Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

BATU SALURAN KEMIH

OLEH:
Yohanes Marulitua Saragi
Jonas Kristoper Sihombing
Mey Merry Sidauruk
Ta Wee Yen
Phoon Yong Hoy
Amalia Putri
David Parulian Hasibuan
Fenti Nofita Sari
Dippos Theofilus Hutapea
Ilham Paneja Pane
Banu Rajandram

110100191
110100300
110100270
110100464
110100469
110100477
110100192
110100004
110100096
110100228
110100446

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Batu Saluran Kemih.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fauriski
Febrian, Sp.U selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
memberi masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus
ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan,

Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar......................................................................................
Daftar Isi................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................

i
ii
1
1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................

2.1 Definisi..................................................................................

2.2 Epidemiologi.........................................................................

2.3 Faktor Resiko.........................................................................

2.4 Klasifikasi..............................................................................

2.5 Patogenesis............................................................................

2.6 Gejala Klinis..........................................................................

2.7 Diagnosis...............................................................................

10

2.8 Penatalaksanaan.....................................................................

13

2.9 Pencegahan ...........................................................................

18

2.10 Prognosis.............................................................................

21

BAB 3 STATUS ORANG SAKIT........................................................

22

BAB 4 DISKUSI....................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih merupakan masalah urologi yang sering ditemui,
menempati peringkat ketiga dari seluruh jumlah kasus penyakit urologi, setelah
infeksi saluran kemih dan masalah prostat.1 Penyakit batu saluran kemih sudah
dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya
adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat
menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih
banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya
pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10%
penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat
1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah
satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih
dan pembesaran prostat benigna.2
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar
dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit
ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang
pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang
mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182
pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini
sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif
ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari
seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).2
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal
(nephrolithiasis), batu ureter(ureterolithiasis), batu buli-buli(vesicolithiasis) dan batu
uretra. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, sistin,
silikat dan senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk
membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks

struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu
fosfat, batu infeksi, atau batu urease.2
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di
sekitarnya. 3
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul
pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis
pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteran
terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, mulai dari terapi yang
bersifat konservatif saja, tindakan non-invassive yaitu extracorporeal shockwave
lithotripsy (ESWL), minimal invassive dengan prosedur endourologi, dan tindakan
invassive yaitu tindakan operasi terbuka. Namun pilihan ini dapat juga terbatas
karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit
maupun daerah.3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.1
2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik, yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang, dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain :
1.Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2.Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia40-60 tahun
3.Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki dua hingga tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik antara lain :
1. Geografi : pada daerah dengan iklim yang panas, kering, tandus seperti gunung,
padang pasir dan daerah tropis mempunyai prevalensi yang lebih tinggi terkena batu
saluran kemih.
2. Musim: kejadian batu saluran kemih lebih tinggi pada musim panas yang
menyebabkan kehilangan cairan lebih banyak akibat perspirasi dan juga peningkatan
vitamin D akibat cahaya matahari.
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insidensi batu saluran kemih.
4. Indeks Massa Tubuh (IMT) : orang dengan IMT yang tinggi cenderung untuk
terkena batu saluran kemih karena ekskresi oxalat, asam urat, natrium dan fosfor
lebih tinggi dibandingkan dengan yang mempunyai IMT rendah.
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life, selain itu pada pekerjaan yang sering

terpapar dengan suhu panas seperti koki , penempa besi mempunyai resiko yang
lebih tinggi terkena batu saluran kemih.5
2.3 Faktor Risiko
1. Kristaluria
2. Faktor sosioekonomi : Batu saluran kemih lebih sering terjadi pada negara-negara
industri.
3. Diet : diet dengan lemak dan protein yang tinggi meningkatkan terjadinya batu.
Asupan natrium yang tinggi meningkatkan eksresi natrium, kalsium dan menurunkan
eksresi sitrat sehingga lebih mudah terbentuk batu.
4. Pekerjaan
5. Cuaca : individual yang tinggal di cuaca panas lebih rentan untuk terjadi dehidrasi,
dan lebih sering terpapar dengan sinar matahari yang merangsang pembentukan
vitamin D sehingga lebih mudah terjadi batu.
6. Riwayat Keluarga : mempunyai riwayat keluarga yang juga mempunyai batu
saluran kemih meningkatkan resiko terjadinya batu lebih besar.
7. Obat-obatan : riwayat pemakaian obat-obatan harus diketahui karena beberapa
obat dapat meningkatkan kejadian batu saluran kemih. Penggunaan antasida yang
lama yang mengandung silica dapat membuat terbentuknya batu silica. Triamterene
yang terdapat di obat anti hipertensi juga dapat meningkatkan terbentuknya batu.6
2.4 Klasifikasi

Ukuran Batu
Ukuran batu dikelompokkan menjadi batu dengaan ukuran diameter 5 mm, 5-10

mm, 10-20 mm, dan >20 mm.7

Batu berdasarkan etiologi


Batu infeksi yang terdiri dari batu Magnesium ammonium phospate (MAP)
atau dikenal juga dengan batu struvit, carbonate apatite, dan ammonium urat.
Batu Non-infeksi yang terdiri dari batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan batu
asam urat. Akibat genetik maka terdiri dari batu sistin, xanthine, 2,8dihydroxyadenine. Dan batu yang disebabkan oleh obat-obatan.7

Jenis Batu
a. Batu kalsium

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam
bentuk murni atau juga bias dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium
oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsure tersebut. Terbentuknya
batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urin
atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda,
yaitu:
- Whewellite (monohidrat) yaitu ,batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan
konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
- Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur dari pada whewellite.
b.Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia> 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih
besar menderita penyakit BSK,

karena keadaan tersebut dapat meningkatkan

ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat
bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk
staghorn (tandukrusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah
dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan
sekitar 15-20% pada penderita BSK
Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7.
Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas
bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.

d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysine dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urin yang
asam. Selain karena urin yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi
pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis
karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet

mungkin

menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan
protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.1

Lokasi Batu

1.Batu Ginjal dan Batu Ureter


Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Batu yang mengisipielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
uteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya
kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar
seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta
menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis.
2.Batu Buli-Buli
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada
pasien-pasien hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli
neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya
benda asing lain secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam buli-buli seringkali

menjadi inti terbentuknya batu buli-buli. Selain itu, batu buli-buli dapat berasal dari
batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Gejala khas batu buli-buli adalah
berupa gejala iritasi antara lain : nyeri kencing/dysuria hingga stranguri, perasaan
tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar
kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri saat miksi seringkali dirasakan
(reffered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki. Pada
anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, disamping sering menarik-narik
penisnya (pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan).
3.Batu Uretra
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli,
kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di
uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel uretra. Keluhan yang
disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin, yang
mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Jika batu berasal dari ureter
yang turun ke buli-buli dan kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri
pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Batu keras di uretra pars bulbosa
maupun pendularis, atau kadang-kadang tampak di meatus uretra eksterna. Neyeri
dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada
uretra posterior, nyeri dirasakan pada perineum atau rektum.8
Karakteristik X-Ray7
Radiopaque
Calcium oxalate dihydrate

Poor radiopacity
Magnesium ammonium

phosphate
Calcium oxalate monohydrate Apatite
Calcium phosphates
Cystine

Radiolucent
Uric acid
Ammonium urate
Xanthine
2,8-dihydroxyadenine

2.5 Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh kemih terutama pada tempattempatyang sering mengalami hambatan aliran urin, yaitu
atau buli-buli.Adanya

kelainan

bawaan

pada

pelvikalise

sistem kalises ginjal


(stenosis

uretro-

pelvis), divertikel, obstruksiinfravesika kronis seperti pada BPH, striktur, dan buli-

10

buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya


pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupunanorganik

yang

terlarut

di

dalam

urine.

Kristal-kristal

tersebut

tetap dalam keadaanmetastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan
tertentu yang menyebabkanterjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentukinti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lainsehingga menjadi kristal yang
lebih besar. Namun agregat kristal masih rapuh dan belumcukup membuntu saluran
kemih. Pada suatu saat agregar kristal akan menempel pada epitelsaluran kemih, dan
dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat tersebut sehinggamembentuk
batu yang cukup besar untuk menyambut saluran kemih.
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, konsentrasi solut dalamurine, laju aliran urine, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindaksebagai inti batu.

11

2.6 Gejala Klinis


Gejala klinis dari batu saluran kemih adalah :
1.

Nyeri
Nyeri kolik dan non kolik pada ginjal merupakan nyeri yang berasal
dari ginjal. Nyeri kolik biasanya disebabkan oleh peregangan pada ureter
sedangkan nyeri non kolik disebabkan oleh distensi kapsul renal. Nyeri kolik
biasanya sangat nyeri sehingga dapat membangunkan pasien dari tidur.
Pasien akan terus merubah posisi untuk mengurangi nyeri. Hal ini penting
untuk membedakan dengan kondisi abdomen akut dimana pasien tidak
bergerak.
Gejala dari nyeri kolik bergantung dari letak batuk. Pada bagian dari
calyx ginjal maka akan terasa nyeri di daerah punggung. Apabila batu berada
di bagian pelvis renal makaakan terasa nyeri seperti di tusuk-tusuk yang
konstan di angulus costovertebra. Bila letak batu di ureter bagian atas atau
tengah maka terdapat nyeri punggung di daerah costovertebra dan nyeri dapat
menyebar ke kuadran bawah ipsilateral terhadap letak batu. Bila terdapat batu
diureter bagian bawah maka nyeri akan menyebar hingga ke vulva atau
skrotum.

2.

Hematuria
Terjadinya hematuria disebabkan oleh adanya iritasi pada mukosa
pada daerah batu.

3. Infeksi
Batu magnesium ammonium phosphate (MAP) merupakan batu
infeksi dan biasanya disebabkan oleh infeksi proteus sp., Klebsoella sp. ,
Pseudomonas sp.
4. Demam
Batu saluran kemih dengan demam merupakan tanda yang emergensi,
apabila ditemui adanya tanda klinis sepsis.
5. Mual dan muntah
Obstruksi pada saluran kemih bagian atas biasanya diikuti dengan
mual dan muntah.6

12

2.7 Diagnosis
Dalam penegakkan diagnosis batu saluran kemih diantaranya melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis:
Dapat ditanyakan dari identitas pasien, gejala-gejala yang terjadi, faktor
resiko yang dijalani pasien, riwayat batu saluran kemih sebelumnya, serta
tindakan pengobatan dan pencegahan yang telah dilakukan, dan riwayat
keluarga yang mengalami batu saluran kemih.

Pemeriksaan fisik:
Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada daerah
organ yang bersangkutan :
Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan
demam (tidak selalu).
Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah
pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara
yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.1

Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Pemeriksan ureum dan creatinin serum
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu
peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria,
dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine
harus diuji karena batu sistin dan asamurat dapat terbentuk jika nilai pH
kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk
pada pH urine lebih dari 7,2.1
Pemeriksaan Radiologi:
Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana
dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan
klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis
batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas
rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan

13

ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar
ginjal.
Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP
belum dapat menjelaskan keadaan system saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.
Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan
pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasan pemeriksaan
ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan tidak dapat
membedakan batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi
dan batu radiolusen.
CT-Scan helical dan kontras
Pemeriksaan ini bersifat cepat, akurat, dan dapat mengidentifikasi semua
jenis batu diseluruh lokasi batu. Pemeriksaan ini dapat juga digunakan
untuk non urologi yang menyebabkan nyeri abdomen diantaranya,
aneurisma aorta abdomen, dan kolelitiasis. Kekurangan pemeriksaan ini
adalah dari segi biaya yang lebih mahal dari pemeriksaan lain.

14

Tabel 2.2. Pemeriksaan radiologi pada diagnosis batu saluran kemih

15

Gambar 2.1 pendekatan diagnostik pada nyeri kolik


2.8 Penatalaksanaan
Tata laksana pada pasien dengan batu ginjal atau batu ureter bergantung pada
komposisi batu, ukuran batu dan gejala yang ditimbulkan. Tata laksana yang paling
pertama dilakukan pada pasien batu saluran kemih adalah menghilangkan nyeri yang
disebabkan nyeri kolik. Nyeri kolik dapat dihilangkan dengan pemberian NonSteroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) sebagai lini pertama atau dengan opioid
sebagai lini kedua. Obat NSAID yang dapat digunakan seperti natrium diclofenac,
indomethacin ataupun ibuprofen, sedangkan untuk golongan opioid dapat diberikan
hydromorphine, pentazocine atau tramadol. Apabila nyeri kolik berulang maka dapat
diberikan -blocker seperti tamsulosin untuk mencegah nyeri kolik berulang.

16

Bila pada pasien dengan batu mengalami obstruksi dan ditemui adanya
infeksi saluran kemih maka harus dilakukan dekompresi dengan cara memasang
stent ureter atau dengan nefrostomi. Apabila sampai terjadi sepsis, maka penanganan
dari batu saluran kemih ditunda hingga sepsis tertangani.
Beberapa pilihan pengobatan pada batu ginjal yang dapat dilakukan adalah
observasi, secara farmakologi, melalui extracorporeal shock wave lithothirpsy
(ESWL), Endourologi, dan operasi terbuka untuk mengevakuasi batu.
1. Observasi dilakukan apabila batu tersebut tidak menyebabkan keluhan dan
dilakukan kontrol enam bulan kemudian untuk mengetahui status batu
tersebut.
2. Secara farmakologi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kemolisis irigasi
perkutan dan kemolisis oral. Kemolisis irigasi perkutan jarang digunakan dan
biasanya dikerjakan pada batu jenis infeksi ataupun batu asam urat. Pada
kemolisis oral diberikan jika jenis batu merupakan batu asam urat. Prinsip
dari kemolisis oral adalah dengan mengalkalisasi urin dengan menggunakan
alkaline citrat atau sodium bicarbonate. Rentang pH urin yang dianjurkan
adalah 7,0- 7,2 dan dilakukan dipstick tiga kali sehari untuk memantau pH
urin tidak terlalu basa yang dapat menyebabkan terbentuknya batu kalsium
fosfat.
3. Extracorporeal Shock Wave Lithothripsy (ESWL)
Kesuksesan pengobatan dengan ESWL bergantung pada ukuran batu, lokasi
batu , komposisi batu, dan perfoma dari alat SWL. ESWL tidak boleh
dilakukan pada ibu hamil, gangguan koagulasi darah, infeksi saluran kemih,
obesitas, malformasi skeletal, aneurisma arteri dan adanya obstruksi anatomi
di distal dari batu. Komplikasi yang dapat terjadi akibat ESWL yaitu :

17

4. Endourologi
a. Percutaneous Nephrolithotomy (PNL)
PNL merupakan pilihan untuk batu ginjal yang besar. Pada pasien-pasien
yang mendapat terapi antikoagulan harus di pantau pre- dan post operasi,
dan antikoagulan harus dihentikan sebelum dilakukan PNL. Infeksi
saluran kemih, terdapat tumor di daerah yang akan dilalui, dan hamil
tidak di indikasikan untuk dilakukan PNL. Komplikasi yang dapat terjadi
pada PNL adalah demam, perdarahan, urinary leakage dan batu sisa.
b. Ureterorenoscopy (URS)
URS dianjurkan apabila PNL tidak dapat dilakukan, batu besar dengan
ukuran lebih dari 2 cm.
c. Operasi terbuka dan Laparoskopi
Dilakukan apabila SWL, PNL dan URS gagal atau tidak memungkinkan
untuk berhasil.
Indikasi untuk pengeluaran batu ginjal (active stone removal) adalah :
Batu >15 mm
Batu <15 mm bila observasi bukanlah pilihan
Pertumbuhan batu
Batu pada pasien yang mempunyai resiko tinggi terbentuknya batu
Obstruksi karena batu
Infeksi
Batu yang menyebabkan simptom ( Nyeri atau hematuria)
Keinginan pasien
Terdapat Komorbiditas
Keadaan Sosial pasien ( seperti Pekerjaan atau perjalanan)
Pilihan terapi
Algoritma tatalaksana pada batu ginjal :

18

19

Pengobatan pada Batu Ureter


Pengobatan pada batu ureter hampir sama dengan pengobatan pada
batu ginjal yaitu observasi, secara farmakologi, melalui ESWL, Endourologi
dan secara laparoskopi.
1. Observasi dilakukan pada pasien dengan batu ureter yang berukuran 6
mm dan tidak terdapat komplikasi seperti infeksi, nyeri yang refrakter,
penurunan dari fungsi ginjal. Diperkirakan sebesar 95% batu dengan
ukuran hingga 4 mm dapat keluar dengan sendirinya.
2. Secara farmakologis dapat diberikan medical expulsive therapy (MET)
untuk memfasilitasi pengeluaran dari batu. MET harus dihentikan apabila
terdapat komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, dan penurunan fungsi
ginjal. Obat yang dapat diberikan untuk MET adalah - blocker. Pasien
yang diberikan MET harus di pantau dalam waktu 2 minggu untuk
mengetahui posisi batu dan apakah terdapat hidronefrosis. Pemberian MET
biasanya dalam waktu satu bulan. Efek samping yang dapat ditimbulkan
oleh MET adalah ejakulasi retrograde dan hipotensi.
3. ESWL pada batu ureter hampir sama dengan batu ginjal. Pemasangan stent
pada pasien batu ureter yang akan diterapi dengan ESWL tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan disuria, urgency, dan nyeri suprapubik.
4. Ureteroskopi
5. Ureterolitotomi, laparoskopi direkomendasikan apabila batu tidak dapat
dihancurkan dengan ureteroskopi ataupun SWL.
Indikasi untuk pengeluaran batu ureter (active stone removal) adalah :
Batu dengan kemungkinan kecil untuk keluar secara spontan
Nyeri yang persisten walaupun sudah diberikan obat analgesik
Obstruksi persisten
Insufisiensi ginjal seperti gagal ginjal, obstruksi bilateral atau mempunyai satu
ginjal.7
Algoritma tatalaksana pada batu ureter (jika terdapat indikasi untuk pengeluaran
batu)

20

2.9 Pencegahan
Untuk mencegah terbentuknya kembali batu beberapa hal perlu diperhatikan
yaitu banyaknya cairan yang diperlukan, diet yang seimbang, gaya hidup dan bila
pada pasien-pasien dengan resiko tinggi terbentuknya batu perlu dilakukan analisis
metabolik.7

21

Algoritma untuk mencegah terjadinya rekurensi batu :

Tabel 2.2 Hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah rekurensi secara umum

22

Apabila pasien tidak mengetahui jenis batu maka dilakukan investigasi terlebih
dahulu
Tabel 2.3 Investigasi pasien dengan batu yang tidak diketahui

Tabel 2.4 pasien dengan resiko tinggi terbentuknya batu

23

2.9 Prognosis
Evaluasi dan pengobatan metabolik diindikasikan untuk pasien dengan risiko
lebih besar untuk kambuh , termasuk mereka yang datang dengan beberapa batu ,
yang memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari pembentukan batu sebelumnya ,
yang hadir dengan batu pada usia lebih muda , atau yang memiliki batu residual
setelah pengobatan.13
Terapi medis umumnya efektif meminimalisir (tapi tidak sepenuhnya
menghentikan) kecenderungan untuk pembentukan batu . Aspek yang paling penting
dari terapi medis adalah menjaga asupan cairan tinggi dan volume urin yang tinggi
berikutnya . Tanpa volume urin yang memadai , tidak ada jumlah terapi medis atau
diet yang dapat berhasil dalam mencegah pembentukan batu .

24

BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Albert Simatupang

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 51

No. RM

: 00.68.48.83

Ruangan

: RB2B / III.3

Tanggal Masuk

: 24 September 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Nyeri Pinggang

Telaah

: Hal ini sudah dirasakan OS sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri

pinggang dirasakan hingga ke perut dan bersifat hilang timbul dan disertai dengan
rasa mual. Riwayat nyeri saat buang air kecil tidak dijumpai, riwayat kencing
berpasir tidak dijumpai, riwayat kencing mengeluarkan batu tidak dijumpai, riwayat
kencing berdarah tidak dijumpai. Riwayat kencing berwarna keruh (+). Riwayat
demam dijumpai dalam 1 bulan SMRS dan bersifat hilang timbul, riwayat trauma
tidak dijumpai. OS juga mengeluhkan akhir-akhir ini BAK-nya sedikit. Sebelumnya
OS tidak pernah berobat ke dokter. BAB dalam batas normal.
Riwayat DM, Hipertensi dan Asam Urat tidak dijumpai. Riwayat keluarga dengan
penyakit batu ginjal tidak dijumpai. OS sebelumnya telah dilakukan nefrostomi pada
bulan 8
RPT

:-

RPO

:-

25

STATUS PRESENS
Sensorium

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 22 x/menit

Suhu

: 37 0C

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata

: konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera


ikterik (-/-)

Telinga/Hidung/Mulut : dalam batas normal


Leher

: tidak ada pembesaran KGB

Toraks
Inspeksi

: simetris fusiformis

Palpasi

: stem fremitus kanan=kiri, kesan normal

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: suara pernapasan vesikuler, ST (-)

Abdomen
Inspeksi

: simetris, distensi (-)

Palpasi

: soepel

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: normoperistaltik

Ekstremitas
Superior

: edema (-), fraktur (-), sianosis (-)

Inferior

: edema (-), fraktur (-), sianosis (-)

Genitalia Eksterna

: laki-laki, tidak dijumpai kelainan

STATUS UROLOGI
Flank Area
Inspeksi

: bulging (-), Nefrostomi (+)

Palpasi

: ballotement (-), nyeri tekan (+), Nyeri ketok (+/+)


CVA kanan kiri

26

27

Suprapubik Area
Inspeksi

: bulging (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-)

Genitalia Eksterna

: Laki-laki, tidak dijumpai kelainan

DRE

: Tidak dilakukan Pemeriksaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
24 September 2016
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG)
Eritrosit (RBC)
Leukosit(WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil absolut

SATUAN

HASIL

g/dl
Juta/ul
/ul
%
/ul
fl
pg
g/dl
%
fL
%
%
%
%
%
%
%
%
/uL

7.5
2.54
7330
23
385000
89
29.5
33.3
16.9
9.5
0.370
8.7

Limfosit absolut
Monosit absolut
Eosinofil absolut
Basofil absolut
IPH
NRBC
FAAL HEMOSTASIS
WAKTU PROTOMBIN
pasien
kontrol

/uL
/uL
/uL
/uL
%

1.46
0.76
0.01
0.01
0.0
0.0

detik
detik

11.8
13.90

69.50
19.90
10.40
0.10
0.10
5.09

28

INR
APTT
pasien
kontrol
Waktu Trombin
pasien
kontrol
KIMIA KLINIK
Analisa gas darah:
pH
Pco2
Po2
Bicarbonat (HCO3)
Total CO2
Kelebihan basa (BE)
Saturasi O2
METABOLISM KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu)
GINJAL
Blood Urea Nitrogen
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

O.82
detik
detik

23.9
32.2

detik
detik

18.2
18.2

mmHg
mmHg
mmol/L
mmol/L
mmol/L
%

7.273
24.9
171.7
11.2
12.0
-13.7
99.0

mg/ dL

124

mg/ dL
mg/ dL
mg/ dL

91
195
5.19

mEq/L
mEq/L
mEq/L

133
4.3
103

29

26 SEPTEMBER 2016
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG)
Eritrosit (RBC)
Leukosit(WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil

SATUAN HASIL

RAJUKAN

g/dl
Juta/ul
/ul
%
/ul
fl
pg
g/dl
%
fL
%
%
%
%
%
%
%

9.5
3.17
11040
28
25700
87
30.0
34.3
15.6
10.0
0.260
9.1

13-18
4.50-6.50
4000-11000
39-54
150000-450000
81-99
27.0-31.0
31.0-37.0
11.5-14.5
6.5-9.5
0.100-0.500
10.0-18.0

82.10
2.80
1.40
13.60

50.00-70.00
20.00-40.00
2.00-8.00
1.00-3.00

Basofil

0.10

0.00-1.00

Neutrofil absolut

/uL

9.06

2.7-6.5

Limfosit absolut

/uL

0.31

1.5-3.7

Monosit absolut

/uL

0.16

0.2-0.4

Eosinofil absolut

/uL

1.50

0-0.10

Basofil absolut

/uL

0.01

0-0.1

0.0

1-4

IPH

KESAN: anemia normokrom narmositer

27 SEPTEMBER 2016

30

JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG)
Eritrosit (RBC)
Leukosit(WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung Jenis:
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil

SATUAN HASIL

RAJUKAN

g/dl
Juta/ul
/ul
%
/ul
fl
pg
g/dl
%
fL
%
%
%
%
%
%
%

9.5
3.17
11040
28
25700
87
30.0
34.3
15.6
10.0
0.260
9.1

13-18
4.50-6.50
4000-11000
39-54
150000-450000
81-99
27.0-31.0
31.0-37.0
11.5-14.5
6.5-9.5
0.100-0.500
10.0-18.0

82.10
2.80
1.40
13.60

50.00-70.00
20.00-40.00
2.00-8.00
1.00-3.00

Basofil

0.10

0.00-1.00

Neutrofil absolut
Limfosit absolut
Monosit absolut

/uL
/uL
/uL

9.06
0.31
0.16

2.7-6.5
1.5-3.7
0.2-0.4

Eosinofil absolut

/uL

1.50

0-0.10

Basofil absolut

/uL

0.01

0-0.1

0.0

1-4

IPH

KESAN: anemia normokrom narmositer

Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

mEq/L
mEq/L
mEq/L

132
5.0
108

133-155
3.6-5.5
95-106

31

HASIL PEMERIKSAAN
1. BNO/Abdomen 28/9/2016 :

Psoas line smooth dan simetris.

Kontur kedua ginjal baik.

Tampak opaque calculi di abdomen kanan dan kiri pada proyeksi ureter
kanan dan kiri .

Distribusi udara usus sampai ke distal.

Tulang-tulang intact.
Kesan: opaque pada proyeksi ureter kanan dan kiri

32

2. MSCT WHOLE ABDOMEN (08/09/2016)

Kesan:
Nefrolithiasis bilateral dan batu ureter medial bilateral dengan hydronefrosis
bilteral
Hepatomegali dengan fatty liver.
DIAGNOSIS:
Batu Ureter Proksimal Bilateral
Hidronefrosis Moderat Bilateral post Nefrostomi Bilateral
CKD
Asidosis Metabolik

33

PENATALAKSANAAN
IVFD NaCL 0.9 % 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
RENCANA
Rawat Ruangan
Transfusi PRC 3 Bag
URS Litotripsi Bilateral
Tatalaksana Asidosis dan CKD oleh Bagian Interna

34

BAB 4
FOLLOW-UP HARIAN DI RUANGAN

Tangga

l
25/09/2

Gatal di

016

seluruh
tubuh,
Demam (-)

HD Stabil

Nefrostomi

(R):

200 cc/24 jam

Nefrostomi

(L):

Batu Ureter

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Proksimal

Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

Bilateral

Transfusi PRC 1 bag/hari

Hidronefrosis
Moderat

2000 cc/24 jam

Bilateral post

IWL: 500 cc/24

Nefrostomi

jam

Bilatereal

Intake:

1500

Inj. Ranitidine 50 mg/12


jam

Inj. Dipenhydramine 1
ampul

Inj. Dexamethasone 1
ampul

CKD

R/ URS litotripsi 27/9/2016

cc/24 jam
Balance:

(2 lagi)

-200

cc/24 jam
26/09/2
016

Demam (-)

Sens: CM

HD Stabil
Nefrostomi

(R):

200 cc/24 jam


Nefrostomi

Batu Ureter

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Proksimal

Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

Bilateral

Transfusi PRC 1 bag/hari

Hidronefrosis
Moderat
Bilateral post

(L):

Nefrostomi

800 cc/24 jam

Bilatereal
IWL: 500 cc/24
jam
IVFD: 1000 cc/24
jam

CKD

(1 lagi)
R/ URS litotripsi 27/9/2016
Konsul Toleransi Operasi
Konsul Nefrologi

35
Oral: 600 cc/24
jam
27/09/2

Demam (+)

016

Sens: CM

HD Stabil
Nefrostomi (R): -

cc/24 jam
Nefrostomi

Batu Ureter

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Proksimal

Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

Bilateral

Inj. Ranitidine 50 mg/12

Hidronefrosis
Moderat
Bilateral post

(L):

Nefrostomi

200 cc/24 jam

jam

PCT Drip 1000mg/8 jam

R/ Cek Darah Rutin dan Elektrolit

Bilatereal
FC: -

28/09/2

Demam (+)

016

Sens: CM

CKD

Batu Ureter

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Proksimal

Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

Bilateral

Inj. Ranitidine 50 mg/12

HD Stabil
Nefrostomi (R): -

cc/24 jam
Nefrostomi

Hidronefrosis
Moderat
Bilateral post

(L):

Nefrostomi

600 cc/24 jam

jam

PCT Drip 1000mg/8 jam

R/ Abdomen Supine
R/ Cek Mikrobiologi Urine

Bilatereal
FC: -

29/09/2
016

Demam (-)

Sens: CM

CKD

Batu Ureter

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Proksimal

Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

Bilateral

Inj. Ranitidine 50 mg/12

HD Stabil
Nefrostomi

(R):

500 cc/24 jam


Nefrostomi

Hidronefrosis
Moderat
Bilateral post

(L):

Nefrostomi

2200 cc/24 jam

Bilatereal
FC:

CKD

jam

36

30/09/2
016

Demam (-)

Sens: CM

HD Stabil
Nefrostomi

(R):

1500 cc/24 jam


Nefrostomi
300 cc/24 jam
FC: -

(L):

Batu Ureter

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Proksimal

Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

Bilateral

Inj. Ranitidine 50 mg/12


jam

37

BAB 4
DISKUSI
TEORI
1. Etiologi
Faktor intrinsik antara lain :

Faktor intrinsik

Herediter (keturunan) : penyakit ini


diduga diturunkan dari orang tuanya

KASUS

Pasien berjenis kelamin lakilaki.

Usia pasien 51 thn

Umur : penyakit ini paling sering


didapatkan pada usia 30-50 tahun

Faktor ekstrinsik

Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki

-Iklim tropis

tiga kali lebih banyak dibandingkan


dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik antara lain :

Geografi

Iklim dan temperatur

Asupan air : kurangnya asupan air dan


tingginya kadar mineral kalsium pada
air

Diet : diet banyak purin, oksalat, dan


kalsium

Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai


pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau

sedentary life.
2. Klasifikasi
-Ukuran Batu

Ukuran 4,5 x3 cm cm

-Lokasi Batu

-Batu ureter proksimall

-Karakteristik X-ray

-Batu radiopaque

38

3. Terapi

Pada pasien diberikan

- Diet rendah kalsium, natrium, purin, dan

ceftriakson sebagai antibiotic

oksalat serta perbanyak konsumsi air

dan PCT drip 1000mg sebagai

- Mwdikamentosa simptomatik (analgesic,

analgetik.

spasmolitik, antibiotic)

Untuk tindakan pemecahan batu

- Tindakan pemecahan/pengeluaran batu

menggunakan URS litotripsi.

(ESWL, endourologi, nefrolitotomi,section


alta)

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahayu, H. 2012.Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di
Rumah Sakit tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010.
Medan: Universitas Sumatera Utara. Tersedia di: http://repository.usu.ac.id
2. Warli,M.H. 2014. Karakteristik Pasien Batu saluran Kemih yang Dilakukan
Tindakan Extracorporeal Shock Wafe Lithotripsy (ESWL) di RSUP. Haji Adam
Malik Medan Tahun 2012. Medan: Universitas Sumatera Utara. Tersedia di:
http://repository.usu.ac.id
3. Venkatramana, M., Muttappallymyalil, J., Sreedharan, J3., et al. 2010. Age at
onset and clinical presentation of urolithiasis in Ajman, UAE. Australasian
Medical Journal AMJ 2010;662-666.The Lancet 2003; 361: 323-31.
4. Nariswari, R. 2011. Prevalensi Hidronefrosis Pada Kasus Batu Saluran
Kemih Berdasarkan Pemeriksaan Ultrasonography di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta.

Surakarta

Universitas

Muhammadiyah.

Tersedia

di

http://eprints.ums.ac.id
5. Wein, AJ., Kavoussi, LR., Novick, AC., Partin, AW., Peter, CA. 2012.
Campbell- Walsh Urology. 10thEd. Elsevier. Philadelphia. Page [1257-1323]
6. Mc Aninch, JW. , Lue, TF. 2013. Smith & Tanaghos General Urology. 18th
Ed.Page [249-77]
7. Turk, C., Knoll, T., Petrik, A., et al. 2015.Guidelines on Urolithiasis. European
Association of Urology 2015.
8. Purnomo, B.2011. Dasar-Dasar Urologi. Malang: Sagung Seto
9. Kapita Selekta Kedokteran, edisi IV : Batu Saluran Kemih

Anda mungkin juga menyukai