Anda di halaman 1dari 21

PENINGKATAN RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF

PESERTA DIDIK KELAS ...... PADA MATA PELAJARAN


SEJARAH MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MODEL P
A S A (PICTURES AND STUDENT ACTIVE)

Oleh

ABC, S.Pd

YAYASAN PENDIDIKAN XYZ

JUNI 20..

LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian Tindakan kelas (PTK) dengan judul Peningkatan Ranah Kognitif dan
Afektif Peserta Didik Kelas X-6 SMA ABC Pada Mata Pelajaran Sejarah
MelaluiPendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Dengan Model PA
S A (Pictures and Student Active)
Telah disahkan tanggal........................................20.. oleh:

Kepala Sekolah SMA ABC

...............

ABSTRAK
ABC, S.Pd. 20... Peningkatan Ranah Kognitif dan Afektif Peserta Didik Kelas X-6
SMA ABC Pada Mata Pelajaran Sejarah Melalui Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) Dengan Model P a S A (Pictures and Student Active)
Kata Kunci : peningkatan ranah kognitif dan afektif, CTL, Picture and Student
Active
Dalam rangka meningkatkan pembelajaran sejarah serta menghilangkan kesan
bahwa pelajaran sejarah hanya bersifat hapalan saja, maka perlu diupayakan metode
yang dapat memotivasi untuk menuntaskan materi dengan baik. Pengembangan
kurikulum mengacu kepada siswa sebagai pusat sumber belajar, sehingga dalam
strategi pembelajaran sejarah diharapkan siswa dapat menguasai konsep atau materi
secara proporsional.
Pada penelitian ini dipergunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
tindakan kelas (PTK). Tujuan yang utama dari penelitian ini adalah mencoba melihat
berbagai kemungkinan upaya peningkatan ranah kognitif dan afektif peserta didik kelas
X-6 SMA ABC pada mata pelajaran sejarah melalui pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) dengan model P a S A (Pictures and Student Active). Riset ini
berlangsung pada semester II tahun pelajaran 2006/2007, dilakukan dengan 2 siklus.
Proses pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui model PaSA dilaksanakan
dengan tahapan (1) pembagian kelompok kecil (2) siswa mendeskripsikan gambargambar (3) menelaah dan menganalisis setiap gambar (4) mendiskusikan gambargambar tersebut (5) melakukan presentasi lisan (6) melaksanakan post tes berupa quiz
dan soal-soal obyektif/subyektif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil pembelajaran dengan model PaSA
dapat meningkatkan proses dan hasil belajar. Pada siklus 1 kelas X-6 yang berjumlah
44 siswa yang tuntas belajar adalah 36 siswa ( 81.81 % ) sedangkan yang tidak tuntas
8 siswa ( 18.18 % ) pada siklus 2 terjadi peningkatan yang signifikan yaitu siswa
tuntas 100 %.
Perbaikan kualitas pendidikan dimulai dari perbaikan kualitas pengajaran,
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai namun hal ini juga harus ditunjang
dengan kualitas siswa. Komponen dalam sistem ini saling terkait dan terpadu
mempengaruhi variabel-variabel peningkatan hasil pembelajaran. Penelitan ini
bertujuan mencari bentuk pendekatan proses belajar mengajar dengan model
pembelajaran tertentu yang sesuai dengan karakteristik pelajaran sejarah di SMA ABC

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di dalam
UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan
penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undangundang sejarah, sejalan dengan hal tersebut GBHN 1988 dinyatakan peranan
pendidikan nasional yang kaitannya dengan sejarah yaitu meningkatkan kualitas
manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras. Selain itu yang perlu digaris bawahi adalah
bahwa pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta
tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan (patriotisme).
Dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional setiap 10 tahun sekali selalu
dilakukan penyempurnaan atau revisi kurikulum seperti tahun 1975, 1984, 1994,
suplemen 1999, 2004 (berbasis kompetensi) dan saat ini menggunakan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP 2006) dimana didalamnya terdapat perubahan materi
dalam pembelajaran sejarah
Suatu pernyataan yang sangat fenomenal dari Presiden Sukarno bahwa
bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarah perjuangan
bangsanya. Ungkapan yang begitu bijaksana apabila dikaji secara mendalam
mengandung pengertian Verstehen dan Erleben ( Kartodirjo, 1993) yaitu menyelami
dalam membuka tabir kebenaran masa silam. Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu
bangsa dengan sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai
dengan jiwa jaman tersebut.

1
Barangkali sejak kita berada di bangku SD pelajaran sejarah adalah mata
pelajaran yang membosankan, pada masa itu kita akan bertanya, mengapa kita belajar
sejarah? Mengapa kita harus mempelajari masa lalu? Bahkan sampai pernyataan

ekstrim yaitu apa gunanya kita belajar sejarah? masa lampau yang sudah lewat tidak
perlu diteliti atau dipelajari.
Perlu diuraikan kendala-kendala umum dalam pembelajaran sejarah yaitu; (1)
doktrin patent pembelajaran sejarah sejak kita di bangku SD sampai dengan SMA tidak
terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where, who dan how) (2) materi masa lampau
yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di dunia (3)
metode pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah (4) ketidakseimbangan
jumlah jam tatap muka dengan materi yang ada (5) kurikulum yang selalu berubahubah (6) siswa kurang berminat membaca cerita sejarah (7) tidak memadainya sumbersumber tertulis maupun tidak tertulis (8) sejarah adalah ilmu sosial selalu dipandang
sebelah mata sebagai mata pelajaran kelas dua setelah eksakta
Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran sejarah dalam hal ini siswa SMA
ABC salah satunya dilatarbelakangi oleh faktor kurang kreatifnya guru, juga tidak
tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Dari data evaluasi hasil ulangan semester
dan ujian blok semester I pada mata pelajaran sejarah standar ketuntasan adalah 70
kelas X, kurang lebih 27.5% tidak tuntas ( : 220 siswa ), kelas XI 30.5 % tidak
tuntas ( : 230 siswa ) kelas XII 36.2% tuntas ( : 223 siswa ) ini berdampak pada
kontinuitas kualitas belajar siswa di SMA ABC.
Kurikulum terbaru 2006 memberikan strategi kepada pengajar bagaimana
supaya siswa lebih giat memacu dirinya lebih kreatif dan inovatif, begitu pula
pendekatan yang dilakukan dalam strategi belajar mengajar sehingga hasil belajar
siswa ranah kognitif, dan afektif dapat sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.
Dalam pengajaran sejarah siswa harus dapat membangun pemikiran yang kritis
analisis dari interpretasi kebenaran fakta dan data secara benar baik pada ranah
kognitif, maupun afektif ( Hariyono, 1998)
2
Pada masa berlakunya kurikulum tahun 1984-an yang pada waktu itu menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto pernah dicoba mata pelajaran baru
cabang sejarah yang lebih menekankan aspek kognitif dan afektif yaitu PSPB
(Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) namun dihapus pada suplemen kurikulum
1994. Sebagian orang mengatakan pembelajaran sejarah cenderung hanya ingatan, dan

hafalan, guru selalu mengidolakan metode ceramah sebab bercerita lebih tepat untuk
kajian masa lalu. Pada prinsipnya guru-guru sejarah kesulitan menentukan formula
(teknik, metode, dan pendekatan) yang sesuai untuk materi tertentu.
Secara umum dimanapun pembelajaran sejarah hanya bersumber pada buku
paket untuk dibaca atau LKS untuk dikerjakan secara naratif tanpa diberikan bukti
konkrit visual berupa gambar, foto, dan peta. Sehingga pemahaman sejarah hanya
sebatas ingatan tanpa bisa menyelami peristiwanya; sebagai contoh pada tahun 1944
Jepang melakukan praktek romusya terhadap rakyat Indonesia, siswa hanya
memahami bahwa romusya adalah kerja paksa tetapi tidak mengetahui bentuk kerja
paksa yang bagaimana?, seperti apa paksaan itu? Pemahaman ini menjadi bias jika
tidak ada visualisasi, siswa hanya menjadi imajiner-founding (Notosusanto, 1985).
Keadaan di atas akan membawa dampak yang tidak menguntungkan dalam
pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah dan semestinya dicarikan pemecahan
alternatif yang paling efektif dan efisien atau solusi sebagai pelaksanaan perbaikan
metode atau pendekatan pembelajaran beserta teknik dan bentuk yang sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Dalam rangka peningkatan hasil belajar sejarah dengan pendekatan
pembelajaran efektif, efisien dan terpadu disesuaikan dengan proses dan kemampuan
siswa diantaranya dengan mengadopsi model Picture to Picture dan Examples on
Examples namun peneliti mencoba untuk menampilkan model pembelajaran dengan
gaya Pictures and Student Active (PaSA) On Board Stories and Pictures Stories.
3
Dalam pendekatan pembelajaran CTL metode Pictures and Student Active
diharapkan siswa dapat menkonstruk secara kognitif, dan afektif dengan daya kreasi
serta menganalisis secara kritis terhadap visualisasi. Konsep utama dari Picture and
Student Active adalah Know How to Know (mengetahui bagaimana harus
mengetahui) Dengan demikian muncul suatu pernyataan bahwa Siswa akan lebih
mudah memahami gambar peristiwa sejarah daripada membaca, tetapi tanpa
membaca akan sulit untuk mendeskripsikan gambar Berdasarkan latar belakang di
atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

B. Rumusan Masalah
1. Apakah penggunaan metode Pictures and Student Active dapat meningkatkan hasil
belajar ranah kognitif?
2. Apakah penggunaan metode Pictures and Student Active dapat meningkatkan hasil
belajar ranah afektif?
3. Bagaimakah minat siswa terhadap metode Pictures and Student Active !
4. Bagaimanakah hasil belajar siswa terhadap uji kemampuan pemahaman analitis
visualisasi (gambar-gambar)
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan mencari gambaran
yang sekaligus menjawab permasalahan penelitian dengan paparan deskripsi
tentang :
1.

Peningkatan hasil belajar ranah kognitif

2.

Peningkatan hasil belajar ranah afektif

3.

Minat siswa terhadap metode Pictures and Student Active

4.

Hasil belajar siswa terhadap uji kemampuan pemahaman analitis visualisasi

(gambar-gambar)
4
Dari tujuan penelitan di atas, maka manfaat yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah:
D. Manfaat penelitian
1. Bagi siswa :

Membantu siswa mencapai kompentensi diri dalam menuntaskan materi

pembelajaran sejarah

Membantu siswa meningkatkan hasil belajar ranah kognitif, afektif dalam

pembelajaran sejarah

Membantu siswa memahami konsep, kejadian, peristiwa, fakta, data dan

interprestasi serta kebenaran sejarah lewat gambar-gambar

Konstruktif dalam menelaah eksistensi masa lalu, menghargai perjuangan dan

hasil kebudayaan masa lampau lewat visualisasi.

Membangun keberanian mengungkapkan fakta sejarah, kritis pada setiap

peristiwa masa lampau


2. Bagi Guru :

Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang penelitan tindakan kelas

Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara komprehensif

dengan berbagai pendekatan dan penilaian

Memotivasi untuk selalu exsplorasi dalam teknik, metode dan model

pembelajaran yang kreatif serta inovatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa
E. Hipotesis Tindakan
Proses dan hasil belajar sejarah akan meningkatkan ranah kognitif dan afektif
peserta didik kelas X-6 ABC UM melalui pendekatan CTL dengan model PaSA
(Pictures and Student Active) pada konsep masyarakat pra sejarah Indonesia
5
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan pada kelas X-6 yaitu konsep pembelajaran visual dengan
materi masyarakat prasejarah Indonesia.
2. Aspek yang diteliti adalah kemampuan ranah kognitif dan afektif visualisasi gambar
prasejarah, membuat kreasi cerita bergambar serta tahap kritis analitis guna
meningkatkan ranah kognitif dan afektif dari hasil belajar berupa LKS dengan
gambar, ulangan harian, post tes, tugas individu serta kerjasama kelompok selama
proses pembelajaran

3. Strategi yang dipergunakan adalah model PaSA (Pictures and Student Active) On
Board Stories and Pictures Stories

6
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
A. Pengajaran Sejarah Pada Kurikulum 1994
Sesuai dengan GBPP 1994 bahwa ruang lingkup pengajaran sejarah untuk
jenjang SMA/MA/SMK meliputi substansi yang sangat luas yaitu pada sejarah nasional
dimulai dari perkembangan prasejarah, jaman Hindu-Budha, masa kejayaan Islam,
masuknya kekuatan asing, perlawanan terhadap dominasi asing, pergerakan nasional,
masa pendudukan Jepang, upaya mengisi kemerdekaan, masa demokrasi terpimpin,

Orde baru dan ditambah dengan masa reformasi (Sejarah kelas 1 dan 2, Erlangga.
1994). Sedangkan untuk substansi sejarah dunia meliputi perkembangan peradaban
dunia masa prasejarah di Asia dan Eropa, perkembangan peradaban timur tengah,
Amerika dan Afrika, peristiwa-peristiwa di Eropa abad 17-19, perkembangan fahamfaham baru di Eropa, perkembangan tata hubungan dunia setelah perang dunia II dan
perkembangan dan penerapan IPTEK serta masalah lingkungan hidup (Sejarah kelas 3
Yudistira. 2000) Kurikulum pendidikan nasional senantiasa harus sejalan dengan
tujuan pengajaran nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD
1945 alenia 4)
Sangat luasnya materi pelajaran sejarah membuat pembagian substansi sejarah
harus benar-benar ditinjau secara proposional karena data dan fakta sudah terjadi
ratusan tahun bahkan ribuan tahun (Hariyono, 2001). Kurikulum 1994 memberikan
landasan yang kuat tentang kronologis sebuah cerita sejarah. Ruang dan waktu dalam
pembelajaran sejarah memungkinkan siswa untuk verstehen dan erleben (menyelami
dan mendalami. Kartodirdjo, 1993). Konsep pembelajaran sejarah yang tertuang dalam
kurikulum 1994 secara implisit mengisyaratkan kepada guru bidang studi sejarah agar
lebih aktif dalam meningkatkan kegiatan pembelajaran, hal ini disebabkan karena
luasnya materi dan sedikitnya jumlah jam mengajar kira-kira 2 jam/minggu dan harus
terselesaikan dalam tempo satu semester.
7
Berdasarkan sebaran materi kurikulum 1994 pada pelajaran sejarah, maka
kondisi obyektif pengajaran sejarah di kelas lebih banyak pada ceramah bervariasi,
mengapa? Karena siswa kurang menyadari pentingnya buku pegangan untuk
menunjang proses analisis peristiwa masa lampau. Guru sebagai center teach
semestinya siswa sebagai pusat pembelajaran. Dalam hal ini pendekatan pembelajaran
mutlak diperlukan guru untuk kreatif dalam penyampaian materi lebih mendalam,
berikut adalah intisari dari pendekatan pembelajaran kontekstual
B. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Menciptakan masyarakat belajar bukanlah hal yang mudah apalagi jika ini
dikaitkan dengan hasil pembelajaran di sekolah. Siswa bukan sebagai obyek dari
transfer ilmu melainkan sebagai subyek yang harus menggali, mendapatkan serta
menguraikan ilmu. Siswa dituntut mandiri dalam memecahkan masalah, menganalisis
lingkungan, melakukan adaptasi sosial dan menjembatani setiap permasalahan dalam
kehidupan. Proses pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa sendiri yang
menemukan jawaban atas permasalahan ilmu. Komunikasi verbal, hafalan, daya ingat
mungkin membantu dalam kehidupan nantinya tetapi tanpa dibekali, skill, ability dan
inquiry dalam memecahkan masalah mustahil hidupnya akan bermakna.
Contexual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan proses belajar
mengajar dalam rangka mencari produktifitas pembelajaran. Standarisasi kurikulum
sebagai acuan atau rambu-rambu pembelajaran harus dukembangkan dengan strategi
belajar yang baik artinya CTL senantiasa berkembang mengikuti trend sistem
pendidikan. Pendekatan CTL adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki tujuh (7)
komponen yaitu : (1) Constructivism, (2) Questioning, (3) Inquiry (4) Learning
Community (5) Modelling (6) Reflection) dan Authentic Assessment (Kasbollah,
2002).
8

Pendekatan di atas adalah landasan membangun kerangka berfikir, dimulai dari


fakta, data dan konsep. Siswa harus mampu mengkonstruk pikirannya melalui
pengalaman ilmu dan pengamatan sosial terutama kegiatan pemecahan masalah. Siswa
harus dapat menemukan jawaban dari setiap permasalahan dengan kreatif, inovatif
membangun dirinya agar berguna bagi orang lain disekitarnya, seperangkat fakta, data
dan konsep dirangkai menjadi kesatuan yang memiliki makna.
Siswa akan menjadi inovatif dengan ketrampilan ingin selalu mengetahui halhal yang tersamar. Guru senantiasa membimbing, mendorong serta membuat penilaian
pola-pola pikir siswa, bagaimana siswa menggali informasi, apakah yang telah mereka

ketahui dan yang belum diketahui. Ketrampilan dalam menemukan pengetahuan harus
melibatkan orang lain terutama kerjasama di kelas.
Kerjasama di kelas dalam proses pembelajaran memungkinkan terjadinya
interaksi afektif dan psikomorik karena saling berkomunikasi, memperoleh informasi
dan memberikan alternatif pemecahan masalah sehingga proses belajar dan
pembelajaran tercapai dengan maksimal serta mengoptimalkan hasil yang diperoleh
dengan merespon semua hal yang diketahui kemudian dikaryakan dalam bentuk hasil
baik catatan, jurnal maupun pendapat sehingga bentuk penilaian terhadap siswa lebih
akurat.
C. Visualisasi dalam Proses Belajar dan Pembelajaran Sejarah
Visual dalam seni rupa berarti penglihatan (Art and Design, 1995). Pandangan
juga dapat berarti melihat, Visualisasi adalah upaya untuk mendeskripsikan bias
menjadi nyata (Kuncoro, 2001) menerjemahkan keadaan semu menjadi suatu bentuk
yang real, nyata dan dapat dirasakan. Penulis mencoba menterjemahkan visualisasi
dalam proses belajar dan pembelajaran sejarah mengandung pengertian sebagai bentuk
cerita bergambar yang dimanifestasikan pada sebuah alur cerita dalam bentuk
rangkaian gambar bermakna serta kronologis.
9
Fakta dan data sejarah didapatkan dari berbagai nara sumber baik primer yaitu
saksi hidup sejaman serta buku utama yang dapat dijadikan proyeksi sejarah
(Kartodirdjo, 1993). Sepengetahuan kita mulai dari tingkat dasar (SD) sampai tingkat
atas (SMA) pelajaran sejaraha jarang menampilkan visualisasi yang kronologis padahal
yang utama dari pembelajaran sejarah adalah menampilkan seakurat mungkin data dan
fakta.
Siswa harus dapat menghadirkan dokumentasi fakta dan data secara jelas,
obyektif dan kronologis sehingga daya kritis terhadap permasalahan masa lampau
menjadi lebih akurat. Gooschalk (1985) dalam bukunya Understanding History : a
primer of historical method mengatakan bahwa sejarah bukanlah imajinasi tetapi hasil

dari kreasi bangunan fakta yang disusun berdasarkan alur peristiwa dan dikembangkan
oleh sejarawan dalam berbagai bentuk diantaranya adalah cerita bergambar.
Historiografi dalam pembelajaran sejarah terbentuk dari heuristik lapangan,
sehingga proses belajar dan pembelajaran sejarah pengkajian masa lampau harus
dilengkapi dengan alat-alat nalitis, konseptual dan teoritis (Burke, 1980). Alangkah
menyenangkan apabila dalam proses belajar di kelas siswa dibekali dengan teori dan
fakta lapangan, jika kita menceritakan tentang perang dunia II, maka semestinya guru
dapat menghadirkan gambar jalannya perang, tokoh yang terlibat dan visualisasi
lainnya yang mendukung pembelajaran tersebut. Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang jurusan pendidikan Sejarah memiliki laboratorium sejarah masa purba. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran kebudayaan masa lampau adalah bagaimana mengenal
kondisi masa masyarakat prasejarah secara konstruk dan nyata (Katalog FPIPS, 1995).
Guru sejarah dalam memvisualisasikan materi pelajaran senantiasa harus memiliki
imajinasi sejarah yang dapat membuat siswa memasuki masa tersebut. Walaupun
demikian unsur-unsur subyektif akan selalu ada dalam membuatan visualisasi, guru
dapat membuat deskripsi atau gambaran tentang apa yang akan dibuatnnya
10
D. Konsep To Know How to Know pada Pelajaran Sejarah
Ilmu sejarah seperti ilmu-ilmu lainnya mempunyai unsur yang merupakan alat
untuk mengorganisasi seluruh tubuh pengetahuannya serta merekontruksi pikiran yaitu
metode sejarah (Kartodirdjo, 1993). Konsep How to know pada sejarah sebenarnya
berkaitan dengan bagaimana orang memperoleh pengetahuan tentang sejarah, tetapi
pada konsep to know how to know berkaitan dengan cara mengetahui bagaimana harus
mengetahui, jadi kita mengetahui sejarah tetapi bagaimana sejarah dapat kita ketahui.
Contoh dalam mempelajari proklamasi 17 Agustus 1945 kita mengetahui tanggal,
bulan dfan tahun tersebut adalah hari kemerdekaan RI, tetapi kita juga harus
mengetahu, memahami serta menganalisis, mengapa tanggal 17 Agustus dijadikan hari
kemerdekaan.
Konsep To Know How to Know pada pembelajaran sejarah akan lebih mampu
melalukan eksplanasi daripada membatasi diri pada pengungkapan bagaimana sesuatu

terjadi sebagai narasi fiktif (Kuntowijoyo, 1994). Suatu peristiwa harus dapat
digambarkan secara lebih mendalam mengenai bagaimana terjadinya, latar belakang
apa yang melandasi lahirnya peristiwa tersebut. Perkembangan ilmu sejarah di
Indonesia dipengaruhi oleh nation building yang menuntut rekontruksi sejarah secara
nasional dimana akan mewujudkan kristalisasi bangsa atau Indonesia-sentris
(Kuntowijoyo, 1994).
Berfikir mengenai masa lalu secara obyektif tampaknya banyak diabaikan oleh
orang karana mereka tidak mampu untuk menerima segala sesuatu begitu saja (taken
for granted) sehingga unsur-unsur subyektifitas menyertai dalam setiap
historiografi.Dalam menghadapi fenomena histories yang kompleks, setiap
penggambaran sejarah diperlukan pendekatan yang memungkinkan penyaring data
dengan seleksi terhadap konsep, fakta dan kondisi obyektif saat ini, peta peristiwa
digunakan sebagai analitis pembelajaran sejarah yang kemudian digambarkan dalam
model pembelajaran sejarah secara terpadu (Panyarikan, 1998).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
karena pendekatan ini berupaya mengkaji lebih mendalam tentang penggunaan model
PaSA (Picture and Student Active) On Board Stories and Pictures Stories dalam
rangka peningkatan ranah kognitif dan afektif siswa pada proses belajar memahami
masyarakat prasejarah Indonesia. Pendekatan ini sesuai dengan penelitian tindakan
kelas karena memenuhi kriteria penelitian kualitatif karena Moleong (1994) dalam
bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif menyebutkan sebagai berikut: (1) peneliti
sebagai instrument utama yaitu peneliti sebagai pengumpul data dan menganalisis data
dimana peneliti terlibat langsung dalam penelitian (2) peneliti akan menyelidiki dan

memaparkan data apa adanya di lapangan (3) hasil penelitian bersifat deskriptif karena
data-data yang terkumpul hanya berupa kata-kata atau kalimat, bukan angka-angka
PTK atau Classroom Action Research adalah penelitian berbasis kelas atau
sekolah, dimana dalam PTK terdapat tindakan untuk perbaikan kegiatan pembelajaran
maupun peningkatan mutu pembelajaran di kelas (Kasbollah, 1999). Intinya dari
penelitan tindakan adalah adanya tindakan dalam menyelesaikan permasalahanpermasalahan praktis pengajaran. Penetian tindakan kelas bermuara pada persoalanpersoalan yang dihadapi guru di kelas (Susilo, Herawati.2003) Dalam penelitian ini
masalah yang terjadi adalah kurang minatnya siswa pada pelajaran sejarah, mereka
jenuh karena guru hanya bercerita, mencatat konsep, menghafal fakta sehingga
pemahaman sejarah kurang berarti yang ditandai dengan penurunan kualitas hasil
belajar siswa. Kondisi ini diperlukan pemecahan, sehingga dengan penelitian ini
diharapkan dapat membantu meningkatkan pembelajaran dalam memahami konsep
sejarah khususnya masyarakat prasejarah Indonesia.
12
PTK ini dilakukan oleh guru bidang studi yang merangkap sebagai penelitidibantu oleh
guru lain pada rumpun yang sama (Bapak Teguh, S.Pd) serta pengamatdari guru lain
( Ibu Husnul, Ibu Kartini dan Bapak Samsul dari mahasiswa S-2 UM).Tindakan
dibatasi pada model dan teknik dalam proses pembelajaran melalui pendekatan CTL
(Contextual Teaching and Learning) dengan model PaSA (Picture and Student Active).
On Board Stories and Pictures Stories
Sejalan dengan pendekatan kualitatif, peneliti mencoba mengembangkan 5
komponen konsep pembelajaran melalui model PaSA On Board Stories and Pictures
Stories yaitu : (1) Seeing (2) Describing (3) Learning (4) Analyzing dan (5) Knowing.
Kelima komponen tersebut bermuara pada Know How to Know yaitu selama proses
pembelajaran siswa arahakan untuk selalu menahami, kritis untuk mengetahui serta
berpartisipasi aktif.
Desain penelitian menggunakan model Kemmis dan M.C Taggart (1989) yaitu (a)
perencanaan (b) tindakan (c) observasi dan (d) refleksi.

B. Kehadiran Peneliti
Berdasarkan pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti sangat
diperlukan karena peneliti bertindak sebagai desainer tindakan, observer, explainer dan
pengumpul data. Peneliti membuat desainer pembelajaran selama berlangsung
penelitian. Moleong (1994) juga mengutarakan bahwa kedudukan peneliti dalam
penelitian kualitatif adalah sebagai desainer, pelaksana, pengumpul data, analisis,
penafsir dan pelapor hasil penelitian.
Pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas, para observer dari satu rumpun
dan guru lain dilibatkan untuk memberikan masukan hasil penelitian sehingga dapat
memperbaiki proses pembelajaran.

13
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas X-6 SMA ABC semester II tahun pelajaran
2006/2007. Peneliti bertugas sebagai guru pengajar di kelas tersebut. Penelitian
berlangsung 2 bulan (April-Mei 2007)
D. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : (1) lembar kerja siswa,
gambar peta persebaran manusia dan kebudayaan masyarakat prasejarah (2) LKS
cerita gambar yang tersusun dari hasil analisis kelompok dan individu dalam berbagai
versi (3) hasil pengamatan proses belajar mengajar, diskusi kelompok, presentasi lisan
dan diskusi kelas.(5) catatan lapangan (6) dokumentasi. Sumber data adalah siswa
kelas X-6 SMA ABC tahun pelajaran 2006/2007 dengan jumlah siswa 46 siswa.
E. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data pada penelitian ini meliputi :
1. Instrumen Pengumpulan Data

A. Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data berupa :
1. Tes
Tes adalah alat penilaian dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada
seseorang dengan jawaban tertentu baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun perbuatan
(tindakan). Tes sebagai alat ukur hasil belajar di sekolah utamanya berkaitan dengan
sejauhmana siswa telah menguasai materi sesuai dengan harapan yang diinginkan. Tes
di kelas bagi siswa berhubungan erat dengan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Instrumen tes pada penelitian ini disusun dalam 2 siklus berupa ulangan harian yang
masing-masing siklus berjumlah 20 soal obtektif.
14
2. Post Tes
Post tes pada penelitian ini adalah pertanyaan-pertanyaan quiz yang harus
dijawab spontan oleh siswa. Siswa harus menjawab dengan kecepatan daya
kognitifnya. Nilai post tes ini diharapkan dapat memotivasi siswa dalam proses
pembelajaran, sekaligus sebagai standar nilai untuk menentukan nilai hasil belajar.
3. Lembar Penilaian Proses Belajar
Lembar penilaian proses belajar dipergunakan untuk menilai siswa dalam
ulangan harian, quiz, tugas, proses diskusi kelompok, diskusi kelas, dan presentasi
lisan. Lembar penilaian ini berupa format-format penilaian proses belajar mengajar.
B. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Pengamatan dilakukan untuk melihat langsung aktifitas siswa selama proses
pembelajaran. Observasi memungkinkan untuk mengetahui kesesuaian antara harapan
dan kenyataan dari penelitian tindakan kelas. Observasi dilaksanakan secara
komprehensif dalam kelas.

Pengamatan dilakukan oleh teman serumpun dan guru lain dengan berpedoman
pada format pengamatan menyeluruh (lihat lampiran). Aspek-aspek dalam pengamatan
meliputi: perilaku siswa waktu belajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam
presentasi dan diskusi. Sehingga dapat diketahui secara jelas bagaimana aktifitas siswa
selama proses pembelajaran.
2. Catatan lapangan
Catatan lapangan dalam pembelajaran bertujuan untuk memperoleh data yang
akurat dan obyektif apa adanya, sehingga hal-hal yang tidak terekam dalam observasi
dapat dilakukan dengan catatan lapangan sebagai bahan pertimbangan perbaikan dan
follow up tindakan selanjutnya.
15
3. Tahap-tahap Penelitian
Sebelum penelitian ini dilakukan dlaksanakan pertemuan dengan rumpun.
1.

Menentukan kelas yang akan digunakan untuk penelitian

2.

Menentukan dan menyusun rencana pembelajaran

3.

Menentukan topik pembelajaran yang sesuai dengan metode Picture and

Student Active serta untuk lebih fokus lagi menentukan kelas mana yang akan
dijadikan obyek penelitian.
4.

Menyusun visualisasi materi dengan proyeksi gambar-gambar apa saja yang

relevan dengan tujuan pembelajaran ranah kognitif, dan afektif.


a. Perencanaan siklus I
Penelitian dilaksanakan pada bulan April minggu ke-3 tahun 2007
Tahap perencanaan meliputi :
a.

Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) sejarah

b.

Kelas yang dipergunakan untuk penelitian adalah kelas X-6 dengan jumlah 44

siswa

c.

Pokok bahasan adalah Masyarakat Prasejarah Indonesia dengan sub pokok

bahasan jaman Paleolithikum, Mesolithikum, Neolithikum, Megalithikum, jaman Besi


dan Perunggu serta persebaran manusia purba Indonesia.
Model PaSA adalah mengoptimalkan peran siswa sebagai individu dalam
kelompok diskusi lewat media gambar atau visual.
Kegiatannya adalah sebagai berikut :
1

Kelas X-6 dibagi ke dalam 6 kelompok heterogen (setiap kelompok 7-8 siswa)

Sub pokok bahasan adalah persebaran kebudayaan masa prasejarah (jaman batu ) di
Indonesia. Kelompok 1 : Paleolithikum, Kelompok 2: Mesolithikum, Kelompok 3 :
Neolithikum, Kelompok 4 : Megalithikum, kelompok 5 jaman Basi dan Perunggu serta
kelompok 6 Penemuan manusia purba Indonesia di pulau Jawa.
16
1

Setiap kelompok mendeskripsikan gambar peta berdasarkan referensi buku,

Atlas Kemudian membuat deskripsi utuh mengenai sub pokok bahasan tersebut.
2

Pada saat pembelajaran, masing-masing anggota kelompok saling mempelajari l

(satu) gambar peta dan menunjukan hasil-hasil persebaran budaya dengan


menempelkan tanda-tanda tertentu di peta.
3

Tanda tanda tersebut diperjelas pada saat presentasi di depan kelas.

Peneliti memandu jalannya diskusi sementara siswa lain dapat mengajukan

pertanyaan, atau mengomentari kelompok presentasi dengan membuat rekaan


interpretasi permasalahan melalui analisisnya.
Pada tahap evaluasi meliputi :
a.

Mengevaluasi kognitif siswa dengan cara memberikan post test dalam bentuk

pertanyaan quiz.
b.

Mengumpulkan gambar-gambar peta sebagai alat evaluasi dalam mengukur

sejauhmana peningkatan ranah kognitif siswa.


c.

Pada saat pembelajaran ini guru menggunakan penilaian individual dan

kelompok yang mengacu pada ranah afektif serta ranah kognitif. (Penilaian lihat
lampiran)

d.

Semua kegiatan PTK di kelas X-6 baik observasi, analisis serta evaluasi

direkam oleh peneliti sebagai follow up untuk mendapatkan gambaran hasil tindakan
dan juga sebagai bahan releksi siklus 1
Hasil refleksi siklus 1 digunakan untuk membuat perencanaan siklus 2,
b. Perencanaan pada siklus 2
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei minggu ke 3 tahun 2007
Tahap perencanaan meliputi :
a

Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) sejarah

Kelas yang dipergunakan untuk penelitian adalah kelas X-6 (46 siswa)
17

Pokok bahasan adalah Tradisi Prasejarah Masyarakat Indonesia dengan

kegiatan sebagai berikut :


1

Kelas X-6 dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil namun tetap heterogen

(setiap kelompok berjumlah 4-5 siswa) Sub pokok bahasan adalah Tradisi Prasejarah
masyarakat Indonesia meliputi hasil budaya dari jaman peleolithikum sampai dengan
jaman logam.
2

Setiap kelompok mendeskripsikan suatu cerita bergambar Tradisi Prasejarah

masyarakat Indonesia meliputi hasil budaya dari jaman peleolithikum sampai dengan
jaman logam.
3

Kemudian membuat deskripsi utuh mengenai cerita bergambar tersebut.

Pada saat pembelajaran, masing-masing anggota kelompok saling mempelajari

satu gambar dan membuat kesimpulan dari cerita tersebut kemudian mendiskusikan
hasilnya
5

Setelah mendeskripsikan alur cerita kemudian mempresentasi di depan kelas.

Peneliti memandu jalannya diskusi sementara siswa lain dapat mengajukan

pertanyaan, atau mengomentari kelompok presentasi dengan membuat rekaan


interpretasi permasalahan melalui analisisnya.
Pada tahap evaluasi meliputi :

a.

Mengevaluasi kognitif siswa dengan cara memberikan post test dalam bentuk

pertanyaan quiz
b.

Mencari kata-kata kunci historis, aspek kemanusian dan pengalaman hidup

dalam cerita bergambar tersebut sebagai alat evaluasi dalam mengukur sejauhmana
peningkatan ranah afektif siswa.
c.

Pada saat pembelajaran ini guru menggunakan penilaian individual dan

kelompok yang mengacu pada ranah afektif serta ranah kognitif.


d.

Semua kegiatan PTK di kelas X-6 direkam oleh peneliti sebagai follow up

untuk mendapatkan gambaran hasil tindakan dan releksi.


18

Anda mungkin juga menyukai