Anda di halaman 1dari 13

2.

Pengertian Ayam Broiler


Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil

budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi


dari ayam broiler adalah pertumbuhan cepat serta penghasil daging dengan konversi pakan
efisien. Bobot badan ayam broiler ini tergolong tinggi.
Ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging dan umumnya digunakan untuk konsumsi
sehari-hari sebagai pemenuhi kebutuhan protein hewani. Berdasarkan aspek pemuliaannya
terdapat tiga jenis ayam penghasil daging, yaitu ayam Kampung, ayam petelur afkir dan ayam
broiler. Ayam broiler umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan
antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber pedaging (Kartasudjana, 2005) dan
ayam tersebut masih muda dan dagingnya lunak (North dan Bell, 1990). Ayam broiler
mempunyai beberapa keunggulan seperti daging relatif lebih besar, harga terjangkau, dapat
dikonsumsi segala lapisan masyarakat, dan cukup tersedia di pasaran (Sasongko, 2006).
2.2

Sistem Pemberian Pakan


Saat ini sistem pemberian pakan pada broiler modern yang baru menetas berbeda dengan

sistem pemberian pakan pada ayam broiler klasik. Hal ini terjadi karena hasil penelitian para ahli
dibidang peternakan. Sebelum tahun dua ribuan, peternak dianjurkan untuk melakukan puasa
makan terhadap DOC yang baru menetas selama 48 jam dengan tujuan protein yang mengandung
maternal antibodi dapat diserap sempurna. Namun hasil penelitian berikutnya menganjurkan hal
sebaliknya yaitu memberikan pakan pada DOC baru menetas sesegera mungkin. Sedangkan
pemberian pakan pada umur finisher tidak mengalami perubahan (Ardana, 2009).
2.3

Pemberian Pakan Lebih Awal


Pemberian pakan lebih awal dapat mempercepat penyerapan kuning telur, pertambahan

berat badan, meningkatkan presentase daging dada, dan efek pemberian pakan lebih awal juga
berpengaruh terhadap saluran pencernaan (Ardana, 2009).
Program komersial broiler telah menekankan seleksi yang ketat untuk mencapai
pertumbuhan secara genetik yang cepat per unit waktu pada umur semuda mungkin. Berat awal
DOC broiler sekitar 45-50 gram, menunjukkan peningkatan mencapai 40-45 kali pada umur 40
hari. Pertumbuhan yang begitu spektakuler ini menyebabkan setiap hari begitu berharga untuk
memonitor potensi genetik yang penuh dari ayam tersebut. Sesaat setelah anak ayam menetas
hingga mendapatkan nutrisi pertama kali merupakan periode kritis dalam membentuk

pertumbuhan yang baik bagi broiler. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sisa kuning telur
digunakan untuk kelangsungan hidup sebagai energi eksogenous yang berguna untuk
pertumbuhan. Pertumbuhan awal pada anak ayam dapat ditingkatkan dengan pemberian nutrisi
lebih awal. Pemberian pakan lebih awal dapat memberikan efek yang baik terhadap pertumbuhan
broiler yang baru menetas. Pemberian pakan lebih awalini dapat mempercepat penyerapan
kuning telur, meningkatkan berat badan, dan mempercepat perkembangan saluran pencernaan
pada DOC broiler. Untuk mendapatkan nutrisi lebih awal, 24 jam setelah proses pencernaan
berfungsi atau 24 jam setelah menetas penundaan terhadap asupan nutrisi dapat memperlambat
perkembangan saluran pencernaan dan sistem kekebalan, sehingga pertambahan berat badan awal
dan daging dada yang dihasilkan rendah (Ardana, 2009).
Pada perkembangan embrio kuning telur merupakan sumber energi. Selama penetasan,
kuning telur terdiri dari 20% flase berat badan anak ayam dan mengandung 20-40% lemak serta
20-25% protein. Menjelang berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul didalam
rongga abdominal. Bagi anak ayam yang baru menetas kuning telur tersedia sebagai energi,
sedangkan protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Sisa kuning telur cukup untuk
kelangsungan hidup anak ayam hingga umur 3-4 hari tanpa diberikan pakan, tetapi tidak dapat
mendukung perkembangan saluran pencernaan dan sistem kekebalan, ataupun pertumbuhan berat
badan. Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga seperti maternal
antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai sumber asam
amino. Pecahan lipid dari kuning telur sebagian besar berisi trigliserida, phospolipid dan
sejumlah kecil ester kholesterol serta asam lemak tidak bebas. Pada saat penetasan anak ayam,
kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis dari kandungan kuning telur ke dalam usus
halus. Pergerakan antiperistaltik mentransfer kuning telur ke usus halus dimana acyl-lipid dicerna
oleh enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Ardana, 2009).
Pemberian pakan yang lebih awal dapat mempercepat penyerapan kuning telur. Sisa
kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas. Studi terbaru
mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh anak ayam yang sudah
mendapatkan pakan lebih awal dibandingkan pada anak ayam yang dipuasakan hingga 48 jam.
Berat sisa kuning telur pada anak ayam broiler saat menetas adalah 6,5 gram yang berkurang
menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada anak ayam yang diberi pakan segera setelah menetas,
tetapi berat kuning telur yang tersisa pada anak ayam yang dipuasakan 24 jam dan 48 jam adalah
0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam. Hal ini disebabkan karena gerakan antiperistaltik yang
mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di

dalam saluran usus. Tetapi pada proses penetasan anak ayam diperunggasan komersial, anak
ayam akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur.
Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi, dan pengemasan yang dilakukan
sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, anak ayam
seringkali tidak mendapatkan air minum dan pakan yang menyebabkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan terlambat. Oleh karena segera setelah penetasan merupakan periode kritis untuk
perkembangan dan kelangsungan hidup bagi anak ayam (Ardana, 2009).
2.4

Pemberian Pakan Fase Starter dan Finisher


Temperatur lingkungan terutama dimusim kemarau merupakan permasalahan yang

menjadi perhatian bagi peternak karena temperatur lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan
feed convertion rate (FCR) dan kematian. Temperatur dalam kandang terutama sistem Open
House sangat dipengaruhi oleh lokasi kandang. Lokasi tersebut harus memiliki sumber air yang
mudah diperoleh serta perlu juga diperhatikan kecepatan angin dalam kandang (Ardana, 2009).
Ayam merupakan hewanhomeothermis atau berdarah panas dengan temperatur tubuhnya
40,60 C - 41,70 C. Temperatur tubuh yang tinggi ini membuat ayam memiliki kemampuan terbatas
dalam menyesuaikan diri dengan temperatur lingkungan. Oleh karena itu, ayam akan merasa
sangat tertekan jika suhu lingkungan lebih tinggi dari temperatur ideal baginya yaitu 19-270 C.
Ayam memiliki kemampuan terbatas dalam mengurangi panas tubuhnya. Pengeluaran panas
dilakukan melalui sistem respirasi karena ayam tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga kerja
jantung dan angka respirasi akan menjadi lebih tinggi (biasa disebut dengan panting). Stres
panas ini juga bisa mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ayam. Perubahan fungsi fisiologis ini
dapat berupa adaptasi ayam terhadap temperatur lingkungan yang ekstrim, contohnya: ayam akan
mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi air minum (agar produksi panas dalam
tubuhnya/ Heat Increment berkurang sehingga dapat membuang panas dengan jalan panting).
Sekitar 60% panas tubuh akan dibuang melalui mekanisme panting. Mekanisme panting ini akan
dilakukan ayam terutama pada kandang yang kelembabannya rendah. Jika temperatur lingkungan
terlalu panas maka ayam akan mengurangi aktivitasnya, sayap menjadi lunglai dan akan terjadi
perubahan keseimbangan hormon. Salah satu konsekuensi akibat sress panas maka ayam akan
menurunkan konsumsi pakan, sehingga konsumsi nutriennya (asam amino, lemak, mineral, dan
vitamin) juga akan turun. Oleh karena itu, perlu menyiasati agar ayam dapat tercukupi kebutuhan
nutriennya pada kondisi lingkungan yang panas (Ardana, 2009).

Puasa ayam disiang hari secara fisiologis akan lebih baik dilakukan juga dengan
pemberian air minum secara adlibitum. Interval puasa dapat dilakukan 6-8 jam sebelum
terjadinya awal sress panas, kemudian terjadi lagi stres panas selama 6 jam sesudahnya, sehingga
total interval puasanya menjadi 12 jam (masih dapat ditolelir). Pemberian pakan pada siang hari
kurang efisien karena hasil metabolisme zat makanan pada jumlah tertentu harus dibuang.
Pemberian vitamin C dan elektrolit (6 jam sebelum awal terjadinya stres panas) juga sangat
dianjurkan serta dapat dilakukan juga penyiraman atap kandang dengan air atau dengan
menambah kipas (Ardana, 2009).
2.5

Frekuensi Pemberian Pakan


Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang

diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan
bagi pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi (Suprijatna et al., 2005). Pemberian pakan
pada periode starter pada minggu pertama dilakukan secara adlibitum yaitu pemberian pakan
secara terus-menerus. Pemberian pakan inidilakukan sesering mungkin dengan jumlah
sedikit demi sedikit. Anak ayam pada periode ini masih dalam tahap belajar dan adaptasi
dengan lingkungan sehingga pemberian pakan dalam jumlah sedikit demi sedikit dimaksudkan
agar tidak banyak terbuang dan tidak tercampur dengan kotoran ayam (Fadilah et al., 2007).
Berbagai tingkat pembatasan pemberian pakan akan memberi pengaruh yang berbeda
terhadap penampilan ayam dan penghematan pakan (Fuller et al., 1993). Frekuensi atau
waktu pemberian pakan pada anak ayam biasanya lebih sering sampai 5 kali sehari.
Semakin tua ayam,frekuensi pemberian pakan semakin berkurang sampai dua atau tiga
kali sehari (Suci et al., 2005). Hal yang perlu mendapat perhatian dari segi waktu pemberian
pakan adalah ketepatan waktu setiap harinya. Ketepatan waktu pemberian pakan perlu
dipertahankan, karena pemberian pakan pada waktu yang tidak tepat setiap hari dapat
menurunkan produksi. Pakan juga dapat diberikan dengan cara terbatas pada waktu
tertentu dan disesuaikan dengan kebutuhan ayam, misalnya pagi dan sore. Waktu
pemberian pakan dipilih pada saat yang tepat dan nyaman sehingga ayam dapat makan dengan
baik dan tidak banyak pakan yang terbuang (Sudaro dan Siriwa, 2007).
Pola pemberian pakan yang baik akan membantu meningkatkan konsumsi pakan minggu
pertama. Pemberian pakan sedikit demi sedikit, tetapi sesering mungkin sangat dianjurkan.

Tabel 2.1. Frekuensi Pemberian Pakan


Umur
Minggu I (1-7 hari)
Minggu II (8-14 hari)
Minggu III (15-21 hari)
Minggu IV (22-28 hari)
Minggu V (29-35 hari)
Minggu VI (36-42 hari)
Minggu VII (>43 hari)
Sumber: (Ardana, 2009)

Frekuensi Pemberian Pakan


9 kali tiap 2 jam (mulai 06.00-23.00)
5 kali tiap 3 jam (mulai 07.00-19.00)
4 kali tiap 4 jam (mulai 07.00-19.00)
3 kali tiap 4 jam (mulai 07.30-15.00)
2 kali tiap 6 jam (mulai 07.30-15.00)
2 kali tiap 6 jam (mulai 07.30-15.00)
2 kali tiap 6 jam (mulai 07.30-15.00)

Kualitas dan kuantitas pakan broiler yang diberikan dibedakan berdasarkan fase
pertumbuhan broiler yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (4-6 minggu) (Ardana,
2009).
a. Kualitas dan Kuantitas Pakan Fase Starter
Pada fase starter, kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%,
lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9%, ME: 2800-3500 kkal/kg
makanan. Sedangkan kuantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Minggu ke-1 (1-7 hari) 17 gram/ekor/hari


Minggu ke-2 (8-14 hari) 43 gram/ekor/hari
Minggu ke-3 (15-21 hari) 66 gram/ekor/hari
Minggu ke-4 (22-28 hari) 91 gram/ekor/hari

Keseluruhan jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu
sebesar 1.520 gram (Ardana, 2009).
b. Kualitas dan Kuantitas Pakan Fase Finisher
Pada fase finisher kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%;
lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9%, dan energi (ME): 29003400 kkal/kg. Sedangkan kuantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur,
yaitu:
1.
2.
3.
4.

Minggu ke-5 (29-35 hari) 111 gram/ekor/hari


Minggu ke-6 (36-42 hari) 129 gram/ekor/hari
Minggu ke-7 (43-49 hari) 146 gram/ekor/hari
Minggu ke-8 (50-56 hari) 161 gram/ekor/hari

Keseluruhan jumlah pakan per ekor pada umur 29-56 hari adalah 3.829 gram pakan (Ardana,
2009).
2.6

Konsumsi Pakan

Suprijatna et al., (2005) menyatakan bahwa pakan starter diberikan pada ayam
berumur 0-3 minggu, sedangkan ransum finisher diberikan pada waktu ayam berumur empat
minggu sampai panen. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan dalam jangka
waktu tertentu. Pakan yang dikonsumsi ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
dan zat nutrisi lain. Konsumsi pakan tiap ekor ternak berbeda-beda. Konsumsi diperhitungkan
sebagai jumah makanan yang dimakan oleh ternak (Tillman et al., 1991) dan bila diberikan
adlibitum (Parakkasi, 1999). Zat makanan yang dikandungnya

akan digunakan untuk

mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan. Wahju (2004) menyatakan
bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam
pakan dapat mempengaruhi konsumsi. National Research Council (1994) menyatakan bahwa
bobot badan

ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan dan kualitas pakan dapat

mempengaruhi konsumsi.
Saat cuaca panas, ayam berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara bernafas secara
cepat (panting). Tingkah laku dapat peredaran darah banyak menuju ke organ pernafasan,
sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan

mengalami penurunan sehingga bisa

mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan
baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).
Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa ayam broiler pada kandang litter yang diberikan
pakan komersial menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga sampai minggu ke-lima sebesar
2525 g/ekor, sedangkan pada kandang cage menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga sampai
minggu ke-lima sebesar 2459 g/ekor. Penelitian Kusnadi (2006) menunjukkan bahwa konsumsi
pakan ayam broiler berumur 5 minggu pada suhu 240 C sebesar 1918 g/ekor, sementara pada suhu
320 C konsumsi pakan sebesar 1667 g/ekor. Konsumsi pakan ayam broiler strain CP 707
yang dipelihara pada suhu nyaman pada umur lima minggu adalah 2967 g/ekor.
Tingkat energi menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Ayam cenderung
meningkatkan konsumsinya jika kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi
akan menurun jika kandungan energi ransum meningkat (Scott et al., 1982).

2.7

Tempat Pakan
Jumlah tempat pakan dan tempat air minum yang terlalu sedikit akan membuat ayam

tidak mendapat makan dan minum secara merata. Ketidakmerataan ini dapat menyebabkan
ketidakseragaman berat pasar. Hal ini tentu saja dapat menurunkan produksi ayam per

kandangnya yang berakibat langsung menurunkan keuntungan yang diperoleh peternak (Ardana,
2009).
Biasanya peternak memberi tempat pakan sebanyak 20 buah untuk 1000 ekor. Hal ini
tentunya untuk 1 tempat pakan berat 7 kg diperuntukkan bagi 50 ekor ayam dewasa. Padahal
kapasitas satu tempat pakan tersebut hanya berkisar antara 12-17 ekor. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika terjadi variasi berat badan yang sangat lebar, yang artinya rendahnya
keseragaman. Demikian pula kebutuhan tempat air minum dapat menyebabkan ayam tidak
minum secara serempak. Oleh karena itu, untuk 1000 ekor ayam dewasa membutuhkan 60 buah
tempat minum dan tempat makan yang cukup (Ardana, 2009).
Dilaporkan bahwa tempat pakan untuk ayam umur 0-2 hari adalah 1 feeder tray diameter
35 cm untuk 50 ekor ayam, umur 3-5 hari tambahkan feeder tray yang lebih besar atau pan
feeder. Untuk umur 6-14 hari gunakan 1 tempat pakan bentuk tabung atau pan feeder setiap 50
ekor anak ayam (Ardana, 2009).
Tabel 2.2. Jumlah kebutuhan tempat pakan untuk 500 ekor
Umur (hari)
1
3
6
9
12
14>>
Sumber: Ardana (2009)
2.8

Kepadatan

Chicken Feeder

Tempat Makan Tube 10

(ekor/m2)
60
40
30
20
15
10

Tray (CFT)
10
10
6
4
-

kg
10
12
16
24
24

Tempat Minum dan Air Minum Ayam


Air minum merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan makhluk hidup

di dunia. Air minum merupakan nutrien yang esensial pada ayam, kekurangan atau kelebihan
konsumsi air minum mempunyai efek yang besar terhadap performa ayam. Namun demikian air
tidak hanya berfungsi sebagai nutrien, tetapi air juga merupakan komponen utama darah sebagai
alat transportasi dalam tubuh ayam, berfungsi untuk memperlunak pakan, membantu dalam
proses pencernaan dan penyerapan nutrisi lainnya serta sebagai penyeimbang dalam tubuh.
Dalam hal lain air juga bercampur dengan kotoran (pembawa) dan dibutuhkan dalam reaksireaksi tertentu seperti dalam proses pembentukan daging dan telur, serta reaksi enzymatic lainnya.
Kurang lebih 55-75% berat badannya terdiri dari ayam. Sedang pada telur 65% diantaranya
terdiri dari air. Jika dicermati lebih dalam lagi ada kurang lebih 70% air terdapat dalam sel dan

30% lagi terdapat di sekeliling sel dan darah ayam. Air dalam tubuh ayam memiliki peran vital,
antara lain menjadi pelarut zat-zat organik dan anorganik, berperan dalam proses metabolisme
tubuh, serta membantu pergerakan pakan dalam sistem pencernaan (Ardana, 2009).
Tabel 2.3. Konsumsi air minum broiler modern
Umur (Minggu)
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: Manajemen manual broiler CP 707 (2005)
2.9

Liter
58-65
102-115
149-167
192-216
232-261
274-308
309-347
342-385

Pertambahan Bobot Badan


Pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam dan

bagian tubuh yang terjadi sebelum lahir (prenatal) dan setelah lahir (postnatal) sampai
mencapai dewasa (Ensminger, 1992). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah galur
ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan (Bell dan Weaver, 2002). Salah satu kriteria
untuk

mengukur

pertumbuhan

adalah

dengan mengukur pertambahan

bobt badan.

Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang dicapai oleh seekor ternak
selama periode tertentu.
Ayam broiler merupakan ayam yang memiliki ciri khas tingkat pertumbuhan yang cepat
sehingga dapat dipasarkan dalam waktu singkat. Pertambahan bobot badan diperoleh
dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang dalam waktu
tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, atau tiap tahun (Tillman et al., 1991).
Rose (1997) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ayam berlangsung sesuai
dengan kondisi fisiologis ayam, yaitu bobot badan ayam akan berubah ke arah bobot badan
dewasa. Perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan
kemudian cepat dan perlahan lagi atau berhenti. Penelitian Santoso (2002) menyatakan bahwa
pertambahan bobot badan ayam broiler umur enam minggu yang dipelihara pada kandang
litter sebesar 1935 g/ekor sedangkan pada kandang cage 1791 g/ekor. Secara garis besar,
terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, yaitu interaksi antara

faktor genetik dan faktor


optimal

apabila kondisi

lingkungan.
lingkungan

Kemampuan

memungkinkan

genetik
bagi

akan

ternak

terwujud

yang

secara

bersangkutan

sehingga penampilan yang diharapkan dapat tercapai (Card dan Nesheim, 1972).
2.10

Konversi Pakan
Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, tipe

pakan yang digunakan, feed additive yang digunakan dalam pakan, manajemen pemeliharaan,
dan suhu lingkungan (James, 2004). Jumlah pakan yang digunakan mempengaruhi
perhitungan konversi ransum atau Feed Converstion Ratio (FCR). FCR merupakan
perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan.
Angka konversi ransum yang kecil berarti jumlah ransum yang digunakan untuk menghasilkan
satu kilogram daging semakin sedikit (Edjeng dan Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi
konversi ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al., 2007).
Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi
konversi

pakan

penggunaan

zat

adalah

genetik,

aditif,

kualitas

ventilasi,
air,

sanitasi,

penyakit

dan

kulitas

pakan,

pengobatan

serta

jenis

pakan,

manajemen

pemeliharaan, selain itu meliputi faktor penerangan, pemberian pakan, dan faktor sosial.
Konversi pakan ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu nyaman pada
umur lima minggu adalah 1,62. Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa konversi pakan
pada ayam broiler selama lima minggu pada kandang litter sebesar 1,6. Menurut Lesson
(2000), semakin dewasa ayam maka nilai konversi pakan akan semakin besar.
Ayam yang semakin besar akan makan lebih banyak untuk menjaga ukuran berat
badan. Sebesar 80% protein digunakan untuk menjaga berat badan dan 20% untuk
pertumbuhan sehingga efisiensi pakan menjadi berkurang. Bila nilai konversi pakan sudah jauh di
atas angka dua, maka pemeliharaannya sudah kurang menguntungkan lagi. Oleh karena itu,
ayam broiler biasanya dipasarkan maksimal pada umur enam minggu.
2.11 Mortalitas
Mortalitas atau kematian

adalah salah satu

faktor

yang

dapat mempengaruhi

keberhasilan usaha pengembangan peternakan ayam. Tingkat kematian yang tinggi pada
ayam broiler sering terjadi pada periode awal atau starter dan semakin rendah pada periode
akhir atau finisher. Angka mortalitas diperoleh dari perbandingan jumlah ayam yang mati
dengan jumlah ayam yang dipelihara (Lacy dan Vest, 2000). Tingkat mortalitas dipengaruhi

oleh

beberapa

fakor, diantaranya bobot

badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan

lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit (North dan Bell, 1990). Kematian
pada suhu yang tinggi dapat mencapai 30% dari total populasi (Tarmudji, 2004).
Fairchild
pemeliharaan

dan

ayam

Lacy

(2006)

menyatakan

broiler

adalah

untuk

fungsi

mengurangi

dari
jumlah

sistem

ventilasi

amonia

yang

pada
dapat

mengganggu produksi. Faktor penyakit sangat dominan sebagai penyebab kematian utama
ayam broiler. Retno (1998) melaporkan bahwa penyakit CRD ini dapat meningkatkan
kepekaan terhadap infeksi Escheria coli, Infectius Bronchitis (IB), dan Newcastle Desease (ND).
Menurut Lacy dan Vest (2000), mortalitas ayam pedaging adalah sekitar 4%. Pemberian vaksin
dan obat-obatan serta sanitasi sekitar kandang perlu dilakukan untuk menekan tingkat
kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990) bahwa tingkat mortalitas
dipengaruhi oleh beberapa fakor, diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim,
kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit.
2.12

Indeks Performa Ayam Broiler


Salah

satu

kriteria

yang

digunakan

untuk

mengetahui

keberhasilan

pemeliharaan adalah dengan menghitung indeks performa. Indeks Performa (IP) adalah
suatu formula yang umum digunakan untuk mengetahui performa ayam broiler. Semakin
besar nilai IP yang diperoleh, semakin baik prestasi ayam dan semakin efisien
penggunaan pakan (Fadilah et al., 2007). Nilai indeks performa dihitung berdasarkan bobot
badan siap potong, konversi pakan, umur panen, dan jumlah persentase ayam yang hidup
selama pemeliharaan (Kamara, 2009). Nilai yang diperoleh dibandingkan terhadap standar. Nilai
indeks performa dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :

Indeks Performa =

100 %

Kriteria nilai indeks performa ayam broiler disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kriteria Indeks Performa Ayam Pedaging.
Indeks Performa (IP)
<300
301-325
326-350

Nilai
Kurang
Cukup
Baik

351-400
>400
Sumber: Santoso dan Sudaryani (2009)

Sangat Baik
Istimewa

DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Ida Bagus Komang. 2009. Ternak Broiler. Edisi I., Cetakan I. Swasta Nulus,
Denpasar.
Bell, D. D &W.D. Weaver, Jr. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production. 5th
Edition. Springer Science and Business Medial Inc, New York.
Edjeng S. &. Kartasudjana, R. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Fadillah, R., A. Polana., S. Alam., & E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fuller, H. L., W.M. Kirland, & L.W. Chaney. 1993. Methode of delaying seksual
maturity of pullets restricted energy consumption. Poult.Sci. 53:229-236.

James, R. G. 2004. Modern livestock and Poultry Production. 7th Edition. Thomson
Delmar Learning Inc., FFA Activities, London.
Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas
Padjajaran Press, Bandung.
Kusnadi, E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada ayam
broiler. JITV 11 (4): 249-253.
Lacy, M. & L. R. Vest. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler: A Guide for
Growers. Springer Science and Business Media Inc, New York.
PT. Charoen Pokphand Indonesia. 2006. Manajemen broiler modern. Kiat-kiat
memperbaiki FCR. Technical Service dan Development Departement, Jakarta.
Santoso, H., & Sudaryani, T. 2009. Pembesaran Ayam Pedanging di Kandang
Panggung Terbuka. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santoso, U. 2002. Pengaruh tipe kandang dan pembatasan pakan di awal
pertumbuhan

terhadap

performans

dan

penimbunan

lemak

pada

ayam pedanging

unsexed. JITV 7(2): 84-89


Sasongko, W.R. 2006. Mutu karkas ayam potong. Triyanti. Prosiding Seminar
Nasoinal Peternakan dan veteriner, Bogor.
Scott, M. L., M. C. Nesheim & R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. ML.
Scott and ASS, Ithaca.
Suci, D. M., E. Mursyida, T. Setianah, & R. Mutia. 2005. Program pemberian
makanan berdasarkan kebutuhan protein dan energy pada setiap fase pertumbuhan ayam
Poncin. Med. Pet. 28: 70-76.
Sudaro, Y. & A. Siriwa. 2007. Ransum Ayam dan Itik. Cetakan IX. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Tarmudji, 2004. Bila Busung Perut menyerang Ayam. Balitvet, Bogor.
Tillman,

A.

D.,

H.

Hartadi,

S.

Reksohadiprodjo,

S.

Prawirokusumo & S.

Lehdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Ke-4. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai