DISUSUN OLEH :
WAHYU FITRIYANA
NIM. P.12057
DI SUSUN OLEH :
WAHYU FITRIYANA
NIM.P.12057
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul Aplikasi Tindakan Mobilisasi Progresif Terhadap
Resiko Dekubitus Dengan Post Kraniotomi Pada Asuhan Keperawatan Ny. T
Dengan Post Kraniotomi Di Ruang HCU Bedah Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya
kepada yang terhormat :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Surakarta,
Penulis
vi
April 2015
HALAMAN PERSEMBAHAN
Syukur Ahamdulillah atas segala rahmat dan hidayahnya dan dengan segala rendah hati saya dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dan saya persembahkan untuk orang yang kusayangi
Ayah ku Hudiyono dan ibu ku tercinta sri wahyuni yang tiada henti-hentinya memberi doa restu,
kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang yang sukses.
Dan saudaraku yang ku sayanggi linda febriyanti yang selalu memberikan
motivasi dan support setiap langkahku.
Serta tidak lupa orang-orang yang aku sayangi Ruben Eka Mulya, Anisa Perdinant, Oktavia Narrila Wati,
Siti Nurhidayah, Lailatul Mubarokah, Antonius Rangga, Ahmad Abror, Arief Widiatmoko, Romhat Adi
Saputra Rita puspitasari, Radetya Prima, Risky ramadan, Afif alfianto, Fajar jatmiko dan alm. Herdi setia
Pratama dan juga teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, semoga perjalanan
yang kita tempuh selama ini mampu menjadikan kita lebih baik, bijaksna dan dewasa.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 kelas 3A dan 3B.
Alfyana Nadya, S. Kep., Ns., M. Kep. terimakasih atas bimbingannya selama ini.
Almamaterku tercinta
vii
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
vi
vii
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .........................................................................
1.
2.
13
3.
Dekubitus ..........................................................................
20
4.
Mobilisasi .........................................................................
27
30
31
32
32
32
32
34
viii
35
BAB V
B. Pengkajian ...............................................................................
35
43
44
45
50
PEMBAHASAN
A. Pengkajian ...............................................................................
54
59
C. Intervensi .................................................................................
63
D. Implementasi ...........................................................................
66
E. Evaluasi ...................................................................................
68
71
B. Saran ........................................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
12
30
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Usulan Judul
Lampiran 3.
Surat Pernyataan
Lampiran 4.
Lembar Konsultasi
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Format Pendelegasian
Lampiran 7.
Asuhan Keperawatan
Lampiran 8.
Jurnal Acuan
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang
canggih dan terapi yang intensif. Prioritas pasien yang dikatakan kritis pasien
prioritas satu kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil, yang
memerlukan perawatan yang intensif, dengan bantuan alat-alat ventilasi,
monitoring, dan obat-obatan vasoakif kontinyu dan lain-lain. Misalnya pasien
bedah kardiotorasik, atau pasien shock septik. Pertimbangkan juga derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas dua
pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien
ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera karena pemantauaan intensif
menggunakan metode seperti pulmonary arteri cateter sangat menolong,
misalnya pada pasien penyakit jantung, paru, ginjal, yang telah mengalami
pembedahan mayor.
Pasien prioritas dua umumnya tidak terbatas macam terapi yang
diterimannya. Pasien prioritas tiga pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil,
dimana status kesehatannya sebelumnnya penyakit yang mendasarinnya atau
penyakit akutnnya, baik masing-masing atau kombinasinnya sangat
mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi
ICU. Contoh-contoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik
dan 42%
diantarannya terpasang ventilator mekanik. Di 16 ICU Rumah sakit dinegaranegara asia termasuk indonesian terdapat 1285 pasien sepsis yang
menggunakan ventilator dengan rata-rata lama penggunaan ventilator 3-10
hari dan 575 pasien diantarannya meninggal dunia. Di ICU dan HCU Rumah
sakit Karyadi Semarang selama bulan februari 2010-februari 2012 terdapat 43
pasien end stage renal disease (ESRD) dimana hanya 23% menggunakan
ventilator dan 64% dari total pasien meninggal dunia (Syifa Zakiyyah,2014)
Pasien kritis terpasang ventilator dengan masa rawat yang lama akan
menimbulkan banyak masalah kesehatan yang muncul diantarannya dampak
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang, munculnya pneumonia,
kelemahan, nyeri akut, immobilisasi / bedrest hingga masalah semua funggsi
organ tubuh karena pengaruh infeksi yang didapat saat dirawat di ICU (Syifa
Zakiyyah,2014)
Pasien yang terpasang ventilator mekanik dalam waktu yang lama dan
terbatas pada tempat tidur membutuhkan perawatan total. Disamping itu
pasien kritis diberikan sedasi atau obat penenang yang dapat menurunkan
kesadaran pasien dan mengakibatkan penurunan kemampuan secara aktif
untuk merubah posisi sehingga mengalami tekanan yang lama (Syifa
Zakiyyah,2014)
Penelitiaan yang dilakukan Suriadi didalam jurnal Syifah Zakiyyah,
2014 tentang pengaruh mobilisasi progresif terhadap resiko dekubitus dan
perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis terpasang ventilator diruangan
ICU disalah satu rumah sakit dipontianak menunjukan bahwa imobilitas
merupakam faktor yang signifikan untuk perkembangan dekubitus dengan
hasil menunjukan dalam waktu 24-72 jam,dekubitus sudah dapat terjadi pada
pasien dengan tingkat ketergantungan mobilitas pasien merupakan faktor
yang langsung mempengaruhi beresiko terjadinnya dekubitus. Dekubitus
disebabkan oleh penekanan pada daerah tonjolan tulang dalam jangka waktu
yang lama. Dekubitus merupakan injury terlokalisir pada kulit dan atau
jaringan yang ada di bawahnya pada daerah tonjolan tulang, sebagai akibat
dari pressure, atau combinasi pressure dan shear. Jadi kekuatan tekanan,
gaya geser, dan kekuatan gesekan merupakan kunci dalam penyebab luka
tekan atau dekubitus. (Syifah zakiyyah,2014)
Pengaturan
posisi
merupakan
salah
satu
bentuk
intervensi
berupa mobilisasi tiap dua jam sudah disarankan diberbagai rumah sakit guna
meningkatkan kualitas hidup pasien kritis terpasang ventilator (Syifah
zakiyyah,2014)
Pada umumnya pasien yang menderita penyakit post kraniotomi,
AMI, CKB, stroke, sepsis itu akan mengalami betres total karena ADL nya
tergantung total. Oleh karena itu peneliti memberikan mobilisasi progresif
karena pada pasien post kraniotomi jarang dilakukan mobilisasi.
Di Inggris perawatan di ICU rata-rata perubahan posisi dilakukan
setiap 4.85 jam bukan pada 2jam sekali . Ayello melakukan perubahan posisi
miring kanan miring kiri setiap 2,3 dan 4 jam selama 12 jam diwaktu malam
hari selam 3 hari karena rat-rata pasien terpasang ventilator selama 2-3 hari
(Syifah Zakiyyah,2014).
Saat ini luka dekubitus masih menjadi sebuah ancaman dalam
pelayanan kesehatan karena insidennnya semakin hari semakin meningkat.
Prevalensi dekubitus di Amerika dan Kanada sebesar 5-32 %. Di Korea hal
ini merupakan masalah serius khususnya di ICU. Kejadian luka tekan
meningkat dari 10,5% - 45%. Di Indonesia angka kejadian dekubitus di
rumah sakit secara keseluruhan mencapai 33%.
Penelitian yang dilakukan oleh Syifa Zakkiyah (2014) melibatkan 60
pasien yang dirawat di ICU yang belum menderita dekubitus, kemudian dikaji
resikonya dengan menggunakan skala braden. Pasien diperiksa setiap 2 hari
sekali secara sistematik. Hasil yang diperoleh yaitu 24 pasien mengalami
dekubitus selama peneliti ini, dan pasien yang memperoleh score lebih dari
atau sama dengan 16 tidak ada yang menderita dekubitus, sesuai dengan yang
diprediksi, di RSUD Moewardi angka kejadian dekubitus pada tahun 2009
sebannyak 26%, di ICU RSUD Dr. Moewardi sebanyak 15%, dan di HCU
bedah RSUD Dr. Moewardi sebanyak 10%.
Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 10-12 Maret 2015 di ruang
HCU Bedah RSUD Dr.Moewardi didapatkan pasien post craniotomi yang
bedrest. Penulis tertarik untuk menyusun KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang
berjudul Aplikasi Tindakan Mobilisasi Progresif Terhadap Resiko Dekubitus
Pada Asuhan Keperawatan Ny.T Post Craniotomi Di Ruang HCU Bedah
RSUDDr.Moewardi Surakarta.
B. Tujuan penulisan
1.
Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan mobilisasi progresif terhadap resiko
dekubitus pada Ny. T dengan Post kraniotomi di Ruang HCU bedah
RSUD Dr. Moewardi
2.
Tujuan khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
C. Manfaat penulisan
1. Bagi rumah sakit
Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada
pasien gangguan mobilisasi untuk mencegah dekubitus
2. Bagi profesi keperawatan
Memberikan
kontribusi
dalam
pengembangan
profesi
4. Bagi penulis
Menambah wawasan dengan pengalaman tentang konsep
penyakit serta penatalaksanaannya dalam aplikasi tindakan mobilsasi
progresif dengan pasien yang mengalami betres total.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1.
Pengertian Kraniotomi
Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat
tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan
perdarahan (Hinchliff, 2005).
a.
Indikasi
1) Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
2) Mengurangi tekanan intrakranial
3) Mengevakuasi bekuan darah
4) Mengontrol bekuan darah dan pembean organ-organ intrakranial
5) Tomor otak
6) Perdarahan
7) Kelemahan dalam pembulu darah
8) Peradangan dalam otak
9) Trauma pada tengkorak
b.
Pemeriksaan diagnostik
1) MRI
2) Ct-Scan
3) EEG
4) Sinar X
5) Pemeriksaan brain auditory evoked respon (BAER)
6) Gas darah arteri (GDA)
7) Kimia / elektrolit darah
c.
Etiologi
1) Adannya benturan kepala yang diam terhadap benda yang
sedang bergerak. Misalnnya pukulan-pukulan benda tumpul,
kena lemparan benda tumpul.
2) Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak
bergerak. Misalnnya membentur tanah atau mobil.
3) Faktor genetik
4) Kimia dan virus
5) Radiasi (Sjamsuhidajat, 2002).
d.
e.
10
f.
g.
h.
Patofisiologi
Cedara memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari suatu
trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda
yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam, seperti
trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah apabila kepala
membentur obyek yang secara relatif tidak bergerak seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
11
intrakranial).
Beberapa
kondisi
yang
dapat
12
h. Pathway
Trauma Kepala
Ekstra Kranial
Tulang Kranial
Intra Kranial
Terputusnya
Kontinuitas Jaringan
Kulit Otak
Terputusnya
Kontinuitas Jaringan
Tulang
- Perdarahan
- Hematom
Resiko
Infekasi
Nyeri
- Perubahan Autoregulasi
- Odema serebral
Kejang
Perubahan
Sirkulasi CSS
Peningkatan
TIK
Gangguan
neorologis fokal
Defisit neurologis
Gangguan
persepsi sensori
Hemiasi unkus
Messenfulon tertekan
Resiko injuri
Resiko gangguan efektif
jalan nafas
Gangguan kesadaran
Mobilitas
Lemas
Gambar 2.1 Pathway
Kurangnya perawatan
diri
13
2.
Pengkajian
1) Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor
regestrasi .
2) Lingkungan
Dengan adannya lingkungan yang bersih, maka daya tahan
tubuh penderita akan lebih baik dari pada tinggal dilingkungan
yang kotor.
3) Riwayat penyakit dahulu
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan dahulu
c) Riwayat kesehatan sekarang
4) Premery survey (ABCDE)
a) Airway. Tanda-tanda obyektif sumbatan airway
Look (lihat) apakah penderita mengalami agitas atau
kesadarannya menurun. Listen (dengar) adannya suarasuara abnormal. Pernafasan yang berbunyi (suara napas
tambahan)
wezzing,
ronki,
adalah
pernafasan
yang
14
nadi
(tekanan
sistolik,
tekanan
diastolik).
15
d) Disabilitiy
GCS setelah resusitasi; bentuk ukuran dengan reflek cahaya
pupil, nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese
atau tidak.
e) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian
yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada
cidera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan
bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan
harus menghindari terjadinnya hipotermi (america college
of surgeons; ATLS).
5) Pemeriksaan fisik meliputi
a) Keadaan
umum
umumnya
mengalami
penurunan
16
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
otak
yang
17
Intervensi:
(1) Libatkan keluarga untuk mengawasi klien
Rasional: dengan melibatkan keluarga dapat membantu
proses penyembuhan
(2) Kolaborasi pemberian terapi sesuai dengan program :
oksigen, infus sesuai dengan instruksi, pasang dan beri
makanan melalui sonde atau NGT.
Rasional:
obat-obatan
diperlukan
sesuai
dengan
dengan
ketidakmampuan
melakukan
setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
18
19
warna
kulit
normal
(tidak
kemerahan,
lecet,
mengurangi
tekanan
pada
titik
tekan
untuk
memperlancar
peredarah
darah.
20
3.
Dekubitus
a.
Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit samapai
jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai
tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus
sehingga
mengakibatkan
gangguan
sirkulasi
darah
setempat.
Dekubitus/luka tekan adalah kerusakan jaringan yang
terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang
lunak diatas tulang yang menonjol (bony prpminnence) dan adanya
tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan
akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang
tertekan apabila ini berlangsung lama hal ini dapat menyebabkan
insufisiensi aliran darah, anoksia /iskemi jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel.
Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan
masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami
gangguan mobilitas, seperti pasien stroke. Istilah dekubitus
sebenarnnya kurang tepat dipakai untuk menggambarkan luka tekan
karena asal kata dekubitus adalah decumbere yang artinnya
berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya berkembang pada
pasien yang dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnnya luka
tekan tidak hanya berkembang pada pasien yang terbaring, tapi juga
21
kebalikannya
overwight,
anemia,
hipoalbuminnemia
22
nutrisi
23
g) usia
h) tekanan arteriolar yang rendah
i)
stres emosional
j)
merokok
k) temperatus kulit
d) Manisfestasi klinis dan komplikasi
1) Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang
apabila ditekan ibu jari
2) Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit
3) Dapat timbul nyeri dan tanda-tanda sisitemik peradangan,
termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih
4) Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan
perawatan dirumah sakit yang berkepanjangan bahkan pada
ulkus kecil
e) Penatalaksanaan medis
1) Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring
2) Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan
penempatan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah
berbentuk ulkus dekubitus
3) Sistemik: antibiotik spektrum luas, seperti:
i. amokilin,4x500mg selama 15-30 hari
ii. siklosprem 1-2gram selama 3-10hari
iii. tropikal : salep antibiotik seperti klorampenikel 2gram .
24
f)
perubahan tunas.
(b) Sirkulasi
Tanda: hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema
jaringan.
(c) Eliminasi
Tanda: keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase
darurat, warna mungkin hitam kemerahan, bila terjadi,
mengidentifiasi kerusakan otot.
(d) Makanan atau cairan
Tanda: edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
(e) Neurosensori
Tanda: area kebas atau kesemutan
(f) Pernapasan
Tanda: menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla,
kerusakan
pernafasan.
neurology,
paralysis
abdominal
dan
otot
25
(g) Keamanan
Tanda: adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan,
kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).
2) Diagnosa keperawatan
(a) Kerusakan
intergritas
jaringan
berhubungan
dengan
26
Rasional:
luka
yang
lembab
dapat
mempercepat
kesembuhan
(b) Kerusakn mobilitas fisik berhubungan dengan pembatas
gerak yang diharuskan
(1) Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi
Rasional:
gerakan
teratur
menghilangkan
tekanan
27
4) Evalusi
(a) Pasien dapat menjegah dan mengidentifikasi faktor penyebab
luka dekubitus menunjukan kemajuan penyembuhan
(b) Pasien mempuyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat
(c) Pasien menunjukan peningkatan berat badan dan masa otot.
4.
Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperluka untuk meningkatkan kemandirian diri
meningkatkan kesehatan memperlambat proses penyakit pada pasien
yang dirawat diICU diperlukan mobilisasi . Mobilisasi progresif adalah
serangkai rencana yang dibuat untuk mempersiapkan pasien agar mampu
bergerak atau berpindah tempat secara bersenjang dan berkelanjutan.
Tujuan dilakukan mobilsasi progresif diruang ICU adalah untuk
mengurangi resiko dekubitus menurunkan lama penggunaan ventilator,
untuk mengurangi insedent ventilatet acute pnenomia(viape) mengurangi
waktu
penggunaan
sedarsi,
menurunkan
delenium
meninggkat
kemampuan pasien untuk berpindah dan meninggkat kan fungsi organorgan tubuh.
Pelaksanaan mobilisasi progresif dilaksanakan setiap 2jam sekali
dan memiliki waktu jeda atau istirah untuk merubah posisi lainnya
selama 5-10 menit ( Zakiyah,2014)
28
b.
29
B. KERANGKA TEORI
`
AKSELERASI
1. Trauma kepala
2. Lemparan benda tumpul
3. Perdarahan
Post kraniotomi
DESELERASI
Apabila
kepala
membentur
obyek yang secara relatif tidak
bergerak seperti badan mobil
atau tanah
Peningkatan TIK
Hipoksia
Hiperkarbia
Hipotensi
Penurunan
kesadaran
Bedrest
Resiko
Dekubetus
Penatalaksanaan dengan
mobilisasi progresif
Hinchliff, Sue, 2005
Syifa Zakiyyah, 2014
Gambar 2.2 Kerangka Teori
30
C. KERANGKA KONSEP
Pasien post kraniotomi
Resiko dekubitus
Pencegahan dekubitus:
Mobilisasi progresif
BAB III
METODE PENELITIAN
2.
Fase orientasi
a.
b.
Memperkenalkan diri
c.
d.
e.
f.
Mencuci tangan
Fase kerja
a.
b.
Mempersiapakan alat
31
32
c.
d.
3.
Fase terminasi
a.
Membereskan alat
b.
Mengevaluasi tindakan
c.
Mencuci tangan
d.
Berpamitan
33
E. Alat Ukur
Alat ukurnya menggunakan skala branden yang mempuyai 6 sub skala
yaitu persepsi sensori dengan nilai 1 sama sekali terbatas (nilai normal 4 tidak
terganggu), kelembapan dengan nilai 3 kadang lembab (nilai normal 4 jarang
lembab), aktivitas dengan nilai 1 baring total (nilai normal 4 sering jalan),
mobilitas dengan nilai 1 imobilitas (nilai normal 4 tidak terbatas), nutrisi
dengan nilai 4 sangat baik (nilai normal 4 sangat baik), gesekan dan robekan
dengan nilai 3 tidak ada masalah (nilai normal 3 tidak ada masalah).
BAB IV
LAPORAN KASUS
34
35
36
: meninggal
: tinggal satu rumah
Riwayat kesehatan keluarga, anak klien mengatakan klien pernah
jatuh di kamar mandi, sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit
karena mengalami hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, anak klien
mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat
pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik.
Pengkajian primer
1.
2.
3.
4.
Disability : koma E:2, V:1, M:2, reflek pupil terhadap cahaya positif,
isokor kanan kiri 2/2
5.
Exposure : S 36,5C, tidak ada resiko jatuh, kulit tampak lembab, tidak
kemerahan
37
Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit klien
tidak memiliki keluhan. Klien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, bau
khas, dan warna kuning kecokelatan. Pada pola eliminasi BAK, sebelum sakit
klien mengatakan BAK 4-6x sehari 150cc sekali BAK dengan warna
kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit, klien
38
39
40
41
1.1), ureum 30 mg/dl (nilai normal 250), natrium darah 141 mmol/l (nilai
normal 136-145), kalium darah 3.3 mmol/l (nilai normal 3.3-5.1), eholorida
darah 106 mmol/l (nilai normal 98-106), PH 7.444 (nilai normal 7.3507.450), BE -0.3 mmol/l (nilai normal -2-+3), PcO2 35.0 mmHg (nilai normal
27.0-41.0), CO2 98.6 mmHg (nilai normal 83.0-108.0), hematokrit 32 %
(nilai normal 37-50), HCO3 24.1 mmol/l (nilai normal 21.0-28.0), total CO2
21.5 mmol/l (nilai normal 19.0-24.0), O2 saturasi 98.0 % (niali normal 94.098.0)
Hasil CT Scan pada tanggal 27 Februari 2015-03-29
CT Scan kepala kontrol (post craniotomi) potongan axial, jarak itisan
5/10 mm, tanpa kontras. Ada area hypodeus/densitas cairan disepanjang
calvaria fronto per istalis kanan (slince 07 s/d 10). Ada lesi hypodeus dengan
perifocal odema dilobus perietalis kaman ( slince 11 s/d 13). Stuktura linea
mediana terdorong ke kiri kesan SDE regio fronto parietalis dextra dan
ada ICH dengan perifocal odema dilobus parientalis dextra serta ada space
occupaying.
Selama dirawat di HCU bedah pasien mendapatkan therapy
ceftriaxone 2 gr antibiotik, ranitidin 50 mg antiematik, asam tranexamat
500mg perdarah ab normal pasca operasi, manitol 100cc air dalam otak yang
mengalami injuri, ketopain 100mg analgesik, cyprofloksasin 400gr antibiotik,
infus RL 20tpm cairan elektrolit.
42
43
D. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan selebra berhubungan dengan hipertensi dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam perfusi jaringan selebra efektif
dengan kriteria hasilGCS meningkat E3, V2, M3, tanda-tanda vital dalam batas
normal tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20
kali per menit, suhu 36,5oC, tidak ada peningkatan tekanan intra kranial
(Tekanan darah tidak naik, tidak terjadi penurunan kesadaran).
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah
observasi status neurologis, dengan rasional untuk mengetahui tingkat
kesadaran, observasi TTV, dengan rasional untuk mengetahui keadaan umum
klien, posisikan kepala ditinggikan 300, dengan rasional untuk menurunkan
tekanan arteri dan mencegah peningkatan tekanan intra kranial, ciptakan
lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung, dengan rasional untuk
memberikan kenyamana kepada klien, kolaborasi dengan dokter pemberian
obatmanitol 100 cc/6 jam, dengan rasional untuk meningkatkan keefektifan
sirkulasi sirkulasi ke serebral dan mengurangi tekanan intra kranial.
Rencana keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam mobilitas fisik dapat teratasi
dengan kriteria hasilkekuatan otot bertambah tiga, mampu bergerak secara
bertahap, tidak terjadi kontraktur sendi.
.
44
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan untuk diagnosa keridakefektifan perfusi
jaringan serebral b.d hipertensi pada tanggal 10 Maret 2015 pada jam 09.15
mengobservasi status neurologis data subyektif klien tidak terkaji karena
45
pasien tidak sadar, data obyektif klien tampak lemah, kesadaran koma, GCS:
E2, V1, M2, pupil isokor 2 mm. Jam 08.30 WIB mengkolaborasikan
pemberian obat sesuai advis dokter yaitu manitol 100 cc/6 jam, ceftriaxone 1
gram/12 jam respon klien tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon
obyektif obat masuk lewat selang infus IV. Jam 09.20 WIB mengobservasi
TTV respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif
tekanan darah 140/80 mmHg, nadi : 86 kali per menit, pernafasan : 22 kali
per menit, suhu : 36,5 0C Jam 13.00 WIB menciptakan lingkungan yang
tenang respon obyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon subyektif
klien tampak tenang berada diruang High Care Unit (HCU).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada 11 Maret 2015 pada jam
09.15 mengobservasi status neurologis data subyektif klien tidak terkaji
karena pasien tidak sadar, data obyektif klien tampak lemah, kesadaran koma,
GCS: E2, V1, M2, pupil isokor 2 mm. Jam 08.30 WIB mengkolaborasikan
pemberian obat sesuai advis dokter yaitu manitol 100 cc/6 jam, ceftriaxone 1
gram/12 jam respon klien tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon
obyektif obat masuk lewat selang infus IV. Jam 09.20 WIB mengobservasi
TTV respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif
tekanan darah 140/90 mmHg, nadi : 86 kali per menit, pernafasan : 22 kali
per menit, suhu : 36,5 0C Jam 13.00 WIB menciptakan lingkungan yang
tenang respon obyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon subyektif
klien tampak tenang berada diruang High Care Unit (HCU).
46
47
48
tidak sadar, respon obyektif kulit sedikit lembab, tidak kemerahan, score
dekubitus 13 (mempuyai resiko sedang).. Jam 10.20 WIB memberikan posisi
alih baring miring kanan, miring kiri respon subyektif tidak terkaji karena
klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak dimiringkan kekiri dan
dibantu oleh keluarga dan perawat, tampak bantal diletakan disebelah kanan
klien. Jam 10.30 WIB mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan
loution respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif
keluarga tampak mengoleskan loution pada daerah yang tertekan. Jam 11.00
WIB mempertahankan tmpa tidur yang bersih dan bebas kerutan respon
subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tempat tidur
klien tampak bersih, terpasang perlak, sprei bersih dan kering.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015
pada jam 10.15 WIB mengobservasi keadaan kulit respon subyektif tidak
terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif kulit sedikit lembab, tidak
kemerahan, score dekubitus 13 (mempuyai resiko sedang).. Jam 10.20 WIB
memberikan posisi alih baring miring kanan, miring kiri respon subyektif
tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak
dimiringkan kekiri dan dibantu oleh keluarga dan perawat, tampak bantal
diletakan disebelah kanan klien. Jam 10.30 WIB mengajarkan kepada
keluarga untuk memberikan loution respon subyektif keluarga mengatakan
bersedia, respon obyektif keluarga tampak mengoleskan loution pada daerah
yang tertekan. Jam 11.00 WIB mempertahankan tmpa tidur yang bersih dan
bebas kerutan respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon
49
obyektif tempat tidur klien tampak bersih, terpasang perlak, sprei bersih dan
kering.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pada jam 10.15
WIB mengobservasi keadaan kulit respon subyektif tidak terkaji karena klien
tidak sadar, respon obyektif kulit sedikit lembab, tidak kemerahan, score
dekubitus 13 (mempuyai resiko sedang).. Jam 10.20 WIB memberikan posisi
alih baring miring kanan, miring kiri respon subyektif tidak terkaji karena
klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak dimiringkan kekiri dan
dibantu oleh keluarga dan perawat, tampak bantal diletakan disebelah kanan
klien. Jam 10.30 WIB mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan
loution respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif
keluarga tampak mengoleskan loution pada daerah yang tertekan. Jam 11.00
WIB mempertahankan tmpa tidur yang bersih dan bebas kerutan respon
subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tempat tidur
klien tampak bersih, terpasang perlak, sprei bersih dan kering.
F. Evaluasi Tindakan
Evaluasi keperawatan pada hari selasa, 10 maret 2015 jam 13.30 WIB
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan
hipertensi dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien
tampak lemah, kesadaran koma, GCS E2, M1, V2, TTV: TD: 140/80 mmHg,
N: 86x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,5, masalah belum teratasi kesadaran
koma, GCS E2, V1, M2, TD 140/80 mmHg, planning lanjutkan intervensi:
monitor tanda-tanda vital, monitor keadaan umum, kesadaran, monitor tanda-
50
tanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat manitol 100
cc.
Selasa, 10 maret 2015 jam 13.35 WIB diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak belum bisa menggerakan
ekstermitasnya bagian kiri, klien tampak lemah, aktivitas terganggu total,
kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0
masalah belum teratasi aktivitas tergantung total kekuatan otot kanan atas
bawah 1, dan kekuatan otot kiri atas bawah 0, planning lanjutkan intervensi:
observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, ajarkan keluaraga untuk alih
baring, kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Selasa 10 Maret 2015 jam 13.50 WIB
51
52
teratasi kesadran sopor, GCS E3, M3, V2, planning lanjutkan intervensi:
monitor tanda-tanda vital, monitor keadaan umum, kesadaran, monitor tandatanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat manitol 100
cc.
Kamis 12 Maret 2015 jam 14.05 WIB diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak belum bisa menggerakan
ekstermitasnya bagian kiri, klien tampak lemah, aktivitas terganggu total,
kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0
masalah belum teratasi aktivitas tergantung total, kekuatan otot kanan atas,
bawah 1, kekuatan otot kiri atas, bawah 0, planning lanjutkan intervensi:
observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, ajarkan keluarga untuk alih
baring, kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Kamis 12 Maret 2015 jam 14.15 WIB diagnosa resiko kerusakan
intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP pasien tidak sadar, kesadaran koma kulit tampak
lembab, score branden 13 (mempuyai resiko sedang), tidak ada kemerahan,
masalah teratasi tidak ada tanda tanda dekubitus, planning lanjutkan
intervensi observasi tanda-tanda dekubitus, lakukan mobilisasi pasif per 2 jam
(miring kanan, miring kiri).
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi tindakan mobilisasi
progresif terhadap resiko dekubitus pada asuhan keperawatan Ny. T dengan post
kraniotomi di ruang HCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Disamping itu penulis
akan membahas tentang adanya kesesuaian dan kesenjanga yang terjadi antara
teori dengan kenyataan. Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Tahap pengkajian adalah tahap proses pengumpulan data yang relevan
dan kontinyu tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan
masalah klien. Tujuan pengkajian adalah untuk memperoleh informasi
tentang keadaan kesehatan klien.
Metode pengkajian yang dilakukan dengan metode autoanamnesa
dan alloanamnesametode pengkajian autoanamesa adalah jenis data yang
dikumpulkan antara data berdasarkan data fokus. Metode pengkajian
alloanamnesa adalah wawancara dengan keluarga atau orang terdekat.
Hasil pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 pada Ny. T
mengalami penurunan kesadaran, kesadaran koma, GCS E2, V1, M2.
Penurunan kesadaran adalah tidak ada respon motorik atau verbal terhadap
53
54
stimulus eksternal.GCS E2: mata terbuka dengan respon nyeri, V1: tidak
berespon, M2: dengan rangsangan nyeri (Weinstock, 2013).
Hasil pengkajian pada Ny. T yang dilakukan tanggal 10 maret 2015
jam 08.00 WIB. Dokter mendiagnosa post craniotomi. Post craniotomi adalah
operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi
TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff,
sue. 2005). Etiologi kraniotomi adalah adannya benturan kepala yang diam
terhadap benda yang sedang bergerak misalnya: pukulan-pukulan benda
tumpul, kena lemparan benda tumpul. Kepala membentur benda atau objek
yang secara relative tidak bergerak misalnnya; membentur tanah atau mobil
(sjamsuhidajat, 2002). Penyebab pada Ny.T yaitu perdarahan pada otak.
Tanda dan gejala kraniotomi adalah nyeri kepala, bingung, mengantuk,
menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil (Sjamsuhidajat, 2002).
Pola pengkajian primer airway tidak ada sumbatan tidak ada suara
nafas tambahan, Breathing menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 3 liter
per menit RR: 22 x/menit karena untuk memenuhi suplai O2 dalam otak
(Potter & Perry, 2005), Circulation tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 86 kali
x/menit, capillary refile kurang dari 3 detik, akral hangat. Disability, Glascow
Coma Skale (GCS) adalah E2, V1, M2, kesadaran koma, reflek pupil terhadap
cahaya positif, isokor kanan kiri 2 mm, Exposure suhu 36,5oC, kulit
lembab, tidak ada kemerahan, tidak ada resiko jatuh.
Hasil pengkajian pemeriksaan fisik mendapatkan data tekanan darah
140/80 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
55
kekuatan
otot
dilakukan
ROMmerupakan
istilahuntuk
56
57
58
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon
individu, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial. Tujuannya adalah mengarahkan rencana asuhan keperawatan untuk
membantu klien dan keluarga terhadap penyakit dan menghilangkan masalah
keperawatan (Dermawan, 2012).
Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk
menentukan masalah yang menjadi prioritas untuk diatasi terlebih dahulu,
adapun cara membuat skala prioritas pada Ny. T menggunakan hierarki
maslow yang meliputi kebutuhan (fisiologis, rasa aman nyaman, cinta dan
kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri) karena dengan memahami konsep
dasar manusia Maslow, maka akan diperoleh persepsi yang sama bahwa
untuk beralih ke tingkat kebutuhan manusia yang lebih tinggi, kebutuhan
dasar harus terpenuhi dahulu. Artinya terdapat kebutuhan yang lebih tinggi
yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan lain terpenuhi (Rohmah dan Walid,
2012).
Berdasarkan data yang diambil penulis, ditegakkan diagnosa yang
utama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipertensi. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan
59
60
61
diagnosa ini ditandai dengan adanya data subyektif kesadaran pasien koma.
Data obyektif pasien tidak sadar, kesadaran koma, GCS E2, V1, M2, kulit
tampak lembab, tidak ada kemerahan, pasien tampak berbaring, scocre
branden 13 (mempuyai resiko sedang). Risiko kerusakan intergitas kulit ini
diambil karena pasien mengalami hemiparasis sehingga dalam imobilitas
terganggu dan pasien mengalami tirah baring di tempat tidur, sehingga pasien
tersebut bagian tubuhnya bertumpu pada tempat tidur dan akibat dari penekan
tersebut aliran darah pada bagian tubuh akan menjadi terhambat akhirnya
akan muncul kemerahan dan jika tekanan tidak dihilangkan akan
menimbulkan beresiko terkena dekubitus (Aini, 2013).Ada faktor-faktor
tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi kerusakan kulit lebih lanjut
pada klien diantaranya adalah gaya gesek dan fiksi, kelembaban, nutrisi
buruk, anemia, infeksi, demam,gangguan sirkulasi perifer, obesitas, dan usia
(Potter dan Perry, 2006).
Penulis memprioritaskan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
selebral berhubungan dengan hipertensi. Sebagai prioritas utamadidasarkan
pada teori Hirarki Maslow: (fisiologis, aman nyaman, mencintai dan
memiliki, harga diri dan aktualisasi diri) (Dermawan, 2012). Penurunan
oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengantaran nutrisi kejaringan pada
tingkat kapiler sehingga oksigen ke otak bisa berkurang dan dapat
mengakibatkan kematian jaringan otok sampai dengan kematian.
62
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan semua
tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus
keperawatan kepada kelompok atau klien, untuk membedakan tanggun jawab
perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria
guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan
klasifikasi klien (Dermawan, 2012).
Berdasarkan diagnosa yang muncul pada pasien maka pada diagnosa
pertama maka penulis merumuskan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan kriterian hasil GCS meningkat E3,
V2, M3, tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5oC, tidak ada
peningkatan tekanan intra kranial (Tekanan darah tidak naik, tidak terjadi
penurunan kesadaran). Intervensi dilakukan untuk Ny. T yang pertama yaitu
observasi status neurologis,karena perubahan tingkat kesadaran meliputi
penurunan orientasi dan respon terhadap stimulus, perubahan ukuran pupil :
bilateral atau unilateral dilatasi merupakan tanda dan gejala peningkatan TIK
yang dapat menyebabkan kematian mendadak (Padila, 2012). Intervensi yang
kedua observasi tanda-tanda vital, karena hipertensi biasanya tidak
mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut mengapa sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Tekanan darah
63
tinggi akan merusak pembuluh pembuluh darah karena tekanan yang tinggi
pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko serangan stroke (Darmawan,
2012). Intervensi yang ketiga yaitu ciptakan lingkungan yang nyaman dan
batasi pengunjung untuk memberikan kenyamanan kepada klien. Intervensi
yang keenam yaitu kolaborasi dengan dokter pemberian obat manitol 100
cc/6 jam, untuk meningkatkan keefektifan sirkulasi sirkulasi ke serebral dan
mengurangi tekanan intra kranial (ISO, 2010).
Berdasarkan diagnosa yang muncul pada pasien maka pada diagnosa
kedua maka penulis merumuskan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan kriterian hasil kekuatan otot kiri
atas dan bawah bertambah tiga, mampu bergerak secara bertahap, tidak
terjadi kontraktur sendi. Intervensi dilakukan untuk Ny. T yang pertama yaitu
observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, karena mobilisasi mengacu
pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan immobilisasi
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas
(Potter dan Perry, 2006). Intervensi yang kedua berikan mobilisasi per 2 jam
(miring kanan, miring kiri), keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit,
keidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi
bahaya imobilisasi, dimana penggunaan pergerakan tubuh aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi (Potter dan
Perry, 2006). Intervensi yang ketiga berikan posisi 30 untuk mengurangi
penekanan intrakranial. Intervensi yang keempat kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk memberikan progam khusus melatih kekuatan otot.
64
65
D. Tindakan Keperawatan
Tindakan
keperawatan
atau
implementasi
adalah
serangkaian
66
67
E. Evaluasi
Evaluasi adalah keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara
dasar dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan
perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan
keperawatan, mendapatkan umpan balik dari klien, dan sebagai tanggung
jawab dalam pelaksanaaan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012).
68
69
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada asuhan keperawatan
pada Ny. T dengan post kraniotomi di ruang HCU bedah rumah sakit Dr.
Moewardi Surakarta selama tiga hari keloloan dengan menerapkan aplikasi
riset keperawatan aplikasi tindakan mobilisasi progresif terhadap pencegahan
dekubitus, maka ditarik kesimpulan:
1.
2.
70
71
3.
4.
5.
Evaluasi
Hasil evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama kesadaran sopor GCS
E3, V2, M3, masalah teratasi lanjutkan intervensi observasi status
neurologis, observasi TTV
72
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post
kraniotomi, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif
khusunya dibidang kesehatan antara lain:
73
1.
2.
3.
dilakukan
sehingga
mampu
menghasilkan
perawat
yang
74
4.
Bagi penulis
Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai konsep
aplikasi tindakan mobilisasi progresif untuk mencegah dekubitus dan
penetalaksanaan dalam asuhan keperawatan yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
75