Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai peranan undagi dalam proses rancang
bangun dan perubahan aplikasi rancang bangun pada Kori Agung di Pura Puseh dan Bale
Agung, Br. Adat Samsaman, Kukuh, Kerambitan, Tabanan.
4.1 Peranan Undagi dalam Proses Rancang Bangun Kori Agung di Pura Puseh dan
Bale Agung, Br. Adat Samsaman, Kukuh, Kerambitan, Tabanan.
Proses rancang bangun Kori Agung ini merupakan proses renovasi yang
dilakukan karena bangunan kori yang dulu dianggap sudah rusak dan hampir ambruk
sehingga diadakan rapat untuk melakukan renovasi. Berikut perubahan yang terjadi
dari Kori Agung.

Gambar 4.1. Tampilan Kori Agung sebelum direnovasi


Sumber: Data Bendesa, 2016

Gambar 4.2. Tampilan Kori Agung setelah direnovasi


Sumber: Observasi, 2016

Proses rancang bangun Kori Agung di Pura Puseh dan Bale Agung, Br. Adat

Samsaman ini melibatkan banyak pihak yaitu pedanda, pemangku, panitia


pembangunan pura (panitia perencana dan panitia pelaksana), pengurus adat, tukang
ukir atau pemborong, Krama Desa Pakraman Samsaman. Berikut akan dibahas
mengenai peranan pihak-pihak yang terlibat dalam proses rancang bangun Kori
Agung tersebut.
A. Pedanda
Pedanda yang turut berperan dalam proses rancang bangun ini yaitu Ida
Pedanda Sukawati dari Griya Taman Sari, Tabanan dan Ida Bagus Putra dari
Griya Batan Nyuh, Marga. Terdapat perbedaan peranan yang dilakukan yaitu Ida

Pedanda Sukawati berperan dalam memberikan sikut yang digunakan sebagai


patokan ukuran peletakkan bangunan sedangkan Ida Bagus Putra berperan dalam
menggambar rancangan kori yang akan dibangun beserta dengan sikut-sikutnya.
Sikut yang digunakan berdasarkan prinsip pada agung (serasi dan harmonis)
dengan bangunan yang telah ada di area pura. Sehingga sikutnya tidak didasarkan
oleh penglingsir dari desa adat samsaman.
Perbedaan peranan ini dikarenakan karena Ida Pedanda Sukawati tidak dapat
menggambarkan rancangan Kori Agung namun Ida Pedanda Sukawati dipercaya
oleh desa adat untuk memberikan sikut. Sedangkan Pedanda Ida Bagus Putra
dipilih atas dasar rekomendasi dari panitia perencana dan pelaksana
pembangunan pura.
Penentuan letak Kori Agung, bergeser dari posisi semula karena terdapat
perluasan area pura, sehingga posisinya ditetapkan 3/5 dari panjang yang diukur
dari Timur dengan patokan sisi dalam dari tembok penyengker. Dimana
panjangnya yaitu 18,95m yang diukur dari sisi dalam tembok penyengker. Sikut
tersebut di dapatkan dari Ida Pedanda Sukawati.
Tidak ada masalah yang timbul dalam proses menentukan posisi bangunan
kori agung ini, namun terdapat beberapa permasalahan dalam penempatan
bangunan yang ada di area pura yaitu pada saat pembangunan pawaregan (dapur)
dan bale lantang dikarenakan keterbatasan lahan yang ada pada area jaba tengah.
Sehingga bangunan sebelummnya dibongkar, dimana bangunan tersebut menjadi
satu yang terdiri dari bangunan pawaregan, jineng dan ruang penyimpanan Jero
Gede dan Ratu Ayu (Barong dan Rangda). Setelah bangunan tersebut dibongkar
maka didapat komplek bangunan yang baru yang terpisah antara bangunan satu
dengan yang lainnya, yaitu bangunan bale lantang, pawaregan, dan jineng.
B. Pemangku
Pemangku berperan dalam memimpin setiap tahapan upakara yang dilakukan
dalam rancang bangun Kori Agung ini. Penunjukaan mangku ini dilakukan
berdasarkan rapat dan ditunjuklah mangku kahyangan tiga sebagai mangku utama
dan dibantu oleh semua mangku pura panti yang ada di Desa Adat Samsaman.
Pemangku yang berperan disini merupakan pemangku Kahyangan Tiga yaitu.
- Mangku Pura Puseh
: I Made Srika
- Mangku Pura Desa
: I Made Subagia
- Mangku Dalem
: I Ketut Arka
Adapun tahapan upakara yang dilakukan dari awal pembangunan sampai
selesai pembangunan Kori Agung yaitu sebagai berikut.

1. Ngingsiran (memindahkan) Ida Bhatara yang melinggih (mendiami) Kori


Agung dengan sarana banten daksina, ketipat, segehan serta canang yang
dilakukan oleh mangku puseh. Tujuan dari upacara ini yaitu untuk ngingsiran
atau memindahkan Ida Bhatara yang ada pada bangunan kori agung ke area
utama mandala (jeroan).

Gambar 4.3. Proses Pelaksanaan Upacara Ngingsiran Ida Bhatara


Sumber: Dataarea
Bendesa,
2. Ngeruakyaitu upacara pembersihan
yang2016
akan dibongkar dan dibangun

kembali dengan pelinggih ataupun Kori Agung baru secara niskala. Sarana
yang digunakan yaitu banten suci, pamrascita, dan banten byakala/bayakaon.
Tujuan dari upakara ini yaitu untuk melepas hal-hal yang kotor atau
menetralkan aura negatif yang ada pada area yang akan dibongkar. Upakara
ini dipuput oleh Ida Pedanda Sukawati dari Griya Taman Sari, Tabanan.
Upakara ini dilakukan pada Soma paing wuku ukir pada tanggal 18 Mei 2015
yang bertepatan dengan tilem.
3. Nyikut karang yaitu upacara untuk menentukan batas-batas dan perletakan
pelinggih ataupun kori agung yang baru. Upakara ini juga dipuput oleh Ida
Pedanda Sukawati yang dibantu dan didampingi oleh Bendesa Adat
Samsaman, Mangku Kahyangan Tiga, dan panitia pembangunan pura.

4. Setelah ditentukan posisi-posisi pelinggih dan kori agung barulah dibuat


lubang penembatan pelinggih dan kori agung tersebut, tapi sebelum
pembuatan lubang tersebut diupacarai dahulu dengan sarana banten berupa
segehan pongan dan ayam semelulung.
5. Mulang dasar dilakukan dengan sarana kwagen, batu bulitan, bata merah
dengan rajah yang dibungkus dengan kain kasa (kafan), panca datu dan
lengkap dengan pras. Upakara ini juga dipuput oleh Ida Pedanda Sukawati
yang dibantu dan didampingi oleh Bendesa Adat Samsaman, Mangku
Kahyangan Tiga, dan panitia pembangunan pura.
6. Mecaru Panca Sata. Setelah mulang dasar maka dilakukan upacara mecaru
panca sata dengan sarana ayam 5 warna. Upakara ini dipuput oleh Mangku
Puseh yang dibantu oleh bendesa adat dan panitia pembangunan.

7. Ngelinggihan

Gambar 4.4. Proses Pelaksanaan Upacara Mecaru Panca Sata


Sumber:
DataIda
Bendesa,
2016dari jeroan ke
(menempatkan)
kembali
Bhatara

bangunan

kori yang telah selesai dikerjakan. Sarananya sama seperti banten yang
digunakan pada saat ngingsiran (memindahkan).
8. Mecaru Panca Kelud dilaksanakan setelah bangunan Kori Agung selesai dan
Ida Bhatara telah dilinggihkan. Caru ini terdiri dari caru panca sata ditambah
dengan bebek dan anjing belang bungkem. Upakara ini dipuput oleh Mangku
Puseh yang dibantu oleh bendesa adat dan panitia pembangunan.

9. Pemlaspasan dan mendem pedagingan. Upakara ini dilakukan pada hari


piodalan pura puseh dan pura desa yaitu pada Saniscara Kliwon wuku landep
yaitu yanggal 12 Desember 2015. Upakara ini juga dipuput oleh Ida Pedanda
Sukawati yang dibantu dan didampingi oleh Bendesa Adat Samsaman,
Mangku Kahyangan Tiga, dan panitia pembangunan pura.
C. Panitia Pembangunan Pura
Panitia pembangunan pura dibagi menjadi dua panitia yaitu panitia perencana
dan panitia pelaksana. Panitia pembangunan pura ini ditunjuk dan dipilih
berdasarkan rapat dan persetujuan dari masyarakat. Orang-orang yang ditunjuk
tersebut merupakan orang-orang yang memang berkompeten dalam bidangnya.
Berikut merupakan orang-orang yang tergabung dalam panitia pembangunan
pura.
- I Wayan Budiarsa, ST. (Ketua Pelaksana Pembangunan)
- Pak Surya (Bendahara)
- I made Sunarta (Sekretaris)
- Made Sukada (Perencanaan)
- I Wayan Lara (Ketua Perencana)
- Nyoman Semudra
- I Wayan Sudarma
- I Nyoman Sukanadi
- I Gede Sudarmawan
- I Wayan Sudira
- I Nyoman Putra Udayana
- Rai Manuh
Kesembilan panitia perencana tersebut berasal dari masing-masing banjar adat
(Kaja, Tengah, Kelod) yang diwakili masing-masing oleh 3 orang. Panitia
pembangunan memiliki peran sesuai dengan bidangnya yaitu panitia perencana
dan pelaksana memiliki tugas untuk membuat RAB, melakukan tender, dan halhal yang berhubungan dengan management proyek. Seperti pada pemilihan
material dipilih berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat pada acara rapat.
Dimana panitia pelaksana dan perencana sebelummnya telah memberikan pilihan
bahan yang digunakan, dimana pilihannya ada 2 yaitu dengan bata merah dan
batu karangasem. Dimana material yang dipilih adalah batu karangasem dengan
dasar pertimbangan kekuatan bahan. Menurut sebagian besar masyarakat batu
Karangasem lebih kuat dan tampilannya lebih elegan, sehingga batu
Karangasemlah yang digunakan sebagai material utama pada pembangunan pura.
Sedangkan untuk pintu dipilih kayu jati (patih) berdasarkan kesepakatan
bersama.

D. Pengurus Adat
Berikut organisasi dari kepengurusan adat Desa Kukuh.
- Bendesa adat
: I Wayan Mudita, Spd
- Sekretaris
: I Putu Edi Wirawan
- Bendahara
: I Nengah Sudarma
- Kelian Adat Kaja
: Nyoman Gunadi, SE
- Juru Arah
: I Made Supendi
- Kelian Adat Tengah : I Nyoman Sukanadi
- Juru Arah
: I Wayan Surca
- Kelian Adat Kelod
: I Nyoman Putra Adnyana
- Juru Arah
: I Gede Wardana
E. Tukang Ukir
Penunjukan tukang ukir dilakukan secara tender. Tukang ukir yang
memenangkan tender ini bernama I Made Adi Widiana. Tukang ukir ini berperan
dalam mengharmonisasikan bentuk ukiran beserta maknanya untuk ditempatkan
Kori Agung, Seperti ornamen karang boma, yang berada diiatas pintu masuk
pada kori agung, dengan bentuk kepala raksasa yang dilukiskan dari leher keatas
lengkap dengan hiasan dan mahkota serta memiliki tangan. Karang boma
merupakan symbol kepala bhuta kala, dimana bhuta kala artinya ruang dan
waktu. Setiap orang yang menatap karang boma diharapkan menyadari bahwa
dieinya terbatas oleh ruang dan waktu. Bahwa sangat terbatas waktu kita untuk
meningkatkan kehidupan rohani, sehingga diharapkan juga untuk jangan lagi
meunda-nunda untuk berbuat baik. Dalam fungsinya, karang boma pada kori
agung memiliki fungsi sebagai penjaga pintu, dan berfungsi untuk menyucikan
diri setiap orang yang akan masuk ke area jeroan (area utama) sehingga tidak
diperlukan lagi sarana berupa air penglukatan, karena secara otomatis orang yang
masuk melalui kori agung telah disucikan. Untuk ukuran ukiran ornamennya
disesuaikan dengan ukuran bangunan utamanya sehingga didapat keserasian dan
harmonisasi.
Berdasarkan hasil wawancara, yang dikatakan undagi yaitu Ida Pedanda
Sukawati, Ida Bagus Putra, dan I Made Adi Widiana. Ida Pedanda Sukawati
dikatakan sebagai undagi pertama karena beliau memberikan sikut mengenai
peletakan bangunan yang ada di area Pura Puseh dan Bale Agung, Banjar Adat
Samsaman. Undagi kedua yaitu Ida Bagus Putra, karena beliau berperan dalam
mendesain Kori Agung, dimana desain ini menggunakan prinsip pada adung
yaitu serasi dan harmonis dengan bangunan yang sudah ada di area pura. Undagi

yang ketiga yaitu I Made Ade Widiana, bertugas sebagai pelaksana di lapangan,
yang merealisasikan rancangan 2D menjadi bangunan yang nyata.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses rancang bangun ini dilakukan atas
dasar ngayah, kecuali tukang ukir dan tukang pasang batu karena berasal dari luar
Desa Pakraman Kukuh, Kerambitan.
4.2 Perubahan Aplikasi Rancang Bangun pada Kori Agung di Pura Puseh dan Bale
Agung, Br. Adat Samsaman, Kukuh, Kerambitan, Tabanan
Perubahan letak kori dari sebelum dan setelah direnovasi disebabkan oleh
pelebaran area Pura. Peletakkan kori baru ditentukan berdasarkan sikut yang didapat
dari Ida Pedanda Sukawati. Berdasarkan lontar, letak kori ditentukan dari sepertiga
lebar halaman dan diukur dari sisi teben dari pura. Penentuan letak kori di Pura Puseh
dan Bale Agung ini, sesuai dengan ketentuan yang ada pada lontar. Letak kori diukur
dari sisi timur dengan ukuran 3/5 dari lebar halaman. Perbedaan ukuran 1/3 dan 3/5
disebabkan oleh sikut yang digunakan. Kori pada Pura ini menggunakan sikut madya
yang menyebabkan ukuran didapat dari 3/5 lebar halaman. Penggunaan sikut madya
disebabkan karena apabila menggunakan sikut utama, letak kori akan sampai ke jalan.
Hal ini didasari oleh konsep Desa Kala Patra, yaitu menyesuaikan dengan tempat,
waktu, dan keadaan.
Perancangan Kori Agung ini melibatkan banyak undagi yang dimana saat ini
peranan seorang undagi dijalankan dalam profesi yang berbeda-beda. Pada zaman
dahulu perancangan sebuah pura hanya melibatkan undagi, sangging, dan pemangku
hingga pembangunan selesai. Saat ini perancangan melibatkan profesi yang lebih
beragam. Undagi (pedanda) berperan hanya untuk memberi sikut bangunan, pedanda
lainnya berperan untuk menerjemahkan kori kedalam bentuk gambar untuk
mengetahui rupa kori tersebut.

Sangging (Tukang Ukir) berperan

dalam

mengharmonisasikan bentuk ukiran beserta maknanya untuk ditempatkan pada Kori


Agung, Pemangku berperan sebagai pelaksana upacara dari awal hingga akhir
pembangunan. Sebelumnya, pelaksanaan upacara juga dilakukan oleh satu orang yaitu
undagi, sekaligus sebagai perancang bangunan. Seiring perkembangan, peran undagi
terbagi dalam profesi yang berbeda-beda.
Perubahan aplikasi rancang bangun pada Kori Agung Pura Puseh dan Bale
Agung ini terlihat pada penggunaan bahan/material yang digunakan. Sebelum
direnovasi material kori masih bersifat tradisional menggunakan batu bata peripihan
yang didapat di lingkungan sekitar Br. Adat Samsaman sehingga masih menampilkan
kesan lokal. Namun pada masa sekarang setelah dilakukan renovasi sudah memasuki

masa modern dengan perkembangan teknologi yang lebih maju, didukung dengan
adanya alat transportasi yang memadai memungkinkan untuk mendapatkan material
dengan kualitas yang lebih baik dan kuat, maka digunakan batu karangasem atau batu
hitam. Batu karangasem ini dikenal karena keunggulannya yaitu, lebih awet, kokoh
dan bangunan terlihat lebih berwibawa dibandingkan dengan batu bata peripihan.
Batu karangasem ini juga tidak mudah lumutan ataupun lapuk terkena hujan dan
matahari. Dengan adanya teknologi yang memadai, maka kesan lokal dari tampilan
Kori Agung ini mulai ditinggalkan.

Narasumber :
I Wayan Budiarsa, ST (Ketua Pelaksana Pembangunan)
Umur : 50 tahun
Alamat :Br. Samsaman, Kukuh, Kerambitan, Tabanan
Pekerjaan : Karyawan Swasta
I Wayan Mudita, Spd. (bendesa adat)
Umur : 55 tahun
Alamat :Br. Samsaman, Kukuh, Kerambitan, Tabanan
Pekerjaan : PNS

Anda mungkin juga menyukai