Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS SENYAWA KIMIA

ANALISIS VOLUMETRI: ASIDIMETRI-ALKALIMETRI

Disusun oleh:
Helda Arina Simatupang (12315244003)
Eka Rachmawati

(12315244010)

Kasyfi Rifqi M

(12315244020)

Yenni Sumarlina

(12315244023)

SCIENCE EDUCATION DEPARTEMENT


FAKULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCE
YOGYAKARTA STATE UNIVERSITY
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam basa merupakan parameter lingkungan yang sangat vital dalam kehidupan
sehari-hari kita. Air, tanah, limbah , maupun zat makanan seperti buah dan sayur dapat
mengandung zat asam maupun basa. Zat-zat tersebut dapat dinyatakan dalam derajat
keasaman (pH) atau derajad kebasaannya (pOH). Analisis mengenai kandungan atau yang
lazim disebut konsentrasi asam maupun basa dalam kimia analiasa dapat dilakukan dengan
titrasi secara cross check.
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan
mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui
konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut
berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik
dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi
antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik
akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis
pada suatu senyawa.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dituliskan antara lain:
1.
2.
3.
4.

Apakah yang dimaksud dengan asidimetri dan alkalimetri?


Bagaimana teknik melakukan titrasi?
Apa saja yang diperlukan untuk titrasi?
Bagaimana teknik titrasi diterapkan dalam kehidupan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:

1. Dapat memahami tentang titrasi asidimetri dan alkalimetri


2. Dapat mengetahui langkah-langkah titrasi asidimetri dan alkalimetri
3. Dapat mengetahui peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan titrasi asidimetri dan
alkalimetri
4. Dapat mengetahui penerapan titrasi dalam kehidupan di sekitar

BAB II
ISI

2.1 Analisis Volumetri (Analisis Titrimetri)


Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia: mengenal
unsur atau senyawa apa yang dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif adalah proses analisis
untuk menentukan atau mengidentifikasi banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap
penyusun yang terdapat dalam suatu zat atau senyawa. Analisis kuantitaif yang dilakukan
dengan mengukur volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara akurat
diklarifikasikan ke dalam kelompok analisis titrimetri (Analisis Volumetri) (Keenan, 1980).
Prinsip dasar dalam volumetrik adalah titik akhir dan titik ekuivalen. Titik akhir
adalah titik dalam suatu titrasi dimana suatu indikator berubah warna atau dapat dikatakan
titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Pencapaian reaksi titik akhir harus berlangsung
secara stoikiometri, dan Titik ekivalen adalah titik pada saat senyawa yang ditambahkan
(pentiter) telah tepat mencukupi bereaksi dengan analit.
Dalam proses titrasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Reaksi ini merupakan reaksi sederhana yang dapat dituliskan dengan persamaan reaksi.
Kondisi ini mensyaratkan bahwa substansi bereaksi secara sempurna dengan reagen
sesuai proporsional (stoikiometris).
2. Reaksi dapat berlangsung secara cepat (seperti kebanyakan reaksi-reaksi ionik). Bila
dimungkinkan dapat dengan penambahan suatu katalis.
3. Perubahan selama reaksi dapat diikuti dengan adanya perubahan energi, sehingga sifat
fisika atau kimia zat berubah pada saat tercapai ekivalensi.
4. Pemakaian indikator dapat menandai perubahan secara tegas. Indikasi akhir reaksi dapat
pula ditentukan dengan pengamatan (a) potensial antara elektroda indikator dengan
elektroda acuan (titrasi potensiometri),

(b) perubahan konduktivitas listrik larutan

(titrasi konduktometri), (c) arus yang melewati sel titrasi (titrasi amperometri), (d)
perubahan absorbansi larutan (titrasi spektrofotometri).

2.2 Klasifikasi Titrasi


Dasar kuantitatif analisis volumetri adalah reaksi-reaksi stoikiometris yang meliputi:
1. Reaksi-reaksi yang tidak melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Reaksi ini
bergantung pada kombinasi ion-ion.
2. Reaksi-reaksi yang mengakibatkan perubahan bilangan oksidasi.

Perubahan bilangan oksidasi unsur-unsur dalam senyawa yang bereaksi dengan senyawa
lain dapat terjadi pada seluruh unsur yang terlibat atau sebagian. Pada proses oksidasi
SnCl2 dengan FeCl3, unsur Cl tidak mengalami perubahan bilangan oksidasi. Unsur Sn
mengalami perubahan dari +2 menjadi +4 dan sebaliknya Fe berubah dari +3 menjadi
+2 (reduksi).
Atas dasar reaksi-reaksi ini analisis volumetri dibedakan dalam empat kategori
proses:
a. Reaksi-reaksi netralisasi (asidimettri dan alkalimetri). Proses ini meliputi titrasi basa
bebas atau basa yang berasal dari hidrolisis garam-garam asam lemah, dengan suatu
larutan standar asam (asidimetri), dan titrasi asam bebas atau asam-asam yang
terbentuk dari hidrolisis garam-garam basa lemah, dengan suatu larutan standar basa
(alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan penggabungan ion-ion hidrogen dengan
hidroksida membentuk air.
b. Reaksi-reaksi pembentukan senyawa kompleks. Proses ini merupakan reaksi-reaksi ionion (selain ion hidrogen dan hidroksida) membentuk suatu ion atau senyawa larut,
kurang terdissosiasi. Termasuk dalam kelompok ini adalah reaksi pada titrasi larutan
sianida dengan perak nitrat, ion klorida dengan larutan raksa (II) nitrat.
c. Reaksi-reaksi pengendapan, merupakan reaksi ion-ion membentuk endapan.
d. Reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi, melibatkan perubahan bilangan oksidasi atau
transfer elektron diantara zat-zat yang bereaksi. Larutan standar yang digunakan terlibat
dalam reaksi reduksi-oksidasi.
2.3 Asidimetri dan Alkalimetri
Asidi dari kata acid (bahasa Inggris) yang berarti asam sedang metri dari (bahasa
Yunani) yang berarti ilmu, proses, atau seni mengukur. Asidimetri adalah analisis volumetrik
yang menggunakan larutan baku asam untuk menentukan jumlah basa yang ada. Alkalimetri
adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa untuk menentukan jumlah
asam yang ada (Daintith, 1997). Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk
mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Titran umumnya berupa
larutan standar (zat baku), yang dapat berupa zat baku primer dan zat baku sekunder. Dalam
proses titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat (analit). Titrat
adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Jika larutan
bakunya asam disebut asidimetri, dan jika larutan bakunya basa disebut alkalimetri.

HA + OH- A- + H2O (analit asam , titran basa)


dan
BOH + H3O+ B+ + 2H2O (analit basa, titran asam)
Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti Natrium Hidroksida
(NaOH) dan Asam Klorida (HCl).
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Senyawa yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku. Larutan
standar dapat dibuat dari salah satu dari dua cara yaitu:
1. Standar primer yang ditimbang dengan hati-hati, dilarutkan, dan diencerkan akurat untuk
volume yang diketahui. Konsentrasi dapat dihitung dari data.
2. Larutan dibuat untuk perkiraan konsentrasi dan kemudian dibakukan oleh titrasi kuantitas
akurat ditimbang dari standar primer (Weiner, 2010).
Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar primer
dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah suatu larutan yang
konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan
volume yang terjadi, suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai
berikut:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan dan juga mudah dikeringkan (sebaiknya
pada suhu 1100 1200C).
2. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tidak boleh higroskopis, tidak pula dioksidasi udara atau
dipengaruhi karbon dioksida. Standar ini juga harus dijaga agar komposisinya tidak
berubah saat penyimpanan.
3. Zat harus dapat diuji terhadap zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang
kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tidak boleh melebihi
0,01-0,02).
4. Zat harus mempunyai ekivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat
diabaikan.
5. Zat harus mudah larutpada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
6. Reaksi dengan larutan standar itu harus soikiometri dan praktis sekejap. Sesatan titrasi
harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen (Harjadi,
1990).
Larutan standar sekunder adalah

larutan standar yang dipersiapkan dengan

menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga
konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Day & Underwood, 1999). Standardisasi

larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar sekunder ditentukan dengan tepat
dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer (John Kenkel, 2003).
Zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer adalah reaksi asam basa natrium
karbonat (Na2CO3), natrium tetrabonat (Na2B4O7), kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam
klorida bertitik didih konstan. Sedangkan standar sekunder adalah zat yang dapat digunakan
untuk standarisasi dan yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan pembandingan
dengan suatu standar primer (Basset, 1994).
Prinsip yang digunakan dalam titrasi alkalimetri dan aidimetri sama dengan prinsip
yang digunakan dalam analisis volumetric yaitu adanya titik ekuivalen dan titik akhir titrasi.
Gambar yang menunjukan sebelum mencapai titik ekuivalen dan seteah mencapai titik
ekuivalen yaitu

Gambar yang menunjukkan proses titrasi sudah mencapi titik akhir yaitu

Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak tepat
sama dengan titik ekivalen ( 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran, indikator bereaksi
dengan analit, atau indikator bereaksi dengan titran, diatasi dengan titrasi larutan blanko.
Larutan blanko larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali analit.Untuk mengetahui titik
ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva yang menyatakan
hubungan antara log [H+] atau log [X-] atau log [Ag+] atau E (volt) terhadap volum (W.

Haryadi, 1990). Hasil titrasi yang tidak sesuai dengan titik ekuivalen dan yang sesuai dengan
titik ekuivalen yaitu

2.4 Peralatan dalam Titasi


Peralatan yang digunakan dalam titrasi pada umumnya meliputi buret, statif, klem,
klem holder, erlenmeyer, pengaduk magnetik, pipet tetes, dan pipet transfer atau pipet
volumetric.
1. Buret

Biuret berfungsi untuk tempat larutan standar, yang dipakai biasanya yang memiliki skala
50 mL, skala 0 terletak diatas dan 50 dibawah, sebelum dipakai ada baiknya buret
dibersihkan dengan larutan K2Cr2O7, kemudian bilas dengan aquades. Cara memegang
biuret yaitu

Sedangkan cara membaca biuret yaitu

Susunan alat yang digunakan dalam titrasi asidimetri dan alkalimetri yaitu

2. Erlenmeyer
Erlenmeyer adalah tempat analit diletakkan, gunakan Erlenmeyer ukuran sedang 250 mL
untuk proses titrasi sebab Erlenmeyer ukuran ini enak dipegang dang kita lebih leluasa
untuk megocok Erlenmeyer.

3. Statif
Statif adalah alat untuk meletakkan buret agar bisa berdiri tegak, sebelum meletakkan
buret ke statis ada baiknya anda melapisi dengan kertas atau tisu agar pegangan statis
tidak langsung kena dinding luar buret.

4. Labu Ukur
Labu ukur berfungsi untuk digunakan pada untuk membuat larutan standar. Digunakan
untuk menambahkan pelarut.

5. Pipet Ukur
Pipet ukur berfungsi untuk mengambil larutan analit dengan volume tertentu misalnya 10
mL, 20 mL dan untuk menambahkan sejumlah titran sedikit demi sedikit dan tertentu.

6. Karet Penghisap
Alat ini digunakan untuk menghisap larutan pada waktu kita mengambil larutan dengan
menggunakan pipet ukur

2.5 Proses Titrasi


1. Membuat larutan HCl 0,1 N
Mencatat massa jenis () dari HCl dari label botol yang tersedi atau ukur dengan
aerometer serta kadar HCl untuk membuat larutan HCl 0,1 N dari HCl pekat, digunakan
rumus:
X =

Mr zat x V x N
10 x n x

Keterangan:
X

= Volume zat pekat

= Volume zat yang akan dibuat

= Normalitas zat yang akan dibuat

=Valensi zat (bila HCl = 1)

= Kadar (%)

= massa jenis

Mrzat

= massa rumus zat

Cara membuatnya dengan prosedur berikut ini yaitu mengambil X mL HCl pekat
dengan ipet uur (jangan disedot dengan mulut) dan dimasukan dalam labu ukur yang
mempunyai volume V ml. Misalkan V = 250 mL, maka HCl dimasukkan dalam labu

tersebut kemudian ditambah dengan akuades sampai tanda serta dikocok sampai
homogen.
2. Standarisasi larutan HCl dengan boraks
a. Menimbang dengan teliti 191-200 mg kristal boraks murni
b. Memasukkan dalam Erlenmeyer, kemudian menambahkan 50 mL aquades dan 2 tetes
indicator MO sehingga berwarna kuning
c. Melakukan titrasi larutan b dengan HCL hingga titik ekuivalen (larutan berwarna
jingga) dan catat volume HCL yang ditambahkan
d. Menghitung normalitas larutan HCL dengan rumus
N HCl =

Massa B 4 O7 .10 H 2 O( g)
B E B4 O7 .10 H 2 O volume titer ( L )

3. Menentukan kadar Na2CO3 dan NaOH dalam campuran


a. Mengambil 12,5 mL larutan campuran dengan pipet volume kemudian mengencerkan
dengan aquades hingga 50 mL
b. Mengambil sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer, menetesi 2 tetes indicator pp,
kemudian menitrasi dengan larutan HCL hingga warna merah hilang. Mencatat
volume HCL, misal a mL
c. Menambahkan indicator MO dan melanjutkan titrasi dengan HCL hingga titik
equivalen, misal volume HCL = b mL
d. Menambahkan indicator MO dan melanjutkan titrasi dengan HCL hingga titik
equivalen, misal volume HCL = b mL
e. Menghitung kadar (%b/v) Na2CO3 dan NaOH

NaOH =

Volumeakuades
( ab ) N HCL BE NaOH

103 100%
V larutan sampel
V larutan campuran

Na 2 CO 3=

( 2 b ) N HCL BE N a CO
Volume akuades

103 100%
V larutan sampel
V larutan campuran

BE NaOH = 40
BE Na2CO3 = Mr Na2CO/2
2.6 Penerapan Titrasi

Aplikasi titrasi asam basa dalam dunia industri yaitu untuk memberikan informasi
mengenai kesesuaian kadar asetat pada label botol sesuai dengan kadar sesungguhnya.
Selain untuk menentukan kadar asam asetat, aplikasi titrasi asam basa juga terdapat pada
bidang farmasi yaitu untuk menguji kemurnian sampel acidum acetylsalisilicum atau
biasanya disebut acetosal tau aspirin, yang berkhasiat sebagai analgetik, antiinflamasi, dan
antikoagulan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan teori-teori yang telah tersebutkan di dalam makalah ini dan apabila
pembaca telah membaca makalah ini maka dapat mengetahui bahwa:
Analisis kuantitatif dengan menggunakan metoda volumetri asam basa sangat
banyak digunakan sebagai metoda dalam penelitian dan dunia industri untuk analisis suatu
analit yang memiliki sifat asam atau basa.
Titrasi asam basa atau yang lebih dikenal dengan nama asidi alkalimetri merupakan
analisis konvensional, dimana menggunakan larutan yang bersifat asam maupun basa. Dasar
dari analisis ini adalah reaksi yang terjadi dari senyawa yang bersifat asam dengan senyawa
lain yang bersifat basa.
HA + OH- A- + H2O (analit asam , titran basa)
dan
BOH + H3O+ B+ + 2H2O (analit basa, titran asam)
Dalam analisis titrimetri asam basa untuk menunjukkan ketuntasan suatu reaksi
maka dapat digunakan pH meter dan larutan indikator yang harus di sesuaikan dengan titik
ekivalen yang akan dicapai dari reaksi yang terjadi nantinya.
Peralatan yang digunakan dalam titrasi pada umumnya meliputi buret, statif, klem,
klem holder, erlenmeyer, pengaduk magnetik, pipet tetes, dan pipet transfer atau pipet
volumetric.
Aplikasi titrasi asam-basa digunakan dalam bidang industry dan farmasi untuk
memberikan informasi mengenai kesesuaian kadar asetat pada label botol sesuai dengan
kadar sesungguhnya.
3.2 Saran
Metoda titrasi asam basa sangan dipengaruhi ole perubahan pH titrasi. Untuk
menunjukkan perubahan pH harus lah digunakan indikator yang sensitif terhadap perubah
nilai pH selam titrasi berlangsung. Perubahan ini bisa berupa perubahan warna larutan yang
dititrasi, perubahan warna ini harus spesifik.
Harus lebih diperhatikan adalah penggunaan indikator yang tepat dari analit yang di
uji karena setiap indikator mempuntai trayek perubahan pH yang berbeda.

Dalam analisis volumetri secara keseluruhan kita mengenal isilah larutan standar,
yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat. Ketepatan konsentrasi dari
larutan standar akan mempengaruhi perhitungan dari konsentrasi analit yang diuji nantinya.
Penulis merasa cukup sekian kata penutup yang disampaikan. tak ada gading yang
tak retak. Dalam laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
saran dan kritik yang dapat membangun perbaikan makalah ini dan sedikit banyaknya saya
ucapkan terima kasih. Guna peyempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritik
serta saran dari dosen pembimbing beserta teman-teman.

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.


J. Basset. 1994. Teknik Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erangga.
Underwood, A. L dan R. A. Day, JR. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Weiner, Susan A. 2010. Introduction to Chemical Principles. USA: Cengage Learning.
John Kenkel. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Washington: Lewis Publishers.
Rubinson, Judith F & Rubinson, Kenneth A. 1998. Contemporary in Analytical Chemistry.
Toronto: John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai