Ranperda Retribusi Perizinan Tertentu Final PDF
Ranperda Retribusi Perizinan Tertentu Final PDF
Mengingat :
5. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Daerah adalah Kabupaten Sumbawa.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumbawa yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Sumbawa.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang terdiri Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan.
6. Instansi Penyelenggara Pelayanan Perizinan adalah instansi yang mempunyai
tugas dan fungsi sebagai penyelenggara pelayanan perizinan di Kabupaten
Sumbawa.
7. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang diberi tugas tertentu dibidang
retribusi Daerah dan atau pejabat yang diberi tugas dibidang pelayanan
perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
9. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang,
lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan izin kepada
Pemerintah Kabupaten Sumbawa.
10. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
11. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan.
12. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan, pedalaman dan/atau laut.
13. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya
atau sebagian baik membangun bangunan baru maupun menambah,
merubah, merehabilitasi dan/atau memperbaiki bangunan yang ada,
termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang
berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan tersebut.
14. Mengubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah
bangunan yang ada, termasuk membongkar yang berhubungan dengan
pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.
15. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, dimana
bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak dari bangunan.
16. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah perizinan
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon untuk membangun
baru, bangunan yang sudah ada, memperluas bangunan dan atau memugar
dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.
17. Gangguan adalah segala perbuatan dan/atau kondisi yang tidak
menyenangkan atau mengganggu kesehatan, keselamatan, ketentraman
dan/atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus-menerus.
18. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang
pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah
ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
19. Trayek adalah lintasan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan jasa
angkutan, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, serta lintasan tetap, baik
berjadwal maupun tidak berjadwal.
20. Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan angkutan dalam trayek.
21. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk pengemudi,
baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengakutan bagasi.
22. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan
bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
23. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
24. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk
angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
25. Angkutan Kendaraan Umum adalah kendaraan bermotor yang disediakan
untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
26. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa
angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum.
27. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan untuk
menangkap atau membudidayakan ikan yang meliputi usaha penetasan,
pembibitan, pembesaran ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan
atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah
ekonomi bagi pelaku usaha.
28. Izin Usaha Perikanan adalah izin tertulis yang harus dimiliki orang pribadi
atau badan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana
produksi yang tercantum dalam izin tersebut.
29. Izin Penangkapan Ikan adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan yang melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari izin usaha perikanan.
30. Izin Pembudidayaan Ikan adalah izin terulis yang harus dimiliki oleh
pemegang izin usaha perikanan untuk setiap satuan luas areal lahan tertentu
untuk melakukan kegiatan budidaya ikan.
31. Izin Kapal Pengangkut Ikan adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap
kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.
32. Izin Pemasangan Rumpon adalah izin terulis yang harus dimiliki oleh setiap
satuan rumpon, sebagai upaya untuk mengumpulkan ikan.
33. Izin Usaha Depo/Toko Obat Ikan adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh
orang pribadi atau badan untuk melakukan usaha Depo/Toko Obat Ikan.
34. Izin Pengolahan Ikan Skala Mikro adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh
orang pribadi atau badan untuk melaksanakan usaha.
35. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu.
36. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa perizinan tertentu dari
Pemerintah Daerah.
37. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah
bukti pembayaran atas penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
38. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi
yang terutang.
39. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar
dari pada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
40. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda.
41. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
retribusi daerah.
42. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.
4
BAB II
JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
Pasal 2
(1) Jenis Retribusi Perizinan Tertentu dalam Peraturan Daerah ini terdiri atas:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Gangguan;
c. Retribusi Izin Trayek; dan
d. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
(2) Jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan sebagai
retribusi perizinan tertentu.
BAB III
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Bagian Kesatu
Nama, Objek, Subjek, dan Wajib Retribusi
Pasal 3
Setiap pelayanan pemberian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
dipungut retribusi dengan nama retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Pasal 4
(1) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk
mendirikan suatu bangunan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Penyelenggaraan bangunan terdiri atas:
1. Pembangunan bangunan gedung baru;
2. Perubahan luas bangunan;
3. Bangunan gedung yang sudah dibangun akan tetapi belum mempunyai
izin mendirikan bangunan, yang terdiri
a) Bangunan yang sedang dibangun;
b) Bangunan yang sudah jadi.
4. Pelestarian/pemugaran;
5. Perubahan fungsi bangunan; dan
6. Perubahan bentuk bangunan.
b. Prasarana bangunan gedung
c. Penyelenggaraan bangunan bukan gedung:
1. Tower dan atau menara telekomunikasi;
2. Reklame jenis billboard dan megatron;
3. Anjungan Tunai Mandiri (ATM);
4. Sclulpture/tugu, tiang bendera; dan
5. Accesoris jalan meliputi ; shelter, jembatan penyebranan, gapura
6. Jembatan dan/atau talud;
7. Kolam renang/kolam ikan air deras;
8. Penanaman tangki, landasan tangki, dan bangunan pengolah air;
9. Dinding penahan tanah dan pagar;
10. Pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan
futsal dan lapangan golf;
d. Pembuatan Duplikat.
(3) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar
tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang,
dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas
Izin
Mendirikan
Bangunan
meliputi
(2) Komponen retribusi dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Indek Penghitungan Besarnya Retribusi
Pasal 9
(1) Indeks penghitungan besarnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Besar nya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ditetapkan dari hasil
Perkalian Indeks terintegrasi dikali Harga Satuan Bangunan dikali Luas
Bangunan Gedung.
(3) Indeks Terintegrasi Bangunan merupakan hasil perkalian dari Indeks
Kegiatan dikali Indeks Parameter Fungsi Bangunan dikali Indeks Parameter
Klasifikasi Bangunan .
b.
c.
Usaha Reklame
d.
e.
Usaha Perdagangan
f.
Usaha Industri
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
Usaha Spa
y.
z.
aa.
bb.
cc.
dd.
ee.
ff.
gg.
hh.
ii.
jj.
kk.
ll.
mm.
nn.
oo.
pp.
qq.
rr.
Usaha Pengiriman Ternak dan atau Bahan Hasil Ternak antar Pulau
ss.
tt.
uu.
vv.
ww.
xx.
yy.
zz.
aaa.
bbb.
Pertemuan,
Perjalanan
Insentif,
ccc.
ddd.
eee.
fff.
ggg.
hhh.
iii.
Usaha Apotek
jjj.
kkk.
lll.
ooo.
(3) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah;
b. usaha/kegiatan yang berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan
berikat, dan kawasan ekonomi khusus;
c. usaha/kegiatan yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang
telah memiliki izin gangguan; dan
d. usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau
persil yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau
persil.
Pasal 13
(1) Subjek Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin gangguan.
(2) Wajib Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau badan yang
diwajibkan untuk melakukan pembayaran atas pemberian izin Gangguan.
Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 14
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan tingkat pemberian Izin
Gangguan yang diukur berdasarkan perkalian antara indeks faktor-faktor
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Indeks
Indeks
Indeks
Indeks
Indeks
Indeks
Modal (IM);
Tenaga Kerja (ITK);
Luas Ruang Tempat Usaha/Kegiatan (ILRTU/K);
Gangguan Limbah (IG);
Lokasi (IL); dan
Lingkungan (ILK).
(2) Luas ruangan tempat usaha/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c adalah luas keseluruhan tempat usaha/kegiatan dan sarana
penunjang kegiatannya yang dinyatakan dalam meter persegi dan dituangkan
dalam bentuk indeks.
(3) Cara mengukur tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku bagi jenis usaha kegiatan pertambangan mineral, batu bara,
migas dan panas bumi.
(4) Cara mengukur tingkat penggunaan jasa jenis usaha kegiatan pertambangan
mineral, batu bara, migas dan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 15
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebgaian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian Izin Gangguan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan lapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Bagian Keempat
Perhitungan Besarnya Tarif Retribusi Izin Gangguan
Pasal 16
Perhitungan besarnya tarif retribusi dihitung dengan menggunakan indeks
sebagai berikut :
a. Indeks Modal (IM)
IM
Indeks
Modal 50 Juta
Md > 10 T
Indeks
TK 5
1,00
5 < TK 15
1,10
15 < TK 25
1,20
25 < TK 50
1,30
50 < TK 100
1,35
1,40
1,45
TK > 500
1,50
10
Indeks
LRTU 100
1,0
1,1
1,2
1,3
1,4
1,6
1,8
2,0
2,2
2,5
2,7
3,0
Indeks
Sangat Kecil
Kecil
Sedang
Agak Besar
Besar
Sangat Besar
Nilai
11
Prakiraan Dampak
Nilai
Kurang berarti
Berarti
Sangat berarti
Keberadaan IPAL
Nilai
Ada, Sempurna
Akumulasi Nilai
Kelompok
Gangguan
Sangat Kecil
Kecil
Sedang
Agak Besar
Besar
Sangat Besar
IL
Indeks
0,8
0,9
1,0
1,1
1,5
12
Indeks
Lok. Lain
0,8
1,3
Lok. Pertanian
1,5
1,8
2,5
Bagian Kelima
Struktur dan Besarnya Tarif dan Tata Cara Perhitungan
Pasal 17
(1) Besarnya tarif dasar ditetapkan sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).
(2) Retribusi yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar
sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tingkat penggunaan jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dengan rumus sebagai berikut:
Retribusi Terutang: IM x ITK x ILRTU x IG X IL x ILK x Rp.100.000,00 (seratus
ribu rupiah).
(3) Izin Gangguan yang rusak atau hilang wajib dilaporkan dan akan diterbitkan
Izin Pengganti dengan dikenakan biaya sebesar 125% dari biaya retribusi.
(4) Besarnya tarif retribusi perpanjangan izin gangguan berjangka yang terutang
dihitung dengan rumus: IM x ITK x ILRTU x IG x IL x ILK x Rp.100.000,00
(seratus ribu rupiah) x 50%.
(5) Besarnya tarif dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rumus retribusi
terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan rumus besarnya tarif
retribusi perpanjangan izin gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak berlaku bagi jenis usaha kegiatan pertambangan mineral, batu bara,
migas dan panas bumi.
(6) Besarnya tarif retribusi izin gangguan untuk usaha/kegiatan Pertambangan
Mineral, Batu Bara, Migas dan Panas Bumi ditetapkan sebesar
Rp.300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per Ha.
BAB VI
RETRIBUSI IZIN TRAYEK
Bagian Kesatu
Nama, Objek, Subjek, dan Wajib Retribusi
Pasal 18
(1) Setiap pemberian izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c
dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Trayek.
(2) Objek retribusi Izin Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
setiap pelayanan pemberian izin untuk penyediaan pelayanan angkutan
penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.
Pasal 19
(1) Subjek Retribusi Izin Trayek adalah badan yang memperoleh izin trayek.
13
(2) Wajib Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan
untuk melakukan pembayaran atas pemberian izin trayek.
Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 20
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin trayek dan jenis
angkutan penumpang umum.
Bagian Ketiga
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 21
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian Izin trayek.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan lapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Bagian Keempat
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 22
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan per tahun sebagai berikut :
a. Mobil Angkutan Penumpang dengan tempat duduk sampai dengan 9
(sembilan) sebesar Rp. 90.000,00 (sembilan puluh ribu rupiah)
b. Mobil Bus dengan tempat duduk 10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima
belas) sebesar Rp. 95.000,00 (sembilan puluh lima ribu rupiah).
c. Mobil Bus dengan tempat duduk 16 (enam belas) sampai dengan 25 (dua
puluh lima) sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
d. Mobil Bus dengan tempat duduk lebih dari 25 (dua puluh lima) sebesar
Rp. 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah).
(2) Besar Tarif Retribusi Izin Trayek yang rusak atau hilang wajib dilaporkan dan
akan diterbitkan izin pengganti dengan dikenakan biaya sebesar 125%
(seratus dua puluh lima perseratus) dari biaya retribusi.
BAB VII
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN
Bagian Kesatu
Nama, Objek, Subjek, dan Wajib Retribusi
14
Pasal 23
Setiap pemberian izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf d dipungut retribusi dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Pasal 24
(1) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
adalah pemberian izin untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan
pembudidayaan ikan, meliputi :
a. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) :
1). SIUP Budidaya Ikan;
2). SIUP Penangkapan Ikan.
b. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI);
c. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
(2) Tidak termasuk Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
usaha/kegiatan yang dikecualikan oleh Peraturan perundang-undangan di
sektor perikanan.
Pasal 25
Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin usaha
perikanan.
Pasal 26
Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan melakukan
pembayaran atas pemberian izin usaha perikanan.
Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 27
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis izin usaha perikanan.
Bagian Ketiga
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 28
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian izin usaha perikanan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan lapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
15
Bagian Keempat
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 29
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut:
No
Jenis Retribusi
1
A.
1.
a
b
2.
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
m
n
e
f
g
B.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2
Usaha Penangkapan
Armada Kapal Penangkapan
Kapal motor bermesin dalam dengan kapasitas
antara 5 s/d 7GT
Kapal motor bermesin dalam dengan kapasitas
antara 7 s/d 10GT
Alat Penangkapan Ikan dan Sarana Bantu
Penangkapan Ikan
Payang/Lampara
Pukat Pantai
Pukat Cinta/Purse seine
Jaring Insang/Gillnet
Bagan Sampan
Bagan Rakit
Bagan Perahu
Bagan Tancap
Pole and Line
Muroami
Sero/Jernal
Alat Tangkap Lain
Usaha Penyelaman Siput Mutiara, Teripang &
Lobster
Pancing Ulur
Rumpon
Biaya atas Pemberian Surat Ijin Penangkapan
Ikan (SIPI)
Biaya atas Pemberian Surat Ijin Kapal
Pengangkut Ikan (SIKPI)
Usaha Pembudidayaan
Budidaya Mutiara dan Siput Mutiara
Budidaya Rumput Laut
Budidaya Teripang
Budidaya Ikan Kerapu dan Ikan Lainnya
Budidaya Udang
Budidaya Bandeng
Budidaya Ikan Tawar di Kolam Air Tenang
Budidaya Ikan Tawar di Kolam Air Deras
Budidaya Pembenihan Ikan Rakyat
Usaha Pembenihan Mutiara
Usaha Pembenihan Bandeng
Usaha Pembenihan Udang
Tarif
PerTahun
(Rp)
3
Keteranga
n
4
Per unit
Per unit
Per unit
Per unit
Per unit
Per unit
Per unit
Per unit
Per mata
pancing
Per unit
Per unit
Per unit
Per unit
5.000.000,0
250.000,00
100.000,00
150.000,00
500.000,00
75.000,00
75.000,00
50.000,00
25.000,00
75.000,00
50.000,00
50.000,00
Per
Per
Per
Per
Per
Per
Per
Per
Per
Per
Per
Per
titik
hektar
unit
unit
hektar
hektar
hektar
unit
unit
bak
bak
bak
16
(2) Besarnya Retribusi Izin Usaha Perikanan yang rusak atau hilang wajib
dilaporkan dan akan diterbitkan izin pengganti dengan dikenakan biaya
sebesar 125% dari biaya retribusi.
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 30
Retribusi yang terutang dipungut di tempat pelayanan atau tempat lain yang
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 31
Masa retribusi adalah jangka waktu subjek retribusi untuk mendapatkan
pelayanan, fasilitas dan/atau memperoleh manfaat dari Pemerintah Daerah.
Pasal 32
Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD.
BAB X
PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 33
(1) Peninjauan kembali tarif retribusi perizinan tertentu dilakukan paling lama 3
(tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan dan Penagihan
Pasal 34
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.
(3) Penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai
kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang
bersangkutan.
Pasal 35
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus
(2) Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor
secara bruto ke Kas Daerah
17
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus
diberi keputusan oleh BUpati atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Keputusan Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya
retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu keputusan, maka
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 40
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulakan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB XII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 41
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringan dan pembebasan retribusi.
(2) Pengurangan, keringan dan pembebasan
memperhatikan kemampuan wajib retribusi.
retribusi
diberikan
dengan
19
BAB XIV
KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 43
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kadaluwarsa setelah
melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi,
kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kadaluwarsa penagihan retibusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertangguh jika:
a. diterbitkan surat teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari wajib Retribusi, baik langsung
maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat
Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib
retribusi.
BAB XV
PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI
Pasal 44
(1) Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVI
PEMERIKSAAN
Pasal 45
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan
perundang-undangan retribusi.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:
a. Memperhatikan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
objek retribusi yang terutang;
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
dan/atau
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemeriksaan Retribusi akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
20
BAB XVII
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 46
(1) Perangkat daerah yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberikan
insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tatar cara pemberian dan pemanfaatan insentif akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB XVIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 47
(1) Dalam hal Wajib Retribusi Perizinan Tertentu tidak membayar tepat pada
waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang
tidak atau kurang dibayar.
BAB XIX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 48
(1) Penyidikan atas pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulakan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan degan tindak pidana dibidang retribusi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
21
22
23
24
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA
NOMOR 3 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
I.
UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanantkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia,
antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Amananat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban
memenuhi kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu sistem
pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan
perizinan yang prima dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan perizinan masih dihadapkan pada
kondisi yang belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Daerah mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Untuk
dapat
menyelenggarakan
pemerintahan dengan baik diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang sah
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Retribusi sebagai salah
satu sumber pendapatan bagi Daerah perlu menyesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka semua
Peraturan Daerah yang mengatur retribusi daerah harus menyusuaikan
dengan undang-undang tersebut. Peraturan Daerah tentang Perizinan
Tertentu ini akan menjadi pedoman Pemerintah Daerah dalam menentukan
tarif retribusinya sebagai penerimaan daerah dalam menyelenggarakan
pelayanan perizinan, khususnya Izin Mendirikan Bangunan, Izin Gangguan,
Izin Trayek; dan Izin Usaha Perikanan.
Pelayanan Perizinan selain yang telah diatur dalam Peraturan Daerah
ini tetap menjadi tugas Pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam
menyelenggarakan pelayanan perizinan, akan tetapi masyarakat tidak dikenai
retribusi. Dengan demikian masyarakat akan lebih mendapatkan kepastian
hukum dalam berusaha dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakan dapat terwujud.
25
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
-
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1) huruf a:
Yang dimaksud indeks modal adalah modal yang terdiri dari
kekayaan perusahaan yang berupa barang bergerak dan
barang tidak bergerak diluar tanah dan bangunan.
huruf b:
Cukup Jelas
26
huruf c:
Yang dimaksud indeks luas ruang tempat usaha adalah luas
lahan yang dibangun atau tanpa bangunan untuk
mendukung digunakannya untuk kegiatan usaha tidak
termasuk lahan parkir.
huruf d:
Yang dimaksud indeks gangguan adalah skala tingkat
gangguan kecil sampai sangat besar.
huruf e:
Cukup jelas
huruf f:
Cukup jelas
Ayat (2):
Cukup jelas
Ayat (3):
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan perpanjangan izin gangguan berjangka
adalah pemberian izin gangguan kepada orang pribadi atau
badan yang mengajukan izin gangguan akan tetapi belum
memiliki Izin Mendirikan Bangunan, sehingga izin gangguannya
hanya berlaku 1 (satu) tahun dan setiap tahunnya wajib
diperpanjang.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
27
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud peraturan perundang-undangan di sektor
perikanan antara lain Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan
Provinsi
dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor
PER.12/MEN/2007
tentang
Perizinan
Usaha
Pembudidayan Ikan dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan
Tangkap.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
28
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
29