Anda di halaman 1dari 5

RISIKO PELUNCURAN KAPAL

Asuransi Pembangunan Kapal (Builders Risks Insurance) menjamin risiko yang mungkin terjadi
sehubungan dengan pembangunan atau pembuatan kapal from laying of keel to completion termasuk
risiko peluncuran (lauching), uji coba berlayar (sea trials), hingga penyerahan kapal kepada principal di
pelabuhan tujuan (delivery to owners).
Pembangunan kapal ini menjadi sebuah proyek ambisius bagi seorang naval architect dan shipyard
tentunya. Disamping nilainya yang sangat besar, nama perancang akan selalu melekat dengan image kapal
yang dibuatnya. Kita semua tentunya tidak asing lagi bila mendengar nama Thomas Andrew. Ya, seorang
naval artchitect ini terkenal karena R.M.S Titanic yang tenggelam di North Atlantic Ocean akibat
menabrak gunung es.
Mengingat nilainya yang sangat besar ini, dalam rangkaian pembangunan kapal selalu terdapat dua
ceremony. Pertama, saat peletakan lunas pertama (keel laying) dan yang paling meriah adalah saat
peluncuran kapal (launching). Peluncuran kapal ini menjadi moment yang membanggakan sekaligus
klimaks dari sebuah proses pembangunan kapal. Bayangkan saja, Kapal yang dibangun milyaran rupiah
dengan kerja keras dan tingkat kehati-hatian serta presisi yang tinggi bisa saja musnah jika terjadi
kegagalan saat peluncuran. Nasib sebuah kapal baru ditentukan hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Sumber : flickr/marineinsight.com

Mengenal karakteristik jenis dok untuk memahami besar kecilnya risiko peluncuran.
1. Graving Dock
Pada umumnya dok kolam ini dimiliki oleh
galangan besar yang mempunyai lahan luas
dan langsung berhadapan dengan air laut.
Keuntungan dari Graving Dock :
- Aman
- Usia pemakaian lama
- Biaya perawatan cukup rendah
- Bisa dipakai untuk pembangunan kapal
baru
Kerugian dari Graving Dock:
- Biaya pembangunannya cukup besar
- Permanen/tidak bisa dipindah
- Lokasi/tempat sangat berpengaruh
- Kapasitas terbatas.
Peluncuran kapal di graving dock sangat mudah dan aman. Saat air laut dimasukkan melalui pintu dok,
badan kapal akan mengapung secara perlahan. Jika ketinggian air kolam sudah sama dengan tinggi air
laut, maka kapal dapat diluncurkan dengan menariknya menggunakan tug boat keluar dock.
2. Slip Way atau Heeling Dock
Slip way biasanya di gunakan oleh galangan yang memiliki perbatasan dengan bibir pantai yang
sangat lebar . Peluncuran pada jenis dock ini memanfaatkan kemiringan dan gaya gravitasi.
Ada 2 metode melakukan peluncuran tergantung jenis slip way yang dimiliki.
1. Side launching
Kapal diluncurkan dalam posisi menyamping. Jenis peluncuran ini sangat riskan dan paling
banyak terjadi kegagalan akibat stabilitas kapal. Kapal akan langsung bergerak bebas
mengandalkan gaya angkat dari air laut sesaat setelah badan kapal menyentuh air. Segala jenis
persiapan

yang

stabilitas

harus

berhubungan
benar-benar

dengan
telah

diperhitungkan secara akurat.


2. Longitudinal launching
Sama halnya dengan side launching,
hanya saja jenis peluncuran ini dilakukan
secara memanjang dengan bagian buritan
kapal yang terlebih dahulu menyentuh
permukaan air.

Dalam perancangan pembuatan


kapal, ada perhitungan khusus
untuk

melakukan

peluncuran

menggunakan

longitudinal

launching.

yang

Kapal

telah

selesai dibangun ditempatkan di


trolley yang dilengkapi blok-blok
kayu sebagai penyangga. Trolley
ini bertumpu pada rel landasan
yang dibuat miring dan menjorok masuk kedalam air laut. Secara sederhana terdapat 4 fase yaitu :
1. Fase pertama berawal saat kapal mulai bergerak menurun dan berkahir saat titik berat kapal
berada tepat diatas ujung landasan. Gaya yang bekerja pada kapal adalah gaya berat dan gaya
gesek reaksi landasan. Kapal bergerak dengan kecepatan sebanding dengan kemiringan landasan.
2. Fase kedua dimulai dengan berakhirnya fase pertama dan berakhir saat badan kapal tepat
menyentuh air. Gaya yang bekerja pada kapal adalah tetap gaya berat kapal dan gaya angkat dari
air laut. kapal melakukan gerak lurus sepanjang landasan dan perlahan gaya angkat muncul dari
bagian buritan kapal yang telah tercelup air.
3. Fase ketiga dimulai dengan berakhirnya fase kedua dan berakhir saat sepatu luncur / trolley
meninggalkan landasan. Gaya yang bekerja pada kapal adalah gaya berat, gaya apung serta
hambatan air. Kapal tetap melakukan gerak lurus namun sudah dapat bergerak bebas sesuai
stabilitas kapal.
4. Fase keempat dimulai dengan berakhirnya fase ketiga dan berakhir saat kapal berhenti bergerak.
Gaya yang bekerja adalah gaya berat kapal, gaya apung dan hambatan air.

Dari 4 fase diatas, titik krusial terdapat di fase 3, saat bagian haluan kapal (atau bulbus bow jika
ada) masih bertumpu pada trolley dan landasan luncur
sedangkan air laut tidak mencukupi atau tiba-tiba air
surut

maka

badan

kapal

yang

tercelup

tidak

memberikan daya angkat yang sempurna. Stabilitas


kapal menjadi buruk dan sangat memungkinkan kapal
miring / capsize.
3. Floating Dock
Dok Apung atau Floating Dock adalah sebuah
konstruksi berupa ponton-ponton yang dilengkapi
dengan crane pengangkat, pompa pompa air dan perlengkapan tambat.

Cara kerja dock ini yaitu ditenggelamkan dengan cara mengisi ponton dengan air laut hingga
terbenam di bawah permukaan air. Kapal ditempatkan diatasnya kemudian air dalam ponton di
buang kembali untuk mengangkat kapal keatas permukaan air. Begitu pula sebaliknya saat kapal
akan diluncurkan, maka ponton dibenamkan sampai kapal bergerak bebas di permukaan air.
Floating dock ini biasanya hanya digunakan untuk repair saja dengan kapasitas ukuran kapal yang
relative kecil, namun dapat berpindah tempat.
4. Open Docking
Hampir sebagian besar galangan baru di indoneisa saat ini menggunakan jenis dock ini. Selain
tidak memerlukan tempat khusus, biaya investasinya pun relatif lebih murah. Kapal jenis apapun
dapat dibangun di galangan ini tergantung dari kapasitas perlatan yang dimiliki. Metode
peluncuran yang digunakan juga sangat simple dan sederhana yaitu menggunakan marine air bag.
Dalam prakteknya sangat mirip dengan sleep way menggunakan longitudinal launching, hanya
saja trolley dan rel digantikan oleh air bag. Jumlah dan posisi air bag disesuaikan dengan dimensi

kapal dan jarak kapal dengan bibir pantai. Peluncuran menggunakan air bag tidak terlalu
bergantung pada kondisi pasang surut air laut.

Dari beberapa metode peluncuran diatas, jenis dock slip way yang memiliki risiko peluncuran paling
besar dan menuntut perhitungan yang sangat akurat serta bergantung dengan kondisi alam khususnya
pasang surut air laut. Beberapa loss terjadi saat peluncuran menggunakan metode ini. Namun lebih
dominan akibat faktor kelalaian dalam mempersiapkan proses peluncuran. Hal tersebut tidak menjadikan
jenis galangan yang menggunakan slip way kurang diminati, bahkan sebaliknya hampir 75% galangan di
indoneisa menggunakan jenis ini sebelum akhirnya berlaih menggunakan marine air bag system. Semoga
tulisan diatas dapat membantu rekan-rekan underwriter dalam memahami karakteristik risiko peluncuran
di beberapa jenis galangan khususnya saat penutupan builders risk.

Anda mungkin juga menyukai