Anda di halaman 1dari 8

Deteksi Dini Kanker Serviks pada

Pusat Pelayanan Primer


di Lima Wilayah DKI Jakarta
Rathi Manjari Fauziah, Jimmy Panji Wirawan, Rossalina Lorianto,
Amanda Pitarini Utari, Rahmat Cahyanur, Setyawati Budiningsih
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstrak: Deteksi dini kanker serviks bermanfaat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas.
Metode penapisan kanker serviks yang dapat dikerjakan di pelayanan primer adalah pap
smear dan IVA. Upaya menjadikan deteksi dini kanker serviks sebagai program nasional
memerlukan kesiapan petugas kesehatan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk
menilai
pengetahuan, sikap dan perilaku petugas kesehatan di puskesmas dalam menjalankan
penapisan
kanker serviks. Penelitian ini adalah studi potong lintang pada November 2007 - Maret
2008dengan menggunakan kuesioner yang terdiri atas 15 pertanyaan mengenai
pengetahuan,
11 pertanyaan menyangkut sikap, dan 15 pertanyaan tentang perilaku. Responden
adalah
masing-masing 1 dokter dan 1 bidan, yang bekerja di 100 Puskesmas di lima wilayah
Jakarta
yang dipilih secara acak. Terdapat 198 responden, yang terdiri atas 99 dokter dan 99
bidan,
dari 20 puskesmas kecamatan dan 80 puskesmas kelurahan di lima wilayah DKI Jakarta.
Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang mengenai kanker serviks
dan
penapisan kanker serviks yaitu 52,8%. Sikap responden terhadap penapisan kanker
serviks
cukup yaitu 94,1%. Responden dokter dan bidan memiliki perilaku kurang yaitu 83,8%
dan
69,7%. Terdapat korelasi lemah antara pengetahuan dan perilaku pada kelompok bidan
(r=
0,241, p<0,05). Sebagian besar responden telah mengetahui IVA dan kegunaannya.
Bidan
merupakan petugas kesehatan yang sering mengerjakan pap smear maupun IVA
dibandingkan
dokter. J Indon Med Assoc.2011;61:447-452..
Kata Kunci: kanker serviks, deteksi dini, pap smear, IVA
448 J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

Early Detection of Cervical Cancer in Primary Health Care


in Five Areas of Jakarta
Rathi Manjari Fauziah, Jimmy Panji Wirawan, Rossalina Lorianto,
Amanda Pitarini Utari, Rahmat Cahyanur, Setyawati Budiningsih
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstract: Early detection of cervical cancer is beneficial in reducing morbidity and mortality rate.
Screening methods that could be conducted in primary health care are pap-smear and VIA. In
order to make cervical cancer screening a national program, the preparedness of the health care
personnels is necessary. This study assessed the knowledge, attitude, and behavior of health care
personnels in primary health care in performing cervical cancer screening. This was a cross
sectional study that was conducted in November 2007-March 2008 using a 3-sections
questionnaire.
Subjects were doctors and housewives in 100 primary health care centers that distributed
in five districts in Jakarta. The 198 respondents that participated in our study were distributed
among 20 district primary health care and 80 local primary health care facilities. Majority of
respondents were lack in knowledge about cervical cancer and cervical cancer screening (52.8%).
Most of respondents had adequate attitude toward cervical cancer screening program (94.1%).
Doctors and midwives were lack in behavior toward cervical cancer screening (83.8% and
69.7%). There was weak correlation between midwives knowledge and behavior (r=0.241,
p<0.05). Most of respondents had already acknowledged VIA and its purpose. Midwives performed
pap smear or VIA more frequently than doctors. J Indon Med Assoc.2011;61:447-452.
Key words: Cervical cancer, screening, pap smear, VIA

Pendahuluan
Kanker serviks merupakan kanker dengan insiden cukup
tinggi pada wanita di Indonesia.1 Hal tersebut menjadikan
alasan mengapa deteksi dini atau penapisan terhadap kanker
leher rahim penting. Saat ini, penapisan merupakan upaya
terbaik dalam menangani kanker serviks, mengingat tidak
sedikit beban kesehatan yang dikeluarkan untuk menangani
kanker ini.2
Program penapisan nasional diperlukan untuk menurunkan
insiden kanker serviks dan memperluas cakupan
penapisan ke seluruh daerah di Indonesia.3 Dalam menyusun
suatu program yang akan terintegrasi dalam program
kesehatan negara, banyak hal yang perlu menjadi
pertimbangan. Salah satu aspek tersebut adalah kesiapan
tenaga kesehatan yang akan berkecimpung dalam program
penapisan ini nantinya.4
Saat ini, memang sudah terdapat program penapisan
kanker serviks di beberapa puskesmas. Kegiatan yang
dilakukan adalah pap smear, akan tetapi masih terkendala

dengan kurang tersedianya peralatannya. Metode penapisan


lain yang dapat dikerjakan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan
Asam asetat), dengan biaya yang lebih murah dan metode
Deteksi Dini Kanker Serviks pada Pusat Pelayanan Primer
yang lebih sederhana dibandingkan pap smear.5,6 Namun,
sensitivitas dan spesifisitasnya tidak jauh berbeda.7-9
Penelitian ini tidak akan membandingkan pap smear dan
IVA, tetapi bertujuan untuk menilai kesiapan petugas
kesehatan di puskesmas dalam menjalankan program
penapisan kanker serviks terutama IVA. Hal ini dipilih karena
peneliti melihat IVA telah menjadi alternatif baru dalam deteksi
dini kanker serviks sesuai kebijakan Depkes yang
dicanangkan oleh Ibu Negara, Ani Yudhoyono, pada tanggal
21 April 2008.10 Dalam penilaian kesiapan pelaksanaan program
deteksi dini kanker serviks ini dibutuhkan data tentang
pengetahuan, sikap, dan perilaku dari tenaga kesehatan yang
akan menjalankan program tersebut. Data ini sangat
bermanfaat sebagai data dasar dalam merancang program
pelatihan deteksi dini kanker serviks bagi tenaga pelayanan
kesehatan primer, terutama dokter dan bidan.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang
dikerjakan pada pada November 2007 - Maret 2008. Setiap
responden diberikan kuesioner yang diisi sendiri oleh
responden setelah mendapat penjelasan dari peneliti.
Deteksi Dini Kanker Serviks pada Pusat Pelayanan Primer
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011 449

Kuesioner berisi 15 pertanyaan mengenai pengetahuan, 11


pertanyaan menyangkut sikap, dan 15 pertanyaan tentang
perilaku.
Responden adalah masing-masing 1 dokter dan 1 bidan,
yang bekerja di 100 Puskesmas di lima wilayah Jakarta yang
dipilih secara acak.
Data yang dikumpulkan kemudian diolah melalui proses
editing, verifikasi dan coding, untuk selanjutnya dimasukkan
dan diolah dengan menggunakan program SPSS 12.0.
Terhadap data yang telah diperoleh dilakukan analisis dengan
uji statistik non parametrik Chi square dan korelasi dengan
Pearson correlation.
Hasil
Terdapat 198 responden yang berpartisipasi pada
penelitian ini, yang terdiri atas 99 dokter dan 99 bidan, dari
20 puskesmas kecamatan dan 80 puskesmas kelurahan di
lima wilayah DKI Jakarta. Terdapat 1 puskesmas yang tidak
memiliki dokter dan 1 puskesmas lain yang tidak memiliki
bidan. Jumlah ini didapatkan dari 20 puskesmas kecamatan
dan 80 puskesmas kelurahan. Tabel 1 memperlihatkan hasil
penelitian berdasarkan sebaran tingkat pengetahuan, sikap,
dan perilaku responden.
Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Responden
Parameter Dokter Bidan Total
Skor Pengetahuan*
Baik 20,4 8,1 14,2
Cukup 30,6 35,4 33,0
Kurang 49,0 35,4 52,8
Skor Sikap*
Baik 26,3 30,3 28,3
Cukup 67,6 65,6 66,6
Kurang 6,1 4,1 5,1
Skor Perilaku*
Baik 2,0 4,0 3,0

Cukup 14,2 26,3 20,2


Kurang 83,8 69,7 76,8
*nilai dalam persentase (%)

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan


yang cukup bermakna antara tingkat pengetahuan yang
diperoleh dokter dan bidan. Selanjutnya masing-masing hasil
tersebut akan dijabarkan lebih dalam.
Pengetahuan
Sebanyak 52,8% responden memiliki pengetahuan yang
kurang mengenai kanker serviks, yaitu 49% dokter dan 56,6%
bidan. Secara umum responden sudah mengetahui bahwa
kanker serviks termasuk dalam lima besar kanker yang
menyerang wanita Indonesia.10,11 Mereka juga sudah
mengetahui bahwa kanker serviks umumnya terjadi di usia
30-50 tahun.12
Secara umum, responden sudah mengetahui bahwa
human papilloma virus (HPV) adalah penyebab kanker
serviks.9 Meski demikian, sebanyak 58,6% bidan tidak
mengetahui mengenai hal ini.
Mengenai gejala-gejala yang terjadi pada kanker serviks,
perdarahan pascakoitus, keputihan berbau (malodorous vaginal
discharge), perdarahan vagina terus-menerus (menometrorrhagia)
telah diketahui secara umum oleh para responden.
Tetapi yang mengetahui ketiga hal tersebut hanya
43,4% responden. Terdapat 25,4% dari responden yang masih
menganggap adanya gejala nyeri pada kemaluan sebagai gejala
awal kanker serviks.
Sebagian besar responden telah mengetahui bahwa
pernikahan usia muda, pasangan seksual lebih dari satu, dan
mempunyai banyak anak merupakan faktor risiko kanker
serviks. Namun, faktor risiko lain seperti merokok dan
pemakaian KB hormon hanya diketahui oleh 39,1%
responden dokter dan 26,4% responden bidan.
Mengenai metode penapisan kanker serviks, diharapkan
responden mengetahui bahwa pap smear, IVA, atau inspeksi
visual dengan lugol iodin (VILI) merupakan metode yang
dapat dipakai untuk deteksi dini. Sebanyak 99% responden
mengetahui tentang pap smear, 68,2% mengetahui tentang
IVA, akan tetapi hanya 6,6% yang mengetahui tentang VILI.
Jumlah responden yang mengetahui tentang pap smear dan
IVA sebanyak 62,9%. Sementara itu, ketika responden
ditanyakan mengenai kegunaan IVA, hanya 61,6% responden
yang menjawab dengan benar. Sebanyak19,3% responden
menjawab biopsi sebagai salah satu metode deteksi dini.
Sebanyak 50,8% responden mengatakan bahwa pap smear
masih menjadi pilihan paling tepat untuk puskesmas. Baru
sekitar 42,4% responden yang mengetahui hasil IVA yang
tepat dan hanya 27,9% responden yang mengetahui
mengenai krioterapi.
Sikap
Responden yang memiliki sikap cukup baik berjumlah
66,7%. Secara umum mereka menyetujui adanya program
deteksi dini kanker serviks dan yakin bahwa hal tersebut
dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks. Meski
sebagian besar respoden menyetujui dilakukannya pemeriksaan
pada wanita usia reproduksi dengan faktor risiko,
bahkan untuk pasien asimptomatik sekalipun, tetapi hanya
dua pertiga dari mereka yang menyarankan pasiennya untuk
melakukan deteksi dini.
Dalam penelitian ini, 45,1% responden menyatakan

setuju untuk langsung merujuk pasien-pasien yang meminta


penapisan kanker serviks ke dokter spesialis obstetri dan
ginekologi meskipun sebagian besar mereka merasa mampu
untuk melakukan deteksi dini kanker serviks ini sendiri di
puskesmas.
Sebagian besar responden menyatakan siap melaksanakan
IVA di puskesmas apabila mereka diberi pelatihan
terlebih dahulu
Deteksi Dini Kanker Serviks pada Pusat Pelayanan Primer
450 J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

Perilaku
Sebanyak 76,8% responden memiliki perilaku yang
kurang, Beberapa keadaan yang menunjukkan hal tersebut
adalah sebagian besar responden menyatakan tidak pernah
melakukan pemeriksaan genitalia interna dan eksterna.
Sebanyak 38,1% responden langsung merujuk pasien dengan
keluhan yang mengarah pada kanker leher rahim tanpa
melakukan pemeriksaan apapun dan sebagian besar dari
mereka belum pernah melakukan deteksi dini kanker leher
rahim baik pap smear maupun IVA.
Berdasarkan data, 55,6% puskesmas kecamatan telah
melakukan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode
pap smear dan atau IVA. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan
dengan puskesmas kelurahan yang hanya berjumlah
27%.
Di antara para petugas kesehatan yang sudah pernah
melakukan pap smear maupun IVA diketahui bahwa bidan
lebih banyak melakukan kedua hal tersebut dibandingkan
dokter.
Analisis terhadap hubungan antara pengetahuan, sikap,
dan perilaku, memperlihatkan adanya korelasi lemah antara
pengetahuan dan perilaku bidan (r=0.241, p< 0.05).
Diskusi
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa respons
dokter dan bidan terhadap penelitian ini cukup baik, yaitu
jumlah responden yang berhasil dikumpulkan sebanyak 198
individu. Secara umum, mereka menunjukkan masih
kurangnya pengetahuan dalam konteks kanker serviks serta
upaya pencegahannya. Sikap mayoritas responden cukup
baik, namun perilaku yang mereka cantumkan kurang
menyatakan dukungan mereka terhadap pencegahan kanker
serviks.
Pengetahuan yang dimiliki para responden masih
kurang, hanya setengah dari responden yang menjawab
benar pada pertanyaan mengenai insidens kanker serviks.
Lebih dari dua pertiga responden memang mengetahui
tentang gejala awal yang umum terjadi pada kanker serviks
seperti perdarahan pasca koitus, metro-menorrhagi, dan foul
discharge.13 Tetapi, kurang dari sepertiga responden menganggap
gejala berupa nyeri di daerah kemaluan merupakan
manifestasi dari gejala awal pada kanker serviks. Padahal,
keadaan seperti itu sudah merupakan gejala lanjut kanker
serviks.13
Faktor-faktor risiko kanker serviks penting untuk
diketahui oleh setiap dokter dan bidan untuk mengidentifikasi
individu dengan perilaku berisiko tinggi kanker serviks.
Hanya 11,7% yang menjawab bahwa semua faktor yaitu
merokok,14 pernikahan usia muda, promiskuitas, banyak
anak,15 serta kontrasepsi hormonal merupakan faktor risiko.16
Temuan kami didukung oleh penelitian serupa oleh Ruffin

MT17 dan Baay et al18 yang menemukan promiskuitas dan


pernikahan usia muda sebagai dua risiko kanker serviks yang
diketahui oleh mayoritas dokter di Amerika.17,18 Kondisi
tersebut menjadi perhatian karena kelima faktor risiko itu
merupakan hal umum yang seharusnya diketahui petugas
kesehatan terutama yang bekerja di bidang kesehatan wanita.
Untuk Indonesia, khususnya wilayah DKI Jakarta, masalah
kesehatan wanita (Keluarga Berencana dan Kesehatan ibu
dan Anak) umumnya ditangani oleh bidan. Tentu saja
informasi di atas tidak boleh dilewatkan oleh mereka.
Meskipun dokter umum di puskesmas bukan pelaksana
kegiatan dalam masalah KIA ataupun KB, melainkan sebagai
penanggung jawab atau pembuat kebijakan, mereka juga
sebaiknya mengetahui informasi-informasi dasar kanker
serviks.
Metode IVA adalah alternatif pap smear yang dapat
digunakan untuk negara dengan fasilitas terbatas. Beberapa
penelitian yang membandingkan IVA dan pap smear memperlihatkan
hasil yang cukup memadai antara keduanya.7-9
Sejumlah responden masih belum mengetahui peranan
IVA sebagai metode deteksi dini, karena mayoritas responden
masih menjawab pap smear sebagai metode deteksi dini kanker
serviks. Mayoritas responden setuju melakukan IVA di
puskesmas, akan tetapi mereka memerlukan pelatihan
sebelumnya. Hal itu menunjukkan kurangnya sosialisasi
kepada petugas puskesmas mengenai metode IVA. Padahal,
IVA saat ini sedang digalakkan di berbagai negara
berkembang seperti India dan Thailand3 untuk mengatasi
berbagai kendala yang terjadi pada pendayagunaan pap
smear.3
Dalam beberapa tahun belakangan mulai dilakukan
suatu program yang dinamakan see and treat19 atau singlevisit
approach3, yaitu seorang pasien yang diskrining dengan
IVA akan diterapi dengan krioterapi pada hari yang sama,
bilamana ditemukan kelainan dini serviks dari IVA tersebut.
Kurangnya pengetahuan mengenai IVA maupun krioterapi
disebabkan oleh fakta bahwa belum adanya sosialisasi perihal
kedua metode tersebut secara nasional.
Sikap para responden terkait kanker serviks cukup baik,
yaitu mayoritas responden menyatakan perlunya diadakan
suatu skrining massal kanker serviks. Lebih dari dua pertiga
responden menyatakan perlunya deteksi dini kanker serviks
pada semua pasien yang pernah berhubungan seksual,
walaupun dia asiptomatik. Responden juga secara umum
menyetujui agar dokter umum dan bidan sama-sama dilatih
untuk melakukan pemeriksaan IVA, sehingga dapat melakukan
deteksi dini kanker serviks. Responden juga menyetujui
apabila penapisan kanker serviks dilakukan di puskesmas,
dan dikerjakan terhadap wanita yang memiliki faktor risiko.
Akan tetapi, hampir setengah dari responden tetap merasa
penapisan kanker serviks lebih tepat dilakukan oleh dokter
spesialis obstetri dan ginekologi. Para responden sepertinya
tidak percaya diri untuk melakukan skrining kanker serviks
sendiri. Hal tersebut disebabkan berbagai pelatihan
penapisan kanker serviks yang ada hanya dikerjakan sesekali
saja. Keadaan itu hampir serupa dengan pernyataan Idestro
M et al20 yaitu bidan-bidan yang sudah dilatih masih
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

Deteksi Dini Kanker Serviks pada Pusat Pelayanan Primer


451

mengharapkan pelatihan lanjutan.20 Sebaiknya dilakukan


pelatihan deteksi dini kanker serviks pap smear ataupun IVA
secara berkala. Upaya lain adalah memasukkan kemampuan
melakukan medote penapisan kanker serviks dalam
persyaratan kompetensi sehingga seorang dokter umum
maupun bidan dapat dinyatakan mahir dan kompeten.
Sebagian besar responden yang pernah melakukan
penapisan bertugas di puskesmas kecamatan. Banyak
responden dokter yang menyatakan tidak pernah melakukan
pemeriksaan fisik vagina pada pasien, karena hal tersebut
bukan tugas mereka. Padahal, seorang dokter dituntut
menjadi seorang five star doctor, dan sebagai seorang care
provider dokter harus dapat memberikan penatalaksanaan
secara total. Apalagi, dokter dituntut juga menjadi seorang
manager, sehingga meski terdapat kegiatan yang bukan tugas
utamanya, setidaknya dia melakukan koordinasi dan
supervisi dengan tenaga kesehatan lain akan berbagai
tindakan. Dalam hal ini adalah skrining kanker serviks . Hal
itu dapat disebabkan faktor rasa malu, baik dari pihak dokter
maupun pasien, atau penolakan dari pasien. Beberapa studi
potong lintang lainnya juga mendapatkan hal serupa. Dokter
perempuan melakukan pemeriksaan vaginal, pap smear lebih
banyak dari dokter laki-laki. Dokter laki-laki melaporkan
adanya keengganan sosial dan kurangnya latihan sebagai
halangan yang cukup berarti.22-24 Survei yang dilakukan pada
bidan di Swedia menunjukkan bahwa meskipun pap smear
sudah terintergrasi dalam program kesehatan nasional,
tingkat pengetahuan maupun dukungan para bidan dalam
program tersbeut masih kurang.20
Pada penelitian ini berhasil dibuktikan adanya korelasi
lemah antara pengetahuan dan perilaku yang dimiliki oleh
bidan. Hal serupa tidak dijumpai pada responden dokter.
Sebagian besar alasan yang diungkapkan atas tidak
terlaksananya kegiatan skrining di puskesmas adalah belum
adanya pelatihan menyeluruh untuk para tenaga kesehatan,
belum terintegrasi dalam program kesehatan rutin puskesmas,
serta kurangnya sumber daya manusia maupun fasilitas
memadai untuk melakukan penapisan dini tersebut.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perlu persiapan
matang dalam segala aspek terkait upaya pencegahan kanker
serviks. Untuk membuat suatu kebijakan pencegahan kanker
serviks nasional, banyak hal harus diperhatikan dalam
memperhitungkan semua kebutuhan yang diperlukan (needs
assessment).25 Penelitian ini mungkin dapat sedikit membantu
dari segi pelayanan kesehatan, informasi, dan edukasi karena
menggambarkan secara kasar mengenai sumber daya manusia
pada pusat kesehatan primer di Jakarta dan kapasitas mereka
mengenai kanker leher rahim. Pengetahuan responden dapat
menjadi acuan dalam menetapkan strategi penyebaran
informasi dan edukasi dengan puskesmas sebagai pusatnya.
Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) menjadi salah satu alternatif
metode penapisan kanker serviks, akan tetapi masih perlu
persiapan agar cara ini bisa dilaksanakan secara optimal.
Salah satu yang terpenting adalah sosialisasi program IVA
disertai dengan pelatihan, baik untuk pembuat kebijakan
maupun pelaksana kegiatan di Puskesmas, serta perlu
dipersiapkan segala sarana dan prasarana yang sesuai untuk
mewujudkannya.

Pernyataan
Penelitian ini dibiayai oleh Asialink-Female Cancer Program.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh dinas
kesehatan DKI Jakarta, suku dinas kesehatan di lima wilayah
DKI Jakarta, serta seluruh dokter dan bidan yang telah
bersedia membantu terlaksananya penelitian ini.
Daftar Pustaka
1. Tjindarbumi D, Mangunkusumo R. Cancer in Indonesia, Present
and Future. Japan J Clin Oncol 2002; 32 (suppl.1): S17-S21.
2. Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R. Effective screening
programmes for cervical cancer in low- and middle-income
developing countries. Bulletin World Health Organization.
2001;79(10):954-62.
3. Broekhuizen FF. Overview of Cervical Precancer Treatment in
Low Resource Settings dalam Preventing Cervical Cancer in Low
Resource Settings: from Research to Practice, JHPIEGO, Conference
Report, Bangkok, Thailand, 4-7 December 2005.
4. Blumenthal PD. Testing for Cervical Cancer Prevention in Preventing
Cancer in Low Resource Settings: From Research to
Practice. JHPIEGO Conference Report, Bangkok, Thailand, 4-7
December 2005.
5. Nooy LS, Sjahjeny, Schad E. Adequate Help For Patients with
Cervical Cancer? The Referral System in Indonesia. A descriptive
Comparison Study in Four Provinces. Folia Medica
Indonesiana. 2005; 41(1).
6. Goldie SJ, Gaffkin L, Goldhaber-Fiebert JD, Gordillo-Tobar A,
Mah C, Wright TC; Alliance for Cervical Cancer Prevention
Cost Working Group. Cost-effectiveness of Cervical Cancer
Screening in Five Developing Countries. New Engl Med J.
2005;353(20):2158-68.
7. Nurrana L. Penanggulangan Kanker Serviks yang Sahih dan Andal
dengan Model Proaktif-VO (Proaktif, Koordinatif dengan
penapisan IVA dan terapi Krio) [disertasi]. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.
8. Tayyeb R, Khawaja NP, Malik N. Comparison of Visual Inspection
of Cervix and Papsmear for Cervical Cancer Screening.
Journal of College of Physicians and Surgeons Pakistan.
2003:13(4):201-3.
9. Goel A, Gandhi G, Batra S, Bhambhani S, Zutshi V, Sachdeva P.
Visual Inspection of The Cervix with Acetic Acid for Cervical
Intraepithelial Lesions. Int J Gynae Obstet.2005:88(1):25-30.
10. Deteksi Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. [ Cited: 3
Agustus 2008, Last update: 21 April 2008], www.depkes.go.id/
index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3081.
11. Prayitno A. Cervical Cancer with Human Papilloma Virus and
Eipstein Barr Virus Positive. Journal of Carcinogenesis.2006;
5:13.
12. Deganus S. Preventing Cervical Cancer: The Single Visit Approach.
from Research to Practice, JHPIEGO, Conference Report,
Bangkok, Thailand, 4-7 December 2005
13. Holschneider CH. Premalignant and Malignat Disorder of the
Uterine Cervix. In Current Obstetric and Gynecologic. Diagnosis
& Treatment, 9th edition. McGraw-Hill Companies;.2003.
14. Syrjnen K, Shabalova I, Petrovichev N, Kozachenko V,
Zakharova T, Pajanidi J, et al. Smoking is and Independent Risk

Deteksi Dini Kanker Serviks pada Pusat Pelayanan Primer


452 J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

Anda mungkin juga menyukai