Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH HERPES-ZOSTER

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem integumen

Disusun Oleh:
Anggoro Susan Anggraeni
Intan Madulara
Tanti Agustiningsih
Eka Putri Permata Sari`
Rizki Mufidah
Puji Rahayu
Gita Septyana
Gadis Pratiwi Priyono
Rina Fajar Sari
Oselia Esa Muslimawati
Yuanita Wulansari

220110130021
220110130041
220110130043
220110130056
220110130067
220110130080
220110130086
220110130097
220110130100
220110130107
220110130135

UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014

(Chair)

(Scriber 2)
(Scriber 1)

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri
radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan eritematosa
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh kranialis atau spinalis. Herpes zoster
terjadi karena relaps endogen atau reaktivasi virus varisela zoster (VVZ).
2.2 Etiologi
Herpes terbagi menjadi 2 (dua), yaitu herpes zoster dan herpes simplex.
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi Virus Varicella Zoster, sedangkan
untuk herpes simplex terbagi menjadi dua berdasarkan virus yang
menginfeksi, yaitu Herpes Simplex Virus I (HSV I) dan Herpes Simplex
Virus II (HSV II).
Herpes Zoster diakibatkan oleh reaktivasi virus varicella zoster di
ganglion posterior. Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human
(alpha) virus herpes. Virus ini terdiri atas genome DNA double-stranded,
tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus
yang berukuran 150-200 nm bersifat infeksius namun sifat infeksiusnya dapat
dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, pH yang
tinggi. Virus ini dorman di area persyarafan otak dan medulla spinalis.Virus
ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella (chikenpox) dan
herpes zoster (shingles).
Sebelum klien menderita penyakit herpes zoster dapat dipastikan klien
sebelumnya telah menderita penyakit cacar air. Pada saat klien menderita
cacar air tidak seluruhnya virus menghilang melainkan terdapat virus yang
menempel di ganglion dan bersifat laten. Setelah reaktivasi virus herpes
zoster lalu virus akan dibawa ke ganglia spinal. Jika pada fase ini terdapat
factor risiko dan factor pencetus akan mengakibatkan aktivasi virus herpes
zoster, sehingga terjadi ganglionitis. Virus dibawa ke ujung-ujung kulit dan
mukosa melalui saraf, sampai akhirnya muncul eritema.
Biasanya virus ini menyerang bagian kulit, mukosa, dan saraf di sebagian
tubuh dan hanya pada satu sisi tubuh (unilateral), kanan atau kiri, sesuai
penjalarannya. Ruam berkumpul sesuai dermatom saraf.
Berikut ini faktor pemicu reaktivasinya virus varisela zoster:
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat
daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster
makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised)
seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan
manifestasi pertama dari immunocompromised.

3.
4.

Penderita malignansi dengan metastasis, dengan atau tanpa kemoterapi


atau radioterapi.
Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sum-sum
tulang.

Berikut ini factor pencetus kambuhnya herpes :


1. trauma / luka
6. kelelahan
2. demam
7. alkohol
3. gangguanpencernaan
8. obat - obatan
4. sinar ultraviolet
9. haid
5. stress
2.3 Tanda dan Gejala
Pembagian Gejala/ stadium herpes dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Stadium prodomal
Masa inkubasi penyakit herpes zoster adalah 14-21 hari pada orang
imunokompeten dan pada orang yang imunokompromais biasanya lebih
singkat yaitu kurang dari 14 hari. Pada masa itu terjadi replikasi virus.
Gejalanya dapat bersipat sistemik dan lokal. Gejala lokalnya berupa rasa
nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau terus menerus,
nyeri dapat dangkal atau dalam, terlokalisir,pada dermatom yang terserang
disertai dengan rasa panas/terbakar. Gejala sistemik berupa demam,
gatal,malaise, limfadenopatik, mual dan anoreksia,dan nyeri kepala. Lebih
dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal, gejala tersebut
umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul
lesi kulit.
2. Stadium Erupsi
Mula,mula timbul erupsi kulit yang bersifat unilateral, lesi dimulai
dengan eritema terlebih dahulu kemudian dalam waktu 12-24 jam
berbentuk papula atau plakat berbentuk urtika. Setelah 1-2 hari, akan
timbul gerombolan vesikel/ bintil-bintil berair yang tersusun berkelompok
diatas kulit yang eritematosa, sedangkan kondisi kulit diantara gerombolan
lain tidak sama. Lokalisasi lesi sesuai dengan dermatom yang dipersarafi
oleh salah satu atau lebih saraf yang terkena. Semua saraf dapat terkena,
yang tersering adalah saraf torakal,lumbal/kranial. Stadium ini biasanya
berlangsung selama 2 minggu dengan gejala utamanya berupa rasa nyeri.
Rasa nyeri yang dirasa bisa bersifat konstan atau intermiten, diikuti dengan
rasa terbakar pada bagian visceral.
3. Stadium krustasi-NPH
Vesikula menjadi purulen, mengalami krustasi, dan lepas dalam waktu
1-2 minggu. Sering terjadi neuralgia pasca-herpetika, terutama pada orang
tua, yang dapat berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Neuralgia pasca herpetika didefinisikan sebagai nyeri yang terus


berlangsung selama 3 bulan setelah lesi herpes zoster sembuh, atau nyeri
yang terus berlangsung selama 120 hari sejak timbulnya lesi herpes zoster.
Dari data yang ada, disimpulkan bahwa 10-25% pasien herpes zoster akan
mengalami neuralgia pascaherpetika dan kebanyakan pada pasien berusia
lanjut. Selain itu, ada pula gejala- gejala parestesia yang bersifat
sementara.
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan antara acute herpetic
neuralgia (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), subacute herpetic
neuralgia (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit) dan
Postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi
setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).
2.4 Pemeriksaan penunjang
1 Direct Fluorescent Assay (DFA)
a Preparat diambil dari scrapinng dasar vesikel tetapi apabila sudah
terbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
b Hasil pemeriksaannya cepat.
c Membutuhkan mikroskop fluorescence.
d Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
e Pemeriksaan ini dapat membedakan antara virus varicella zoster dan
virus herpes simpleks.
2 Tzanck Smear untuk mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simplex. Caranya: preparat diambil dari discraping dasar
vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai denga pewarna yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsas, Wrights, tuloidine blue ataupun Papanicolaous. dengan menggunakan
microskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini
sensifitasnya sekitar 84%
3 Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody digunakan untuk membedakandiagnosis
herpes virus
4 Immunofluororescent untuk mengidentifikasi varicella di sel kulit
5 Biopsi plong (punch) diagnosis lebih pasti dibandingkan dengan sediaan
hapus Tzanck, melalui bantuan mikroskop elektron dapat terlihat partikel
virus tetapi belum dapat dibedakan virus VVZ atau HSV. Secara
hepatologis dapat terlihat peradangan dan nekrosis ganglion, kadang kala
terlihat perdarahan ganglia, pada masa vesikulasi dapat ditemukan virus di
lepuh epidermis dan vaskulitis di dermis. Lima tanda spesifik secara
histolopatologis yaitu lepuh intraepidermal, degenerasi balon, degenerasi
retikuler, sel raksaa berinti banyak dan badan inklusi eosinofilik
intranukleus yang sering disebut Lipschutz bodies.
6 Isolasi virus dapat dilakukan dengan biakan dari cairan vesikel, darah,
cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi atau melalui identifikasi
langsung antigen VVZ atau asam nukleat pada spesimen. Pengambilan

virus yang infeksius dapat juga merupakan cara yang dipakai untuk
analisis berikutnya misalnya uji sensivitas obat antivirus. Isolasi virus
harus segera dilakukan yaitu pada saat lesi berupa vesikel, agar
mendapatkan sel hidup, juga virus akan segera rusak ketika lesi menjadi
pustular. Pada keadaan imunokompeten, VVZ dapat bertahan selama tiga
hari pertama pada varisela sedangkan pada herpes zoster mampu mencapai
seminggu.
Deteksi antibody terhadap infeksi virus

2.5 Penatalaksanaan
Terapi Pada Saat Stadium Prodormal Dan Erupsi
a. Farmakologi
1. Sistemik
a) Obat Antivirus
Strategi terapi farmakologis (terapi dengan obat) dalam pengobatan
penyakit herpes adalah dengan menggunakan obat-obat antivirus.
Pengobatan baku untuk herpes adalah dengan asiklovir, valasiklovir,
famcyclovir, dan pencyclovir yang dapat diberikan dalam bentuk krim,
pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih parah. Semua
obat ini paling berhasil apabila dimulai dalam tiga hari pertama setelah
rasa nyeri akibat herpes mulai terasa. Semua antivirus yang digunakan
pada infeksi Virus varisella zoster bekerja dengan menghambat
polimerase DNA virus. Asiklovir, ganciclovir, famciclovir, dan
valasiklovir secara selektif di fosforilasi menjadi bentuk monofosfat
pada sel yang terinfeksi virus. Bentuk monofosfat tersebut selanjutnya
akan diubah oleh enzym seluler menjadi bentuk trifosfat, yang akan
menyatu dengan rantai DNA virus. Asiklovir, famciclovir, dan
valasiklovir terbukti efektif dalam memperpendek durasi dari gejala dan
lesi.
1) Asiklovir
Asiklovir, atau yang dikenal dengan nama askiloguanosin
adalah obat antiviral yang digunakan secara luas untuk pengobatan
herpes. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada
virus. Pemberian Asiklovir tablet oral maupun intravena sebagai
antiviral yang betujuan untuk mengurangi demam, nyeri,
komplikasi serta melindungi penderita dari ketidakmampuan daya
tahan tubuh melawan virus herpes. Asiklovir dapat diberikan secara
oral, topical atau parenteral.
Asiklovir sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari
selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya
digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita

yang tidak bisa minum obat (Gunawan, 2008).


Tujuan terapi Asiklovir adalah mencegah dan mengobati
infeksi Virus varisella zoster, menyembuhkan gejala yang muncul,
seperti kemerahan (eritema), gelembung-gelembung berisi cairan,
keropeng atau kerak.
Cara Kerja Obat
Asiklovir adalah analog nukleosida purin asiklik yang aktif
terhadap virus Herpes simplex, Varicella zoster, Epstein-Barr dan
Cytomegalovirus. Di dalam sel, asiklovir mengalami fosforilasi
menjadi bentuk aktif asiklovir trifosfat yang bekerja menghambat
virus herpes simplex DNA polymerase dan replikasi DNA virus,
sehingga mencegah sintesa DNA virus tanpa mempengaruhi proses
sel yang normal (Gunawan, 2008).
Dosis dan Aturan Pakai
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 800 mg 5 kali sehari
selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya
digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita
yang tidak bisa minum obat.
Indikasi Asiklovir
1. Perawatan herpes simplex virus tipe-1 dan tipe-2 infeksi pada
kulit dan selaput lendir, termasuk infeksi awal dan berulang.
2. Prophylaxis infeksi herpes simpleks pada pasien
immunocompromised.
3. Perawatan cacar air (varicella).
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap asiklovir, valasiklovir,
atau komponen lain dari formula.
Peringatan dan perhatian
1. Pasien dengan gangguan ginjal parah dan orang tua dengan
gangguan bersihan kreatinin: dosis asiklovir harus dikurangi
untuk menghindari akumulasi.
2. Pasien penerima probenecid: probenecid mengurangi
pembersihan ginjal asiklovir dan karenanya meningkatkan
paruh.
3. Asiklovir tidak boleh digunakan selama masa kehamilan
kecuali bila manfaat yang didapat jauh lebih besar daripada
resikonya baik terhadap ibu maupun janin. Hati-hati pemberian
pada wanita yang sedang menyusui.
4. Meskipun asiklovir tidak standar teratogenic dalam studi
hewan, potensi obat menyebabkan istirahat kromosom pada

konsentrasi tinggi harus dipertimbangkan dalam membuat


penentuan ini.
5. Semua pasien harus berhati-hati untuk memastikan mereka
menghindari potensi penularan virus, terutama ketika lesi aktif
ada.
Efek Samping
Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan
tidak nyaman) sekitar 12% dan sakit kepala (2%). Pada system
pencernaan (gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-5%),
muntah (3%) dan diare (2-3%) (MIMS Annual Indonesia 2008).
Interaksi Asiklovir
Asiklovir oral dilaporkan dapat menyebabkan keracunan hanya
kecil sampai dengan sekarang. Seperti terkadang merasakan mual,
atau sakit kepala. Ruam kulit, muntah, diare, sakit perut telah
dilaporkan. Sementara peningkatan bilirubin dan enzim hati terkait
peningkatan kecil urea darah dan kreatinin kecil hematologi
mengakibatkan penurunan indeks kelelahan.
2) Valasiklovir dan Famsiklovir
Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster
adalah valasiklovir. Valasiklovir merupakan valyl ester dari
asiklovir dan memiliki bioavailabilitas yang lebih besar daripada
asiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari,
karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Untuk penderita yang
resisten terhadap Asiklovir seperti pada penderita herpes zoster
dengan immunocompromised dapat diberikan Foscarnet dengan
dosis 40 mg / kg BB secara intravena setiap 8 jam hingga membaik
(MIMS Annual Indonesia 2008)
Famsiklovir merupakan prodrug dari penciclovir yang secara
klinis efektif dalam mengobati herpes simplex virus tipe 1 dan 2.
famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari
selama 7 hari.
Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir
sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir.
3) Ganciklovir
Ganciclovir : mempunyai aktivitas terhadap herpes simplex
virus tipe 1 dan 2, tetapi lebih toksik daripada asiklovir,
famciclovir, dan valasiklovir, karena itu tidak direkomendasikan
untuk pengobatan herpes.
4) Vidarabin
Selain obat asiklovir ada juga obatvidarabin yang berfungsi
untuk menghambat polymerase DNA virus. Dosis yang digunakan

adalah 10-20mg/kgBB/hari. Vesikel secara cepat menghilang


selama 5hari. Tetapi ada efeksampingnya :
1. Gangguan neurologi: tremor, kejang
2. Gangguan hematologi : hematopia
3. Gangguan Gastro Intestinal : muntah
b) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan
oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.
Pasien NHA ringan menunjukkan respon baik dengan AINS
(asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non opioid
(asetaminofen/ paracetamol, tramadol, asam mefenamik). Kadangkadang dibutuhkan opioid untuk pasien dengan NHA berat.
Tujuan terapi paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan
panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang
lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk
meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. jadi,
tidak perlu heran bila suatu saat diberikan paracetamol oleh dokter
untuk mengatasi sakit kepala,nyeri atau sakit gigi (Gunawan, 2008).
Farmakologi obat asetamenofen/paracetamol ini mempunyai
aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik dengan sedikit efek anti
inflamasi. Seperti aspirin, asetaminofen berefek menghambat sintesis
prostaglandin perifer.
Indikasi paracetamol berefek meringankan sementara rasa sakit,
nyeri ringan dan perut terasa panas atau gangguan perut lainnya.
Farmakokinetik asetaminofen yaitu dia cepat diabsorbsi dari
saluran cerna. Pada lingkungan normal, asetaminofen dikonjugasi dihati
menjadi bentuk glukoronida atau metabolit sulfat yang tidak aktif.
Sebagian asetaminofen dihidroksilasi menjadi bentuk N-asetilbenzokuinonefen-reaktif tinggi dan metabolit berpotensi berbahaya
yang bereaksi dengan grup sulfhidril. Kemudian membentuk substansi
nontoksik, dan akhirnya disekresikan ke dalam urine (Gunawan, 2008).
Walaupun sebenarnya obat ini bisa dibeli dengan bebas di warung
warung, tetapi dalam penggunaanya tentu saja harus tetap
memperhatikan dosis yang dianjurkan. Jangan pernah coba coba minum
obat ini melebihi dari dosis yang dianjurkan bila ingin selamat. Jangan
pula meminum obat ini selama lebih dari 10 hari berturut turut tanpa
berkonsultasi dengan dokter. Obat ini juga jangan sembarangan
diberikan pada anak dibawah 3 tahun tanpa terlebih dahulu meminta

saran dari dokter. Peringatan diatas saya harap jangan disepelekan sebab
walaupun paracetamol kelihatan seperti obat yang jinak, namun dibalik
semua itu terdapat banyak efek samping yang perlu diwaspadai. Tetapi
hal tersebut tidak usah terlalu dikhawatirkan, asal diminum sesuai
dengan anjuran maka efek samping tidak akan pernah muncul dan
walaupun muncul, derajatnya sangat ringan (Gunawan, 2008).
Jika tidak ada masalah di organ hati, dosis maksimum paracetamol
untuk orang dewasa adalah 500 mg tiga kali sehari selama gejalah
demam dan nyeri masih ada, jika tidak ada hentikan pemakaian. Bila
karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat ini
melebih dosis maksimum tadi maka jangan heran bila kelak terjadi
kerusakan hati yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu
mendapatkan perhatian dan harus segera ke dokter antara lain: mual
sampai muntah, kulit dan mata berwarna kekuningan, warna air seni
yang pekat seperti teh, nyeri di perut kanan atas, dan rasa lelah dan
lemas. Adapun beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul
antara lain : kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan
bernafas/sesak. Seperti biasa, bila mengalami tanda tanda diatas setelah
minum paracetamol, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut.
Perhatian dan Peringatan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
teman-teman saat menjalani pengobatan dengan paracetamol. Jadi
sebelum minum paracetamol, sampaikan ke dokter anda kalau anda
sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi
paracetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu,
informasikan pula ke dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit
kronis seperti penyakit hati, ketergantungan alkohol, dan lain lain.
Paracetamol dapat merusak hati, maka bila ditambah dengan
mengkonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan mempercepat
terjadinya kerusakan hati (MIMS Annual Indonesia, 2008).
Tanda tanda yang dapat muncul setelah mengkonsumsi
paracetamol antara lain: terjadi perdarahan ringan sampai berat, keluhan
demam dan nyeri tenggorokan tidak berkurang yang kemungkinan
disebabkan oleh karena infeksi sehingga perlu penanganan lebih lanjut.
Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui
namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila
benar-benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.
c) Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis
protein. Molekul hormon memasuki sel melalui membran plasma
dengan cara difusi pasif. Didalam sitoplasma sel membentuk komplek

reseptor-steroi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan


kromatin. Ikatan merangsang transkripsi RNA dan sintesis protein
spesifik. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid
merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik, dan pada jaringan
lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang
sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel
limfoid (Gunawan, 2009).
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay
Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednisone dengan dosis 320
mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan
dosis prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antivirus.
Salah satu sediaan kortikosteroid adalah prednison. Prednison
tersedia dalam bentuk oral dengan dosis 5 mg per tablet. Dalam kaitan
dengan penyakit herpes zoster dosis prednison yang dapat diberikan
untuk mengatasi nyeri postherpestic adalah sebesar 3x 20 mg dalam
sehari (Handoko, 2011).
d) Vaksin zoster (Zostavax)
Zostavax adalah salah satu vaksin zoster dengan penggunaan satu
kali, kuat, dan meningkatkan cell mediated imunity spesifik VZV. Pada
sebuah studi, dibuktikan bahwa vaksin zoster mengurangi beratnya
kesakitan sebesar 61%, mengurangi angka kejadian herpes zoster
sebesar 51%, dan mengurangi angka kejadian neuralgia postherpestik
sebesar 67% (Sanford dan Keating, 2010).
2. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Pada stadium
vesicular yang terpenting adalah menjaga gelembung/Plenting cairan agar
tidak pecah supaya tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk
bagi kuman yang lain, yaitu dengan cara pemberian Asiklovir salep
digunakan untuk mengobati luka dingin (lepuh demam, lepuh yang
disebabkan oleh virus) pada wajah dan mata. Asiklovir bekerja dengan
cara menghentikan penyebaran virus herpes dalam tubuh (MIMS Annual
Indonesia 2008).
Asiklovir yang topical terdapat dalam bentuk sedian cream dan salep
untuk dioleskan ke kulit. Asiklovir cream biasanya dioleskan lima kali
sehari selama selama 4 hari. Sedangkan untuk salep Asiklovir biasanya
dioleskan enam kali sehari (biasanya 4 jam terpisah) selama 7 hari. Cara
terbaik memulai menggunakan salep Asiklovir sesegera mungkin setelah
pasien mengalami gejalah pertama infeksi. Perlu diingat Asiklovir cream

dan salep hanya digunakan di kulit jangan sampai cream atau salep masuk
ke mata, hidung, dan mulut. Jika gejalah semakin memburuk segera
hubungi dokter kembali (MIMS Annual Indonesia 2008)
Efek samping dari Asiklovir topical adalah kering atau bibir pecahpecah, terkelupas, mengelupas atau kulit kering, terbakar atau kulit
menyengat, kemerahan, pembengkakan, atau iritasi di tempat di mana
pasien dioleskan obat, gejala lainnya yaitu gatal-gatal, ruam, rasa gatal,
kesulitan bernapas atau menelan, pembengkakan wajah, leher, bibir, mata,
tangan, kaki, pergelangan kaki, atau kaki yang lebih rendah, suara serak.
Beberapa efek samping dapat serius. Jika pasien mengalami gejala-gejala
tersebut, segera hubungi dokter (MIMS Annual Indonesia 2008).
b. Non-Farmakologi
1 Selama gejala lesi kulit, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena
dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi
varisela dan orang dengan defisiensi imun.
2 Gunakan pakaian tertutup dan sun screen atau tabir surya bila ingin
keluar rumah, agar tidak terpapar cahaya matahari secara langsung.
3 Instruksikan pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih
dan kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan
setiap perubahan suhu badan, dan menggunakan baju yang bersih,
halus, lembut dan menyerap keringat untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
4 Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai
baju yang longgar untuk mencegah infeksi sekunder. Bila vesikel
pecah dan basah, diberikan compress terbuka dengan larutan terbuka
antiseptic atau kompres dingin dengan larutan NaCl 3 kali sehari
selama 20 menit.
5 Pendidikan pasien dan dukungan penting dalam penatalaksanaan
Herpes zoster. Hal tersebut meliputi penjelasan atas jalannya penyakit,
rencana pengobatan, dan perlu memperhatikan aturan dosis antivirus.
Tidak adanya pengetahuan pasien dan ketakutan pasien tentang
Herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus diberitahu tentang
resiko menular terhadap orang yang belum pernah cacar air.
6 Meningkatkan kekebalan tubuh dengan istirahat dan makan-makanan
bergizi karena infeksi virus akan cepat membaik dengan
meningkatnya system imun tubuh, serta berkonsultasi ke dokter kulit
dan kelamin.

Terapi NPH
1 Farmakologi
a. Topikal
1) Anastetik topikal
Eutectic Mixtureof Local Anesthetic (EMLA) yang diformulasikan
dengan lidokain 2,5% dan prilokain 2,5% dalam emulsi, diaplikasikan
di kulit dengan cara oklusi selama 90 menit atau lebih, menghasilkan
analgesia terhadap insersi jarum hingga kedalaman 5 mm. Bila
diberikan untuk area NPH dengan oklusi, EMLA menunjukkan
perbaikan nyeri bermakna hingga 10 jam setelah aplikasi
2) Anastetik lokal
Hilangnya 50-90% nyeri dapat dicapi oleh anastesi infiltrasi
subkutan, yang efeknya berlangsung selama beberapa jam hingga
beberapa minggu. Selain itu juga dikenal dengan pemberian anestesi
melalui epidural, intravena, saraf perifer, dan blok saraf interkostal.
Lidokain, prokain, dan mepivakain sering diberikan secara infiltrasi
atau intravena.
3) Kapkaisin
Kapkaisin telah banyak digunakan untuk terapi topikal pada
keadaan yang melibatkan nyeri, pruritus dan inflamasi. Pada awalnya
kapkaisin menyebabkan rasa terbakar dan hiperalgesia terhadap panas
atau tekanan. Setelah beberapa hari hingga seminggu, efek ini
digantikan oleh hipoalgesia sampai analgesia. Untuk mengurangi rasa
terbakar, dapar digunakan EMLA sebelumnya.
b. Sistemik
1) Analgesik
a) Antiinflamasi nonsteroid (AINS)
Asetaminofen, aspirin dan antiinflamasi nonsteroid umum
digunakan untuk NPH, namun manfaatnya terbatas. Ibuprofen
terbukti tidak efektif. Tetapi AINS berguna untuk potensiasi efek
analgetik opioid pada nyeri parah.
b) Opioid
Secara umum nyeri neuropatik kurang responsif terhadap
opioid dibandingkan nyeri non-neuropatik dan menurut konsensus
Eropa opioid tidak efektif untuk NPH.
2) Agen neuropatik
a) Psikotropik/ antidepresan
b) Antikonvulsan
c) Neuroleptik
d) Metikobal

Non-farmakologi
a. Pendekatan neuroaugmentatif

Beberapa pendekatan neuroaugmentif yang banyak digunakan


antara lain counterirritation, transcutaneous elesctrical nerve
stimulation (IENS), stimulasi deep brain, dan low intensity laser
therapy (LILT). Fleckenstain et al (2009) menyatakan bahwa,
akupuntur dilaporkan menjanjikan untuk beberapa percobaan pada
neuralgia, nyeri neuropatik, atau kondisi postherpestik. Penggunaan
teknik lain, seperti aplikasi ultrasound pada dermatom yang terkena
dan stimulasi korda dorsalis dikatakan tidak bermanfaat.
b. Terapi psikososial
Manajemen stress dan berbagai tehnik kognitif-perilaku, termasuk
latihan relaksasi, biofeedback dan hypnosis dapat bermanfaat sebagai
terapi penunjang. Pasien perlu diberi penjelasan mengenai perjalanan
penyakitnya, dibuat strategi untuk mengikatkan kepatuhan pasien dan
mempercepat kembali ke aktivitas sebelum sakit.
c. Terapi penunjang
Alodinia (nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus yang secara
normaltidak menimbulkan nyeri) taktil dapat diatasi dengan
penggunaan artificial skin seperti kolodion spray atau penggunaan
pakaian dengan bahan serat natural. Aplikasi cold packs juga
bermanfaat sebagai terapi penunjang.
d. Prosedur bedah saraf
Prosedur bedah saraf merupakan pilihan terakhir untuk NPH yang
kondisinya sudah benar-benar parah.
2.6 Komplikasi
1 Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun dengan gradasi
nyeri yang bervariasi berkisar dari ringan hingga berat dan dapat
mengganggu gerak dari area tubuh yang terkena. Kecenderungan ini
dijumpai pada orang yang terkena herpes zoster diatas usia 40 tahun. PHN
ini dapat berlangsung dalam beberapa bulan atau beberapa tahun lamanya.
Menurut Katz J & Melzack R, pada buku mengenai pengukuran nyeri,
Nyeri Herpes Zoster dan PHN adalah lebih nyeri daripada nyeri
melahirkan.
2 Herpes zoster yang desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti
otak, paru, dan organ lain yang dapat berakibat fatal.
3 Herpes zoster dapat menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan
ensefalitis, namun hal ini sangat jarang terjadi kira-kira hanya 0,2 0,5%
dari keseluruhan pasien.
4 Terganggunya fungsi sensori, sakit kepala, fotophobia, meningismus, dan
terlihat elektroensefalogram yang abnormal.

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Serebral angitis, merupakan suatu sindrom yang terdiri dari vaskulitis,


trombosis, dan mikroinfark yang terkait dengan hespes zoster oftalmikus
dan reaktivasi saraf kranial pada individu berusia lanjut.
Paresis saraf kranial dan peripheral
Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, kerato kongjutivitis,
episcleritis, iritis, papillitis, dan kerusakan syaraf
Herpes Zooster generalisata, bentuk klinis yang berat dengan gejala umum
yang berat dan lesi timbul tersebar merata keseluruh tubuh.
Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan bakteri.
Sindrom Ramsay Hunt
Motor paralysis
Meningoencephalitis
Motor Paresis
Terbentuk scar
Alopesia arkata

BAB III
PENUTUP

Daftar pustaka
Arvin A. The VZV challenge-improving management result. Herpes-The
forgotten disease. IHMF Guidelines and recommendations from innaugural
meeting of the IHMF. Written and produced by PPS Europe Ltd, Worthing,
West Sussex, UK, 1994.
Doenges, Marilyn: E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2.
Jakarta : EGC.
FK UI.2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi keempat. Jakarta
FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Rassner.1995. Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC. Hal:42-43.
Frieden I J, Penney N S. Varicella-Zoster Infection. In : Schchner L A, Hanses R
C editor. Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill Livingstone,
NewYork, 1995 : 1272-75.
Handoko RP. 2005.Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Harper J. Varicella (chicken pox). In : Textbook of Pediatric Dermatology,
volume 1, Blackwell Science, 2000 : 339-40.
Hartadi, Sumaryo S.2000.Infeksi Virus Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,;
92-4.
Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatology A Textbook of skin
Disease of Childhood and Adolescence, second edition, Philadelphia ; W.B
Saunders Company, 1993 : 324-27.
Johnson RW et al. The Impact of Herpes Zoster and Post-Herpetic Neuralgia on
Quality of Life. BMC Medicine. 2010 ; 8: 37-49
Lilie HM, Wassilew SW. Shingles (Zoster). In: Wolff MH, S. Schunemann,
Schmidt A (eds). Vari-cella-zoster virus Molecular biology, pathogenesis, and
clinical aspects. Vol 3. Basel: Karger, 1999: 111-127.
Carpernito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2.
Jakarta: EGC.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000.Penyakit Virus.
KapitaSelektaKedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
128-9.
Martodihardjo S. 2001.Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis.
IlmuPenyakitkulitdanKelamin. Surabaya: Airlangga University Press.
Marwali H, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. cetakan I. Jakarta.
Mc Cary M L. Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc.
1999.

Meliala L. Neuralgia Pasca Herpes. Nyeri Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri


PERDOSSI 2008 ; 63-76.
Muttaqin, Arif.1990. Asuhan keperawatan pada sistem integumen. Gramedia :
Jakarta
Pdf Varicella dan Herpes Zoster oleh dr. Ramona Dumasari Lubis,SpKK.
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Price, Sylvia A dan Willson, Loraine M (2006). Patofisiologi kosep klinis proses
proses penyakit. Jakarta: EGC
Ramona Dumasari Lubis.2008. Varicella dan Herpes Zoster.USU e-Repository
Siregar, Charles JP dan Lia Amalia.2004.Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan. Jakarta: EGC.
Strauss SE, Oxman MN, Varicella and herpes zoster. In: Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Fitzpatrick TB. Dermatology in general medicine. 5 ed. New York:
The McGraw-Hill Company, 1999: 2427-50.
Sugito T L.2003.Infeksi Virus Varicella-Zoster pada bayi dan anak. Dalam :
Boediardja S A editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 17-33.
Thakur R, Kent JL, Dworkin RH. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia. in:
Fishman SM, Ballantyne JC, Rathmell JP, eds. Bonicas Management of Pain.
4 ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2010; p. 348-55.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3425/1/08E00895.pdf
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:IJjuGJkNBuAJ:indonesia.digitaljournals.org/index.php/medcin/articl
e/download/83/88+&cd=8&hl=id&ct=clnk
http://www.edukia.org/web/kbibu/7-5-8-varicella-dan-herpes-zoster/ diakses pada
20 feb 2015 jam 12:24
http://www.herpes.on.net/shingles/guidlines.htm
http://www.klinikindonesia.com/herpes-zoster/gejala.php diakses pada tanggal 21
februari 2015
http://theherijournals.blogspot.com/2013/01/patofisiologi-dan-faktor-risiko.html?
=1

LAMPIRAN 1
PATOFISIOLOGI

LAMPIRAN 2

Asuhan Keperawatan pada Pasien Herpes-Zoster


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 62 Tahun
TTL
:Gol Darah
:Pekerjaan
:Alamat
:b. Keluhan Utama
Nyeri dirasakan sampai mengganggu aktivitas dan tidurnya serta tidak
dapat mengenakan pakaian dalam.
c. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri masih dirasakan meskipun luka lesi telah mengering
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Nyeri pada dada kiri menjalar sampai punggung, pegal dan linu di
seluruh tubuh yang terjadi selama 2 hari. Pada hari ke 3 muncul
eritema pada dada sebelah kiri sampai ke punggung disertai gatal dan
perih
Analisa Data
N Data yang
o
menyimpang
1. DO:DS: klien mengeluh
nyeri masih terasa
selama 2-3 bulan
setelah luka kering,
nyeri tersebut
mengganggu aktivitas
dan tidur klien

2.

DO: DS: klien merasa


tegang, tidak mau
makan, dan melamun

Etiologi

Masalah
keperawatan
Reaktivasi virus herpes dipicu Nyeri kronis
oleh faktor-faktor yang bisa
menimbulkan imunitas turun
(stress, DM, sinar UV)
kerusakan
saraf
spinalis
(dermatom) peradangan di
daerah persarafan kerusakan
saraf
bertambah
parah
mengirimkan
impuls
berlebih alodinia NPH
nyeri kronis
Reaktivasi virus herpes dipicu Kecemasan
oleh faktor-faktor yang bisa
menimbulkan imunitas turun
(stress, DM, sinar UV)
kerusakan
saraf
spinalis
(dermatom) peradangan di

daerah persarafankurangnya
informasi kecemasan
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan saraf ganglion yang ditandai
dengan nyeri yang berlangsung selama 2-3 bulan
2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
yang ditandai dengan klien merasa tegang, tidak mau makan, dan
melamun.
Intervensi keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan saraf ganglion yang ditandai
dengan nyeri yang berlangsung selama 2-3 bulan
Tujuan jangka pendek : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri pada
pasien berkurang
Tujuan jangka panjang : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa nyeri
hilang dan tidak kembali lagi.
Kriteria hasil
: Skala nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
No. Tindakan
Rasional
1.
Kaji lokasi, karakteristik, dan
Mengetahui lokasi, karakteristik, dan
skala nyeri
skala nyeri sehingga dapat
merencanakan tindakan selanjutnya
2.
Dorong ekspresi perasaan tentang Pernyataan memungkinkan
nyeri
pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping
3.
Dorong penggunaan teknik
Memfokuskan kembali perhatian ,
manajemen stress, contoh
meningkatkan relaksasi dan
relaksasi progresif, napas dalam,
mengalihkan perhatian pasien agar
distraksi, bimbingan imajinasi
tidak terfokus pada rasa nyeri.
dan visualisasi
4.
Anjurkan pasien memakai
Pakaian lembut dan tidak terlalu
pakaian yang halus dan lembut
ketat akan mengurangi rasa nyeri,
dan yang menyerap keringat
5.
Berikan aktivitas terapeutik tepat Membantu mengurangi konsentrasi
sesuai usia dan kondisi
pada nyeri yang dialami
6.
Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian analgetik topikal lebih
topikal sesuai indikasi
efektif untuk klien berusia 50 tahun
lebih.
2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
yang ditandai dengan klien merasa tegang, tidak mau makan, dan melamun.

Tujuan jangka pendek : Setelah dilakukan perawatan, asupan nutrisi klien


tercukupi
Tujuan jangka panjang : Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang
penyakit herpes, kecemasan yang dialami klien
berkurang
Kriteria hasil
: Klien tidak merasa cemas, dan cukup asupan nutrisi
Intervensi:
No. Tindakan
Rasional
1.
Berikan penjelasan dengan sering Pengetahuan yang diharapkan akan
dan informasi tentang prosedur
menurunkan ketakutan dan ansietas
perawatan
2.
Kolaborasi dengan dokter dalam
menjelaskan
3.
Ajarkan kepada pasien dan
keluarga tindakan-tindakan apa
saja yang harus dilakukan terkait
penyakit zoster, misalnya jangan
memakai handuk atau pakaian
bersama-sama guna menghindari
tertularnya virus varicella zoster
ini.
4.
Beritahu pasien dan keluarga
untuk melakukan imunisasi
herpes.
5.
6.
7.

LAMPIRAN 3

Notulensi SGD Kasus 1


Kasus (HERPES)
Ny. S, 62 tahun, mengeluh nyeri pada dada kiri menjalar sampai punggung.
Keluhan disertai nyeri, pegal dan linu di seluruh tubuh yang terjadi selama 2 hari.
Pada saat nyeri dirasakan, klien merasa tegang, tidak mau makan, dan melamun
karena mengira hal tersebut merupakan gejala penyakit jantung. Hari ke 3 muncul
eritema pada dada sebelah kiri sampai ke punggung disertai gatal dan perih. Esok
harinya muncul vesikula pada area tersebut. Klien mengatakan tidak dapat
mengenakan pakaian dalam bahkan nyeri dirasakan sampai mengganggu aktivitas
dan tidurnya. Pada saat berobat klien didiagnosa menderita penyakit Herpes.
Terapi yang didapatkan klien berobat adalah Asiklovir tablet dan salep. Luka
mengering dalam waktu 2 minggu namun nyeri masih dirasakan selama 2-3 bulan
setelah luka kering
Chair: Anggoro Susan
Scriber 1: Yuanita Wulansari
Scriber 2: Oselia Esa Muslimawati
Step 1
Asiklovir (yuan): zat anti virus untuk melawan virus Herpes (Susan) tidak
memberantas sampai habis -> dorman (gadis) mencegah replikasi/ peradangan
agar tidak menyebar (intan)
Vesikula (gita): benjolan berisi cairan jernih (rizki) ukuran sebesar jarum pentul
(yuan)
Eritema (tanti): bintik-bintik merah (eka) disebabkan pecahnya pembuluh darah
(tanti)
Herpes (osel): infeksi karena virus biasa terjadi di kulit yang sensitifdan selaput
mukosa muncul bercak kemerahan (puji) virus varisela zoster dan virus simplex
(eka) tersimpan di jaringan saraf yang terkena area dermatom (intan) muncul
setelah mengalami cacar air (susan)
Step 2
1. Penyebab timbul gejala seperti sakit jantung? (mutia)
2. Nyeri masih dirasakan walaupun luka telah mengering? (eka)
3. Pembeda dengan msalah penyakit jantung? (puji)
4. Cara mengatasi? (tanti)
5. Gejala dan tanda lain? (rina)
6. Klasifikasi? (yuan)
7. Komplikasi? (rizki)
8. Pencegahan? (gita)
9. Waktu penyembuhan? (gadis)
10. Pengaruh usia? (mutia)
11. Kenapa eritema muncul hanya pada dada sebelah kiri? (Tanti)
12. Terapi nyeri-> asiklovir termasuk obat nyeri? (puji)

13. Peran perawat-> pakaian dalam? (gadis)


14. Menular atau tidak? (rina)
15. Cara menular? (tanti)
16. Masa inkubasi hingga rasa sakitnya panjang? (osel)
17. Bagaimana prognosis penyakit? (rizki)
18. Kontraindikasi obat? (puji)
19. Diagnosa? (rizki)
20. Hubungan herpes dan pegal linu? (intan)
21. Efek samping obat asiklovir? (susan)
22. Boleh mandi? (gita)
23. Cara mengatasi kecemasan pasien? (osel)
24. Obat yang lain? (rizki)
25. Etioliogi? (mutia)
26. Tindakan awal perawat saat diagnosa? (intan)
Step 3
1. (gita) nyerang di sekitar dada karena syaraf kena (yuan) jaringan otot juga
terkena
2. (yuan) karena jaringan saraf yang terkena sehingga nyeri tidak bisa cepat
hilang
3. (osel) sakit saat inspirasi => paru-paru, sakit baik saat inspirasi maupun
ekspirasi => jantung
(rizki) aktivitas nyeri => jantung, aktivitas nyeri => bukan
4. (osel) virus -> anti virus, demam-> anti piretik, nyeri -> analgetik (puji)
herpes parah -> obat diberikan lewat infus (eka) daun sangjo
5. (mutia) pegal, nyeri, linu, demam, menggigil, eritema (osel) malaise
6. (Osel) Jenis virus:
a. Zoster => varisela zoster
b. Simplex => HSV 1 (anak) dan HSV 2 (sex, genital)
7. (gadis) mata -> sindrom Ramsay Hunt, nyeri, kelumpuhan
8. (puji) vaksin => zostavax (mutia) tidak menggunakan pribadi bersama,
hub. Seksual sehat (rizki) menjaga kondisi tubuh (gadis) terpapar cahaya
matahari
9. (susan) 7-10 -> untuk vesikula
3-4 minggu -> luka mengering
10. (gita) usia > 50 imun turun sehingga lebih berisiko, orang yang
mempunyai DM lebih berisiko
11. (puji) zoster hanya menyerang satu bagian karena mengikuti saraf
12. (yuan) obat analgetik mis. ibuprofen, paracetamol, dll (osel) distraksi nyeri
13. (tanti) memberi pendkes kepada keluarga (osel) sampaikan untuk
menggunakan pakaian longgar
14. menular
15. (rina) kontak langsung/ bersentuhan, hubungan seksual, penggunaan
barang bersamaan (osel) lewat udara

16. 17. (susan) herpes sembuh tetapi virus masih ada sehingga dapat kambuh,
pada ibu hamil -> menular pada bayi sehingga dapat mengakibatkan
gangguan orak bahkan kematian
18. (susan) pada ibu hamil ???
19. 20. 21. (gadis) gangguan GI -> mual, muntah, fatigue, diare, ruam kulit (intan)
bibir kering
22. (osel) boleh, karena menjaga kebersihan agar mengurangi gatal-gatal
23. (susan) pendkes, informasi cara membedakan dengan penyakit lain,
didistrkasikan
24. 25. (rizki) herpes zoster oleh varicella zoster virus awal cacar, sistem imun
aktivasi virus
26. (gadis) pakaian lembut
STEP 4

STEP 5
LO:
1. Askep
2. Diagnosa
3. Masa inkubasi
4. Patofisiologi
5. Etiologi
6. Farmakologi

STEP 6
Discovery Learning
STEP 7
c. Etiologi
Yuan: etiologi, klasifikasi, cara masuk
Rizki: karakteristik virus, awal mula virus masuk, unilateral
Intan: penyakit awal (cacar), tempat tinggal virus, cara menghilangkan
virus, ukuran virus
Puji: faktor pemicu
Osel: segala jenis kanker baik sedang mendapatkan kemoterapi,
radioterapi atau tidak keduanya
d. Tanda dan gejala termasuk masa inkubasi
Rina: gejala prodormal, lesi kulit,
Gita: penjelasan gejala prodormal, NPH, pembagian neuralgia
Rizki: tambahan masa inkubasi dari usu, skala nyeri herpes
Osel: nambahin gejala prodormal, nambahin tentang nyeri dari gejala
Intan: pembagian gejala prodormal (dari buku arif muttaqin), penjelasan
komplikasi NPH, beberapa komplikasi, gejala dipengaruhi oleh usia dan
faktor psikis
Komplikasi: gadis, osel, rizki, susan
e. Pemeriksaan
Susan: tzanck smear, kultur cairan vesikel
Tanti: direct fluorescent asay
Gadis: penjelasan direct fluorescent asay
Osel: biopsi plong (punch), isolasi virus
f. Patofisiologi
Eka & puji
g. Farmakologi
Tanti: sistemik = analgetik (asam mefenamat), antivirus | topikal = bedak
salicyl
Intan: kompres
Eka: pengobatan umum (kebersihan, jangan sampai keluar rumah)
Gadis: tambahan pengobatan umum (baju longgar)
Rina: vidarabin
Rizki: nonfarmako
Osel: keampuhan antivirus, berendam antiseptik,
Puji: akupuntur, terapi psikososial, managemen stress
h. Masalah keperawatan
1. Nyeri kronis
2. Kecemasan
i. Diagnosa
j. Askep

3. Nyeri kronis
Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka panjang
Kriteria hasil: nyeri berkurang pada skala apa
Intervensi:
a. Kaji lokasi, skala
b. Teknik relaksasi
c. Distra
4. Kecemasan

Anda mungkin juga menyukai