PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Endoftalmitis merupakan kejadian yang jarang namun merupakan komplikasi
yang membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada mata termasuk
setelah dilakukannya
merupakan
faktor risiko
masuknya
1.2.2
1.3 Tujuan
1.3.1
1.3.2
1.4
Manfaat
I.4.1
I.4.2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Aq. M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 75 tahun
Alamat
: Kabar Selatan
Pekerjaan
:-
Status
: Menikah
Suku Bangsa
: Sasak
Tanggal Periksa
: 12 Mei 2014
2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Kedua mata nyeri, merah, dan penglihatan kabur.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan kedua mata nyeri, merah,
penglihatannya kabur, silau terkena cahaya, terdapat kotoran mata dan berair
sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan mata sebelah kanan tibatiba merah setelah kelilipan debu saat disawah.
Sejak kelilipan, pasien mengeluh penglihatannya lama-kelamaan tidak jelas.
Sebelumnya penglihatan pasien dirasa baik-baik saja. Pasien merasa ada sesuatu
yang mengganjal di mata kanannya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Pengobatan
2.3
2.4
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
OD
OS
1/300
15/400
Tidak dilakukan
N/P
Orthophoria
Tidak dilakukan
N/P
Orthophoria
Visus
Tanpa koreksi
Dengan koreksi
TIO
Kedudukan
Pergerakan
Palpebra
-
edema
hiperemi
- trikiasis
Konjungtiva
-
bulbi: injeksi
konjungtiva
hiperemi
injeksi silier
Keruh
Jernih
Cembung
Cembung
Leukoma
Makula
Tidak terlihat
Dalam
- sekret
Kornea
-
warna
permukaan
- sikatrik
COA
-
kedalaman
hifema
- hipopion
Iris / pupil
-
warna iris
Tidak terlihat
Coklat
bentuk pupil
Tidak terlihat
Bulat, central
Tidak terlihat
IOL ditempat
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
- reflek cahaya
Lensa
-
warna
- Iris shadow
Vitreus
Retina
2.5
2.6
DIAGNOSIS
Working diagnosis
: OD Endoftalmitis
Differential Diagnosis
Abrasi kornea
Uveitis anterior
Konjungtivitis
PENATALAKSANAAN
Planning Therapy
OD Eviserasi Bulbi
2.7
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad Functionam
: dubia ad malam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
BAB II
ENDOFTALMITIS
2.1 Anatomi dan Fisiologi Vitreous Humour
Vitreous humour atau badan kaca menempati daerah belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan
molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit
sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat. Berfungsi mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftamoskopi (Hanscom TA, 2004).
Pasien terlihat sakit disertai dengan demam, dan pada mata timbul gejala berupa mata
sakit, merah, kelopak bengkak, edema kornea, keratik presipitat, disertai hipopion, refleks
fundus hilang akibat adanya nanah di dalam badan kaca. Tajam penglihatan sangat menurun.
Tekanan bola mata sangat merendah dan kadang-kadang meninggi akibat massa supuratif
yang tertumpuk di dalam bola mata (Ilyas S. 1998).
2.3 Etiologi Endoftalmitis
Penyebab peradangan ini adalah :
-
Eksogen, yang sering terjadi akibat trauma tembus, tukak perforasi, dan penyulit infeksi
pada pembedahan.
Kuman penyebab biasanya disebabkan oleh Staphylococcus albus, Staphylococcus
aureus, proteus dan pseudomonas dengan masa inkubasi 24-72 jam. Bila endoftalmitis terjadi
dalam 2 minggu setelah trauma, maka keadaan ini mungkin disebabkan karena infeksi
bakteri, sedangkan bila gejala terlambat mungkin infeksi disebabkan oleh jamur (Ilyas, 1998).
2.4 Epidemiologi Endoftalmitis
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua kasus
endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang dirawat.
Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi sebagai mata kiri,
mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk mengarahkan aliran darah ke arteri
karotid kanan. Sejak tahun 1980, infeksi Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik
telah meningkat. Jumlah orang yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS,
sering menggunakan obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya,
transplantasi sumsum tulang).
Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah operasi
intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya infeksi, endophthalmitis biasanya
8
terhadap
serangan
dari
mikroorganisme.
Dalam
endophthalmitis
endogen,
mikroorganisme yang melalui darah menembus sawar darah-mata baik oleh invasi langsung
(misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan
oleh substrat yang dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga
disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari
respon kekebalan.
Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris, retina, atau
koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan okular, mengarah kepada
eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan dapat menyebar ke
jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang mengganggu integritas bola mata dapat
menyebabkan endophthalmitis eksogen (Hatch WV, et al., 2009; Miller JJ, et al., 2004; Smith
MA, et al., 1997).
2.6.2
Mata merah
Lakrimasi
Penurunan visus
Fotofobia
Tanda
silier, hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia, penurunan
visus dan kekeruhan vitreus (Cooper Ba, et al., 2003; Smith SR, et al., 2007)
11
12
berupa luka perforasi, infeksi berkembang sangat cepat. Tanda-tanda infeksi biasanya
berkembang segera setelah cedera, tapi biasanya diikuti oleh reaksi post-traumatic jaringan
mata yang rusak. Informasi yang sangat penting dalam anamnesis adalah apakah pasien
berasal dari lingkungan pedesaan atau perkotaan, cedera di lingkungan pedesaan lebih sering
diikuti oleh endoftalmitis (30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan perkotaan.
(11%). Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit, hiperemi ciliary,
gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body. Dalam kasus endoftalmitis pascatrauma, agen causative paling umum adalah bakteri dari kelompok Bacillus dan
Staphylococcus. Dalam Endoftalmitis post-traumatik, khususnya dengan masuknya benda
asing, sangat
benda asing intraokular dan aplikasi terapi antibiotik yang tepat (Mistlberger A, et al., 1997;
Sherwood, et al., 1989).
2.6.5 Endoftalmitis Endogen
Pada bentuk endoftalmitis ini tidak ada riwayat operasi mata ataupun trauma mata.
Biasanya ada beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi, baik melalui penurunan
mekanisme pertahanan host atau adanya fokus sebagai tempat potensial terjadinya infeksi.
Dalam kelompok ini penyebab tersering adalah; adanya septicaemia, pasien dengan imunitas
lemah, penggunaan catethers dan Kanula intravena kronis. Agen bakteri yang biasanya
menyebabkan endoftalmitis endogen adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan
spesies Streptococcus. Namun, agen yang paling sering menyebabkan Endoftalmitis endogen
adalah jamur (62%), gram positive bakteri (33%), dan gram negatif bakteri dalam 5% dari
kasus (Sherwood, et al., 1989; (Lunstrom M, 2007).
13
dengan
peradangan
intraocular
lainnya.
Peradangan
berlebihan
tanpa
endopthalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah ada sebelumnya
dan keratitis, diabetes, terapi glaukoma, dan bedah sebelumnya. Toxic anterior segment
syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis diferensial endoftalmitis. TASS disebabkan
oleh pengenalan substansi zat beracun selama operasi yang umumnya disebabkan oleh
instrumen, cairan, atau lensa intraokular. Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai
dengan hipopion tanpa infeksi intraokular. lt ini penting untuk menghindari memperkenalkan
infeksi eksternal (seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan
14
paracentesis yang tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di vitreous, atau
sel retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi peradangan intraocular. Pada
retinoblastoma intraokular biopsi merupakan kontraindikasi. karakteristik yang paling
membantu untuk membedakan endophthalmitis yang benar adalah bahwa vitritis ini progresif
dan keluar dari proporsi lain temuan segmen anterior. Jika ragu, dokter harus menangani
kondisi ini sebagai suatu proses infeksi (Smith MA, et al., 1997).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Endoftalmitis endogen: darah lengkap dan kimia darah mengetahui sumber infeksi
Studi Imaging
B-scan (USG): tentukan apakah ada keterlibatan peradangan vitreous. Hal ini juga
penting untuk mengetahui dari ablasi retina dan Choroidal, yang nantinya penting
dalam pengelolaan dan prognosis.
Periksa visus
Slit lamp
Tekanan intraokular
Melebar funduscopy
15
ultrasonografi
2.8 Terapi
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endophthalmitis. Hasil akhir ini
sangat tergantung pada penegakan diagnosis dan pengobatan tepat waktu. Tujuan dari terapi
endophthalmitis adalah untuk mensterilkan
produk bakteri dan peradangan, dan mempertahankan penglihatan. Dalam kebanyakan kasus
terapi yang diberikan adalah antimikroba intravitreal, periokular, dan topikal. sedangkan
dalam kasus yang parah, dilakukan vitrectomy. antibiotik di endophthalmitis (Gordon Y,
2001).
2.8.1
Non Farmakologi
1. Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita memiliki prognosa yang buruk yang
mengancam bola mata dan nyawa apabila tidak tertangani.
2. Menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat mengenai mata satunya, sehingga perlu
dilakukan pengawasan yang ketat tentang adanya tanda-tanda inflamasi pada mata
seperti mata merah, bengkak, turunnya tajam penglihatan, kotoran pada mata untuk
segera untuk diperiksakan ke dokter mata.
3. Menjelaskan bahwa penderita menderita diabetes yang memerlukan pengontrolan yang
ketat baik secara diet maupun medikamentosa. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi
hiperglikemia akan meningkatkan resiko terjadinya bakteriemi yang dapat menyerang
mata satunya, atau bahkan dapat berakibat fatal jika menyebar ke otak.
4. Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing yang memungkinkan
menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis endogen.
2.8.2 Farmakologi
1. Antibiotik
16
Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua kemungkinan
patogen dalam konteks pengaturan klinis.
Intravitreal antibiotik
Pilihan pertama : Vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + ceftazidine 2.25 mg dalam 0.1ml
Pilihan kedua : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin 0.4 mg dalam 0.1 ml
Pilihan ketiga : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + gentamicin 0.2 mg dalam 0.1 ml
Antibiotik topikal
2. Terapi steroid
Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml
Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 7 hari
3. Terapi suportif
Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga hematropine 2% 2 3 hari
sekali.
2.8.2
Operatif
17
Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah debridemen rongga
vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi, dan zat beracun lainnya untuk
memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus membran vitreous yang dapat menyebabkan
ablasio retina, dan membantu pemulihan penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study
(EVS) menunjukkan bahwa di mata dengan akut endophthalmitis operasi postcataract dan
lebih baik dari visi persepsi cahaya. Vitrectomy juga
pengelolaan endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa (Gan IM, et
al., 2005)
2.9 Pencegahan
1. Identifikasi keadaan pasien yang memiliki faktor resiko sebelum operasi (blepharitis,
kelainan drainase lakrimal, adanya infeksi yg aktif)
2. Persiapan operasi, termasuk :
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Bannerman Tl, Rhoden D, McAllister SK, Miller JM, Wilson LA. The source of coagulase
negative staphylococciin the Endophtalmitis Vitrectomy Study. A comparasion of eylid
and intraocular isolates using pulsed field gel electrophoresis. Arch Ophtalmol1997;
115: 357-61.
Benz MS, Scott IU, Flunn HW. Endophtalmits isolates and antibiotic sensitivites: A 6 years
review of culture proven cases. Am J Ophtalmol 2004; 137:1:38-42.
Callegan MC, Elenbert M, Parke DW. Bacterial endophthalmitis: Epidemiology, therapeutics,
and bacterialhost interactions. Clin Microbiol Rev 2002;15:1:111-24.
Cooper Ba, Holekamp Nm, Bohigian G, Thompson PA. Case- control study of
endophthalmitis after cataract surgery comparing scleral and corneal wounds. Am J
Ophtalmol 2003; 136: 300-5.
Gordon Y. Vancomycin prophylaxis and emerging resistance: Are ophtalmologists the villains
? The heroes? Am J Ophtalmol 2001; 131:3:371-6.
Gan IM, Ugahary LC, van Dissel JT, Feron E, PeperkampE, Veckeneer M et al. Intravitreal
dexamethasone as adjuvant in the treatment of postoperative endophthalmitis:a
prospective randomized trial. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol.2005;243(12):1200-5.
Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6.
Hatch WV, Cernat G, Wong D, Devenyi R, Bell CM. Risk factors for acute endophthalmitis
after cataract surgery: a population-based study. Ophthalmology 2009;116(3):425-30.
Ilyas S. Dalam: Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, FKUI: 1998; 5 Kalamalarajah S,
Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis following cataract surgery in
the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7.
20
Vaughan D, Asbury T.
22