Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT , atas berkat rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menlesaikan makalah KASUS PELANGGARAN HAM yang berjudul
"KUDATULI (Kerusuhan 27 Juli 1996)".
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Martini
selaku Guru mata pelajaran PPKN yang telah memberikan pengarahan dan dorongan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal
kepada pihak yang memberikan bantuan, dan menjadikan semua bantuan menjadi ibadah,
Amin Ya Rabbal Alamin. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
terdapat kekurangan, baik dari teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan makalah ini.

Sukabumi, September 2016


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Sebelum masuknya era reformasi, banyak timbul kerusahan-kerusahan dimana-mana.
Kerusuhan ini terjadi akibat tuntutan pemuda dan rakyat terhadap pemerintahan saat itu
dikarenakan tidak percayanya lagi rakyat serta pemuda dalam kinerja pemerintah yang
selama ini dinilai curang, korupsi dan pelanggaran-pelanggaran lainya. Sehingga timbul
kerusuhan-kerusuhan pada tahun 1995, 1996, 1997, dan tahun 1998 yang merupakan klimaks
dari kerusuhan tersebut. Kerusahan ini di latarbelakangi banyak persoalan. Selama ini kita
kebanyakan hanya mendengar dan melihat kasus pelanggaran HAM 1998, Peristiwa
Semanggi. Namun kenyataan yang tercatat, bahwasanya kerusuhan-kerusuhan ini adalah
sebanyak 58 insiden, yang terjadi berbagai daerah dan Provinsi di Indonesia Pada makalah
kali ini saya mengambil topik mengenai Kerusuhan 27 Juli 1996.
Di awal tahun 1996, Ibukota Jakarta kembali di guncang oleh Insiden PDI-Megawati di
Gambir, Jakarta. Namun hanya berselang satu bulan kemudian, insiden di Jakarta kembali
terjadi. Insiden ini adalah Penyerangan ke Kantor PDI di Jalan Diponegoro atau dengan nama
lain disebut dengan Sabtu Kelabu. Insiden-insiden ini menambah daftar panjang kerusuhankerusuhan yang terjadi di Indonesia antara tahun 1995 sampai 1998. Pada tanggal 27
Juli 1996 terjadi sebuah kerusuhan yang disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim
dari KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) atau Peristiwa Sabtu Kelabu (karena
memang kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu), adalah peristiwa pengambilalihan secara
paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat
yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa
pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat
dari kepolisian dan TNI.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di
kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde
Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman
Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.
Ada dua istilah untuk Peristiwa 27 Juli ini, yaitu:
1. Kudatuli. Akronim dari Kerusuhan 27 Juli. Pertama kali dimuat di
Tabloid Swadesi dan kemudian luas digunakan oleh berbagai media massa. Mayjen
TNI (Purn.) Prof. Dr. Soehardiman, SE juga pernah menggunakannya dalam bukunya.
2. Sabtu Kelabu. Merujuk pada hari saat terjadinya peristiwa ini yaitu hari Sabtu, kata
"kelabu" untuk menggambarkan "suasana gelap" yang melanda panggung
perpolitikan Indonesia saat itu. Tidak diketahui pencetusnya, namun diduga semula
beredar dalam forum-forum di Internet.

Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: 5 orang meninggal dunia, 149
orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan
telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia
.
Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut pertemuan
tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jayadipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang
Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto,
Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono
memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.
Dokumen tersebut juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah garapan Markas Besar
ABRI c.q. Badan Intelijen ABRI bersama Alex Widya S. Diduga, Kasdam Jaya
menggerakkan pasukan pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade Infanteri 1/Jaya
Sakti/Pengamanan Ibu Kota pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk melakukan
penyerbuan. Seperti tercatat di dokumen itu, rekaman video peristiwa itu menampilkan
pasukan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha menyerbu dengan menyamar seolah-olah massa
PDI pro-Kongres Medan. Fakta serupa terungkap dalam dokumen Paparan Polri tentang
Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni 2000.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diperoleh dari penulisan ini antara lain :

1. Peristiwa apa yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996?

1.3

TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang diperoleh dalam penulisan ini antara lain :

1.4

Memberitahukan tentang peristiwa yang terjad pada tanggal 27 Juli 1996


Memberitahukan mengapa sampai terjadinya peristiwa
Membertahukan kronologi peristiwa 27 Juli 1996

MANFAAT PENULISAN
Memberitahukan tentang peristiwa 27 Juli 1996 serta mendeskripsikan peristiwa tersebut
Memberitahukan kronologi kejadiaan yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PERISTIWA 27 JULI 1996
Di awal tahun 1996, Ibukota Jakarta kembali di guncang oleh Insiden PDI-Megawati di
Gambir, Jakarta. Namun hanya berselang satu bulan kemudian, insiden di Jakarta kembali
terjadi. Insiden ini adalah Penyerangan ke Kantor PDI di Jalan Diponegoro atau dengan nama
lain disebut dengan Sabtu Kelabu. Insiden-insiden ini menambah daftar panjang kerusuhankerusuhan yang terjadi di Indonesia antara tahun 1995 sampai 1998. Pada tanggal 27 juli
1966 ini disebut juga sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim dan Kerusuhan Dua Puluh juli)
atau peristiwa sabtu kelabu. Karena peristiwa ini terjadi pada hari sabtu. Peristiwa ini berawal
dari kemenangan Megawati Soekarno Putri pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi
Indonesia (KLB PDI) di Surabaya pada 1993. Kemenangan Megawati ini merupakan
ancaman bagi rezim Orde Baru.
Ini terjadi karena adanya Konflik dalam tubuh partai Demokasi Indonesia (PDI) antara
kelompok pendukung Suryadi (Ketua Umum, Kongres Medan 1996) melawan kelompok
pendukung Megawati (Ketua Umum, Munas Jakarta 1993) mencapai puncaknya pada pasca
Kongres IV PDI di Medan tanggal 20 juni 1996. Pada Kongres PDI ketiga diselenggarakan di
Pondok Gede Jakarta pada 15 april 1986 dan dibuka oleh Presiden Soeharto, tidak berhasil
memilih seorang ketua umum pada sidang terakhir pada 18 april 1986. Peserta Kongres
menyerahkan mandat kepada pemerintah untuk menyusun DPP baru. Pemerintah menetapkan
pimpinan DPP baru periode 1986-1991 yang dipimpin oleh Suryadi (Ketua Umum) dan
Nicolaus Daryanto ( Sekretaris Jendral ). Sejak saat itu terjadi perpecahan dalam tubuh PDI
mengakhiri dualisme kepemimpinannya, tidak berhasil. Dari pihak Megawati, kemudian
membentuk Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang dipimpin oleh Amertiwi Saleh,
R.O Tambunan, dan Abdul Hakim Garuda Nusantara, untuk menuntut pemerintah agar
membatalkan Kongres PDI di Medan.
Maka Soeharto dan pembantu milliternya merekayasa Kongres PDI di Medan dan
mendudukkan kembali Soerjadi sebagai ketua umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru
untuk menggulingkan Megawati Soekarno Putri itu di lawan pendukung Megawati Soekarno
Putri dengan menggelar mimbar bebas dikantor DPP PDI. Mimbar bebas yang menghadirkan
sejumlah tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan
kesadaran kritis atas perilaku politik Orde Baru. Sehingga ketika terjadi pengambilan secara
paksa, perlawanan rakyat pun terjadi. Berawal dari pengambilan kantor Dewan Pimpinan
Pusat(DPP) Partai Demokrasi (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat oleh massa ini
berlanjut pada kerusuhan massa di Jakarta. Pada hari sabtu tanggal 27 juli 1996 kelompok
pendukung Suryadi bergerak untuk merebut gedung DPP PDI. Lima truk yang mengangkut
200 orang pendukung Suryadi yang di pimpin oleh Buttu Hutapea Sekjen PDI dengan
mengenakan kaus bertuliskan

" Pro Kongres " tiba di depan kantor PDI. Pendukung Megawati bertahan di halaman
kantor. Kedua belah pihak bentrok saling melempar batu sehingga kaca-kaca jendela hancur
berantakan. Sementara kelompok massa yang bergerak dari arah lain membakar semua bus di
Jalan Surabaya. Di tengah-tengah "perang batu" aparat Kepolisian dengan mengendarai
ambulans mengadakan negosiasi dengan pendukung Megawati yang disusul oleh Komando
Kodim 0501. Dua panser bergerak dari jalan Surabaya menuju kearah keributan. Menjelang
pukul 09.00 masa pendukung Suryadi berhasil memasuki halaman gedung. Pendukung
Megawati terdesak, aparat kepolisian bergerak memisahkan mereka dan menutupi jalan
antara Jalan dan Pegangsaan. Puluhan korban berjatuhan. Pendukung Megawati yang
terkonsentrasi di depan gedung bioskop Megaria, mencoba menembus barikade Polisi. Massa
kemudian mundur kearah Cikini, Salemba dan Jalan proklamasi. Massa yang mundur kearah
Salemba dan Matraman merusak dan membakar kantor Persit / Chandra Kirana, gedung
Departemen Pertanian berserta mobil yang berada di dalamnya. Mereka juga merusak dan
membakar gedung Darmek, Bank Keswan, dan Bank Swarsarindo. Sebagian massa
melempari kantor Polsek Matraman. Massa yang bergerak kearah Kramat Raya membakar
Show-room Toyota Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari amukan massa,
dan merusak gedung Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara. Ribuan massa terus
bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa mulai tercerai-berai.
Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen. Sebelumnya,
seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu. Massa yang
bergerak ke sekitar Jalan Proklamasi merusak gedung Telkom, persis di depan jalan tempat
Proyek Apartemen Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah
jembatan kereta api layang. Belum lagi masa dari arah selatan di bawah jembatan layang
kereta api yang sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu
kembali dengan massa besar tadi.mimbar besar pun di gelar. Helikopter polisi terus
memantau massa yang mulai mengadakan mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar
bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan sanjungan untuk Mega "Mega Pasti
menang" terus terdengar. Masa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai
merobohkan pagar besi. Lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas. Jalan
Panataran dan membakar 23 mobil. Dua toko di Jalan Proklamasi juga di bakar. Massa yang
mundur lewat Jalan Cikini merusak gedung Bank BHS. Sementara itu, aksi pendukung
Megawati masih berlanjut sampai hari Minggu tanggal 28 juli. Melihat peristiwa kerusuhan
ini pemerintah bereaksi keras, Kepala Staf Sospol ABRI Syarwan Hamid dan Dirjen Sospol
Depdagri Sutoyo N.K. mengundang sejumlah organisasi massa ke Departemen Dalam
Negeri. Mereka menyatakan bahwa peristiwa kerusuhan itu berkembang bukan lagi murni
masalah intern PDI, melainkan sudah meluas dengan masuknya pelbagai kepentingan yang
beraliansi dengan pimpinan PDI. Sejumlah 240 orang di tangkap dan 120 orang di nyatakan
sebagai tersangka.
Peristiwa itu berlanjut dengan diburu dan ditangkapnya beberapa orang aktivis PDI yang
ditahan oleh Kejaksaan agung, antara lain, Mochtar Pakpahan, Pimpinan Serikat Buruh
Indonesia(SBS) dan tokoh-tokoh Partai Rakyat Demokratik (PRD), tokoh majelis Rakyat
Indonesia (MARI) Ridwan Saidi, Permadi, Budiman Sujatmiko, dan Petrus Haryanto. Yang
dianggap telah melecehkan Presiden. sehingga mereka dituntut dengan Undang-Undang antisubversif. Motif politik dalam kasus ini sangat jelas. Bahkan, dalam pengakuan ketua PDI,
Soerjadi dikatakan bahwa penyerbuan dilakukan oleh Brimob dan TNI yang berpakaian PDI.
Selain pimpinan-pimpinan ini yang ditahan, tidak menutup kemungkinan adanya korban
yang ditimbulkan akibat peristiwa ini. Berdasarkan penelitian Komnas HAM, 70 orang
dinyatakan hilang dan 149 orang luka-luka. Kerugian material meliputi 22 gedung dan 91

mobil dibakar, serta 2 sepeda motor rusak. Ini sekali lagi membuktikan kepada kita betapa
perlunya adanya penyatuan didalam perbedaan. Banyak insiden-insiden yang terjadi
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Pengamatan yang lebih cermat memperlihatkan bahwa
ada kecenderungan sasaran aksi kerusuhan lebih didomonasi 78% oleh masyarakat atau
kerusuhan yang bersifat komunal (SARA).

2.1 KRONOLOGI PERISTIWA

01:00
Di Markas PDI ada sekitar 300 orang yang berjaga--suatu kebiasaan dilakukan sejak Kongres
Medan lalu. Di luar pagar, ada sekitar 50 orang. Satgas dan simpatisan Megawati mulai
terlelap dan sebagian ada yang bermain catur di pinggir pelataran kantor dan juga di Jalan
Diponegoro dengan beralaskan terpal.

03:00
Para pendukung Mega mulai mencium sesuatu bakal terjadi, setelah patroli mobil polisi
berkali-kali melintas. Sebagian dari mereka mencoba memantau keadaan dari jembatan
kereta api Cikini.

05:00
Serombongan pasukan berbaju merah, kaus PDI, bergerak menuju Diponegoro 58. Konon
mereka diangkut dengan delapan truk.

06:15
Pasukan berkaus merah tadi akhirnya sampai di depan Kantor PDI dan kedatangan mereka
disambut para pendukung Mega dengan lemparan batu. Pasukan merah tadi pun membalas
dengan batu dan lontaran api. Maka, spanduk yang menutupi hampir semua bagian depan
Kantor PDI terbakar ludes. Bentrok fisik pun tak terhindarkan. Sebuah sumber mengatakan
ada 4 orang tewas, tapi angka ini belum dikonfirmasi.
Semua jalan menuju ke arah Diponegoro sudah diblokir oleh kesatuan polisi.
Perempatan Matraman menuju ke Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas
Pekerjaan Umum yang sedang dipakai dalam pembangunan jembatan layang Pramuka-Jalan
Tambak.
Massa sudah berkumpul di depan Bank BII Megaria. Sedang di samping pos polisi sudah
bersiap dua mobil anti huru-hara dan empat mobil pemadam kebakaran persis di depan DPP
PDI. Polisi anti huru-hara terlihat ketat di belakang mobil anti huru-hara dan di depan Kantor
PDI.

09:15
Di samping Kantor PDI (dan PPP) terlihat massa -- yang tampaknya bukan dari PDI -sedang baku lempar batu denganABRI yang bertameng dan bersenjatakan pentungan. Massa
terus melawan dengan melempar batu.

09:24
Massa di belakang Gedung SMPN 8 dan 9, di samping Kantor PDI dan PPP, mulai terdesak
mundur ketika ada bantuan pasukan yang tadinya hanya berjaga-jaga di bawah jembatan
kereta api. Mereka dipukul mundur sampai di belakangGedung Proklamasi. Tiga wartawan
foto mulai membidik massa yang lari tunggang langgang, Sedang salah seorang wartawan
foto mendekati pasukan loreng dan berusaha mengambil gambar. Tiba-tiba seorang wartawan
foto -- yang belakangan diketahui bernama Sukma dari majalah Ummat -- terlihat dipukuli
pasukan loreng dan diseret bajunya (Lihat berita KOMPAS, 29 Juli 1996). Dari sana Sukma
-- dengan menarik bajunya -- dibawa ke belakang Gedung SMP 8 dan 9 Jakarta, tempat
pasukan loreng berkumpul yang berjarak 300 meter dari tempat pertama pemukulan.

09:35
Massa di depan Megaria yang diblokade pasukan polisi anti huru-hara, melempar batu ketika
mobil ambulans dari Sub Dinas Kebakaran Jakarta yang meluncur dari kantor DPP PDI
mencoba menerobos kerumanan massa dan polisi di depan Bank BII di pertigaan Megaria.
Massa yang berada di depan gedung bioskop Megaria dan Bank BII, berteriak-teriak dan
bernyanyi, "Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang".

09:45
Wartawan dalam dan luar negeri, yang sedari pagi berkumpul di depan pos polisi, mulai
dihalau oleh pasukan anti huru-hara menuju kerumunan massa di depan Bank BII.
Saat itu juga terlihat kepulan asap hitam membubung dari DPP PDI. Salah seorang satgas
PDI pro Mega mengatakan bahwa sebagian Kantor PDI sempat dibakar dan arsip-arsip di
dalam kantor sudah dimusnahkan. Korban tewas dari PDI pro Megawati yang berada di DPP
diperkirakan empat orang. Sekitar 300 orang luka parah, 50 orang diantaranya dari cabangcabang Jawa Timur yang tengah berjaga-jaga di Kantor PDI.
Jalan Diponegoro di depan DPP PDI mulai dibersihkan dari batu-batu dan bekas kebakaran.
Seonggok bangkai mobil dan motor yang terbakar juga disiram dan berada persis di depan
pintu masuk Kantor PDI.

11:30
Ribuan massa terus bertambah dan terpisah letaknya di 3 tempat. Yaitu di depan Bioskop
Megaria, di depan BII, serta di depan Telkom, persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen
Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah jembatan kereta api
layang. Belum lagi massa dari arah Selatan di bawah jembatan layang kereta api yang
sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu kembali dengan
massa besar tadi.
Mimbar bebas pun digelar. Helikopter polisi terus memantau massa yang mulai mengadakan
mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat
keamanan, dan sanjungan untuk Mega. "Mega pasti menang, pasti menang, pasti
menang.....," terus terdengar. Massa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai
merobohkan pagar besi, lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas.

11:40
Massa yang berada di dalam pagar lintasan kereta api mulai melempar batu ke arah aparat
yang sudah berjaga-jaga di depan SMP 8 dan 9 Jakarta. Terdengar dari kejauhan massa di
mimbar bebas terus berteriak mengecam aparat berseragam loreng. Batu-batu yang
beterbangan membuat wartawan berlindung di belakang blokade polisi dan sebagian lagi
menyelamatkan diri dengan berlindung di mobil anti huru-hara.
Pihak kepolisian Jakarta Pusat berusaha menenangkan massa yang melempari pasukan dari
Yon Kavaleri VII dan Yon Armed 7 Jayakarta. Massa yang terus bergerak membuat pasukan
berseragam loreng bertahan di sekitar Jalan Pegangsaan Timur.
Di depan pos polisi, massa yang terus bertambah jumlahnya memenuhi pentas mimbar bebas.
Massa di depan bioskop Megaria merobohkan pagar besi pembatas jalan dan bergabung
menyaksikan mimbar bebas. Salah seorang tampak berdiri di tengah lingkaran massa dengan
membawa tongkat berbendera Merah Putih yang dikibarkan setengah tinggi tongkat. Dia
berteriak, "Kita di sini menjadi saksi sejarah. Kawan-kawan kita mati di dalam Kantor PDI.
Kita harus menunggu komando langsung dari Ibu Mega," teriaknya lantang. Yang lain
menyanyikan, "Satu komando..... satu tindakan." Kemudian ada doa bersama untuk mereka
yang tewas.

12:40
Pihak keamanan meminta utusan mimbar bebas untuk bersama-sama pihak keamanan masuk
melihat situasi di dalam Kantor PDI. Lima orang akhirnya dipilih, sementara mimbar bebas
terus berjalan.

12:45
Bantuan polisi dari satuan Sabhara Polda Metro Jaya mulai berdatangan memenuhi jalan
depan Kantor PDI. Sedang lima orang utusan di bawah pimpinan Drs. Abdurrahman Saleh,
bekas pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, masuk ke dalam kantor DPP
yang porak poranda. Sekitar lima menit berada di dalam Kantor PDI, lima utusan tadi ke luar.
Salah seorang wakil utusan, ketika ditanya TEMPO Interaktif tentang bagaimana kondisi di
dalam kantor DPP, mengatakan, "Di dalam tidak ada apa-apa; darah berceceran di semua
ruangan." Orang ini bercerita sambil menahan tangis; matanya sarat air mata, sambil
membawa jaket merah PDI bernama dada Nico Daryanto, mantan Sekretaris Jenderal PDI,
dan satu spanduk merah.
Kelima utusan tersebut didaulat naik ke atas mobil anti huru-hara untuk melaporkan keadaan
di dalam gedung. Baru beberapa kata terucap dari utusan tadi, sebuah batu melayang entah
darimana dan mengenai tangan seorang utusan yang berdiri di atas mobil anti huru-hara.
Akhirnya, laporan keadaan Kantor PDI berhenti sampai di situ.

13:52
Pengacara Megawati, RO Tambunan, berpidato di depan Kantor PDI. Dia mengatakan, "Kita
menduduki Kantor DPP karena Megawati adalah pimpinan yang syah. Negara ini adalah
negara hukum, jadi tunggu proses hukum selesai," katanya keras. Yang dimaksud Tambunan
adalah proses hukum berupa tuntutan Megawati ke alamat Soerjadi dan sejumlah pejabat
pemerintah di pengadilan yang sampai kini masih disidangkan, sehingga status Kantor PDI
belum diputuskan.
Menurut RO Tambunan, Kapolres Jakarta Pusat sudah berjanji tidak seorang pun
diperkenankan masuk, termasuk kubu Soerjadi. Barang-barang tak satu pun boleh keluar dari

dalam kantor; pihak pengacara akan mendaftar barang-barang DPP. "Ini negara hukum, kita
harus turuti perintah hukum," ujar Tambunan.

14:05
Soetardjo Soerjogoeritno, salah satu pimpinan DPP PDI yang pro Megawati, tiba-tiba terlihat
berjalan mendekati Kantor PDI. Sesaat kemudian Soerjogoeritno bicara dengan Kapolres
Jakarta Pusat soal status Kantor PDI.
Massa yang mencoba mendekati Soerjogoeritno dihalau anggota Brimob yang bersiaga
dengan anjing pelacak. Tapi, melihat ribuan orang, dua anjing herder itu tak berani bergerak
mengejar massa. Massa makin berani. "Kami ini manusia, kok dikasih anjing," kata
seseorang marah. Siang itu pula setumpuk koran Terbit yang memberitakan Kantor DPP PDI
Diserbu, ramai-ramai dirobek-robek.

14:29
Hujan batu terjadi. Massa yang di berada depan pos polisi melempari barikade polisi anti
huru-hara. Satuan anti kerusuhan itu terpaksa mundur dan berlindung dari hujan batu. Mobil
anti huru-hara yang tetap nongkrong di bawah jembatan layang dilempari batu bertubi-tubi.
Dua lapis barisan polisi dan tentara bergerak maju. Dengan tameng dan tongkat mereka
merangsek maju menghalau massa. Maka, ribuan orang itu beringsut mundur ke arah
Salemba.
Ada sekitar 100 orang yang berlindung di dalam gedung Kedutaan Besar Palestina, persis di
depan Kantor PDI. Di samping Kantor PDI, di Kantor PPP, terlihat puluhan wartawan
berkumpul. Sementara itu, polisi dan tentara mengejar massa sampai di depan Rumah Sakit
Cipto (RSCM). Beberapa orang terlihat dipentung dengan rotan. Seorang siswa STM 1
Jakarta, menangis di depan bioskop Megaria -- lengannya patah ketika menangkis pukulan
dan pentungan petugas. Di depan Megaria itu suasananya gaduh, ambulans meraung-raung
terus menerus. Korban-korban yang bocor kepalanya dan luka-luka diseret ke depan Kantor
PDI dan menjadi bidikan foto wartawan.

15:00
Enam buah panser mulai berdatangan di depan pos polisi Megaria. Persis di depan Rumah
Sakit Cipto (RSCM), sebuah bus tingkat dibakar massa. Tak jauh dari bus yang terbakar, satu
lagi bus PPD nomor trayek 40, disiram bensin dan dibakar dengan sebuah korek api.
Terbakarlah bus jurusan Kampung Rambutan-Kota itu.

15:37
Persis di depan Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebuah bus Patas PPD nomor trayek 2,
habis terbakar. Ribuan massa mulai mencabuti rambu-rambu lalu lintas dan menghancurkan
lampu lalu-lintas di pertigaan Salemba. Asrama Kowad -- yaitu gedung Persit Kartika Candra
Kirana -- merupakan gedung pertama yang diamuk massa. Pertama-tama dengan lemparan
batu dari luar, kemudian massa masuk ke halaman, dan membakar gedung tersebut. Sebuah
kendaraan jip yang diparkir di halaman dibakar massa, menimbulkan api yang besar.
Wisma Honda yang terletak di sebelah Barat gedung Persit, tak luput dari lemparan batu.
Tapi, beberapa jam kemudian, gedung Honda itu pun habis dilalap si jago merah. Massa
kemudian bergerak ke arah Selatan dan membakar Gedung Departemen Pertanian yang
berlantai delapan. Sebuah sedan Mercy juga dibakar habis.

15:55
Massa terus bergerak ke arah Matraman. Maka, beberapa gedung pun jadi korban amukan api
yang disulut massa. Pertama-tama gedung Bank Swansarindo Internasional. Api yang berasal
dari karpet lantai dan korden jendela kaca itu dengan cepat merambat ke atas gedung
berlantai lima ini. Show room Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari
amukan massa dan dibakar beserta mobil yang dipamerkan di dalamnya. Selanjutnya Bank
Mayapada juga dibakar massa.
Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa mulai
tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen.
Sebelumnya, seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu.
Dia berkata kepada seorang rekannya yang berseragam loreng, "Bapak yang bawa senjata ke
depan saja Pak."

16:19
Massa rupanya melempari Bank BHS di Jalan Matraman. Kelihatan api mulai menyala di
samping gedung BHS, tetapi tidak sampai menyentuh gedung bank itu karena sepasukan
tentara berbaret hitam dengan tronton pengangkut pasukan segera tiba.
Sedangkan jalan Salemba Raya terlihat gelap. Asap hitam tebal dari gedung Bank Mayapada
dan Auto 2000 membubung ke udara. Massa yang bergerak ke arah Salemba inilah yang
kemudian membakar gedung Darmex, Gedung Telkom, terus sampai ke arah Senen. Namun
mereka dihalau panser tentara dan gagal mencapai Senen.

16:33
Tiga panser didatangkan ke perempatan Matraman. Panser ini berhasil membubarkan massa
yang merusak semua rambu-rambu lalu lintas.

19:00
Massa di Jalan Proklamasi mulai berkerumun. Tak lama kemudian mereka membakar toko
Circle K, Studio SS Foto, dan beberapa bangunan lagi. Aksi dikabarkan berlangsung sampai
pukul 01.00 dinihari.

2.3 BUKU DAN PENELITIAN


Peristiwa 27 Juli menghasilkan sejumlah buku dan sejumlah penelitian. Pejabat militer
juga menulis buku untuk menjelaskan posisinya dalam kasus itu. Benny S Butarbutar, yang
menulis buku Soeyono Bukan Puntung Rokok (2003), memaparkan Kasus 27 Juli dari
perspektif Soeyono yang kala itu menjabat Kepala Staf Umum ABRI. Ia membangun teori
persaingan srikandi kembar antara Megawati dan Siti Hardijanti Rukmana sebagai latar
terjadinya Kasus 27 Juli. Ia juga memaparkan, rivalitas di tubuh tentara yang membuatnya
tersingkir dari militer. Soeyono menyebutnya sebagai Killing the Sitting Duck Game,
rekayasa untuk "Membunuh Bebek Lumpuh." Sehari sebelum kejadian, Soeyono mengalami
kecelakaan di Bolaang Mongondow.
Buku lain yang muncul adalah Membongkar Misteri Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 dengan
editor Darmanto Jatman (2001). Tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga
membukukan hasil penelitian mengenai Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru-Soeharto di
Belakang Peristiwa 27 Juli? (2001).

2.4 PERINGATAN
Pada Rabu 26 Juli 2006, Malam Dasawarsa Tragedi 27 Juli 1996 digelar di bekas Kantor
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara hanya dihadiri keluarga korban dan saksi mata peristiwa ini. Petinggi partai yang sudah
berubah nama menjadi PDI Perjuangan tidak terlihat hadir. Begitu juga Ketua Umum
PDIPMegawati Sukarnoputri. Walau begitu acara berjalan khidmat. Setelah tahlilan,
peringatan itu diteruskan pemotongan tumpeng kemudian ditutup dengan renungan.

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Peristiwa 27 Juli 1996 telah dimulai sejak pelaksanaan kongres Medan yang dibiayai
dan langsung difasilitasi Pemerintah/ABRI. Kongres tersebut melengserkan Megawati dan
mendaulat Soerjadi sebagai Ketua Umum PDIP. Hal ini terjadi karena Soeharto khawatir
Megawati akan maju sebagai calon Presiden dalam sidang MPR tahun 1998. Hal tersebut
sangat menakutkan Soeharto sehingga ia merasa perlu melakukan tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan yang dilakukan Soeharto dengan mendudukan Soerjadi sebagai Ketua
Umum PDI tersebut ternyata mendapat perlawanan keras dari pendukung Megawati di
berbagai daerah. Kantor DPP PDI di Jl. Diponegoro 58 Jakarta menjadi pusat pergerakan dan
dikuasai oleh pendukung Megawati. Sehari sebelum kongres Medan, Pada tanggal 20 Juni,
sekitar 10 ribu banteng PDI turun ke jalan dari Kantor PDI ke lapangan Monas. Kericuhan
tak terhindari terjadi di depan stasiun Gambir antara simpatisan dan aparat, mengakibatkan
banyak korban. Setelah insiden itu Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso membuat kesepakatan
dengan Megawati yang intinya memperbolehkan pendukung Mega melakukan aktifitas di
halaman kantor PDI. Kesempatan itu digunakan pengurus PDI untuk menggelar mimbar
Demokrasi. Dalam mimbar itu simpatisan PDI diperbolehkan pidato dan menyampaikan
pikirannya.
Sebanyak 300 orang pendukung Megawati yang berada dalam kantor PDI di Jalan
Diponegoro 58 diserang dengan lemparan api dan lontaran api oleh ratusan orang, juga
berkaus merah, yang datang dengan menaiki 8 truk sejak pukul 6.15 pagi WIB. Terjadi
perang batu, spanduk yang menutupi gedung terbakar habis, dan akhirnya pasukan penyerang
memasuki kantor PDI itu. Sedikitnya lima orang tewas dan ratusan luka-luka dalam
bentrokan tersebut.
Semua jalan ke arah Diponegoro diblokade pihak kepolisian. Perempatan Matraman
menuju Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas PU yang sedang dipakai dalam
pembangunan jembatan layang PramukaJalan Tambak. Pukul 12.45 WIB sebanyak lima
orang antara lain dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia diperbolehkan polisi
masuk ke kantor PDI yang sudah porak-poranda itu. Mereka keluar dan melaporkan bahwa di
dalam sudah tidak ada orang kecuali darah yang berceceran di mana-mana. Sore hari sampai
malam, kerusuhan berlanjut yang diikuti dengan pembakaran gedung/ perkantoran di Jalan
Matraman dan Salemba.
Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya mampu
membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa
dan melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua
perwira militer yang diadili, Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel
Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel
Kodam Jaya) divonis bebas.

3.2

SARAN

Ada minimal tiga pelajaran yang dapat diambil dari kasus ini.
1. Pertama, negara tidak boleh lagi melakukan intervensi terhadap partai politik, apalagi
menggunakan kekerasan massal.
2. Kedua, agar kejadian ini tidak terulang, perkaranya harus dituntaskan.Temuan-temuan
terbaru dapat membantu penyidik untuk membuka lagi kasus ini.
3. Ketiga, perlu diwaspadai juga penulisan sejarah (resmi) yang tidak objektif dan
cenderung merugikan suatu golongan. Karena sekarang tidak boleh lagi pelarangan
buku, bila ada persoalan dalam substansi penerbitan, hal itu dapat diselesaikan secara
hukum.

3.3 LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai