0,70 < P

1,00
mudah Dari hasil perhitungan diperoleh 6 butir soal termasuk kriteria
mudah yaitu nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 3 butir soal termasuk kriteria sedang yaitu
nomor 4, 9, 10 dan 1 butir soal termasuk kriteria sukar yaitu nomor 8. 4.

Daya Beda Untuk menghitung daya pembeda soal pilihan ganda dapat digunakan
rumus:

BAB
BA
A
PPJ
BJ
BD
==
(Arikunto, 2002:213-214) Keterangan: D : Daya pembeda
A
J
: banyaknya peserta kelompok atas
B
J
: banyaknya peserta kelompok bawah
A
B
: banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
B
B
: banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar.

A
P
: proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
B
P
: proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Klasifikasi daya beda D :
0,00 sampai 0,20 jelek (poor) D : 0,20 sampai 0,40 cukup (satisfactory) D : 0,40
sampai 0,70 baik (good) D : 0,70 sampai 1,00 baik sekali (excellent) D : negatif,
semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif
sebaiknya di buang saja. Dari hasil perhitungan diperoleh 6 butir soal berkriteria
cukup yaitu nomor 1, 3, 5, 7, 8, dan 10, 4 soal berkriteria baik yaitu nomor 2, 4, 6

dan 9. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa 17 item soal yang diujicobakan
layak untuk dipakai yaitu dengan kriteria valid dan mempunyai daya pembeda yang
tidak jelek sehingga soal tersebut dapat digunakan.

BAB V PENUTUP A.

Simpulan
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih
efektif daripada pembelajaran matematika dengan menggunakan metode
ekspositori pokok bahasan segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun
pelajaran 2006/2007.
B.

Saran
1.

Hendaknya guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk


meningkatkan hasil belajar matematika siswa pokok bahasan segiempat. 2.

Hendaknya penerapan pembelajaran kooperatif secara bertahap karena model


pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model yang baru di SMP
Negeri 1 Slawi. 3.

Hendaknya guru membuat perencanaan yang matang dalam memilih materi dan
mengalokasikan waktu dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD
sehingga materi lebih mudah diterima siswa dan waktu yang terbuang dapat
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina Tri. 2005.
Psikologi Belajar
. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang. Arifin, Zainal. 1991.
Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2002.


Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan
(
Edisi Revisi
). Yogyakarta: Bumi Aksara. Astuti, Griya. 2006.
Model Penilaian Kelas
, (Online), (http://www.puskur.net/inc/mdl/081 Model Penil SD.pdf, diakses 3 Maret
2007). Ibrahim, Muslimin. 2000.
Pembelajaran Kooperatif
. Surabaya: University Press. Hamzah. 2001.
Pembelajaran Matematika Menurut Teori Pembelajaran Konstruktivisme
, (online), ( WWW.DEPDIKNAS.GO.ID, diakses 11 Januari 2007) Kerami dan
Sitanggang. 2002.
Kamus Matematika
. Jakarta: Balai Pustaka. Lestari, Dewi Ayu. 2006.
Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted
Individualisation) terhadap Pemahaman Konsep pada Pokok Bahasan Trigonometri
pada Siswa Kelas X Semester II SMU Negeri 14 Semarang Tahun Pelajaran
2005/2006
. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Lukman,
Ali. 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
. Jakarta: Balai Pustaka. Slavin, Robert E. 1995.
Cooperative Learning Theory, Research, and Practice
. USA: The Jhons Hopkins University. Sudjana. 2002.
Metoda Statistika
. Bandung: Tarsito. Suherman, Erman. 2003.
Strategi Pembelajaran Kontemporer
. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Sukino dan Wilson Simangunsong.
2004.
Matematika untuk SMP Kelas VII.

Jakarta: Erlangga. Suyitno, Amin. 2004.


Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I
. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Syamsul Junaidi dan Eko Siswono.
2006.
Matematika SMP untuk Kelas VII
. Surabaya: Gelora Aksara Pratama.

Anda mungkin juga menyukai