URAIAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Konflik dalam penggunaan lahan timbul karena adanya perbedaan
persepsi antara beberapa pihak dalam penggunaan lahan. Perbedaan
persepsi yang dimaksud dalam konflik ini dimanifestasikan dalam wujud
dasar bertindak dari tiap pihak dalam melakukan penggunaan lahan.
Konflik penggunaan lahan di Propinsi Riau merupakan permasalahan yang
hampir terjadi di seluruh wilayah dan konflik ini merupakan permasalahan
besar yang sulit untuk diselesaikan. Dampak dari adanya konflik
penggunaan lahan yang tidak selesai sampai saat ini adalah tidak
tuntasnya pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)
Riau.
Hal ini disebabkan tidak ditemukannya titik temu dalam
penyelesaian status lahan. Konflik yang terjadi dalam penggunaan lahan
memiliki banyak dimensi, baik hukum, sosial eknomi dan politik.
Sehingga untuk menyelesaikan konflik tersebut perlu dilakukan
pendekatan dari aspek-aspek tersebut sehingga penyelesaian konflik
sampai ke akar permasalahan konflik. Dalam penyelesaian konflik ini juga
diperlukan informasi mengenai cara penyelesaian yang tepat untuk tiap
kasus yang berbeda, apakah pendekatan hukum, sosial atau politik yang
digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian konflik.
Kabupaten Pelalawan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Riau
dimekarkan dari Kabupaten Kampar.
Kabupaten Pelalawan memiliki
sumberdaya lahan yang besar dimana penggunaan lahan terbesar terdiri
atas Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan (BUMN, swasta maupun
masyarakat) yang pada umumnya adalah perkebunan kelapa sawit, dan
lahan kebun masyarakat. Pemanfaatan lahan ini menimbulkan banyak
konflik yang melibatkan banyak pelaku.
Konflik penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten pelalawan
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan konflik penggunaan
lahan yang terjadi di Riau pada umumnya. Konflik yang ditimbulkan ini
memiliki daya rusak yang dapat menghambat pembangunan dan
mengganggu keharmonisan dalam berhubungan dalam masyarakat.
Misalnya konflik antara pengusaha HTI dengan masyarakat terkait dengan
status lahan yang memiliki dasar hukum yang berbeda, begitupun antara
masyarakat dengan pengusaha perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu
adanya konflik ini perlu diketahui untuk mencari solusi dari persoalan
yang bisa jadi esesnsinya bukan berasal dari penggunaan lahan.
Hal -1
Hal -2
Jabatan Struktural
DATA PENUNJANG
7. Data Dasar
-
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
TGHK
RBI
Citra Landsat
IUPHHK-HT Kabupaten Pelalawan
Pelepasan Kawasan Hutan di Kabupaten Pelalawan
HGU Perkebunan di Kabupaten Pelalawan
8. Standar Teknis
Penelitian dalam kajian ini menggunakan pendekatan Deskriptif kuatitatif
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengetahui secara
detail tujuan penelitian yang ingin dicapai, sedangkan pendekatan
kuantitatif dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan.
9. Studi-Studi Terdahulu
dan bentuk konflik, itensitas, peran aktor dan lembaga, serta karakter
budaya komunitas; dan dimensi resolusi mencakup kontrak sosial lama
dan kontrak sosial baru.
Hasil studi menunjukkan adanya pola
berkenaan dengan signifikan-tidaknya sebab konflik, tinggi-rendahnya
dinamika konflik, signifikan-tidaknya resolusi konflik, dan secara
keseluruhan menunjukkan tiga dimensi konflik ini saling berhubungan
dalam proses konflik.
Penelitian Mahrudin (2010) tentang Konflik Kebijakan Pertambangan
Antara Pemerintah Dan Masyarakat Di Kabupaten Buton penelitian
menunjukkan konflik terjadi karena kemandegan komunikasi antara
perusahaan, masyarakat dan aparat pemerintah, dalam hal ganti rugi
tanah, dan tanaman yang disebabkan oleh penambangan, dan secara
politis tidak melibatkan masyarakat dalam proses perumusan
kebijakan. Akibatnya terjadi konflik antara masyarakat dengan
perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah. Direkomendasikan
kepada aparat pemerintah, baik kabupaten maupun propinsi, untuk
mengeluarkan dan memberlakukan suatu atauran bersama, tetapi
penyusunannya haruslah dilakukan bersama-sama dengan masyarakat
lokal dan perusahaan, sehingga semua pihak akan merasa terwadahi
aspirasinya dan memiliki komitmen yang sama dalam menjalankannya.
Berkaitan dengan keberadaan Hutan Tanaman Industri sebagai salah
satu sektor yang diharapkan untuk menghasilkan devisa bagi negara,
pada pelaksanaannya sering berdampak pada perbedaan akses
terhadap sumberdaya alam berupa lahan antara masyarakat dengan
perusahaan sehingga menyimpan potensi konflik yang besar. Penelitian
Martin, 2008 tentang tinjauan kritis terhadap pengembangan HTI
bersama masyarakat dari sudut pandang ekonomi pada aspek ekonomi
pengembangan HTI pola kemitraan dengan lokus kajian pada PT. Musi
Hutan Persada di Sumatera Selatan. Terungkap bahwa permasalahan
konflik sosial dan aspek ekonomi usaha menjadi hambatan utama
perkembangan sejarah HTI. Kemitraan antara perusahaan dan
masyarakat merupakan pilihan utama pola manajemen, karena secara
sosial layak dilakukan. Kelemahan aspek ekonomi usaha berupa
semakin rendahnya rentabilitas usaha dapat diperbaiki dengan
menggunakan instrumen ekonomi berupa pemanfaatan peran
penelitian dan pengembangan dan kebijakan tarif, serta kebijakan
disintegrasi HTI dengan industri.
Disisi lain perusahaan sering tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban
dasar dan mengabaikan kepentingan masyarakat sekitar pada saat
mengelola lahan. Penelitian Wiati tahun 2005 tentang Konflik
Penguaasan Lahan di Hutan Sebulu, Kabupaten Kutai Kertanegara,
Kalimantan Timur menemukan bahwa penyebab konflik antara lain
adalah tidak dilakukannya tahap sosialisasi sebelum pengukuran tata
batas, tidak adanya manfaat adanya hutan penelitian yang dirasakan
oleh masyarakat, tingkat kesejahteraan masyarakat yang kurang,
kurangnya kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber
Hal -4
Undang Undang Pokok Agraria UUPA Pasal 4 ayat (1) mengenai hak
atas dasar menguasai dari Negara sebagai mana yang dimaksud
pada pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi yang disebut dengan tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik secara mandiri maupun bersamasama sengan orang lain serta badan hukum.
Pasal 33 ayat (3) UUD tahun 1945 yang mengatakan bahwa; bumi,
air, udara dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya dikuasai
oleh
Negara
dan
dipergunakan
sebesar-besarnya
untuk
kesejahteraan masyarakat. Yang menjadi landasan konstitusi Undang
Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria UUPA, yang menyebutkan arti menguasai dalam hal ini
bukan berarti menghilangkan hak-hak pemilikan atas tanah bagi
setiap warga negara Indomesia, melainkan menguasai dalam arti
mengatur dan menguasai sedemikian rupa dalam setiap
pendayagunaan tanah-tanah tersebut agar para pemilik tanah atau
pemegang hak-hak lainnya (hak pakai, hak guna, penyewa dan lain
sebagainya):
a. Tidak melakukan kerusakan-kerusakan atas tanah
b. Tidak menelantarkan tanah
c. Tidak melakukan pemerasan-pemerasan atas tanah atau
pendayagunaan (exsploitation) yang melebihi batas
d. Tidak menjadikan tanah sebagai alat untuk pemerasan keringat
dan pemerasan
lainnya terhadap orang lain (Exploitation Des I Homme Par
L.Homme).
Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria
(UUPA) pasal 13 yang menegaskan pencegahan monopoli oleh
pemrintah untuk mencegah adanyakepemilikan lahan secara
monopoli.
UU No. 1/1967 Tentang Penanaman Modal Asing (PMA), dan UU No.
25/2007 Tentang Penanaman Modal Asing,
UU No. 41/1999 Tentang Kehutanan,
RUANG LINGKUP
Hal -6
Hal -7
Hal -8
Data yang dibutuhkan untuk kajian ini adalah tahapan konflik dari
tiap lokasi yang mengalami konflik penggunaan lahan.
Data
diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap pelaku yang
berkonflik dalam penggunaan lahan.
Data yang dikumpulkan
adalah data yang menunjukkan tahapan konflik dan data yang
dibutuhkan untuk mencari penyelesaian konflik yang terjadi.
b.Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan sesaui dengan tujuan penelitian yang akan
dicapai. Analisis data untuk tiap tujuan kegiatan adalah :
1. Memetakan penggunaan lahan
Analisis data untuk memetakan penggunaan lahan ini dilakukan
dengan menggunakan software GIS dengan produk akhir adalah
peta penggunaan lahan yang terdiri atas : peta penggunaan lahan,
peta konflik, peta konsesi HTI, peta perkebunan (BUMN, Swasta dan
perkebunan rakyat), peta administrasi.
2. Memetakan tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan memetakan potensi tumpang tindih
yang terjadi dalam penggunaan lahan. Tumpang tindih tersebut
dapat dibedakan berdasarkan fungsi kawasan/lahan atau antar
pelaku. Untuk menentukan adanya tumpang tindih penggunaan
lahan ini menggunakan pendekatan GIS dengan melihat pada
status lahan dan penggunaan lahan saat ini dan melalui
pengamatan dan wawancara kepada masyarakat.
Untuk
mendapatkan informasi ada tidaknya konflik yang terjadi dilakukan
dengan wawancara kepada pihak pemegang konsesi (untuk HTI),
perkebunan BUMN dan swasta, serta wawancara kepada tokoh
masyarakat. Informasi tentang ada tidaknya konflik dicari pula
melalui pemberitaan media (Koran Riau Pos, Tribun Pekanbaru
maupun Haluan Riau)
3. Mengindentifikasi penyebab tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan mengkaji faktor yang menyebabkan
timbulnya tumpang tindih penggunaan lahan. Identifikasi fantorfaktor penyebab tumpang tindih penggunaan lahan ini dilihat dari
aspek hukum, sosial dan ekonomi. Untuk menganalisis faktor-faktor
penyebab konflik tersebut dilakukan analisis secara deskriptif
melalui pengajian terhadap aspek hukum terkait status lahan,
sejarah desa/masyarakat dan keterkaitan masyarakat ekonomi
dengan lahan.
4. Mengindentifikasi resolusi konflik dari tumpang tindih penggunaan
lahan
Kajian ini dilakukan untuk menemukan resolusi konflik yang terjadi
dalam penggunaan lahan. Analisis mengenai resolusi konflik ini
melalui analisis tahapan konflik yang terjadi dan upaya
penyelesaian secara hukum ataupun politik.
Hal -9
dari
Pejabat
Pembuat
Komputer PC/Laptop
Printer A4
GPS
Kendaraan Roda 4 dan Roda 2
Program Pemetaan
Hal -10
pendukung
harus
memenuhi
Hal -11
NO
URAIAN
Tenaga Ahli
- Tenaga Ahli Kehutanan (Ka. Tim)
- Tenaga Ahli Sosiologi (1 orang)
- Tenaga Ahli GIS (1 orang)
- Tenaga Ahli Hukum (1 orang)
- Tenaga Ahli Ekonomi Pertanian (1
orang)
2.
Tenaga Teknis
- Tenaga Teknis (5 orang)
3
Tenaga Pendukung
- Operator GIS (1 Orang)
- Administrasi (1 Orang)
Jumlah
KUALIFIKASI
JUMLAH
ORANG
BULAN (OB)
1.
Ahli Kehutanan
Ahli Sosiologi
Ahli GIS
Ahli Hukum
Ahli
Ekonomi
Pertanian
Surveyor
Operator GIS
Aministrasi
3
3
3
3
3
15
3
3
36 OB
Hal -12
a.
Hal -14
Bulan Ke
N
o.
II
III
KEGIATAN
Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke
I
II III IV I
II III IV I
II III IV
1. Pembentukan dan
Konsolidasi Team
Pelaksana
Hal -15
2. Survey Lapangan
3. Pengumpulan,
Pengolahan Data dan
Konsultasi
4. Pembuatan Peta
5. Penyusunan Laporan
6. Presentasi dan Revisi
Pekerjaan
7. Penyerahan
Pekerjaan
Hasil
LAPORAN
Hal -16
Draf Laporan Akhir memuat Laporan Fakta dan Analisa atau hasil
sementara pelaksanaan tinjauan lapangan berupa data primer (existing)
hasil pengamatan, wawancara dan pengukuran serta data sekunder dari
Dinas/Instansi yang terkait. Laporan Antara dicetak 5 (lima) buku.
20. Laporan Akhir
Setelah pekerjaan Riset Konflik Penggunaan Lahan di Kabupaten
Pelalawan selesai dilaksanakan secara keseluruhan (100 %), maka
pihak konsultan / perusahaan harus membuat laporan akhir dicetak
10 (sepuluh) buku.
22.
Dokumentasi
Hal -17
HAL-HAL LAIN
Pekanbaru,
30 April 2013
Hal -18