Anda di halaman 1dari 3

Tren ojek online mengalami peningkatan beberapa tahun belakangan ini seiring meningkatnya

kebutuhan akan moda transportasi yang cepat di Jakarta. Kemudahan dan kecepatan waktu pesan
ojek via aplikasi serta kecepatan waktu tempuh (travel time) menjadi faktor kunci banyaknya
peminat ojek online. Selain itu, kepastian dan murahnya tarif menjadi daya tarik yang mampu
memikat ribuan masyarakat untuk beralih ke moda transportasi ini.
Pertama kali saya mengetahui ojek online adalah ketika menghadiri suatu acara yang
memaparkan ide bisnis kreatif yang diadakan salah satu bank besar di Indonesia pada tahun
2012. Pada acara tersebut, saya terkesima dengan konsep Gojek yang mencoba mengkoordinir
para tukang ojek di Jakarta untuk melayani pelanggan pada cakupan area yang lebih luas. Saat
itu Gojek belum menyediakan aplikasi untuk melayani pelanggan, masih terbatas pada layanan
via telepon maupun sms. Melalui call center, gojek mencoba menghubungkan pelanggan dengan
driver (tukang ojek) baik untuk pengiriman barang maupun untuk jasa transportasi. Strategi
diversifikasi ini cukup berhasil dalam menarik minat pelanggan, dimana gojek menawarkan
suatu layanan pengiriman barang dan transportasi ojek untuk segmen pasar masyarakat jakarta
yang membutuhkan kecepatan (baik pengiriman dokumen maupun transportasi) ditengah
kemacetan ibukota. Inovasi ini cukup menarik mengingat sebelumnya, misalnya, pengiriman
barang paling cepat adalah layanan antar 1 hari untuk paket, sementara Gojek dapat
memenuhinya dalam hitungan jam. Begitu juga dengan transportasi, dimana biasanya pelanggan
yang mencari ojek i panggalan terdekat, maka dengan Gojek pelanggan cukup menghubungi
Gojek dan driver akan menjemput di tempat pelanggan berada.
Ide untuk menjadi broker ojek di Jakarta inilah yang membuat saya tertarik untuk mencoba
dan melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Pengembangan demi pengembangan
dilakukan hingga saat ini Gojek telah memiliki mobile application yang dengan mudah dapat
dioperasikan pada iPhone saya. Layanan yang ditawarkan juga semakin beragam, dari
transportasi (ojek), pengiriman barang hingga pesan-antar makanan (Go-food). Penggunaan
mobile application untuk Gojek tentunya merubah model bisnis Gojek. Revenue stream Gojek
tidak lagi hanya berasal dari pelanggan, namun Gojek juga bisa mendapatkan revenue dari
provider data. Permintaan pun terus meningkat ditandai dengan jalanan Jakarta yang dibanjiri
oleh Armada Gojek.
Prospek bisnis ojek online ternyata menarik minat beberapa investor untuk mengikuti jejak
Gojek. Beberapa waktu belakangan ini muncul berbagai broker ojek secara online, seperti
Grab Bike dan yang terbaru dalah Blu-Jek. Munculnya pesaing bagi Gojek tentunya akan
memberikan pilihan lebih banyak kepada pelanggan sehingga daya tawar pelanggan (bargaining
power of consumer) meningkat. Perang harga pun tak dapat lagi dihindari. Gojek dengan promo
tarif Rp. 15.000 (kemudian turun menjadi 10.000) dan Grab Bike dengan promo awal Rp. 5.000
(kemudian naik menjadi Rp. 10.000), serta Blu-Jek yang menawarkan layanan gratis (freemium)
selama 30 hari pertama operasi. Faktor kunci keberhasilanpun menjadi berubah seiring
meningkatnya persaingan di industri ini. Harga menjadi faktor kunci utama dalam memenangkan

persaingan dan pelanggan pun menjadi sensitif terhadap harga. Uniknya, kecepatan respon serta
keramahan driver juga menjadi faktor kunci yang tak kalah penting untuk mempertahankan
pelanggan.
Tanpa disadari, bisnis ojek online ini mulai mengancam keberadaan transportasi publik lainnya,
mulai dari angkutan umum hingga taksi. Bahkan tukang ojek pangkalan pun mulai merasa
terganggu dengan kehadiran ojek online ini. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa daerah
Gojek dilarang masuk. Padahal jika dilihat dari sisi bisnis, menjadi peserta Gojek justru
berpotensi untuk mendapatkan pendapatan lebih besar. Berdasarkan survey kecil yang saya
lakukan, 1 (satu) orang tukang ojek tradisional rata-rata mengantongi Rp. 500.000 Rp.
2.000.000 sebulan, dengan segmen pasar yang dilayani adalah pelanggan dengan radius 100 m
hingga 2 km dari pangkalan. Sedangkan pendapatan yang sama bisa didapatkan driver Gojek
hanya dengan bekerja selama 1 (satu) minggu. Jadi jika tukang ojek tradisional mengandalkan
value of transaction dengan basis tarif berdasarkan kira-kira, maka driver gojek lebih
mengandalkan volume of transaction dengan basis tarif per km yang jelas (bahkan flat saat masa
promosi). Investasi smartphone Android yang dilakukan diawal juga dapat kembali dalam waktu
1 bulan. Sehingga hal ini dapat menjadi solusi dalam meningkatkan pendapatan para tukang
ojek. Sebenarnya, strategi ini cukup ampuh untuk digunakan dalam mengatasi masalah
kesenjangan ekonomi dan bahkan mampu menekan angka pengangguran khususnya di DKI
Jakarta. Namun hal ini tentunya bergantung kepada Pemda setempat, apakah tetap keukeuh
menggunakan UU yang ada untuk membunuh kreatifitas anak bangsa ini, atau justri dengan
bijak melakukan amandemen terhadap UU yang ada dan mendorong agar bisnis serupa dapat
semakin meningkat.
Tantangan yang perlu dihadapi oleh para investor khususnya Gojek sebagai pionir adalah
bagaimana mempertahankan kualitas layanan dan memenangkan persaingan tanpa terjebak
dengan perang harga yang justru akan membuat bisnis ini kedalam red ocean. Inovasi menjadi
kunci penting dalam mengembangkan layanan dalam menciptakan keunggulan kompetitif
perusahaan, sehingga menerapkan transcient competitive advantage strategy bisa jadi salah satu
cara untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Transcient competitive advantage
strategy merupakan strategi yang diterapkan dengan menganggap persaingan tidak harus berada
pada satu industri yang sama namun dapat lintas industri (arena) sehingga memberikan ruang
yang cukup luas untuk inovasi. Competitive advantage dalam konsep transcient competitive
advantage strategy mengasumsikan tidak ada keunggulan yang bertahan selamanya, sehingga
mengelola gelombang demi gelombang competitive advantage menjadi tantangan dalam
penerapan strategi ini.
Akankah Gojek tetap bertahan dalam persaingan yang semakin ketat ? Akankah layanan ini akan
tetap ada dengan kualitas yang sama pada 5 sampai 10 tahun kedepan ? Mari kita lihat bersama
kepiawaian masing-masing perusahaan dalam mempertahankan bisnisnya.

Anda mungkin juga menyukai