Anda di halaman 1dari 18

KERANGKA ACUAN KERJA

RISET KONFLIK PENGGUNAAN LAHAN


DI KABUPATEN PELALAWAN

URAIAN PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Konflik dalam penggunaan lahan timbul karena adanya perbedaan
persepsi antara beberapa pihak dalam penggunaan lahan. Perbedaan
persepsi yang dimaksud dalam konflik ini dimanifestasikan dalam wujud
dasar bertindak dari tiap pihak dalam melakukan penggunaan lahan.
Konflik penggunaan lahan di Propinsi Riau merupakan permasalahan yang
hampir terjadi di seluruh wilayah dan konflik ini merupakan permasalahan
besar yang sulit untuk diselesaikan. Dampak dari adanya konflik
penggunaan lahan yang tidak selesai sampai saat ini adalah tidak
tuntasnya pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)
Riau.
Hal ini disebabkan tidak ditemukannya titik temu dalam
penyelesaian status lahan. Konflik yang terjadi dalam penggunaan lahan
memiliki banyak dimensi, baik hukum, sosial eknomi dan politik.
Sehingga untuk menyelesaikan konflik tersebut perlu dilakukan
pendekatan dari aspek-aspek tersebut sehingga penyelesaian konflik
sampai ke akar permasalahan konflik. Dalam penyelesaian konflik ini juga
diperlukan informasi mengenai cara penyelesaian yang tepat untuk tiap
kasus yang berbeda, apakah pendekatan hukum, sosial atau politik yang
digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian konflik.
Kabupaten Pelalawan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Riau
dimekarkan dari Kabupaten Kampar.
Kabupaten Pelalawan memiliki
sumberdaya lahan yang besar dimana penggunaan lahan terbesar terdiri
atas Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan (BUMN, swasta maupun
masyarakat) yang pada umumnya adalah perkebunan kelapa sawit, dan
lahan kebun masyarakat. Pemanfaatan lahan ini menimbulkan banyak
konflik yang melibatkan banyak pelaku.
Konflik penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten pelalawan
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan konflik penggunaan
lahan yang terjadi di Riau pada umumnya. Konflik yang ditimbulkan ini
memiliki daya rusak yang dapat menghambat pembangunan dan
mengganggu keharmonisan dalam berhubungan dalam masyarakat.
Misalnya konflik antara pengusaha HTI dengan masyarakat terkait dengan
status lahan yang memiliki dasar hukum yang berbeda, begitupun antara
masyarakat dengan pengusaha perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu
adanya konflik ini perlu diketahui untuk mencari solusi dari persoalan
yang bisa jadi esesnsinya bukan berasal dari penggunaan lahan.

Hal -1

Riset yang dimaksudkan dalam kegiatan ini adalah upaya untuk


mengidentifikasi adanya konflik yang terjadi dalam penggunaan lahan
dengan menggunakan pendekatan metode ilmiah, sehingga hasil yang
diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan dalam penyelesaikan konflik
yang terjadi, baik konflik yang bersifat laten ataupun konflik yang sudah
terbuka.
2. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah :
1) Memetakan penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan
2) Memetakan tumpang tindih penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan
3) Mengindentifikasi penyebab tumpang tindih penggunaan lahan di
Kabupaten Pelalawan
4) Mengindentifikasi resolusi konflik dari tumpang tindih penggunaan
lahan di Kabupaten Pelalawan
3. Sasaran
Sasaran kegiatan adalah :
1) Mendapatkan data dan informasi penggunaan lahan di Kabupaten
Pelalawan
2) Mendapatkan data dan informasi tumpang tindih penggunaan lahan di
Kabupaten Pelalawan
3) Mendapatkan data dan informasi faktor-faktor penyebab tumpang
tindih penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan
4) Mendapatkan data dan informasi resolusi konflik tumpang tindih
penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan
4. Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan pekerjaan ini di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.
5. Sumber Pendanaan
Biaya kegiatan ini bersumber dari APBD Kabupaten Pelalawan Tahun
Anggaran 2013 dengan nilai pagu sebesar Rp. 200.000.000,- (Dua
Ratus Juta Rupiah) dan nilai HPS sebesar Rp.199.773.750,- (Seratus
Sembilan puluh sembilan Juta tujuh ratus tujuh puluh tiga ribu
tujuh ratus lima puluh Rupiah).
6. Nama dan Organisasi Pejabat Pembuat Komitmen
Nama Pengguna Anggaran : Ir. HAMBALI, MM.
Jabatan Struktural
: Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Nama PPK
: BUDI SURLANI, S.Hut
Jabatan Struktural
: Kepala Bidang Planologi Hutan dan Kebun
Nama PPTK
: TOHAJI, SP

Hal -2

Jabatan Struktural

: Kepala Seksi Rencana Kerja Pemanfaatan Hutan


Produksi dan Hutan Lainnya
Satuan Kerja : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pelalawan
Alamat Satker : Komplek Perkantoran Bhakti Praja Pangkalan Kerinci Pelalawan
Riau

DATA PENUNJANG

7. Data Dasar
-

Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta

TGHK
RBI
Citra Landsat
IUPHHK-HT Kabupaten Pelalawan
Pelepasan Kawasan Hutan di Kabupaten Pelalawan
HGU Perkebunan di Kabupaten Pelalawan

8. Standar Teknis
Penelitian dalam kajian ini menggunakan pendekatan Deskriptif kuatitatif
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengetahui secara
detail tujuan penelitian yang ingin dicapai, sedangkan pendekatan
kuantitatif dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan.
9. Studi-Studi Terdahulu

Penelitian Prayogo tahun 2010 tentang Anatomi Konflik Antara


Korporasi Dan Komunitas Lokal Pada Industri Geotermal Di Jawa Barat
menemukan bahwa Relasi antara korporasi dengan komunitas lokal
pada industri tambang, minyak, dan gas mengalami banyak perubahan
sejak reformasi politik (1998) dan digulirkannya Undang-Undang
Otonomi Daerah (1999 dan 2004). Gejala utama yang mengemuka
dalam perubahan ini adalah maraknya peristiwa konflik, diperkirakan
hampir seluruh korporasi besar tambang dan migas menghadapi
masalah dengan komunitas lokalnya. Berdasarkan sejumlah penelitian
lapangan sebelumnya, anatomi konflik secara analitik dapat dipetakan
dalam tiga dimensi, yakni dimensi sebab, dinamika, dan resolusi
konflik. Dimensi sebab mencakup variabel perubahan politik,
ketimpangan, eksploitasi, dominasi, pemberdayaan dan tekanan
demografi, serta ekonomi; dimensi dinamika meliputi fluktuasi, eskalasi
Hal -3

dan bentuk konflik, itensitas, peran aktor dan lembaga, serta karakter
budaya komunitas; dan dimensi resolusi mencakup kontrak sosial lama
dan kontrak sosial baru.
Hasil studi menunjukkan adanya pola
berkenaan dengan signifikan-tidaknya sebab konflik, tinggi-rendahnya
dinamika konflik, signifikan-tidaknya resolusi konflik, dan secara
keseluruhan menunjukkan tiga dimensi konflik ini saling berhubungan
dalam proses konflik.
Penelitian Mahrudin (2010) tentang Konflik Kebijakan Pertambangan
Antara Pemerintah Dan Masyarakat Di Kabupaten Buton penelitian
menunjukkan konflik terjadi karena kemandegan komunikasi antara
perusahaan, masyarakat dan aparat pemerintah, dalam hal ganti rugi
tanah, dan tanaman yang disebabkan oleh penambangan, dan secara
politis tidak melibatkan masyarakat dalam proses perumusan
kebijakan. Akibatnya terjadi konflik antara masyarakat dengan
perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah. Direkomendasikan
kepada aparat pemerintah, baik kabupaten maupun propinsi, untuk
mengeluarkan dan memberlakukan suatu atauran bersama, tetapi
penyusunannya haruslah dilakukan bersama-sama dengan masyarakat
lokal dan perusahaan, sehingga semua pihak akan merasa terwadahi
aspirasinya dan memiliki komitmen yang sama dalam menjalankannya.
Berkaitan dengan keberadaan Hutan Tanaman Industri sebagai salah
satu sektor yang diharapkan untuk menghasilkan devisa bagi negara,
pada pelaksanaannya sering berdampak pada perbedaan akses
terhadap sumberdaya alam berupa lahan antara masyarakat dengan
perusahaan sehingga menyimpan potensi konflik yang besar. Penelitian
Martin, 2008 tentang tinjauan kritis terhadap pengembangan HTI
bersama masyarakat dari sudut pandang ekonomi pada aspek ekonomi
pengembangan HTI pola kemitraan dengan lokus kajian pada PT. Musi
Hutan Persada di Sumatera Selatan. Terungkap bahwa permasalahan
konflik sosial dan aspek ekonomi usaha menjadi hambatan utama
perkembangan sejarah HTI. Kemitraan antara perusahaan dan
masyarakat merupakan pilihan utama pola manajemen, karena secara
sosial layak dilakukan. Kelemahan aspek ekonomi usaha berupa
semakin rendahnya rentabilitas usaha dapat diperbaiki dengan
menggunakan instrumen ekonomi berupa pemanfaatan peran
penelitian dan pengembangan dan kebijakan tarif, serta kebijakan
disintegrasi HTI dengan industri.
Disisi lain perusahaan sering tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban
dasar dan mengabaikan kepentingan masyarakat sekitar pada saat
mengelola lahan. Penelitian Wiati tahun 2005 tentang Konflik
Penguaasan Lahan di Hutan Sebulu, Kabupaten Kutai Kertanegara,
Kalimantan Timur menemukan bahwa penyebab konflik antara lain
adalah tidak dilakukannya tahap sosialisasi sebelum pengukuran tata
batas, tidak adanya manfaat adanya hutan penelitian yang dirasakan
oleh masyarakat, tingkat kesejahteraan masyarakat yang kurang,
kurangnya kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber
Hal -4

daya alam yang masih tersisa, mudahnya masyarakat terprovokasi


oleh pihak lain dan tidak adanya dukungan pemerintah kabupaten dan
propinsi dalam kegiatan pengelolaannya. Konflik tidak hanya
menyebabkan masyarakat menolak kehadiran Hutan Penelitian Sebulu
di wilayah mereka tetapi juga menimbulkan pengelompokanpengelompokan dalam masyarakat yang berpotensi menjadi konflik
internal.
Dasar kebijakan pembangunan yang cenderung memihak kepada
kepentingan pemilik modal menyebabkan terjadinya perampasan hakhak masyarakat dan pelanggaran nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki
oleh masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan dan tidak jarang
menghasilkan tindak kekerasan terhadap masyarakat oleh pihak
perusahaan dan bahkan oleh negara (kekerasan struktural). Penelitian
Sobri (2008) tentang Konflik dan Kekerasan Antara Masyarakat Melayu
Tambusai dan PT Torganda Property. Hasil kajian menemukan bahwa
kasus kekerasan antara masyarakat etnik Melayu Tambusai dan pekerja
PT. Torganda Property berawal dari konflik perebutan sumber daya
alam yang terbatas (hutan dan tanah) di Kabupaten Rukan Hulu.
Konflik antara kedua kelompok masyarakat ini seterusnya melahirkan
tindak kekerasan kolektif setelah kedua belah pihak yang berkonflik
tidak menemukan kata sepakat untuk menyelesaikan kasus perebutan
sumber daya alam tersebut secara damai. Konflik serta kekerasan
terjadi secara terus menerus manakala ditemukan semakin
berkurangnyanya tanah pertanian yang dapat digunakan oleh
penduduk tempatan sebagai sumber penghidupan. Selain itu
masuknya industri perkebunan PT. Torganda property ke kawasan
Tambusai dianggap suatu pelanggaran terhadap nilai adat masyarakat
melayu tambusai dan terdapat ketidak adilan yang dialami oleh
penduduk tempatan penyelesaian kasus konfik tersebut. Kajian ini
mendapati bahwa konflik serta kekerasan yang terjadi memiliki kaitan
dengan dasar pelaksanaan pembangunan negara Indonesia yang
cenderung menekankan kepada aspek keuntungan maksimal melalui
imvestasi dan kerjasama antara pihak swasta dengan pihak
pemerintah.
Berkaitan dengan keberadaan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagai
salah satu sektor yang diharapkan untuk menghasilkan devisa bagi
negara, pada pelaksanaannya sering berdampak pada perbedaan
akses terhadap sumberdaya alam berupa lahan antara masyarakat
dengan perusahaan sehingga menyimpan potensi konflik yang besar.
Penelitian Sobri Dkk (2012) di Empat Kabupaten di Kawasan Propinsi
Riau ( Bengkalis, Siak, Kampar dan Kepulauan Meranti) Dasar kebijakan
pembangunan yang cenderung memihak kepada kepentingan pemilik
modal menyebabkan terjadinya perampasan hak-hak masyarakat oleh
perusahaan dan pelanggaran nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh
masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan dan tidak jarang
menghasilkan tindak kekerasan terhadap masyarakat oleh pihak
Hal -5

perusahaan dan bahkan oleh negara (kekerasan struktural). Lemahnya


perlindungan Negara terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat
menyebabkan masyarakat local manjadi terpinggirkan, secara soaial
dan ekonomi. Kondisi sosial ini yang menjadikan potensi konflik
menjadi besar antara masyarakat dengan perusahaan HTI.
10. Referensi Hukum

Undang Undang Pokok Agraria UUPA Pasal 4 ayat (1) mengenai hak
atas dasar menguasai dari Negara sebagai mana yang dimaksud
pada pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi yang disebut dengan tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik secara mandiri maupun bersamasama sengan orang lain serta badan hukum.

Pasal 33 ayat (3) UUD tahun 1945 yang mengatakan bahwa; bumi,
air, udara dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya dikuasai
oleh
Negara
dan
dipergunakan
sebesar-besarnya
untuk
kesejahteraan masyarakat. Yang menjadi landasan konstitusi Undang
Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria UUPA, yang menyebutkan arti menguasai dalam hal ini
bukan berarti menghilangkan hak-hak pemilikan atas tanah bagi
setiap warga negara Indomesia, melainkan menguasai dalam arti
mengatur dan menguasai sedemikian rupa dalam setiap
pendayagunaan tanah-tanah tersebut agar para pemilik tanah atau
pemegang hak-hak lainnya (hak pakai, hak guna, penyewa dan lain
sebagainya):
a. Tidak melakukan kerusakan-kerusakan atas tanah
b. Tidak menelantarkan tanah
c. Tidak melakukan pemerasan-pemerasan atas tanah atau
pendayagunaan (exsploitation) yang melebihi batas
d. Tidak menjadikan tanah sebagai alat untuk pemerasan keringat
dan pemerasan
lainnya terhadap orang lain (Exploitation Des I Homme Par
L.Homme).
Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria
(UUPA) pasal 13 yang menegaskan pencegahan monopoli oleh
pemrintah untuk mencegah adanyakepemilikan lahan secara
monopoli.
UU No. 1/1967 Tentang Penanaman Modal Asing (PMA), dan UU No.
25/2007 Tentang Penanaman Modal Asing,
UU No. 41/1999 Tentang Kehutanan,

UU No. 19/2004 Tentang Perubahan Undang Undang Kehutanan,

RUANG LINGKUP
Hal -6

11. Lingkup Kegiatan


Ruang lingkup kajian ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kegiatan ini dibedakan menjadi 4 kajian yaitu :
1. Memetakan penggunaan lahan
Kajian ini menggunakan pendekatan GIS dengan memetakan
penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan.
Tahap awal yang
dilakukan adalah memetakan fungsi hutan dan status hutan. Fungsi
hutan ini dibedakan menjadi hutan lindung (HL), hutan produksi (HP)
dan hutan konservasi (HK),
sedangkan berdasarkan status akan
dibedakan menjadi hutan negara, hutan hak dan hutan adat.
Selanjutnya penggunaan lahan dibedakan menjadi penggunaan untuk
Hutan Tanaman Industri (HTI), Perkebunan (Perusahaan swasta, BUMN,
Koperasi dan Masyarakat), dan penggunaan untuk masyarakat (Areal
Penggunaan Lain/APL, pemukiman, kebun masyarakat dll).
2. Memetakan tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan memetakan potensi tumpang tindih yang
terjadi dalam penggunaan lahan. Tumpang tindih tersebut dapat
dibedakan berdasarkan fungsi kawasan/lahan atau antar pelaku.
3. Mengindentifikasi penyebab tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan mengkaji faktor yang menyebabkan
timbulnya tumpang tindih penggunaan lahan. Tumpang tindih lahan
merupakan salah satu sebab terjadinya konflik dalam penggunaan
lahan. Identifikasi fantor-faktor penyebab tumpang tindih penggunaan
lahan ini dilihat dari aspek hukum, sosial dan ekonomi.
4. Mengindentifikasi resolusi konflik dari tumpang tindih penggunaan
lahan
Kajian ini dilakukan untuk menemukan resolusi konflik yang terjadi
dalam penggunaan lahan. Kajian ini juga melihat tindakan-tindakan
yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Untuk
menentukan tindakan yang diperlukan dalam penyelesaian konflik
diperlukan informasi mengenai tahapan konflik yang terjadi saat ini.
b. Ruang lingkup Wilayah
Kegiatan di lakukan di wilayah Kabupaten Pelalawan dengan kajian
konflik terhadap seluruh penggunaan lahan.
Metode kegiatan ini melakukan pengkajian terhadap waktu dan tempat
kegiatan, metode pengambilan data dan analisis data. Kegiatan ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengetahui secara detil
tujuan penelitian yang ingin dicapai sedangkan pendekatan kuantitatif
dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan.

Hal -7

a. Metode Pengambilan Data


Metode yang digunakan dalam pengambilan data disesuaikan dengan
tujuan kegiatan yang ingin dicapai.
Adapun metode dalam
pengambilan data adalah sebagai berikut :
1. Memetakan penggunaan lahan
Data yang diperlukan untuk memetakan penggunaan lahan adalah :
data citra satelit terbaru untuk wilayah Kabupaten Pelalawan untuk
menggambarkan kondisi penutupan lahan saat ini, peta
administasi, peta penggunaan lahan, peta konsesi HTI, peta
perkebunan, peta TGHK.
Data-data tersebut diperoleh dari penelusuran terhadap instasi
yang mengeluarkan data/peta tersebut. Untuk data citra satelit
diperoleh dari Institusi yang mengeluarkan hasil penafsiran citra
satelit tahun 2012. Data-data peta yang lain diperoleh dari data
sekunder dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kementerian
Kehutanan, Bappeda Kabupaten Pelalawan, PTPN IV, Perusahaan
Perkebunan Swasta dll.
2. Memetakan tumpang tindih penggunaan lahan
Data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis terhadap adanya
tumpang tindih penggunaan lahan sebagai sumber dari adanya
konflik ini diperoleh dari hasil pemetaan yang telah diperoleh dari
tujuan pertama kegiatan ini.
Kajian ini dilakukan dengan memetakan potensi tumpang tindih
yang terjadi dalam penggunaan lahan. Tumpang tindih tersebut
dapat dibedakan berdasarkan fungsi kawasan/lahan atau antar
pelaku.
3. Mengindentifikasi penyebab tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan mengkaji faktor yang menyebabkan
timbulnya tumpang tindih penggunaan lahan. Tumpang tindih
lahan merupakan salah satu sebab terjadinya konflik dalam
penggunaan lahan. Identifikasi fantor-faktor penyebab tumpang
tindih penggunaan lahan ini dilihat dari aspek hukum, sosial dan
ekonomi.
Pengumpulan data dilakukan melalui hasil wawancara secara
mendalam dengan pihak yang berkonflik, baik itu perusahaan,
instansi pemerintah maupun masyarakat.
Untuk mendalami
informasi yang diperoleh dari wawancara mendalam ini dilakukan
pengamatan dan observasi lapangan pada lokasi penggunaan lahan
berkonflik.
4. Mengindentifikasi resolusi konflik dari tumpang tindih penggunaan
lahan
Kajian ini dilakukan untuk menemukan resolusi konflik yang terjadi
dalam penggunaan lahan. Kajian ini juga melihat tindakan-tindakan
yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

Hal -8

Data yang dibutuhkan untuk kajian ini adalah tahapan konflik dari
tiap lokasi yang mengalami konflik penggunaan lahan.
Data
diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap pelaku yang
berkonflik dalam penggunaan lahan.
Data yang dikumpulkan
adalah data yang menunjukkan tahapan konflik dan data yang
dibutuhkan untuk mencari penyelesaian konflik yang terjadi.
b.Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan sesaui dengan tujuan penelitian yang akan
dicapai. Analisis data untuk tiap tujuan kegiatan adalah :
1. Memetakan penggunaan lahan
Analisis data untuk memetakan penggunaan lahan ini dilakukan
dengan menggunakan software GIS dengan produk akhir adalah
peta penggunaan lahan yang terdiri atas : peta penggunaan lahan,
peta konflik, peta konsesi HTI, peta perkebunan (BUMN, Swasta dan
perkebunan rakyat), peta administrasi.
2. Memetakan tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan memetakan potensi tumpang tindih
yang terjadi dalam penggunaan lahan. Tumpang tindih tersebut
dapat dibedakan berdasarkan fungsi kawasan/lahan atau antar
pelaku. Untuk menentukan adanya tumpang tindih penggunaan
lahan ini menggunakan pendekatan GIS dengan melihat pada
status lahan dan penggunaan lahan saat ini dan melalui
pengamatan dan wawancara kepada masyarakat.
Untuk
mendapatkan informasi ada tidaknya konflik yang terjadi dilakukan
dengan wawancara kepada pihak pemegang konsesi (untuk HTI),
perkebunan BUMN dan swasta, serta wawancara kepada tokoh
masyarakat. Informasi tentang ada tidaknya konflik dicari pula
melalui pemberitaan media (Koran Riau Pos, Tribun Pekanbaru
maupun Haluan Riau)
3. Mengindentifikasi penyebab tumpang tindih penggunaan lahan
Kajian ini dilakukan dengan mengkaji faktor yang menyebabkan
timbulnya tumpang tindih penggunaan lahan. Identifikasi fantorfaktor penyebab tumpang tindih penggunaan lahan ini dilihat dari
aspek hukum, sosial dan ekonomi. Untuk menganalisis faktor-faktor
penyebab konflik tersebut dilakukan analisis secara deskriptif
melalui pengajian terhadap aspek hukum terkait status lahan,
sejarah desa/masyarakat dan keterkaitan masyarakat ekonomi
dengan lahan.
4. Mengindentifikasi resolusi konflik dari tumpang tindih penggunaan
lahan
Kajian ini dilakukan untuk menemukan resolusi konflik yang terjadi
dalam penggunaan lahan. Analisis mengenai resolusi konflik ini
melalui analisis tahapan konflik yang terjadi dan upaya
penyelesaian secara hukum ataupun politik.

Hal -9

12. Keluaran (Out Put)


Keluaran kegiatan ini adalah diperolehnya cara penyelesaian konflik
dalam penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan
13. Peralatan, Personil dan Fasilitas
Komitmen (Kuasa Pengguna Anggaran)

dari

Pejabat

Pembuat

Peralatan, Personil dan Fasilitas dari Pejabat Pembuat Komitmen adalah


sebagaimana tercantum dalam RKA kegiatan ini.
14. Peralatan dari Penyedia Jasa
-

Komputer PC/Laptop
Printer A4
GPS
Kendaraan Roda 4 dan Roda 2
Program Pemetaan

15. Lingkup Kewenangan Penyedia Jasa


Penyedia Jasa harus bekerja sama sepenuhnya kepada KPA dan PPTK dari
Kegiatan
persiapan
sampai
penyerahan
pekerjaan.
Dalam
pelaksanaannya Penyedia Jasa harus bekerja dengan penuh tanggung
jawab sesuai dengan kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan yang telah
ditentukan oleh satker.
16. Jangka Waktu Penyelesaian Kegiatan
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan Riset Konflik
Penggunaan Lahan di Kabupaten Pelalawan adalah 90 (sembilan puluh)
hari kalender sejak ditandatangani SPMK.
17. Personil
Personil yang dibentuk untuk menyelesaikan pekerjaan Riset Konflik
Penggunaan Lahan di Kabupaten Pelalawan terdiri dari seorang Ketua Tim
yang didukung oleh sejumlah Tenaga Ahli, Asisten Tenaga Ahli, Tenaga
Teknis dan Tenaga Pendukung. Jumlah tenaga dan jenis keahlian yang
dilibatkan disesuaikan dengan jenis keahlian yang dibutuhkan, volume
dan waktu pelaksanaan pekerjaan ini.
Susunan Tim untuk pelaksanaan pekerjaan Riset Konflik Penggunaan
Lahan di Kabupaten Pelalawan sekurang-kurangnya terdiri atas kualifikasi

Hal -10

personil baik tenaga ahli, maupun


persyaratan sebagai berikut :

pendukung

harus

memenuhi

Hal -11

NO

URAIAN

Tenaga Ahli
- Tenaga Ahli Kehutanan (Ka. Tim)
- Tenaga Ahli Sosiologi (1 orang)
- Tenaga Ahli GIS (1 orang)
- Tenaga Ahli Hukum (1 orang)
- Tenaga Ahli Ekonomi Pertanian (1
orang)
2.
Tenaga Teknis
- Tenaga Teknis (5 orang)
3
Tenaga Pendukung
- Operator GIS (1 Orang)
- Administrasi (1 Orang)
Jumlah

KUALIFIKASI

JUMLAH
ORANG
BULAN (OB)

1.

Ahli Kehutanan
Ahli Sosiologi
Ahli GIS
Ahli Hukum
Ahli
Ekonomi
Pertanian
Surveyor
Operator GIS
Aministrasi

3
3
3
3
3
15
3
3
36 OB

Kualifikasi personil baik Tenaga Ahli, Tenaga teknis mapun pendukung


harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tenaga Ahli :
1) Tenaga Ahli Kehutanan (Ketua Tim), sebanyak 1 (satu)
orang.
Tenaga ahli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Minimal Lulus Strata 2 (S-2) Kehutanan, Perguruan Tinggi Negeri
atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah disamakan atau
Perguruan Tinggi Swasta dengan status lain yang mengikuti ujian
negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi
dari Dikti / Diknas dengan pengalaman dibidangnya minimal 5
(lima) tahun.
b. Membuat Daftar Riwayat Hidup/ Curiculum Vitae yang harus ditulis
dengan teliti dan benar, ditandatangani oleh yang bersangkutan,
diketahui oleh Pimpinan perusahaan dan dilampiri dengan copy
ijazah terakhir yang dipergunakan sebagai dasar untuk
perhitungan Pengalaman kerja.(Contoh pengisian Curiculum Vitae
terlampir).
c. Membuat surat pernyataan kesediaan untuk ditugaskan sebagai
tenaga ahli dan tidak melaksanakan pekerjaan lain pada waktu
yang bersamaan yang dapat mengurangi waktu keterlibatan
dalam tugasnya dan dilampirkan dalam usulan teknis yang
diajukan.
d. Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.
2) Tenaga Ahli Sosiologi, sebanyak 1 (satu) orang.
Tenaga ahli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Hal -12

a.

Minimal Lulus Strata 2 (S-2) Sosiologi, Perguruan Tinggi


Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah disamakan atau
Perguruan Tinggi Swasta dengan status lain yang mengikuti ujian
negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi
dari Dikti / Diknas dengan pengalaman dibidangnya minimal 5
(lima) tahun.
b.
Membuat Daftar Riwayat Hidup/ Curiculum Vitae yang harus
ditulis dengan teliti dan benar, ditandatangani oleh yang
bersangkutan, diketahui oleh Pimpinan perusahaan dan dilampiri
dengan copy ijazah terakhir yang dipergunakan sebagai dasar
untuk
perhitungan
Pengalaman
kerja.(Contoh
pengisian
Curiculum Vitae terlampir).
c.
Membuat surat pernyataan kesediaan untuk ditugaskan
sebagai tenaga ahli dan tidak melaksanakan pekerjaan lain pada
waktu yang bersamaan yang dapat mengurangi waktu
keterlibatan dalam tugasnya dan dilampirkan dalam usulan
teknis yang diajukan.
d.
Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.
3) Tenaga Ahli GIS sebanyak 1 (satu) orang.
Tenaga Ahli GIS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Minimal Lulus Strata 2 (S-2) Jurusan Geografi/ Geodesi Perguruan
Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah
disamakan atau Perguruan Tinggi Swasta dengan status lain
yang mengikuti ujian negara atau perguruan tinggi luar negeri
yang telah diakreditasi dari Dikti/Diknas dengan pengalaman
dibidangnya minimal 5 (lima) tahun.
b. Membuat Daftar Riwayat Hidup/ Curiculum Vitae yang harus
ditulis dengan teliti dan benar, ditandatangani oleh yang
bersangkutan, diketahui oleh Pimpinan perusahaan dan dilampiri
dengan copy ijazah terakhir yang dipergunakan sebagai dasar
untuk
perhitungan
Pengalaman
kerja.(Contoh
pengisian
Curiculum Vitae terlampir).
c. Membuat surat pernyataan kesediaan untuk ditugaskan sebagai
tenaga ahli dan tidak melaksanakan pekerjaan lain pada waktu
yang bersamaan yang dapat mengurangi waktu keterlibatan
dalam tugasnya dan dilampirkan dalam usulan teknis yang
diajukan.
d. Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.
4) Tenaga Ahli Hukum, sebanyak 1 (satu) orang.
Tenaga ahli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Minimal Lulus Strata 2 (S-2) Hukum, Perguruan Tinggi Negeri atau
Perguruan Tinggi Swasta yang telah disamakan atau Perguruan
Tinggi Swasta dengan status lain yang mengikuti ujian negara atau
Hal -13

perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi dari Dikti /


Diknas dengan pengalaman dibidangnya minimal (lima) tahun.
b. Membuat Daftar Riwayat Hidup/ Curiculum Vitae yang harus ditulis
dengan teliti dan benar, ditandatangani oleh yang bersangkutan,
diketahui oleh Pimpinan perusahaan dan dilampiri dengan copy
ijazah terakhir yang dipergunakan sebagai dasar untuk
perhitungan Pengalaman kerja.(Contoh pengisian Curiculum Vitae
terlampir).
c. Membuat surat pernyataan kesediaan untuk ditugaskan sebagai
tenaga ahli dan tidak melaksanakan pekerjaan lain pada waktu
yang bersamaan yang dapat mengurangi waktu keterlibatan
dalam tugasnya dan dilampirkan dalam usulan teknis yang
diajukan.
d. Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.
5) Tenaga Ahli Ekonomi Pertanian, sebanyak 1 (satu) orang.
Tenaga ahli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Minimal Lulus Strata 2 (S-2) Pertanian, Perguruan Tinggi Negeri
atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah disamakan atau
Perguruan Tinggi Swasta dengan status lain yang mengikuti ujian
negara atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi
dari Dikti / Diknas dengan pengalaman dibidangnya minimal
(lima) tahun.
b. Membuat Daftar Riwayat Hidup/ Curiculum Vitae yang harus ditulis
dengan teliti dan benar, ditandatangani oleh yang bersangkutan,
diketahui oleh Pimpinan perusahaan dan dilampiri dengan copy
ijazah terakhir yang dipergunakan sebagai dasar untuk
perhitungan Pengalaman kerja.(Contoh pengisian Curiculum Vitae
terlampir).
c. Membuat surat pernyataan kesediaan untuk ditugaskan sebagai
tenaga ahli dan tidak melaksanakan pekerjaan lain pada waktu
yang bersamaan yang dapat mengurangi waktu keterlibatan
dalam tugasnya dan dilampirkan dalam usulan teknis yang
diajukan.
d. Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.

2. Tenaga Teknis sebanyak 6 (enam) orang


Tenaga Teknis harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Minimal Pendidikan D3 Perguruan Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi
Swasta yang telah disamakan atau Perguruan Tinggi Swasta dengan
status lain yang mengikuti ujian negara atau perguruan tinggi luar
negeri yang telah diakreditasi dari Dikti / Diknas dengan pengalaman
dibidangnya minimal 3 (tiga) tahun.
3. Tenaga pendukung :

Hal -14

a. Tenaga Operator GIS sebanyak 1 (satu) orang


Tenaga Operator GIS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Minimal Pendidikan S1 Jurusan Geografi/ Geodesi Perguruan
Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah
disamakan atau Perguruan Tinggi Swasta dengan status lain yang
mengikuti ujian negara atau perguruan tinggi luar negeri yang
telah diakreditasi dari Dikti / Diknas dengan pengalaman
dibidangnya minimal 3 (tiga) tahun.
2) Mampu mengoperasikan GIS

b. Tenaga Administrasi sebanyak 1 (satu) orang.


Tenaga Administrasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Minimal lulus Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah
Menengah Ekonomi Atas (SMEA) atau yang sederajad
Tenaga ahli dan Tenaga pendukung lainnya apabila berstatus Pegawai
Negeri, Pegawai BI, BHMN, BUMN, BUMD harus mengambil cuti diluar
tanggungan negara/BHMN/
BUMN/BUMD,
surat
cuti dimaksud
ditunjukkan dan copynya diserahkan kepada Panitia apabila perusahaan
yang menggunakan jasa bersangkutan ditunjuk sebagai pemenang.
18.

Jadwal Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :


Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

Bulan Ke

N
o.

II

III

KEGIATAN
Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke
I

II III IV I

II III IV I

II III IV

1. Pembentukan dan
Konsolidasi Team
Pelaksana

Hal -15

2. Survey Lapangan
3. Pengumpulan,
Pengolahan Data dan
Konsultasi
4. Pembuatan Peta
5. Penyusunan Laporan
6. Presentasi dan Revisi
Pekerjaan
7. Penyerahan
Pekerjaan

Hasil

LAPORAN

18. Laporan Pendahuluan


Laporan Pendahuluan berisikan gambaran umum pekerjaan Riset Konflik
Penggunaan Lahan di Kabupaten Pelalawan dan rincian rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan, yang disampaikan kepada PPK
selambat lambatnya 15 hari kalender sejak SPMK diterbitkan. Laporan
Pendahuluan dicetak 5 (lima) buku.
19. Draft Laporan Akhir

Hal -16

Draf Laporan Akhir memuat Laporan Fakta dan Analisa atau hasil
sementara pelaksanaan tinjauan lapangan berupa data primer (existing)
hasil pengamatan, wawancara dan pengukuran serta data sekunder dari
Dinas/Instansi yang terkait. Laporan Antara dicetak 5 (lima) buku.
20. Laporan Akhir
Setelah pekerjaan Riset Konflik Penggunaan Lahan di Kabupaten
Pelalawan selesai dilaksanakan secara keseluruhan (100 %), maka
pihak konsultan / perusahaan harus membuat laporan akhir dicetak
10 (sepuluh) buku.
22.

Dokumentasi

Selain laporan tersebut diatas juga harus dilampirkan foto-foto


dokumentasi dari setiap hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh
konsultan / perusahaan, photo yang dibuat adalah photo digital disertai
CD nya, diserahkan kepada pihak proyek sebagai bukti dari pekerjaan.

Hal -17

HAL-HAL LAIN

21. Produksi dalam Negeri


Semua kegiatan jasa konsultansi berdasarkan KAK ini harus dilakukan
didalam wilayah Negara Republik Indonesia kecuali ditetapkan lain dalam
angka 4 KAK dengan pertimbangan keterbatasan kompetensi dalam
negeri.
22. Persyaratan Kerjasama
Mengingat biaya pelaksanaan pekerjaan relatif terbatas, maka dalam
pelaksanaan pekerjaan ini tidak diperkenankan dikerjasamakan dengan
konsultan lain.
23. Pedoman Pengumpulan Data Lapangan
Pengumpulan data lapangan harus memenuhi persyarakat akurat, objektif
dan representatif.
24. Alih Pengetahuan
Jika diperlukan, Penyedia Jasa Konsultansi berkewajiban untuk
menyelenggarakan pertemuan dan pembahasan dalam rangka alih
pengetahuan kepada personil proyek/satuan kerja berupa penjelasan
kepada PA/PPTK.

Pekanbaru,

30 April 2013

PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

BUDI SURLANI, S.Hut,


MM
NIP. 19701206 199503 1 002

Hal -18

Anda mungkin juga menyukai