Anda di halaman 1dari 13

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI

BESI PADA REMAJA PUTRI DI DESA WONOYOSO KECAMATAN BUARAN


KABUPATEN PEKALONGAN

ARTIKEL

Oleh
KHAIRUNNISA CH
030113a046

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
1

LEMBAR PENGESAHAN

Artikel berjudul

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI


BESI PADA REMAJA PUTRI DI DESA WONOYOSO KECAMATAN BUARAN
KABUPATEN PEKALONGAN

Disusun Oleh:
Khairunnisa CH
030113A046

Program D IV Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
Telah Diperiksa Dan Disetujui Oleh Pembimbing

Ungaran,
Maret 2016
Pembimbing Utama

Yuliaji Siswanto, SKM., M.Kes (Epid)


0614077602

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
2

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI


BESI PADA REMAJA PUTRI DI DESA WONOYOSO KECAMATAN BUARAN
KABUPATEN PEKALONGAN
Khairunnisa CH*), Yuliaji Siswanto, SKM., M.Kes (Epid)**),
Umi Aniroh, S.Kep., Ns., M.Kes**)
* Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo
**Staf Pengajar STIKES Ngudi Waluyo

ABSTRAK
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Faktor yang
berpengaruh dengan kejadian anemia gizi besi adalah Pengetahuan, pendidikan, dan aktivitas fisik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten pekalongan.
Jenis penelitian adalah korelasional, dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian
ini adalah seluruh remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan bulan
Januari sebanyak 214 remaja putri dengan teknik pengambilan sampel proportional random
sampling didapatkan sampel sebanyak 139 remaja putri. Instrument dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan formulir recall aktivitas fisik. Analisis data menggunakan uji kolmogorov smirov.
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dan aktivitas fisik dengan
kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan (p <0,0001). Ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia gizi besi
pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan (p <0,0001). Tidak
ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa
Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan (p= 0,821). Responden yang anemia
diharapkan menjaga kesehatannya dengan cara mengurang aktifitas yang berat dan menjaga asupan
makanan yang baik agar tidak anemia.
Kata Kunci
: Anemia, Pengetahuan, Pendidikan, Aktifitas Fisik
Daftar Pustaka : 27 Pustaka (2002-2014)

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
3

ABSTRACT
Female adolescents are the vulnerable group in suffering from anemia. The influencing
factors of the incidence of iron-deficiency anemia are knowledge, education, and physical activities.
This study aims to find the factors related to the incidence of iron-deficiency anemia in female
adolescents at Wonoyoso Village Buaran Sub-district Pekalongan Regency.
This was a correlative study with cross sectional approach. The population in this study was
all female adolescents at Wonoyoso Village Buaran Sub-district Pekalongan Regency in January as
many as 214 female adolescents and the samples were 139 female adolescent that sampled by using
proportional random sampling technique. The instrument in this study used questionnaires and
physical activity recall form. The data analysis used the Kolmogorov smirov test.
The results of this study indicate that there is a correlation between knowledge and physical
activity with the incidence of iron-deficiency anemia in female adolescents at Wonoyoso Village
Buaran Sub-district Pekalongan Regency (p < 0.0001). There is a correlation between physical
activity and the incidence of iron-deficiency anemia in female adolescent at Wonoyoso Village
Buaran Sub-district Pekalongan Regency (p < 0.0001). There is no correlation between the level of
education and the incidence of iron-deficiency anemia in female adolescents at Wonoyoso Village
Buaran Sub-district Pekalongan Regency (p = 0.821). The respondents with anemia are expected to
maintain their health by reducing heavy activities and maintain their food intake appropriately to
prevent anemia.
Keywords
: Anemia, Knowledge, Education, Physical activities
Bibliographies : 27 (2002-2014)
PENDAHULUAN
Populasi remaja merupakan kelompok penduduk yang cukup besar. Penduduk Indonesia
cukup didominasi oleh remaja. Jumlah penduduk Indonesia usia 10-19 tahun sebesar 22,2% dari
total penduduk (Waryana, 2010). Pada masa remaja kebutuhan atau kecukupan zat-zat gizi cukup
tinggi, sehingga faktor gizi sangat berperan dan menentukan postur dan performance seseorang
pada usia dewasa. Masalah gizi yang ditemukan pada remaja adalah kurang gizi (underweight),
obesitas (overweight), anemia, gondok (Waryana, 2010), salah satu masalah yang sering terjadi
pada remaja adalah kurangnya asupan gizi yang mengakibatkan penderita kurang gizi dan dapat
terkena anemia karena kekurangan zat besi (Waryana, 2010). Masalah masalah gizi dan kesehatan
yang dihadapi remaja tersebut saling berkaitan satu sama lain dan diperlukan penanganan yang
terpadu dan menyeluruh (Depkes, 2010).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. World Health
Organisation (WHO) Regional Office South East Asia Region Organisation (SEARO) menyatakan
bahwa 25-40% remaja putri menjadi penderita anemia defisiensi zat besi tingkat ringan sampai
berat di Asia Tenggara (Tim Poltekkes Depkes Jakarta, 2010).
Berdasarkan survei yang dilakukan WHO tahun 2001 yang dikutip Usman (2008), bahwa di
Amerika Serikat 30-40% balita dan wanita usia subur (WUS) dengan status anemia defisiensi besi.
Sedangkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 prevalensi anemia pada
usia 13-18 tahun yaitu 22,7% (KEMENKES RI, 2013). Perkiraan prevalensi anemia secara global
adalah sekitar 51% Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara berkembang
dibandingkan dengan negara yang sudah maju (Arisman, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia sejumlah 41,4% - 66,7% remaja putri menderita
anemia (WHO, 2008). Berdasarkan hasil data anemia di Propinsi Jawa Timur penderita anemia
pada remaja putri berjumlah 26,50%, dan anemia pada remaja putri di propinsi Jawa Tengah sekitar
57,7% (Depkes, 2010). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kejadian anemia pada remaja putri di

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
4

Jawa Tengah 2 kali lebih besar daripada remaja putri di Jawa Timur. Salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah yang angka kejadian anemia pada remaja masih tinggi yaitu Kabupaten Pekalongan.
Menurut hasil survei pelacakan anemia pada anak sekolah tingkat lanjut oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Pekalongan Desember 2014 menunjukkan bahwa (32,99%) remaja menderita anemia.
Jika di kaji dari letak geografisnya Kabupaten Pekalongan merupakan daerah pantai dimana tersedia
ikan yang melimpah sebagai sumber protein yang diharapkan dapat berperan dalam absorbsi besi
dan sumber zat besi dari makanan akan tercukupi namun kejadian Anemia pada remaja di
Kabupaten Pekalongan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya 32,99%
atau lebih dari 20 % sehingga diperlukan penanggulangan yang cukup serius (SKRT, 2013).
Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang
dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda antara laki-laki dan perempuan. Untuk
laki-laki, anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada
perempuan kadar hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100ml (Atikah, 2011).
Anemia pada remaja dapat berdampak pada menurunnya produktivitas kerja ataupun
kemampuan akademis di sekolah karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi. Anemia juga
dapat mengganggu pertumbuhan dimana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna. Selain itu,
daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit (Depkes, 2010). Selain itu
dampak yang ditimbulkan jika anemia pada masa remaja belum juga teratasi adalah menurunya
produktifitas kerja pada orang dewasa yang akhirnya berdampak pada keadaan ekonomi, dan bagi
wanita hamil akan menyebabkan buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi premature, serta
dampak negatif lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran (Wulansari, 2006).
Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan
dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan
sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Selain
itu, ketidakseimbangan asupan zat gizi juga menjadi penyebab anemia pada remaja. Remaja putri
biasanya sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi
makanan dan banyak pantangan terhadap makanan. Bila asupan makanan kurang maka cadangan
besi banyak yang dibongkar, Keadaan seperti ini dapat mempercepat terjadinya anemia (Kirana,
2011). Sebab mendasar anemia yaitu masalah social ekonomi yaitu rendahnya pendidikan,
rendahnya pendapatan, status social yang rendah dan lokasi geografis yang sulit, serta sarapan pagi
juga termasuk faktor penyebab anemia pada remaja putri. Selain hal itu, tingkat pengetahuan gizi
seseorang berpengaruh terhadap keadaan gizi individu yang bersangkutan, secara umum
pengetahuan remaja putri tentang anemia masih rendah (Wijiastuti, 2006).
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kekurangan besi yang terdapat pada makanan
(faktor gizi), gangguan absorpsi besi, kebutuhan zat besi yang tinggi, seperti pada bayi dan anakanak yang sedang tumbuh, kaum remaja, wanita hamil, dan ibu menyusui, dan kehilangan darah
menahun seperti perdarahan dari saluran cerna dan menoragia (Seriani, 2010). Penyebab paling
banyak dari anemia defisiensi besi adalah kurangnya asupan salah satu mikronutrien penting yaitu
zat besi. Hasil penelitian Bagian Ilmu Gizi FKUI tahun 2008 didapatkan bahwa 92% anak sekolah
mendapatkan asupan zat besi kurang dari rekomendasi harian (Mikail dan Candra, 2011). Sumber
zat besi selain dari protein hewani juga dari sayuran hijau. Data dari penelitian Bagian Ilmu Gizi
FKUI menyebutkan bahwa konsumsi daging dan ikan pada anak sekolah hanya 11%-16% dari porsi
harian. Sedangkan berdasarkan riset kesehatan dasar menyebutkan 94% anak sekolah kurang
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Riskesdas, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (2010) yang berjudul faktor-faktor yang
mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja wanita di PT HM Sampoerna Lamongan
ditemukan sebanyak 33,40% pekerja wanita mengalami anemia gizi besi dan tidak ada hubungan
antara karakteristik responden (usia, status pernikahan, pendidikan), status gizi (LILA dan IMT)
dengan anemia gizi besi.

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
5

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tentang laporan program
kesehatan remaja bulan Desember 2014 di dapatkan jumlah remaja putri yang berkunjung ke
Puskesmas Buaran selama bulan Januari - Desember 2014 berjumlah 568, prosentase dari 119 yang
mengalami anemia yaitu 20,95%. Survey awal yang dilakukan penulis di Puskesmas Buaran tanggal
20 Maret 2015 memperoleh data pada bulan Januari sebanyak 163 responden yang tersebar dari 10
kelurahan terdapat 41(25,15%) remaja yang mengalami anemia defisiensi zat besi, remaja yang
menderita anemia tertinggi terdapat di Kelurahan Wonoyoso dengan remaja yang dilayani sebanyak
28 remaja, prosentase dari 8 yang mengalami anemia yaitu 34,7%. Hasil studi pendahuluan di
Puskesmas Buaran juga didapatkan bahwa di Kelurahan Wonoyoso belum pernah ada penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja khususnya pada
remaja putri yang berkerja. Tujuan penelitian mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini korelasional dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross
sectional. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri di Desa Wonoyoso
Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan bulan Januari sebanyak 214 remaja putri. Metode
pengambilan sampel dengan cara proposionate random sampling. Sampel 134 remaja. Alat yang
digunakan data primer yaitu kuesioner. Uji statistik menggunakan uji uji kolmogorov smirov
dengan nilai alpha 0,05.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Kejadian Anemia gizi besi
Tabel 1 Distribusi frekuensi kejadian anemia gizi besi di Desa Wonoyoso Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan
Kejadian Anemia
Frekuensi
Persentase (%)
Anemia
16
11,5
Tidak Anemia
123
88,5
Total
139
100,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak anemia sebanyak 123
responden (88,5%).
2. Pengetahuan tentang anemia
Tabel 2 Distribusi frekuensi pengetahuan tentang anemia remaja putri di Desa
Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
17
12,2
Cukup
27
19,5
Baik
95
68,3
Total
139
100,0
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pengetahuannya baik
sebanyak 95 responden (68,3%).

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
6

3. Pendidikan Remaja Putri


Tabel 3 Distribusi frekuensi pendidikan remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
SD
6
4,3
SMP
95
68,4
SMA
38
27,3
Total
139
100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden lulus SMP atau sedang
bersekolah SMA sebanyak 95 responden (68,4%).
4. Aktifitis Fisik Remaja Putri
Tabel 4 Distribusi frekuensi aktifitas fisik remaja putri di Desa Wonoyoso
Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Aktifitas fisik
Frekuensi
Persentase (%)
Ringan
101
72,7
Sedang
19
13,7
Berat
10
7,1
Sangat berat
9
6,5
Total
139
100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden aktifitas fisiknya ringan
sebanyak 101 responden (72,7%).
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa
Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Tabel 5 Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia gizi besi pada
remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
Kejadian Anemia
Jumlah
Pengetahuan
p
Anemia
Tidak Anemia
f
%
f
%
f
%
Kurang
9
52,9
8
47,1
17
100,0 <
Cukup
6
22,2
21
77,8
27
100,0 0,0001
Baik
1
1,1
94
98,9
95
100,0
Jumlah
16 11,5 123
123,0
139 100,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang pengetahuannya kurang dan
mengalami anemia sebanyak
9 responden (52,9%),
lebih banyak dari yang
pengetahuannya cukup dan anemia sebanyak 6 responden (22,2%) dan responden
pengetahuannya baik tetapi anemia yang hanya sebanyak 1 responden (1,1%).
Berdasarkan uji kolmogorov smirnov didapatkan nilai p < 0,0001 =0,05 yang
artinya Ha diterima sehingga ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia
gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
7

2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di
Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
Tabel 6 Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi pada
remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
Kejadian Anemia
Jumlah
p
Anemia
Tidak
Tingkat pendidikan
Anemia
f
%
f
%
f
%
SD
3
50,0
3
50,0
6
100,0 0,821
SMP
11 11,6
84
88,4
95
100,0
SMA
2
5,3
36
94,7
38
100,0
Jumlah
16 11,5 123 123,0
139 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang lulus SD dan anemia sebanyak 3
responden (50,0%), responden SMP dan anemia sebanyak 11 responden (11,6%) dan
responden yang lulus SMA dan anemia sebanyak 2 responden (5,3%).
Berdasarkan uji kolmogorov smirnov didapatkan nilai p 0,821 > =0,05 yang
artinya Ha ditolak sehingga tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan
kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan.
3. Hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di
Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
Tabel 7 Hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia gizi besi pada
remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
Kejadian Anemia
Jumlah
p
Aktifitas fisik
Anemia
Tidak Anemia
f
%
f
%
f
%
Ringan
2
2,0
99
98,0
101 100,0 0,000
Sedang
5
26,3
14
73,7
19 100,0 1
Berat
4
40,0
6
60,0
10 100,0
Sangat berat
5
55,6
4
44,4
9
100,0
Jumlah
16 11,5 123
123,0
139 100,0
Tabel 7 menunjukkan bahwa responden aktifitasnya ringan dan anemia sebanyak
2 responden (2,0%), aktifitas sedang dan anemia sebanyak 5 responden (26,3%), aktifitas
berat dan anemia sebanyak 4 responden (40,0%) dan responden yang aktifitas sangat
berat sebagian besar anemia sebanyak 5 responden (55,6%).
Berdasarkan uji kolmogorov smirov didapatkan nilai p< 0,0001 =0,05 yang
artinya Ha diterima sehingga ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia
gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
8

PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Kejadian Anemia gizi besi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia sebanyak
16 responden (11,5%). Hal ini disebabkan letak geografis dimana berada didaerah pesisir
tetapi kebanyakan tidak menyukai konsumsi ikan. Selain itu pola kebiasaan makan yang
kurang bergizi saat sarapan seperti nasi mengono (sayur dari nangka muda), makanan
gorengan, minum teh, membuat asupan zat besi kurang dan menghambat. Kejadian anemia
dapat juga disebabkan kondisi remaja putri yang setiap bulannya mengalami menstruasi
tetapi zat besi yang dikonsumsi kurang.
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan . Kandungan zat besi dalam makanan
berbeda beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan besi adalah makanan yang
berasal dari hewani ( seperti ikan , daging, hati, ayam). Makanan nabati ( seperti sayuran
hijau tua) walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bias diserap dengan baik
oleh usus ( Gibney, 2008).
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi,
kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi.
Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah
maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi
makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan
(Masrizal, 2007). Asupan zat protein pada anak dapat dilihat dengan memantau asupan
makan selama 3 x 24 jam ( Almatsier, 2010).
Hasil penelitian didukung penelitian oleh Yusniawati tahun 2010 dengan judul
Pengaruh Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Anemia Pada Siswi Atlit Di SMU 9
banda Aceh Tahun 2010 yang hasilnya prevalensi anemia cukup tinggi mencapai 41,9%.
2. Pengetahuan tentang anemia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pengetahuannya baik
sebanyak 95 responden (68,3%). Pengetahuan baik dikarenakan responden mengetahui
penyebab anemia yaitu mengurangi makan yang berlebihan, tanda anemia yaitu mata
berkunang-kunang dan anemia menyebabkan menurunnya berat badan karena kekurangan
gizi. Pengetahuan dapat meningkatkan ketrampilan setiap anggota masyarakat agar mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri adalah sangat penting. Hal ini
berarti bahwa masing-masing individu di dalam masyarakat seyogianya mempunyai
pengetahuan dan kemampuan yang baik terhadap cara-cara pemeliharaan kesehatannya.
Hasil penelitian masih ada pengetahuan responden yang kurang dimana responden
tidak mengetahui penyebab anemia adalah infeksi, saat terserang anemia tubuh tidak merasa
segar dan makan sayuran menurut responden tidak dapat menyembuhkan anemia. Suatu hal
yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan didasarkan pada kenyataan bahwa
pengetahuan akan mempengaruhi gizi yang cukup dan penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan; setiap orang hanya akan cukup zat gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,
pemeliharaan dan energi; serta ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga
penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Hasil penelitian di dukung oleh penelitian oleh Ida Farida dengan judul Determinan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus tahun
Sebagian besar remaja putri mempunyai pengetahuan yang baik tentang anemia, tetapi sikap
kurang baik terhadap anemia.

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
9

3. Pendidikan Remaja Putri


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden lulus SMP atau
sedang bersekolah SMA sebanyak 95 (68,3%). Hal ini disebabkan umur responden pada
usia (16-18 tahun). Pendidikan penting bagi remaja untuk memahami informasi yang
didapatkan terutama tentang anemia. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal diharapkan
semakin tinggi pula tingkat pendidikan kesehatannya, karena tingkat pendidikan kesehatan
merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku kesehatan. Pendidikan
kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara
memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang
merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain.
Tingkat pendidikan remaja dapat mempengaruhi pola pikir remaja terutama dalam
mengkonsumsi makanan seperti makanan yang mengandung cukup zat besi. Tetapi bila
pengetahuan akan makanan kurang beraneka ragam maka makanan yang dikonsumsi hanya
yang biasa kebiasaan sehari-hari saja. Pengetahuan gizi berkembang secara bermakna
dengan sikap positif terhadap perencanaan dan persiapan makanan. Semakin tinggi
pendidikan meningkatkan pengetahuan remaja dalam memperhatikan gizi makanan
sehingga makin baik pula konsumsi energi, protein dan besi remaja tersebut.
Hasil ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Achmad Djaeni (2009) yang
menyatakan bahwa pendidikan merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi
keluarga, juga berperan dalam menyusun makanan. Bagi keluarga dengan tingkat
pendidikan rendah dikhawatirkan akan lebih sulit menerima informasi kesehatan khususnya
bidang gizi, sehingga tidak dapat menambah pengetahuan dan tidak mampu menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal diharapkan semakin
tinggi pula tingkat pendidikan kesehatannya, karena tingkat pendidikan kesehatan
merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku kesehatan. Pendidikan
kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara
memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang
merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari
pengobatan bila sakit dan sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan dengan Dian
Gunatmaningsih tahun 2007 dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes Tahun
2007 dimana hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki tingkat pendidikan
rendah yaitu sebanyak 42 responden (60%) dan responden yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi sebanyak 28 responden (40%)
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan erat
kaitannya dengan tingkat perawatan kesehatan, hygiene. Tingkat pendidikan dapat
menentukan pengetahuan dan ketrampilan remaja dalam menentukan makanannya yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap status anemia.
4. Aktifitis Fisik Remaja Putri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden aktifitas fisiknya
ringan sebanyak 101 responden (72,7%). Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan
tubuh secara keseluruhan. Aktifitas fisik yang baik bagi remaja adalah aktifitas fisik yang
sedang. Tubuh yang sehat mampu melakukan aktivitas fisik secara optimal, sebaliknya
aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dalam porsi yang sedang mempunyai dampak
positif bagi kesehatan remaja.
Aktifitas sebagian besar responden ringan karena yang dilakukan hanya tidur,
tiduran, duduk santai dan duduk makan. Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan
yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga akan membentuk pola. Aktivitas

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
10

remaja dapat dilihat dari bagaimana cara remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam
dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan
berulang-ulang (Ratnayani 2005).
Hasil kuesioner aktifitas responden masih ada yang berat (7,2%) dan sangat berat
(6,5%). Hasil ini didapatkan pada item pertanyaan kuesioner aktifitas dimana aktifitas
terberat dan mengeluarkan banyak kalori adalah aktifitas duduk menjahit, duduk membaca
dan menulis, mencuci piring, mencuci pakaian, menyapu dan mengepel.
Hasil penelitian berbeda penelitian oleh Chrissia Inggrid Sorongan tahun 2012 yang
hasilnya menunjukkan bahwa seluruh responden di SMP Frater Don Bosco Manado,
memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan yaitu rata-rata 291,92 MET/minggu.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di
Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Hasil penelitian ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia gizi besi
pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Hal ini
dapat dilihat dari bahwa responden yang pengetahuannya kurang dan mengalami anemia
sebanyak 9 responden (52,9%), lebih banyak dari yang pengetahuannya cukup dan anemia
sebanyak 6 responden (22,2%) dan responden pengetahuannya baik tetapi anemia yang
hanya sebanyak 1 responden (1,1%). Berdasarkan uji kolmogorov-smirnov didapatkan
nilai p <0,0001
Pengetahuan responden tentang anemia dapat meningkatkan proses tahu responden
mengenai anemia dimana responden memahami apa anemia, tanda gejala, cara mengatasi
sehingga membentuk sikap yang positif dimana responden tahu bahwa anemia berbahaya
sehingga membentuk perilaku untuk mencegah anemia dengan makanan yang bergizi dan
mengandung zat besi seperti sayur sayuran yang kebanyakan remaja selama ini tidak
menyukainya.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian di dukung oleh penelitian oleh Ida Farida dengan judul determinan
kejadian anemia pada remaja putri di Kecamatan gebog kabupaten kudus tahun 2006
menunjukkan ada hubungan pengetahuan dengan kejadian anemia pada remaja putri
(p<0,05).
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja
putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Hasil penelitian tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
anemia gizi besi pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang lulus SD dan anemia sebanyak 3
responden (50,0%), responden SMA dan anemia sebanyak 11 responden (11,6%) dan
responden yang lulus SMA dan anemia sebanyak 2 responden (5,3%). Berdasarkan uji
kolmogorov smirnov didapatkan nilai p 0,821 > =0,05.
Tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi
pada remaja putri disebabkan meskipun pendidikannya tinggi jika asupan makanan kurang
mengandung zat besi dan aktifitasnya berat maka kebutuhan zat besi kurang dan dapat
menyebabkan anemia di tingkatan pendidikan SD SMP maupun SMA.
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan agar terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin
tinggi pula tingkat kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
11

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup sehat terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan.
Pada umumnya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi (Wawan, 2010). Namun dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan disebabkan
faktor lain seperti kebiasaan konsumsi makanan yang kurang zat besi, tidak teratur dan
hanya makan makanan yang disukai menjadikan faktor lain penyebab anemia.
Penelitian Fifi. M. Liow (2012) didapatkan hasil tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia, dimana diperoleh nilai p = 0,742 <
0,05.
3. Hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri
di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Hasil penelitian ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia gizi besi
pada remaja putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Hal ini
dapat dilihat dari responden aktifitasnya ringan dan anemia sebanyak 2 responden (2,0%),
aktifitas sedang dan anemia sebanyak 5 responden (26,3%), aktifitas berat dan anemia
sebanyak 4 responden (40,0%) dan responden yang aktifitas sangat berat sebagian besar
anemia sebanyak 5 responden (55,6%). Berdasarkan uji kolmogorov smirnov didapatkan
nilai p <0,0001.
Aktifitas fisik yang berat membutuhkan banyak energy dari remaja sehingga
menyerap banyak kebutuhan remaja yang bila tidak cukup dapat menyebabkan remaja
kekurangan gizi sehingga terjadi anemia. Hasil penelitian didukung penelitian oleh Hapzah
tahun 2010 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik
kejadian anemia pada remaja putri (p=0,025).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada remaja yang melakukan aktivitas fisik
dengan kategori ringan seperti duduk santai, menonton televisi, duduk makan maupun
sedang seperti duduk membaca, menyapu, mengepel juga mengalami anemia, ini
disebabkan kurangnya asupan nutrisi yang mengandung zat besi atau akibat kurangnya
jumlah besi total dalam makanan dan kualitas besi yang tidak baik atau bioavailabilitas
rendah. Hal ini juga berhubungan dengan kurangnya konsumsi makanan yang banyak
mengandung serat, rendah vitamin c, dan rendah daging serta mengkonsumsi makanan yang
menghambat penyerapan zat besi seperti teh.
SIMPULAN
1. Sebagian besar responden tidak anemia sebanyak 123 responden (88,5%).
2. Sebagian besar responden pengetahuannya baik sebanyak 95 responden (68,3%).
3. Sebagian besar responden lulus SMP atau sedang bersekolah SMA sebanyak 38 responden
(27,3%).
4. Sebagian besar responden aktifitas fisiknya ringan sebanyak 101 responden (72,7%)
5. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di Desa
Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan (p <0,0001)
6. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja
putri di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan (p= 0,821)
7. Ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di
Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan (p <0,0001)

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
12

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gamedia Pustaka Utama ; 2010
Departemen Kesehatan R.I. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes. RI ; 2010.
Dieny, FF. Permasalahan Gizi pada Remaja Putri. Graha Ilmu: Yogyakarta ; 2014.
Gibney. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC ; 2008.
Nugraheni, dkk. Info Anemia Gizi. Semarang: FKM Undip ; 2000.
Proverawati, A. Anemia dan Anemia dalam Kehamilan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama ;
2011.
Ratnayani. Identifikasi karakteristik mahasiswa putra TPB IPB dengan status gizi kurang [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ; 2005.
Waryana. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
Widyastuti. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitra Maya ; 2009.

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri
Di Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
13

Anda mungkin juga menyukai