metode kooperatif tipe JIGSAW dan STAD, serta kemampuan awal berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa, sedangkan gaya belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa,
perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran karena kedua variabel tersebut berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa.
Sadiyo, NIM. S80209121. Learning Science through Cooperative methods JIGSAW and STAD
Type in the Review of early Ability and Learning Style. (Case Study on Learning Sciences and
Energy Business Topics Class VIII Semester 1 SMP Negeri 2 Pati Wedarijaksa Studies Year
2009/2010). Thesis: University Graduate Program in Sebelas Maret University Pembimbing I.
Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. Pembimbing II. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D.
The purpose of this study are to determine: (1) The influence of learning science with JIGSAW
cooperative method and STAD type on learning achievement. (2) The influence of early Ability
level of high and low learning achievement. (3) The influence of visual and kinesthetic learning
style on achievement. (4) the interaction between early ability with cooperative learning methods
JIGSAW and STAD type of learning achievement. (5) The interaction between learning style
with JIGSAW cooperative and STAD type on learning achievement. (6) The interaction between
early ability learning style on learning achievement. (7) The interaction between early ability of
learning style JIGSAW cooperative methods and STAD type on learning achievement
This research using cooperative methods, conducted in May - December 2009. Population is the
entire class of VIII students SMP of Negeri 2 Pati Wedarijaksa Academic year 2009/2010,
consists of five classes. The research sample is determined randomly by cluster random sampling
technique consists of four classes. Two classes of first experiments using JIGSAW cooperative
method are VIIIA and VIIID, Two classes of second experiments using the type of STAD
cooperative method are VIIIC and VIIIB. Each class contains 44 students. Data collecting
techniques for learning achievement using test methods, early ability and learning styles
questionnaire method. Hypothesis testing research using there different ways of ANAVA cells
with the help of Minitab software 15. An advanced test of ANAVA using Scheffe test with the
help of Minitab 15 software.
Based on the data processing results summarized: (1) There is on influence of cooperative
learning using JIGSAW and STAD learning method on achievement (PValue = 0.020), (2) There
is of early ability level of high and low on learning achievement (PValue = 0.000), ( 3) There is
on influence of learning style on learning achievement (PValue = 0.009), (4) there is on
interaction on the use of cooperative learning style JIGSAW cooperative methods and STAD
type of learning achievement (PValue = 0.030), (5) there is interaction in the use of style
JIGSAW cooperative method and STAD type learning achievement (PValue = 0.000), (6) there
are interaction between early ability and learning style on learning achievement (PValue =
0.014), (7) there are interaction between type of JIGSAW cooperative learning method and
STAD, early capability, and learning style on learning achievement (PValue = 0.013).
All results from this study can be concluded that cooperative learning using the type of JIGSAW
and STAD method, and early abilities has effect on student learning achievement, whereas
students learning styles affect on students learning achievement, should be considered in the
learning process because the two variables are affected on the students learning achievement.
tahap utama yaitu : penyajian materi oleh guru, siswa belajar didalam tim yang
terdiri 4-5 siswa, pemberian kuis dan penghargaan tim berdasarkan hasil penilaian
kuis. Penelitian ini dapat diselesaikan dalam 3 siklus selama 8 minggu dengan 6 kali
pemberian kuis dan 1 (satu) kali tes akhir. Hasil penelitian yang merupakan data
observasi dan rekapitulasi kuis menunjukkan telah terjadi peningkatan aktifitas
belajar siswa yang positif di kelas dari minggu ke minggu selama siklus penelitian
berlangsung. Aktifitas siswa selama proses pembelajaran diamati oleh tim peneliti
sebagai data untuk melakukan evaluasi dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas
X SMAN 5 Semarang mampu memaksimalkan implementasi KBK 2004 pada mata
pelajaran Kimia yang ditunjukkan oleh aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik selama pembelajaran berlangsung. Kata kunci:
kooperatif STAD
,
KBK 2004
Pendahuluan
Implementasi Kurikulum Ber-basis Kompetensi (KBK) 2004 di SMA menuntut peran
guru secara aktif dalam mengelola sebuah kelas, sehingga kompetensi dasar yang
telah ditetapkan dapat tercapai secara maksimal. Fenomena di lapangan
menunjukkan bahwa para guru sebagian besar masih terbawa pola pengajaran
sesuai kurikulum sebelumnya yang cukup berbeda dengan pola pengajaran KBK
2004. Pengajaran KBK 2004 menuntut guru untuk menyusun pola pembe-lajaran
yang berpusat pada siswa (
student centered learning
). Mata pelajaran kimia adalah salah satu mata pelajaran di SMA yang saat ini
kurikulumnya mengacu pada KBK 2004. Berdasarkan hasil observasi dan
di SMAN 5 Semarang, implementasi kurikulum berbasis kompetensi baru mulai
dilaksanakan pada tahun 2004, sehingga pada tahun 2006 ini siswa yang duduk di
kelas X di SMAN 5 Semarang sebagian besar belum memperoleh mata pelajaran
kimia di SMP. Implementasi KBK di SMP saat ini baru dilaksanakan pada siswa yang
masuk SMP pada tahun 2004, meskipun beberapa SMP di Kota Semarang ada yang
telah mengim-plementasikan kurikulum 2004 lebih dini. Lulusan SMP tahun 2005
yang sekarang yang menjadi siswa di kelas X SMAN 5 Semarang sebagian besar
tidak memperoleh pelajaran kimia di SMP. Kondisi yang terjadi di atas
mengakibatkan sebagian besar siswa kelas X belum memiliki prasyarat untuk
mempelajari mata pelajaran kimia sesuai KBK 2004 di kelas X yang seharusnya
diperoleh di tingkat pendidikan sebelumnya yaitu di SMP. Persoalan lainnya, guru
kimia dan siswa dalam rangka memenuhi tuntutan kompetensi sesuai KBK 2004 di
kelas X membutuhkan waktu yang lebih lama. Beberapa materi yang tidak diminta
di dalam kompetensi harus diajarkan oleh guru sebab materi tersebut merupakan
materi prasyarat. Kondisi pembelajaran kimia yang terjadi tersebut harus segera
diatasi sebab materi pelajaran kimia di kelas X merupakan prasyarat untuk belajar
kimia di kelas XI dan XII. Model pembelajaran kimia yang digunakan oleh guru
memiliki peran penting dalam rangka memudahkan siswa untuk menyerap materi
pelajaran sesuai dengan tuntutan indikator di dalam KBK 2004. Di SMAN 5
Semarang, menurut guru kimia yang mengajar di kelas X proses pembelajaran
kimia yang dilaksanakan selama ini belum sepenuhnya meng-gunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan di dalam KBK 2004. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi kondisi pembelajaran kimia
di atas adalah model pembelajaran kooperatif
STAD (Student Team Achievement Divison)
. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tehnik-tehnik pembelajaran kooperatif
lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar individual atau kompetitif (Muslimin Ibrahim, 2000). Penelitian
pembelajaran yang dilakukan oleh Yurnietti, (1999) bekerjasama dengan guru SMA
Negeri III Padang berhubungan dengan berhubungan dengan penerapan model
kooperatif STAD memperlihatkan
bahwa penerapan model ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
mempelajari Fisika, dan siswa meminta supaya pembelajaran seperti ini dapat
diteruskan oleh guru. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulistyorini (1998),
model pembelajaran kooperatif STAD dalam mata pelajaran IPA dilaporkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya menurut Perdy Karuru (2001), dari
hasil penelitiannya mengenai model pembelajaran kooperatif STAD diperoleh
beberapa temuan antara lain guru dalam mengelola pembelajaran cukup baik, dan
dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, guru mampu
melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah pembelajaran dari
teacher center
menjadi
student centered
, serta dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa. Hasil belajar yang diajar
dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran
kooperatif Berdasarkan latar belakang dan tinjauan terhadap beberapa hasil
penelitian yang sejenis maka tim peneliti sepakat untuk menerapkan model
pembelajaran kooperatif STAD di SMAN 5 Semarang dalam mengajarkan mata
pelajaran kimia di kelas X. Beberapa pertimbangan penting yang dijadikan landasan
adalah sebagai berikut: 1.
Guru perlu mengajarkan mata pelajaran kimia sesuai tuntutan kompetensi yang
disyaratkan didalam KBK 2004. 2.
Keragaman latar belakang siswa dalam hal implementasi KBK 2004 di SMP bahwa
sebagian besar siswa tidak memperoleh mata pelajaran kimia di SMP.
3.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagian besar masih berorientasi
pada kurikulum sebelumnya yang belum berorientasi kepada peserta didik (siswa).
Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas dengan objek siswa kelas
X SMAN 5 Semarang pada semester gasal 2006. Tindakan kelas yang direncanakan
dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dengan
4 tahap utama yaitu: penyajian materi oleh guru, siswa belajar didalam tim yang
terdiri 4-5 siswa, pemberian kuis dan penghargaan tim berdasarkan hasil penilaian
kuis. Data penelitian diambil dengan menggunakan instrumen penelitian berupa
lembar observasi dan kuis. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data
aktifitas siswa selama proses pembelajaran (aspek afektif dan psikomotorik)
sedangkan kuis digunakan untuk memperoleh data hasil belajar (aspek kognitif).
Data penelitian yang diperoleh secara berkala digunakan oleh tim peneliti untuk
dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat direncanakan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan pada tahapan dan siklus penelitian selanjutnya.
baik dengan persentase kumulatif untuk kategori sedang 42% dan persentase baik
50%. Selebihnya adalah 5% perhatian siswa sangat baik dan 3% perhatian siswa
kurang baik. Aktifitas siswa selama penyajian materi oleh guru adalah sebagian
besar mendengarkan penyampaian materi pelajaran oleh guru dengan persentase
rata-rata lebih dari 85%. Aktifitas lainnya adalah mencatat penjelasan guru,
membaca sendiri dan sebagian kecil (rata-rata kurang dari 4%) ada siswa yang
bercakap-cakap sendiri dengan temannya selama guru menyampaikan materi
pelajaran. Suasana belajar yang berhasil diciptakan oleh siswa dan guru selama
proses penyampaian materi pelajaran dapat dikatakan kondusif dengan rata-rata
5,4% siswa yang mengajukan pertanyaan setiap penyampaian materi pelajaran. b.
siswa belajar dalam kelompok
Observasi terhadap aktifitas siswa selama belajar dalam tim dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut: (1) 81% siswa aktif menyampaikan pendapat di dalam
kelompok/tim kurang dari 5 menit sejak tim mulai beberja. (2) 85% tim dapat
menyelesaikan tugas di dalam LKS tepat waktu dari waktu yang telah ditentukan
guru. (3) Lebih dari 92% siswa sebagai anggota tim aktif berpartisipasi
didalam kerja tim, sisanya adalah 7% kurang aktif dan kurang dari 1%pasif. (4)
Pemanfaatan sumber belajar (buku, LKS, buku penunjang lain) baik, sebab siswa
memiliki lebih dari 2 buku referensi yang menunjang pembelajaran kimia. (5)
Interaksi sosial di dalam tim berjalan cukup harmonis. (6) Sikap siswa yang lebih
pandai terhadap anggota tim yang lain pada umumnya terlihat mau memberikan
bimbingan kepada anggota timnya yang kurang pandai. (7) Kebersamaan tim untuk
menuntaskan materi pelajaran sangat baik walaupun ada beberapa siswa yang
kurang aktif tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja tim
secara keseluruhan. 2. Data Observasi Terhadap Guru Observasi terhadap guru
dilakukan oleh dosen menggunakan lembar observasi yang telah direncana-kan.
Ada 6 aspek yang dlihat dan dievaluasi selama proses pem-belajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berdasarkan hasil observasi secara ringkas
dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Perencanaan pembelajaran (kesiap-an guru
menyampaikan materi pelajaran) dinilai baik dengan melihat kesiapannya didalam
rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum mengajar. (2) Penyajian
materi pelajaran oleh guru (termasuk pemanfaatan media dan alat peraga) dinilai
cukup baik. Selain kegiatan ceramah dan diskusi, guru juga pernah menyiapkan
tugas belajar inovatif yang berkaitan dengan materi pelajaran untuk membuat tabel
system periodik unsur yang hal ini dapat memotivasi siswa untuk
belajar karena suasana belajar lebih variatif dan menyenangkan. (3) Pengelolaan
kelas (mendukung proses pembelajaran) secara keseluruhan baik dari minggu ke
minggu. Aspek-aspek yang ber-pengaruh terhadap ketercapaian tujuan
pembelajaran telah dikelola semaksimal mungkin oleh guru. (4) Interaksi dengan
siswa (intonasi, model komunikasi) sangat baik. (5) Fungsi fasilitator berjalan efektif
terutama pada saat diskusi tim. Guru mampu berperan sebagai fasilitator secara
optimal pada sesi-sesi diskusi untuk memberikan penjelasan dan arahan kepada
tim-tim atau siswa yang mengalami kesulitan belajar. (6) Perencanaan evaluasi oleh
guru (evaluasi tertulis, lisan dan evaluasi bentuk lain) baik. Secara berkala pada
akhir penyampaian materi pelajaran guru menyempatkan diri untuk melontarkan
pertanyaan kepada siswa untuk melihat sejauh mana siswa telah menerima materi
pelajaran. Bentuk evaluasi lain adalah kuis yang secara integral telah direncanakan
sebagai bagian dari model pembelajaran kooperatif STAD. 3. Data skor/nilai Kuis
Kuis yang telah diberikan kepada siswa berjumlah 6 kali yang diberikan pada akhir
minggu pada saat sesi pelajaran terakhir selama 15 menit berisi soal-soal pilihan
ganda dan essay pendek. Data skor/nilai kuis dapat dilihat melalui grafik nilai/skor
rata-rata, minimum dan maksimum yang diperoleh siswa selama mengikuti kuis.
Data skor/nilai kuis selanjutnya dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi dan refleksi
untuk menentukan tindakan pembelajaran selanjutnya
84.4
98
71
96.3
91.2
97
54
84.3
42.5
70.7
74.3
85
18.8
60
20
37
57
76
0
20
40
60
80
100
Kuis#1Kuis#2Kuis#3Kuis#4Kuis#5Kuis#6
Nilai/Skor Kuis
Maksimal
Rata-rata
Minimal
Grafik. Rekapitulasi Skor/Nilai Kuis Siswa .
B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini telah dilakukan dengan menggunakan objek penelitian
kelas X-9 SMAN 5 Semarang pada semester gasal 2006 sejumlah 42 siswa.
Penelitian yang berhasil dilaksanakan selama 3 (tiga) siklus menerapkan model
pembelajaran kooperatif STAD. Berdasarkan hasil penelitian yang berupa data
observasi dan pencapaian nilai/skor kuis siswa dapat dilihat bahwa model
pembelajaran ini mampu meningkatkan kualitas pembelajaran kimia. Perangkat
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Buku Guru, Buku
Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Rencana Pembelajaran. Selain itu, peneliti
juga mengembangkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi, tes/kuis, dan
angket siswa untuk mengetahui tanggapan siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan model kooperatif STAD. Aspek kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran yang berhasil diamati oleh tim peneliti menggunakan
lembar observasi dengan skala 1
telah berjalan dengan baik. Sesi diskusi telah dimanfaatkan siswa yang kurang
pandai untuk meningkatkan pemaha-mannya melalui diskusi dengan anggota tim
yang lebih pandai. Berdasarkan hasil evaluasi maka siklus II ini dianggap cukup
untuk dilanjutkan ke siklus III sebagai siklus pemantapan. c. Siklus III
Pada siklus ini siswa telah mengenal model pembelajaran kooperatif STAD ini
dengan baik. Aspek-aspek kooperatif telah mampu dikembangkan oleh siswa untuk
berupaya mengatasi kesulitas belajarnya melalui tingkah laku pembelajaran yang
positif antara lain: mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru dengan
baik, berdiskusi dengan baik, mengerjakan LKS dengan baik bersama dengan tim
kelompok. Hasil dari kuis kelima menunjukkan adanya peningkatan nilai/skor jika
dibandingkan pada kuis sebelumnya. Walaupun skor paling tinggi belum mampu
melampaui skor tertinggi pada
kuis keempat tetapi skor rata-rata pada kuis kelima ini meningkat jika dibandingkan
pada kuis ketiga dan keempat. Sedangkan skor pada kuis keenam menunjukkan
perubahan yang sangat baik terutama jika dilihat dari pencapaian nilai rata-rata
yang cukup tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dan guru telah
memahami dan mampu mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif
STAD secara baik. Implementasi model pembelajaran kooperatif STAD merupakan
ciri bagi implementasi KBK 2004 jadi pembelajaran di kelas telah menjadi
pembelajaran
student centered
dengan guru sebagai fasilitator.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat dismpulkan beberapa hal sebagai
berikut: 1. Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas X SMAN 5
Semarang mampu memaksimal-kan implementasi KBK 2004 pada mata pelajaran
Kimia yang ditunjukkan oleh aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik selama
pembelajaran berlangsung. 2. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat mengubah pembelajaran dari
teacher center
menjadi
student centered
. 3. Siswa dengan beragam kemampuan mampu meningkatkan pemahaman dalam
mempelajari kimia melalui tim/kelompok STAD. 4. Pemberian penghargaan atas tim
dengan rata-rata peningkatan terbaik pada tiap-tiap pemberian kuis mampu
meningkatkan motivasi untuk mengoptimalkan efektifitas pembelajaran kelompok.
Ucapan Terima Kasih
1.
Kepada pimpinan dan staf Lembaga Penelitian UNNES, Dinas Pendidikan Kota
Semarang, Kepala SMAN 5 Semarang dan para siswa kelas X SMAN 5 Semarang
yang telah memberikan ijin, kerjasama dan dukungan atas penelitian ini
disampaikan terima kasih. 3.
Kepada tim evaluator Lembaga Penelitian UNNES, tim monitoring penelitian PTK
Dikti DEPDIKNAS tim peneliti menyampaikan terima kasih atas kritik saran dan
masukannya selama pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
Arends, R. 1997.
Classroom Instruction and Management
. New York: McGraw-Hill Companies. Muslimin Ibrahim, dkk, 2000.
Pembelajaran Kooperatif
. Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana UNESA: University
Press. Mohamad Nur, 2003.
Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran
. Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah : UNESA. Perdy Karuru, 2001.
Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP
. www.depdiknas.go.id.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA & MA
. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan
Pengembangan Srini M Iskandar, 2001.
Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas I SMU
Memahami Pokok Bahasan Alkana, Alkena, Alkuna dengan Menggunakan
Pendekatan Konstruktivisme
. Proceeding of The Seminar on Quality Improvement of Mathematics and Science
Education in Indonesia. UPI Bandung. Sri Sulistyorini, 1998.
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Mata Pelajaran IPA
ABSTRAK
Hesti Setianingsih. 2007.
Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran
Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1
Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007
. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Semarang. Pembelajaran matematika di sekolah merupakan hal yang
penting untuk meningkatkan kecerdasan siswa. Siswa di SMP Negeri 1 Slawi
tergolong siswa yang pandai dan cepat dalam menerima pelajaran. Meskipun
demikian dipandang perlu adanya peningkatan aktivitas, pola berpikir kritis, dan
kreatif serta hasil belajar matematika. STAD merupakan salah satu tipe
cooperative learning
. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif
daripada pembelajaran matematika dengan metode ekspositori pokok bahasan
segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada
pembelajaran matematika dengan metode ekspositori pokok bahasan segiempat
kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007. Populasi dari
penelitian ini adalah kelas VII A, VII B, VII C, dan VII D SMP Negeri 1 Slawi tahun
pelajaran 2006/2007. Dengan teknik random sampling terpilih 2 kelas sebagai
sampel yaitu kelas VII C sebagai kelas eksperimen yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas VII D sebagai kelas kontrol yang
dikenai metode ekspositori. Pada akhir pembelajaran kedua kelas sampel diberi tes
dengan menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, reliabilitas,
taraf kesukaran dan daya pembeda. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
tes dan metode observasi. Metode tes dilakukan untuk memperoleh data nilai akhir
setelah diberi perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, data
dianalisis dengan uji normalitas, uji kesamaan dua varians, dan uji hipotesis
menggunakan uji t. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji t satu
pihak diperoleh t
hitung
= 2,64 untuk nilai pemahaman konsep, t
hitung
= 4,07 untuk nilai penalaran dan komunikasi, t
hitung
= 1,912 untuk nilai pemecahan masalah dan dari tabel diperoleh t
tabel
= 1,66, dengan
BAB I PENDAHULUAN A.
Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dari
pada pembelajaran matematika dengan metode ekspositori pokok bahasan
segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun ajaran 2006/2007?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Manfaat Penelitian
Keefektifan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) keefektifan berasal dari
kata efektif yang berarti ada pengaruh atau efeknya. Keefektifan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah keberhasilan tentang suatu usaha atau tindakan yaitu
keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses
pembelajaran matematika siswa kelas VII semester 2 pada pokok bahasan
segiempat di SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007. Dikatakan efektif jika
hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang
menggunakan metode ekspositori. 2.
Segiempat Segiempat adalah suatu bangun geometri bidang yang terdiri atas
empat titik, dengan ketentuan bahwa setiap tiga titiknya tidak merupakan garis
lurus, dan empat garis yang menghubungkan keempat titik itu dalam urutan yang
berkesinambungan.(Kerami dan Sitanggang, 2002: 214). Segiempat dalam
penelitian ini mencakup jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang.
F.
Bagian Awal Skripsi Berisi judul, abstrak, lembar pengesahan, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
2.
Bagian Isi Skripsi BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang masalah, permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan
skripsi. BAB II Landasan Teori dan Hipotesis Berisi teori-teori yang mendukung
dalam penelitian, kerangka berpikir dan rumusan hipotesisnya. BAB III Metode
Penelitian Berisi tentang populasi, sampel penelitian, variabel penelitian, metode
pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, instrumen penelitian dan metode
analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Berisi hasil penelitian dan
pembahasannya. BAB V Penutup Berisi simpulan dan saran 3.
Landasan Teori
1.
bahwa belajar pada dasarnya pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam
situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku tersebut
meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman.
Sedang yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan
kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
siswa serta antara siswa dengan siswa.(Suyitno, 2004:2) 2.
Teori Belajar a.
Teori Ausubel Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar
menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa hanya
menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan sendiri oleh siswa.
4)
Teori Gagne Menurut Gagne (dalam Suherman, 2003:33) belajar matematika ada 2
objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung.
Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah,
belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana
semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan konsep
dan aturan. Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka
dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi
sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.
b.
Teori Bruner Jerome Bruner (dalam Suherman, 2003:43) menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsepkonsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan,
disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
Bruner (dalam Suherman, 2003:43) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar
anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda melalui alat
peraga yang ditelitinya. 3)
Teori Gestalt Tokoh aliran ini adalah John Dewey. John Dewey (dalam Suherman,
2003:47) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut. a)
Teorema Van Hiele Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang
dikemukakan oleh Van Hiele yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental
anak dalam geometri. Menurut Van Hiele (dalam Suherman, 2003:51), tiga unsur
utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode
pengajaran yang diterapkan. Jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi. Van Hiele
(dalam Suherman, 2003:51) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak
dalam geometri yaitu:
a)
Tahap pengenalan (Visualisasi) Dalam tahap ini anak mulai belajar suatu bentuk
geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat
dari bentuk geometri yang dilihatnya. b)
Tahap Analisis Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki
benda geometri yang diamatinya dan anak belum mampu mengetahui hubungan
yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. c)
Tahap Pengurutan (Deduksi informal) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu
melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal berpikir deduktif dan sudah
mulai mampu mengurutkan. d)
Tahap Deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara
deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju halhal yang bersifat khusus. e)
Tahap Akurasi Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap
akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks.
3.
Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis dan cermat,
kreatif, dan displin serta menghargai kegunaan matematika. Bila dicermati terlihat
bahwa tujuan yang dikemukakan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang dapat
mengarahkan klasifikasi atau penggolongan tujuan pendidikan matematika menjadi
(1) tujuan bersifat formal, lebih menekankan kepada penataan penalaran dan
membentuk kepribadian siswa, (2) tujuan bersifat material, lebih menekankan
kemampuan menerapkan matematika dan keterampilan matematika. 4.
Hasil Belajar Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku
yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspekaspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan
perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat
dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa
dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui
melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu
yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni, 2005:11) yaitu
sebagai berikut. a.
Faktor Internal Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ
tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial
seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas
kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses
dan hasil belajar. b.
Faktor Eksternal Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari,
tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor
eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar. 5.
Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk
mengukur perkembangan hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau
kemahiran matematika yang meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan
komunikasi, pemecahan masalah den menghargai kegunaan matematika. Hasil
belajar siswa selanjutnya dilaporkan kepada orang tua dalam bentuk rapor yang
memuat 3 aspek yaitu: a.
Mengajukan dugaan. 3)
Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. c.
Pada metode ini tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas
mental siswa. b.
Kepadatan konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat berakibat siswa tidak
menguasai bahan pelajaran yang diberikan. (Suharyono dalam Purwati, 2006:24) 7.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah. c.
Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelmin
berbeda-beda. d.
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
Fase 6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
maupun kelompok.
Landasan teori dan empirik a.
John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokraasi. Dewey dan Thelan memandang
tingkah laku kooperatif sebagai dasar demokrasi, dan sekolah sebagai laboratorium
untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Sedangkan untuk mencapai tujuan
pendidikan menurut Dewey dan Thelan adalah dengan menstrukturkan kelas dan
aktivitas belajar siswa sedemikian rupa sehingga memodelkan hasil yang
diinginkan. b.
Gordon Allport dan Relasi antar Kelompok. Menurut Gordon Allport kontak langsung
antar etnik yang terjadi di bawah kondisi status yang setara dibutuhkan untuk
mengurangi kecurigaan ras dan etnis. Tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh
Gordon Allport untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu: 1)
Sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari
berbagai kelompok dalam suatu seting tertentu. 3)
Memperbaiki kehadiran. 5)
Presentasi kelas Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari cara pengajaran yang
biasa. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.
Siswa harus betul-betul memperhatikan presentasi ini karena dalam presentasi
terdapat materi yang dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan
setelah pembelajaran. b.
Belajar dalam tim Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 4-5 orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan
siswa yang merasa mampu membantu siswa yang kesulitan. c.
Skor pengembangan individu Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya
dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim
Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari
ras yang berbeda. c.
Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti
ini.
b.
Media non projected seperti: fotografi, diagram, sajian (display) dan model-model.
b.
Komputer, multimedia f.
Media yang digunakan untuk belajar jarak jauh seperti televisi dan radio serta
internet. Namun pada dasarnya media terkelompokkan ke dalam 2 bagian yaitu
media sebagai pembawa informasi (ilmu pengetahuan), dan media yang sekaligus
merupakan alat untuk menanamkan konsep seperti alat-alat peraga matematika.
B.
Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah
secara bersama. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa
meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu
membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi dan menghilangkan rasa
cemas terhadap matematika yang dialami banyak siswa. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD memberi kesempatan kepada siswa berpartisipasi lebih aktif dalam
pembelajaran dan sering mengekspresikan ide, siswa memiliki kesempatan lebih
banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara
komprehensif dalam kelompoknya. Ketika siswa melakukan kegiatan matematika
untuk memecahkan permasalahan yang diberikan pada kelompoknya, dengan
sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematika
pada tingkat berpikir yang lebih tinggi sehingga pada akhirnya membentuk
intelegensi matematika siswa. Dengan terbentuknya intelegensi matematika siswa
akan berpengaruh pada pencapain hasil belajar siswa yang meningkat.
C.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah rata-rata hasil belajar siswa pada pokok
bahasan segiempat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih baik dari rata-rata hasil belajar siswa dengan metode ekspositori dan
rata-rata hasil belajarnya lebih dari atau sama dengan 65.
BAB III METODE PENELITIAN A.
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri
1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007 yaitu. Kelas VII A : 40 siswa Kelas VII B : 40
siswa Kelas VII C : 40 siswa Kelas VII D : 40 siswa Pembelajaran matematika untuk
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Slawi menggunakan kurikulum yang sama
yaitu kurikulum 2006, siswa mendapatkan materi yang sama, siswa diajar oleh guru
yang sama, dan tidak terdapat kelas unggulan sehingga seluruh kelas mempunyai
kedudukan yang sama. Dari hasil analisis nilai matematika semester 1 kelas VII A,
VII B, VII C, dan VII D SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007 menunjukkan
keadaan populasi yang homogen. Artinya data berdistribusi normal (hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 22) dan memiliki varians yang sama
(hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 23).
2.
Variebel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pokok bahasan segiempat
kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun pelajaran 2006/2007.
C.
Metode tes Metode ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa kelas
VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi pokok bahasan segiempat. 2.
Metode observasi Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru.
D.
Berdasarkan data 1 ditentukan sample penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol dengan menggunakan teknik random sampling kemudian menentukan kelas
ujicoba di luar sampel penelitian. 3.
Menganalisis data nilai awal pada populasi penelitian untuk uji homogenitas dan
normalitas. 4.
Mengujicobakan instrumen tes ujicoba pada kelas ujicoba. Instrumen tes ujicoba
tersebut akan digunakan sebagai tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. 7.
Menganalisis data hasil ujicoba instrumen tes untuk mengetahui taraf kesukaran,
daya pembeda, validitas dan reliabilitas tes. 8.
Melaksanakan tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 13.
Analisis Instrumen
Instrumen penelitian harus memenuhi syarat sebagai instrumen yang baik,
sehingga sebelum instrumen penelitian digunakan untuk mengambil data hasil
belajar pada kelas sampel, maka instrumen penelitian tersebut harus diujicobakan
terlebih dahulu pada kelas di luar kelas sampel dan masih merupakan bagian dari
populasi. Pengujian instrumen dilakukan untuk mengetahui validitas, reliabilitas,
daya beda dan taraf kesukaran dari instrumen tersebut. Untuk bentuk soal uraian
digunakan rumus berikut. 1.
=
})(}{)({
))((
moment
2222
YYNXXN
YXXYNr
XY
(Arikunto, 2002:72) Keterangan:
XY
r
: koefisien korelasi N : banyaknya subjek X : skor butir soal yang dicari validitasnya
Y : skor total XY : perkalian antara skor butir soal dengan skor total Jika dan
Reliabilitas Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek
yang sama. Suatu tes dikatakan reliabel jika ia dapat memberikan hasil yang tetap
apabila diteskan berkali-kali, atau dengan kata lain tes dikatakan reliabel jika hasil
tes tersebut menunjukkan ketetapan. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari
reliabilitas soal tes bentuk uraian adalah rumus Alpha, yaitu:
2
211
11
t
i
n
nr
21
: varians total n : banyaknya butir soal Rumus varians item soal, yaitu
N
N
XX
i
222
Pada soal uraian yang telah diujicobakan didapat = 0,611, sedangkan = 0,312
dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti , artinya instrumen reliabel.
11
r
tabel
r
tabel
rr
>
11
3.
Taraf Kesukaran Untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran bentuk soal uraian
digunakan tolak ukur sabagai berikut. a.
Jika jumlah testi gagal 28% - 72%, soal termasuk kriteria sedang. c.
72%, soal termasuk kriteria sukar. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari
taraf kesukaran soal tes bentuk uraian yaitu:
%100
xN
NTK
gagal
=
(Arifin, 1991:135) Keterangan: TK : taraf kesukaran Ngagal : jumlah testi yang
gagal N : jumlah total testi Dari perhitungan taraf kesukaran diperoleh hasil sebagai
berikut, dari 7 soal yang diujicobakan diperoleh 2 soal dengan kriteria sukar dan 5
soal dengan kriteria sedang. Untuk soal penalaran dan komunikasi soal
nomorRumus varians total, yaitu
(
)
N
X
N
X
ttt
222
Pada soal uraian yang telah diujicobakan didapat = 0,611, sedangkan = 0,312
dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti , artinya instrumen reliabel.
11
r
tabel
r
tabel
rr
>
11
3.
Taraf Kesukaran Untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran bentuk soal uraian
digunakan tolak ukur sabagai berikut. a.
Jika jumlah testi gagal 28% - 72%, soal termasuk kriteria sedang. c.
72%, soal termasuk kriteria sukar. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari
taraf kesukaran soal tes bentuk uraian yaitu:
%100
xN
NTK
gagal
=
Daya Pembeda Untuk menghitung daya pembeda soal uraian dapat digunakan
rumus:
()()
1
11
22
21
+
=
nn
XX
MLMHt
(Arifin, 1991:141) Keterangan: MH : rata-rata kelompok atas ML : rata-rata
kelompok bawah
21
X
: jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas
22
X
: jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah n
1
: jumlah peserta kelompok atas atau bawah (27% x N) Hasil perhitungan
dibandingkan dengan dengan dk = dengan
= 5%. Jika maka daya beda soal tersebut signifikan. Dari 7 soal uraian yang
diujicobakan, semuanya mempunyai daya beda yang signifikan. Untuk bentuk soal
pilihan ganda digunakan rumus berikut. 1.
Validitas Rumus yang digunakan untuk mencari validitas soal pilihan ganda adalah
q
pS
MM
t
tppbi
=
: standar deviasi dari skor total p : proporsi siswa yang menjawab benar q : proporsi
siswa yang menjawab salah Perhitungan validitas soal pilihan ganda dengan
menggunakan rumus
pbi
Reliabilitas Adapun rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas soal tes pilihan
ganda adalah rumus KR-20
2
211
1
S
pqSn
nr
(Arikunto, 2002:100) Keterangan:
11
r
: reliabilitas instrumen p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q :
proporsi subjek yang menjawab item salah
2
S
: Varians total
pq
: jumlah hasil perkalian antara p dan q n : banyaknya butir soal uji coba Jika >
dengan taraf signifikansi 5% maka instrumen tersebut reliabel.
11
r
tabel
r
Pada soal pilihan ganda yang sudah diujicobakan didapat = 0,5969, sedangkan =
0,312 dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti , artinya instrumen reliabel. 3.
Taraf Kesukaran Adapun rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal
tes bentuk pilihan ganda yaitu:
JS
BP
=
(Arikunto, 2002:208-210) Keterangan: P : Indeks Kesukaran B : banyaknya
siswa yang menjawab soal dengan benar JS : jumlah seluruh peserta tes Kriteria
taraf kesukaran 0,00 < P
0.30
0,70
1,00
mudah Dari hasil perhitungan diperoleh 6 butir soal termasuk kriteria
mudah yaitu nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 3 butir soal termasuk kriteria sedang yaitu
nomor 4, 9, 10 dan 1 butir soal termasuk kriteria sukar yaitu nomor 8. 4.
Daya Beda Untuk menghitung daya pembeda soal pilihan ganda dapat digunakan
rumus:
BAB
BA
A
PPJ
BJ
BD
==
(Arikunto, 2002:213-214) Keterangan: D : Daya pembeda
A
J
: banyaknya peserta kelompok atas
B
J
: banyaknya peserta kelompok bawah
A
B
: banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
B
B
: banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu
dengan benar.
A
P
: proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
B
P
: proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Klasifikasi daya beda D :
0,00 sampai 0,20 jelek (poor) D : 0,20 sampai 0,40 cukup (satisfactory) D : 0,40
sampai 0,70 baik (good) D : 0,70 sampai 1,00 baik sekali (excellent) D : negatif,
semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif
sebaiknya di buang saja. Dari hasil perhitungan diperoleh 6 butir soal berkriteria
cukup yaitu nomor 1, 3, 5, 7, 8, dan 10, 4 soal berkriteria baik yaitu nomor 2, 4, 6
dan 9. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa 17 item soal yang diujicobakan
layak untuk dipakai yaitu dengan kriteria valid dan mempunyai daya pembeda yang
tidak jelek sehingga soal tersebut dapat digunakan.
BAB V PENUTUP A.
Simpulan
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih
efektif daripada pembelajaran matematika dengan menggunakan metode
ekspositori pokok bahasan segiempat kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Slawi tahun
pelajaran 2006/2007.
B.
Saran
1.
Hendaknya guru membuat perencanaan yang matang dalam memilih materi dan
mengalokasikan waktu dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD
sehingga materi lebih mudah diterima siswa dan waktu yang terbuang dapat
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina Tri. 2005.
Psikologi Belajar
. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang. Arifin, Zainal. 1991.
Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur.