Anda di halaman 1dari 11

Plasenta Previa

Pendahuluan
Umumnya perdarahan yang bila terjadi pada kehamilan trimester ketiga atau bila
terjadi setelah anak atau pun plasenta lahir adalah perdarahan yang berat. Bila tidak
diberikan bantuan yang cepat dan tepat maka dapat medatangkan syok dan
berujung kematian. Salah satu penyebab dari perdarahan yang berat itu adalah
plasenta previa.
Antisipasi dalam perawatan prenatal sangat diperlukan dikarenakan sebagian besar
penyakit ini berlangsung perlahan-lahan yang diawali gejala awal berupa
perdarahan berulang. Perdarahan berulang mulanya tidak banyak dan tanpa rasa
nyeri yang terjadi pada saat-saat yang tidak tentu, misalkan sewaktu tidur.
Perdarahan ini juga biasanya diawali tanpa trauma atau koitus, dan lain-lain.
Definisi, Etiologi, Gejala, dan Tanda Klinis dari Plasenta Previa
Definisi Penyakit Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang lengket atau berimplantasi di segmen bawah
rahim yang meliputi bagian leher rahim (serviks yang terlibat pembukaan dan
pendataran); dengan demikian dapat menutupi sebagian atau seluruh dari ostium
uteri interna. Seringkali bagian terdepan janin tidak dapat masuk pintu atas
panggul dikarenakan oleh hal ini.
Epidemiologi Penyakit Plasenta Previa
Kejadian plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas yang tinggi
dan pada wanita hamil usia lebih dari 30 tahun. Kejadian penyakit ini lebih sering
pada kehamilan gemeli dari pada tunggal.
Di RSU Palembang pernah dilaporkan 429 kasus dari 14.765 persalinan selama
tahun 1986 hingga 1990 (2,9%). Di RSU Banda Aceh pernah dilaporkan 11 kasus
dari 655 persalinan pada tahun 1990 (1,7%), 54,5% diantaranya pada multipara dan
63,6% penderita berusia 30 tahun atau lebih. Di negara maju angka kejadiannya
lebih rendah yaitu kurang dari 1%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya
kejadian paritas tinggi.
Perbedaan angka kejadian sebagian disebabkan kesulitan dalam penegakan
diagnosis misalkan kesulitan membedakan perdarahan antepartum pada solusio
plasenta dan plasenta letak rendah. Pada kondisi seperti ini secara klini keduanya
mungkin benar. Ini dikarenakan solusio plasenta dapat terjadi bersamaan dengan
plasenta previa.

Etiologi Penyakit Plasenta Previa


Plasenta previa terjadi dikarenakan blastokista tertanam di segmen bawah rahim.
Alasan mengapa blastokista tertanam di segmen bawah rahim belum diketahui
pasti hingga saat ini. Salah satu penyebabnya disebukan adalah tidak memadainya
vaskularisasi desidua yang mungkin diakibatkan oleh proses peradangan ataupun
atrofi. Faktor penyebab lain seperti paritas tinggi, hamil pada usia lanjut, cacat
pada rahim misalkan bekas bedah sesar, mimektomi, kerokan, dan lainnya dapat
berperan dalam proses peradangan dan terjadinya atrofi pada endometrium.
Ukuran plasenta yang terlalu besar seperti pada eritroblastosis fetalis dan
kehamilan ganda bisa mengakibatkan penyakit plasenta previa. Hal ini disebabkan
oleh pertumbuhan yang melebar pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
seluruh atau sebagian ostium uteri interna.
Patologi Penyakit Plasenta Previa
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mengalami penglepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami
laserasi akibat penglepasan pada tapaknya.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal
dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu
dari perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unaviodable bleeding) oleh
karena segmen bawah rahim senantiasa akan terbentuk. Perdarahan ditempat itu
relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks
tidak mungkin berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak tertutup
dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama.
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung terus tapi
perlahan-lahan maka laserasi baru akan berulang. Perdarahan dapat berulang tanpa
sesuatu sebab lain misalnya trauma dan sebagainya. Darah yang keluar berwarna
merah segar tanpa rasa nyeri.

Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya jika
plasenta tidak sampai menutupi atau hanya menutupi sedikit, atau bagian dari
plasenta tersebut hanya menempati segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga
pinggirnya terletak lebih kurang 3 cm jauhnya dari pinggir ostium uteri internum,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Dengan
demikian perdarahan pada plasenta previa selain tidak dapat dicegah, waktu
kejadiannya pun tidak dapat diramalkan. Mungkin saja perdarahan itu terjadi
sewaktu-waktu misalnya ketika lagi tertidur atau sedang berjalan dan sebagainya.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
berikutnya. Oleh sebab itu untuk mencegah syok perlu diambil tindakan antisipasi.
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tapi
lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Dinding
segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan trofoblas,
akibatnya lebih sering terjadi plasenta aktreta dan plasenta inkreta pada palsenta
previa. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot terdapat disana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pada plasenta
previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar lepas dengan sempurna,
atau dalam kala empat setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik sehingga pembuluh darah disitu tidak menutup dengan
sempurna.
Klasifikasi dari Penyakit Plasenta Previa
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri
internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal 4 macam
plasenta previa sebagai berikut:
1. Plasenta previa totalis yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum,
2. Plasenta previa parsialis yaitu palsenta yang menutup sebagian ostium uteri internum,
3. Plasenta previa marginalis yaitu plasenta yang tepinya terletak persis pada ostium
uteri internum,
4. Plasenta letak rendah yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dari ostium uteri
internum.

Klasifikasi yang banyak dipakai di Amerika Serikat ialah yang dianjurkan oleh
Norman White pada tahun 1929 terdiri dari plasenta previa tingkat satu, tingkat
dua, tingkat tiga dan tingkat empat, yaitu:
1. Plasenta previa tingkat satu adalah plasenta yang bagian terbesarnya berimplantasi
pada segmen atas rahim hanya tepinya saja yang berada pada segmen bawah bawah
rahim. Jadi serupa dengan plasenta letak rendah tersebut di atas.
2. Plasenta previa tingkat dua tepinya mencapai ostium uteri internum, jadi serupa
dengan plasenta previa marginalis di atas.
3. Plasenta previa tingkat tiga adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum ketika belum ada pembukaan tetapi tidak lagi menutupi seluruhnya pada
waktu servik telah membuka diri. Jadi serupa dengan plasenta previa parsialis.
4. Plasenta previa tingkat empat bagian terbesar plasenta bertepatan dengan ostium uteri
internum, jadi serupa dengan plasenta previa totalis di atas.

Oleh karena letak plasenta yang tidak setangkup terhadap ostium uteri dan
klasifikasi dibuat bergantung pada waktu, maka perbedaan waktu pemeriksaan ada
kemungkinan mengubah klasifikasi plasenta previa. Misalnya diagnosis plasenta
letak rendah yang ditegakan pada waktu pembukaan serviks 2 cm bisa berubah
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan serviks 7 cm disebabkan dilatasi
pada serviks telah mencapai pinggir plasenta. Sebaliknya, plasenta previa totalis
pada waktu belum ada pembukaan, misalnya pada diagnosis yang ditegakkan
dengan ultrasonografi, bisa berubah menjadi plasenta previa persialis pada
pembukaan 4 cm karena pelebaran segmen bawah rahim menyebabkan pinggir
plasenta menjauhi serviks.
Dalam kaitannya dengan diagnosis terutama yang dibuat dengan bantuan
ultrasonografi perlu diketahui bahwa plasenta seolah bermigrasi ke arah fundus
uteri. Migrasi palsenta masih banyak terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu
hal mana terbukti dari perbedaan frekuensi plasenta previa yang jauh lebih rendah
pada ketika partus (diagnosis nyata) daripada ketika masih hamil (diagnosis ultra
sonografis). Dapat dipikirkan bahwa migrasi plasenta terjadi hubungan dengan
proses pembentukan segmen bawah rahim dimana isthmus uteri tertarik secara
pasif ke arah fundus ketika uterus gravidus bertambah besar.
Gejala dan Tanda Klinis Penyakit Plasenta Previa
Tanda yang paling penting adalah keluarnya darah berulang kali dari rahim melalui
vagina tanpa rasa nyeri pada kehamilan trimester ketiga. Perdarahan bisa terjadi
lebih awal pada plasenta previa totalis. Warna darah merah segar dengan volume
yang lebih banyak pada tiap kali terjadi perdarahan ulang. Perdarahan terjadi tanpa

sebab yang nyata misalnya koitus, taruma dan sebagainya, walaupun bisa terjadi
bersamaan dengan salah satu kegiatan tersebut. Perdarahan bisa terjadi sewaktuwaktu misalnya pada waktu tidur atau sedang duduk atau berjalan.
Perdarahan pertama biasanya hanya sedikit tapi makin banyak pada perdarahan
ulang. Sekali-sekali perdarahan yang cukup banyak sehingga menimbulkan syok
bisa terjadi pada plasenta previa. Keadaan janin biasanya tidak terpengaruh kecuali
pada perdarahan yang banyak atau syok dimana keadaan janin menjadi gawat oleh
sebab hipotensi pada ibu yang menyebabkan perfusi darah plasenta menurun dan
janin menderita hipoksia.
Tanda penyerta yang mendukung akan adanya plasenta previa adalah kendala yang
ditimbulkannya terhadap kedudukan normal dari janin. Oleh karena plasenta
letaknya dibawah janin, maka letak atau kedudukan janin menjadi tidak normal
terhadap pintu atas panggul. Letak janin mungkin menjadi sungsang, melintang,
mengolak atau miring. Kedudukan janin melayang di atas pintu atas panggul pada
waktu yang seharusnya bagian terbawah janin sudah masuk kedalam pintu atas
panggul. Abnormalitas posisi janin yang demikian bila terdapat dalam trimester
akhir terutama apabila disertai perdarahan melalui vagina haruslah diwaspadai
sebagai plasenta previa sampai terbukti bukan.
Adakalanya perdarahan baru terjadi pada waktu atau mendekati partus jika plasenta
berimplantasi pada segmen bawah rahim tapi tidak sampai menutupi pembukaan
serviks. Oleh sebab itu tidak semua plasenta previa menimbulkan perdarahan sejak
awal. Menurut pengamatan, 15% sapai 20% plasenta previa tidak menimbulkan
perdarahan sebelum partus mulai.
Diagnosis, Tatalaksana, Komplikasi, dan Prognosis dari Penyakit Plasenta Previa

Diagnosis Banding Penyakit Plasenta Previa


Solusio plasenta terutama solusio plasenta ringan adalah yang paling mirip
keadaannya dengan plasenta previa. Bedanya perdarahan pada solusio plasenta
berwarna merah tua atau kehitaman disertai rasa nyeri perut dan keadaan cepat
menjadi gawat. Robekan pinggir plasenta dimana terdapat pembuluh darah besar
atau ruptura sinus marginalis menimbulkan perdarahan yang sukar dibedakan dari
plasenta previa, kecuali dengan melihat setelah plasenta keluar. Perdarahan
biasanya terjadi dalam persalinan dan ada kalanya mengalir sehingga bisa syok
dengan cepat.
Keadaan lain yang mirip plasenta previa adalah perdarahan yang terjadi pada vasa
previa. Pada keadaan ini tali pusat beinsersi di luar plasenta (insertio velamentosa).
Pembuluh darah yang berasal dari vena dan arteria umbilikalis dalam tali pusat
terbentang di dalam selaput ketuban menuju ke plasenta. Apabila pada keadaan
yang demikian letak pembuluh darah tersebut berada tepat atau dekat sekali dengan

pinggir seviks maka oleh karena pelebaran dilatasi dari serviks pembuluh darah
tersebut robek, seringkali bersama dengan pecahnya kantong ketuban pada tempat
itu. Pada kejadian ini darah yang keluar berasal dari janin dan keadaan janin cepat
menjadi gawat. Untuk membedakannya dengan darah ibu diperlukan pemeriksaaan
mikroskopis oleh karena butir darah merah janin mempunyai inti dan mudah
mengalami lisis dalam larutan alkali.
Ada beberapa perdarahan lain yang sifatnya berulang tanpa nyeri pada kehamilan
yang terjadi oleh sebab ada lesi-lesi tertentu pada serviks misalnya karsinoma,
mioma, polip, dan erosi. Untuk menetapkannya dapat diperiksa dengan spekulum,
tapi jangan sekali-kali melakukan periksa dalam dengan memasukan jari kedalam
serviks karena keadaan serviks yang rapuh dan plasenta yang berada di situ mudah
robek dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak, sekalipun periksa dalam itu
dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati.
Diagnosis Pada Penyakit Plasenta Previa
Menetapkan diagnosis dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Cara
langsung dilakukan dengan memasukan jari kedalam pembukaan serviks untuk
meraba plasenta. Periksa dalam seperti ini tidak dilakukan kecuali penderita telah
berada di atas meja operasi dengan infus atau transfusi terpasang serta semua
semua instrumen dan personil siaga penuh dan bersiap sedia untuk segera
melakukan bedah sesar. Tindakan ini dilakukan pada kehamilan yang telah
berumur lebih dari 37 minggu atau pada pedarahan ulang yang menghendaki
penyelesaian persalinan dengan segera.
Menetapkan diagnosis tidak langsung banyak caranya. Dahulu diagnosis ditegakan
dengan bantuan pemeriksaan radiologi atau radio-isotopi. Paling tidak ada enam
metoda radiologi untuk maksud ini yaitu amniografi, sistografi, radiografi jaringan
lunak, deteksi kesalahan penempatan kepala janin, deteksi pengapuran uri, dan
angiografi rongga pelvis.
Sekarang radiologi tidak terpakai lagi untuk menetapkan diagnosis oleh karena
bahaya sinar rontgen terhadap janin dan gonad ibu dan gonad janin disamping
ketepatan diagnosis yang masih kurang dan sifatnya yang invasif. Pemeriksaan
dengan teknologi radio-isotopi juga invasif karena menghendaki penyuntikan
bahan radio-aktif indium atau technitium kedalam peredaran darah ibu. Semua cara
tersebut sekarang tersisih oleh kecanggihan teknologi ultrasonografi dan karena
tidak diterangkan disini.
Penentuan lokasi plasenta dengan teknologi gelombang suara ultra dengan
transduser transabdominal dewasa ini adalah cara terpilih karena pekerjan ini
sangat mudah, tepat dan aman terhadap janin dan ibunya. Ketepatannya bisa
mencapai 98% ditangan yang ahli. Satu hal yang perlu diperhatikan ialah tentang

migrasi plasenta. Pada pemeriksaan ultrasonografi transabdominal dalam trimester


kedua didapati 20% sampai 30% plasenta adalah plasenta letak rendah, namun
pada pemeriksaan ultrasonografi ulangan dalam trimeseter ketiga atau menjelang
partus, 95% dari mereka plasentanya telah bertempat lebih keatas. Keadaan ini
disebabkan segmen bawah rahim dalam pembentukannya bergerak ke atas.
Mengetahui hal ini maka perlulah pemeriksaan ultrasonografi dilakukan secara
serial. Kekeliruan juga bisa terjadi pada plasenta yang sangat besar yang berlokasi
mulai dari fundus terus ke bawah mencapai ostium uteri internum. Pada keadaan
yang demikian karena kurang hati-hati seringkali pengamatan tidak terus kebawah
karena merasa puas dengan melihat eko plasenta pada fundus. Pemeriksaan
ultrasonografi transvaginal bisa mencegah kekeliruan tersebut dan sangat
meningkatkan ketepatan diagnosis plasenta previa.
Tatalaksana Pada Penyakit Plasenta Previa
Penanganan plasenta previa harus mempertimbangkan bahaya perdarahan dan
resiko prematuritas boleh dikesampingkan. Demikian juga sebaliknya manakala
perdarahan sedikit masalah prematuritas harus diutamakan. Tentang sedikit atau
banyak jumlah perdarahan itu harus dipertimbangkan dari potensi perdarahan
membahayakan jiwa.
Penderita yang anemia sangat rentan terhadap bahaya perdahan. Ini berarti
perdarahan dengan jumlah yang lebih kecil bila terjadi pada keadaan yang anemis
bisa menimbulkan syok dan janin cepat menjadi gawat. Perdarahan yang berjumlah
250 ml sudah berarti banyak untuk penderita yang anemis, dan 400 ml atau lebih
untuk yang tidak anemis.
Berdasarkan pertimbangan diatas penanganan plasenta previa dapat dibagi dua
yaitu penanganan pasif dan penanganan aktif. Penanganan pasif bertujuan
memberikan kesempatan kepada janin bertambah matur, sedapat-dapatnya
mencapai aterm. Penanganan aktif bertujuan menghentikan perdarahan dengan
segera untuk membebaskan ibu dan janin dari ancaman keselamatan jiwa.
Penanganan Pasif
Penanganan pasif unuk penderita adalah menjalani rawat inap di Rumah Sakit
dengan sikap berbaring di tempat tidur. Penderita boleh pulang apabila ternyata
bukan plasenta previa atau sudah selesai melahirkan.
Dalam masa perawatan diperiksa hematokrit, kadar hemoglobin, golongan darah,
persiapan donor, pemeriksaan spekulum dengan tujuan melihat keadaan serviks
dan vagina kalau-kalau disana terdapat sesuatu lesi yang menyebabkan perdarahan,
premeriksaan ultrasonografi serial, pemeriksaan kematangan paru janin melalui
amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin / spingomielin atau uji coba buih

cairan ketuban, pemantauan hipoksia janin dengan kardiotokografi, dan lain-lain


menurut keperluannya.
Bersamaan dengan itu diberi terapi terhadap anemia jika perlu dengan transfusi
darah, dan pemberian kortikosteroid kepada ibu dengan tujuan mempercepat
pematangan paru janin sebagai langkah antisipasi. Dengan demikian bila sewaktuwaktu penanganan pasif harus ditinggalkan jika janin telah matur, atau terjadi
perdarahan banyak, atau telah ada tanda-tanda partus spontan.
Penanganan Aktif
Penanganan aktif berarti penyelesaian persalinan dengan segera. Manakala
penanganan aktif hendak dilakukan maka pilihannya hanya dua, yaitu melahirkan
melalui vagina atau melalui abdomen. Keputusannya bergantung kepada hasil
pemeriksaan. Pemeriksaan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan:

Dilakukan di kamar bedah yang mempunyai fasilitas bedah mayor.

Semua personil yang diperlukan untuk bedah sesar telah bersiap sedia dalam pakaian
steril demikian juga personil lain seperti ahli anastesi dan bidan yang akan menerima
bayi dan lain lainnya.

Semua instrumen yang diperlukan untuk menanggulangi partus pervaginam dan per
abdomen telah tersedia siap untuk dipakai.

Pasien telah dipersiapkan sampai infus terpasang dengan baik dan darah untuk
transfusi atau donor darah telah berada di tempat tersebut.

Unit gawat darurat neonatus telah di siagakan

Apabila semua persyaratan ini telah dipenuhi barulah dimulai pemeriksaan aseptik
melalui vagina dengan mempergunakan spekulum untuk melihat sesuatu lesi pada
serviks dan vagina (jika pemeriksaan ini belum atau belum sempat dilakukan). Jika
tidak terdapat sesuatu lesi yang menyebabkan perdarahan, pemeriksaan
dilanjutkan, yakni dengan meraba seluruh forniks dengan ujung jari untuk
memperoleh kesan pertama tentang ada tidaknya plasenta berimplantasi rendah.
Jika diantara forniks dengan bagian terbawah janin tidak jelas teraba bantalan yang
disebabkan kehadiran plasenta disana, satu jari dipindahkan dengan lembut ke
dalam pembukaan pada serviks untuk meraba plasenta.
Jika teraba plasenta menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri segera hentikan
perabaan karena bila dilanjutkan meraba walaupun sangat hati-hati dan lembut
akan membangkitkan perdarahan berlanjut yang amat banyak dan membahayakan.
Jika pada pemeriksaan itu serviks telah berdilatsi 3 cm atau lebih dan ostium uteri
yang tertutup plasenta tidak luas, tidak lebih dari 10% lakukan pemecahan
ketuban. Dengan amniotomi ini diharapkan perdarahan berhenti dan partus mulai.

Apabila perdarahan terus berlangsung atau partus tak kunjung mulai atau tidak
bertambah maju, alihkan tindakan ke bedah sesar. Pada perdarahan yang amat
banyak tindakan yang tepat adalah langsung melakukan bedah sesar tanpa melalui
pemeriksaan berlapis (double sutup examination) seperti diatas sekalipun janin
telah mati demi menghemat waktu dan mempercepat penghentian perdarahan.
Jika bedah sesar hendak dilakukan, perlu diantisipasi kompliksi yang mungkin
dihadapi. Komplikasi-komplikasi tersebut dapat berupa plasenta inkreta yang
memerlukan tindak lanjut dan histeriktomi total. Serviks dan segmen bawah rahim
yang rapuh dan kaya pembuluh darah akan mudah robek dengan perdarahan yang
banyak.
Oleh karena itu, lebih baik dilakukan bedah sesar korporal (klasik) terlebih pada
plasenta yang letaknya di anterior. Seksio sesaria transperitonealis profunda
(segmental) dikerjakan jika dengan USG telah diketahui insisi pada segmen bawah
rahim tidak akan mengenai jaringan plasenta hal mana akan memperbanyak
kehilang darah pada waktu operasi. Jika oleh karena robekan dan sebagainya
terjadi perdarahan yang tak terkedali maka jalan selamat yang dianjurkan adalah
histerektomi total atau ligasi arteria hipogastrika bilateral.
Jika penanganan aktif itu dilakukan oleh karena janin telah matur atau partus telah
mulai secara spontan maka cara penyelesaiannya bergantung kepada klasifikasi
plasenta previa. Meneruskan penanganan pasif pada kehamilan yang sudah matur
mengandung resiko karena sewaktu-waktu perdarahan bisa berulang dan banyak.
Jika diagnosis akhir adalah plasenta previa totalis, lakukan bedah sesar, jika bukan,
lakukan induksi partus dengan pemecahan selaput ketuban (amniotomi).
Amniotomi mempunyai manfaat ganda yaitu merangsang timbulnya atau
memperkuat his dan mengurangi perdarahan.
Apabila ketuban telah pecah, plasenta akan bebas mengikuti regangan segmen
bawah rahim sehingga pelepasan lebih lanjut tapak plasenta dari tempat insersinya
terhindari, dengan demikian perdarahan lebih lanjut juga terhindarkan. Pemecahan
ketuban memberi kesempatan kepada bagian terdepan janin turun dan menekan
sebagai tampon terhadap bagian plasenta yang terdepan sehingga mengurangi
perdarahan. Namun demikian amniotomi mengandung resiko komplikasi tali pusat
menumbang dan janin menjadi gawat. Gawat janin juga terjadi jika tekanan
terhadap plasenta berlangsung cukup lama sehingga sirkulasinya terganggu dan
terjadi anoksia.
Selain itu amniotomi adakalanya memperlambat mulainya partus. Oleh sebab itu
tidak heran jika ada yang tidak setuju dengan amniotomi. Jika setelah amniotomi
terjadi gawat janin atau gawat ibu maka (karena perdarahan yang berlangsung
terus) segera lakukan bedah sesar. Demikian juga jika partus spontan tidak kunjung
datang dengan segera.

Tindakan lain penyelesian persalinan pada perdarahan banyak yang disebabkn


bukan plasenta previa totalis, terutama jika janin telah mati atau bedah sesar tidak
mungkin dilakukan, adalah pemasangan cunam Willett pada letak kepala dan versi
Braxton-Hicks pada letak lainnya. Kedu tindakn ini mengandung risiko besar
terhadap keduanya terutama terhadap janin dan tidak dilakukan lagi dalam klinik
obstetri modern oleh karena bedah sesar jauh lebih aman bagi ibu dan janin.
Komplikasi Penyakit Plasenta Previa
Ada 3 kompikasi yang bisa terjadi dan menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak pada ibu.

Pertama, oleh karena pembentukan segmen rahim secara ritmik terjadilah pelepasan
tapak plasenta dari tempat insersinya lalu terjadi perdarahan yang tidak dapat dicegah
berulangkali sehingga penderita anemia bahkan syok.

Kedua, oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan invasinya menerobos ke
dalam miometrium bahkan ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
akreta dan bahkan inkreta. Walapun biasanya tidak seluruh permukaan maternal dari
plasenta mengalami inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan
pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.

Ketiga, serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek dengan disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua usaha manual ditempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali, maka pada keadaan yang
sangat gawat sepert ini jalan keluarnya adalah melakukan histeriktomi total jika ligasi
arteria hipogastrika bilateral gagal. Ini tentu merupakan komplikasi lain lagi dari
plasenta previa.

Komplikasi kesalahan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi hal
dimana memaksa lebih banyak diambil tindakan opersi dengan segala
konsekuensinya. Komplikasi terhadap bayi baru lahir adalah prematur dan
kegawatan karena hipoksia.
Prognosis dari Penyakit Plasenta Previa
Prognosis ibu dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan
memperoleh pertolongan. Kematian ibu dapat dihindari sebanyak mungkin apabila
dengan segera penderita bisa memperoleh transfusi darah dan bedah sesar.

Prognosis tentu lebih baik pada golongan penderita yang lebih awal memperoleh
perawatan medis selagi keadaannya masih belum gawat. Prognosis terhadap janin
lebih buruk oleh karena kelahiran yang terpaksa prematur lebih banyak pada
plasenta previa baik oleh karena partus berlangsung spontan maupun oleh karena
tindakan penyelesaian persalinan. Perawatan intensif neonatus sangat membantu
mengurangi kematian perinatal.
Dewasa ini kematian perinatal masih jauh lebih tinggi daripada kematian maternal
namun kematian keduanya semakin menurun berkat fasilitas yang tersedia pada
tiap rumah sakit di tingkat kabupaten.
Baca artikel kesehatan lainnya di Kedokteran - Kesehatan
Atau follow facebook fans page kami di sini

Anda mungkin juga menyukai