Anda di halaman 1dari 2

Nama saya Umi Afrikhah. Ibu saya bernama Fatiyah dan ayah saya bernama Chasani.

Saya tinggal di desa Medono. Saya dibesarkan di desa tersebut. Pada tahun 2001-2002 saya
sekolah di TK Masyitoh 10. Tahun 2002-2008 saya sekolah di MSI 15 Medono. Kemudian
pada tahun 2008-2011 saya meneruskan sekolah di SMPN 6 Pekalongan, dan dari tahun
2011-2014 tepatnya pada bulan Mei saya dinyatakan lulus SMA dari salah satu SMA ternama
di Pekalongan, yaitu SMAN 3 Pekalongan. Kini saya telah berumur 18 tahun. Saya kuliah di
Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Menjadi mahasiswa di
salah satu universitas terbaik di Indonesia adalah impian terbesar saya dan diterima melalui
jalur SNMPTN serta mendapatkan beasiswa Bidikmisi adalah anugerah dan pertolongan
terbesar yang pernah Allah SWT berikan kepada saya. Karena tanpa anugerah dan
pertolongan-Nya tidak mungkin orang yang miskin akan ilmu dan miskin akan materi seperti
saya dapat diterima menjadi mahasiswa di Universitas Diponegoro melalui jalur SNMPTN
serta mendapat beasiswa Bidikmisi.
Saya dibesarkan di desa Medono. Dahulu ketika saya belum masuk sekolah Taman
Kanak-Kanak saya sering menemani ibu saya kontrol di puskesmas Medono. Ibu saya sering
kontrol di puskesmas karena keluarga kami tak memiliki cukup uang untuk kontrol penyakit
beliau di rumah sakit. Setiap kali saya menemani Ibu saya kontrol, saya menjumpai perawat
yang ramah sekali. Perawat itu bernama Dian. Saya sering memanggilnya Mbak Dian. Mbak
Dian selalu menyapa semua orang yang ia temui dan juga ia sering memberi saya permen.
Mbak dian tampak anggun menggunakan pakaian serba putih. Ketika Mbak Dian tersenyum
wajah Mbak Dian terlihat semakin cantik ditambah keramahannya dalam melayani pasien
yang berobat di puskesmas tersebut. Dengan seringnya saya melihat pekerjaan yang
dilakukan oleh Mbak Dian itu membuat saya tertarik dengan profesi yang ia jalani. Setiap
pulang dari puskesmas saya selalu berkata kepada ibu saya, Bu, saya mau jadi seperti Mbak
Dian. Dan respon dari ibu saya hanya tersenyum dan menjawab, Iya, tapi sekolah dulu ya
yang pinter biar bisa seperti Mbak Dian. Sejak saat itu saya memiliki semangat dan tekad.
Semangat tinggi untuk masuk sekolah dan tekad yang kuat untuk menjadi anak yang pintar.
Ketika sudah mulai masuk sekolah di tingkat TK saya sering ditanya oleh guru yang
mengajar di kelas saya. Pernah suatu ketika saya ditanya oleh beliau tentang cita-cita, saya
dengan semangat menjawab bahwa kelak jika sudah dewasa nanti saya ingin menjadi seorang
perawat yang profesional dan perawat yang paling tulus di dunia. Setelah saya menjawab
demikian, guru saya bertanya kembali, mengapa saya tidak sekalian bercita-cita mejadi
seorang dokter?, bercita-citalah setinggi mungkin. Nah sejak saat itu saya menjadi berubah

pikiran, saya sering bertanya kepada ibu saya tentang pekerjaan seorang dokter. Setelah
mendapat beberapa penjelasan dari beliau saya semakin tertarik dan semakin yakin untuk
berpindah haluan cita-cita, yaitu menjadi seorang dokter. Namun ketika saya berada di kelas
6 SD saya pernah bimbang antara mimilih bercita-cita sebagai dokter atau perawat. Pasalnya
saat itu guru SD saya pernah memberikan penjelasan kepada saya bahwa untuk menjadi
dokter itu susah dan kuliahnya pun lama, sehingga perlu banyak biaya untuk menjadi seorang
dokter. Setelah saya pikir ulang ternyata benar apa yang dikatakan oleh guru saya. Perlu
banyak biaya untuk menjadi seorang dokter, sedangkan nanti kelak jika kuliah saya tidak
ingin merepotkan orang tua saya. Nah mulai saat itu hingga saya sekolah di jenjang SMA
saya mengganti lagi cita-cita saya yaitu menjadi seorang perawat yang profesional dan paling
tulus di dunia. Agar jika nanti orang tua saya sakit maka saya bisa merawatnya dengan baik,
dengan penuh kasih sayang. Selain itu juga untuk mengabdikan hidup saya untuk masyarakat,
khususnya masyarakat desa Medono.
Ketika di SMA saya memperoleh berbagai informasi tentang jalur masuk PTN dan
apa saja beasiswa yang telah disediakan untuk rakyat yang kurang mampu seperti saya.
Beasiswa yang paling menarik perhatian saya adalah Baesiswa Bidikmisi. Beasiswa dari
pemerintah untuk rakyat kurang mampu. Dengan adanya Beasiswa Bidikmisi itu membuat
saya semakin optimis untuk kuliah. Sejak awal semester 1 hingga semester 5 saya berusaha
untuk meningkatkatkan nilai rapor saya. Walaupun di semester 3 dan 4 nilai rapor saya
sempat menurun akibat kurang bisa membagi waktu untuk organisasi, bermain dan belajar,
namun saya tetap semangat untuk meningkatkan nilai rapor yang sempat turun.
Saat awal-awal pendaftaran masuk PTN jalur SNMPTN saya sempat bimbang dan tak
percaya diri, apakah saya bisa masuk ke PTN idaman saya, yaitu Universitas Diponegoro
terutama di Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai