PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Epidemiologi
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen
musiman yang tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis
dan
panas
seperti
daerah
mediteranian,
Timur
Tengah,
dan
Afrika.
2.4. Etiologi
Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1
a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
2.5. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum
Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda
asing ke dalam konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang
dinamakan respon radang atau inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada
umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan
fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali
akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata. Air mata diproduksi
oleh Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan kornea
sebagai Film air mata. Fungsi air mata:
1.
2.
3.
Anti bakteri
4.
fagosit
masuk
jaringan
(melalui
peningkatan
marginasi
dan
Histamin
Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
2.
Lekotrin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong
kemotaksis untuk netrofil.
3.
Prostaglandin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas
vaskuler mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
4.
5.
Kemokin
Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa
macam kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation
normal T cell expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant
protein).
6.
Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang
memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut
oleh hati, memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang
leukositosis beberapa macam sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6
(interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor alpha).
7.
Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zatzat anti mikrobial
2.
3.
4.
5.
6.
b. Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi.
Penyakit ini juga dikenal sebagai konjungtivitis musiman atau
konjungtivitis musim kemarau. Sering terdapat pada musim panas di
negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis
(panas).
Etiologi dan Predisposisi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I
yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat
keluarga yang kuat alergi.
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin
sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun.
Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi
terhadap tepung sari rumput-rumputan.1
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi,
dalam
hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan
10
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini
IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan
antigen, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi
ini merupakan reaksi yang cepat menurut Smolin (1986), reaksi
allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen
membentuk
kompleks
imun.
Keadaan
ini
menimbulkan
11
12
dengan
timbulnya
radang
insterstitial
yang
banyak
13
Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. D
alam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan
pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan
degenerasi
mukoid
dalam
kripta
di
antara
papil
ini berhubungan
dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel
mast.Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis
mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit
dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk
beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik
dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan
dalam kekambuhan konjungtivitis.
Dalam
penelitian
tersebut juga
ditemukan
adanya
reaksi
serta
reduksi
substansi dasar
deposit
pemeriksaanklinis.
sel
stone
Hiperplasia
yang
radang
secara
keseluruhan.
jaringan
secara
ikat
nyata
meluas
ke
pada
atas
maupun
pembuluh
darah
akan
mengalami
hialinisasi.
14
Pemeriksaan Penunjang
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang
secara rutin tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik
adalah menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan
pada media sehingga dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah
sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel per
kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa
peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam kondisi
konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel
dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan
membesar dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh
darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien
konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua
15
dari empat pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara
berlebih yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak
ditemukan pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum
11 pasien konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan
bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara air mata dengan level
kandungan serum pada kedua mata. Kandungan IgE pada air mata
diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam
serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien
konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml)
dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE
secara spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran
antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang
memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada
air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air
matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan
bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun
yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis
lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini
ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi
pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan dengan
antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien
konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada
kandungan histamin air mata pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05).
Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan mikroskopi elektron
yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit
dalam
substantia
propia
daripada
dengan
pengamatan
yang
Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat
khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan
adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini.
c. Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda
dan gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan
fotofobia. Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti
pada konjungtivitis vernal. Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil
meski tidak sebanyak terlihat pada keratokonjungtivitis vernal.1
e. Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas
tipe IV) terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein
pada penyakit tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok,
streptokok, dan Koch Weeks), virus (herpes simplek), toksin dari
moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra, jamur
17
Vernal
Atopi
Papiler
Flikten
Raksasa
Alergen Airborne
allergen;
debu
Musim
e.g:
rumah,
pasien atau
dermatitis
atopi,
bulu hewan
genetik
buatan Bakteri
kontak
faktor
atau
infeksi
sekunder
Khas
Tidak spesifik
Tipe
palpebral;
Papil halus
Giant
Lesi 1-3mm,
papillary
keras,
Cobble stone
Tipe limbal;
timbul,
hiperemis
Trantas dot
18
merah,
19
yang
sering
dipakai
adalah
fluorometholon,
medrysone,
b. Terapi sistemik;
-
besar.
Menghindari tindakan menggosok-gosok mata
dengan tangan
atau jari
2.9. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea
dan infeksi sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah
pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan (Vaughan, 2010).
2.10. Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat
sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi
apabila tidak ditangani dengan baik (Ventocillia M & Roy H, 2012).
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi
bagian anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior
dari palpebra (konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar
itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan
faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang
paling sering adalah konjungtivitis.
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian
putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari
konjungtivitis adalah alergi. Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam
klasifikasi dan salah satunya termasuk konjungtivitis vernal.
Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta
yang sistemik. Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila
terlalu berat perlu diberi pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik,
maka akan timbul suatu komplikasi. Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum
terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari penyebab alergen tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
2010.
Diunduh
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 1Oktober
2016.
Medicastore. Konjungtivitis Vernalis.
2012.
Diunduh
dari
http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.ht ml.
Oktober 2016.
Scott,
IU.
Alergy
Conjunctivitis.
2011.
Diunduh
dari
M,
Roy
H.
Allergic
Conjunctivitis.
2012.
Diunduh
dari
23