Anda di halaman 1dari 21

Klinik Dokter Keluarga, Sistem Pembiayaan Doga, Rujukan, dan Komunikasi

Dokter-Pasien
01.38 FRANZ SINATRA YOGA No comments
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
1. DOKTER KELUARGA
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer

yang

komprehensif,

kontinyu,

mengutamakan

pencegahan,

koordinatif,

mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi keterampilan dan


keilmuan yang mapan, Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai
penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah
sakit rujukan, dan pihak pendana yan gkesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan
dan perundangan. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin,
usia ataupun jenis penyakitnya.
Dokter Keluarga Menurut IDI yang ke-18
Dokter yang memberi pelayanan kesehatan yang berorientasi pada komunitas dengan titik
berat keluarga sehingga dia tidak memandang penderita sebagai individu yang sakit tapi
sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita / keluarganya.

Ciri DK versi IDI


1. Melayani pasien tdak hanya sebagai individu tapi juga bagian dari keluarga
2. Memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh (holistic) dan memberikan secara lengkap dan
sempurna, melebihi yang dikeluhkan.
3. Memberikan yankes dengan tujuan utama meningkatkan derajat kesehatan, mencegah
penyakit, mengenal, serta mengobati penyakit sedini mungkin
4. Mengutamakan yankes sesuai dengan kebtuhan
5. Menyediakan diri sebagai tempat yankes primer dan ikut bertanggung jawab pada yankes
lanjutan
2. TUGAS DOKTER KELUARGA
1.

Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna

penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan,


2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,

3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit,
4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,
5.
Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan,pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6. Menangani penyakit akut dan kronik,
7. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS,
9. Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11. Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
12. Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13. Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmukedokteran
keluarga secara khusus
3.WEWENANG DOKTER KELUARGA:
1. Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar,
2. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat,
3. Melaksanakan tindak pencegahan penyakit,
4. Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer,
5. Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal,
6. Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer,
7. Melakukan perawatan sementara,
8. Menerbitkan surat keterangan medis,
9. Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap,
10. Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus
4.KOMPETENSI DOKTER KELUARGA:
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seoranglulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu
dilatihkanmelalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi yang
harusdimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai kompetensi
ini, yangdijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap
modul pelatihanyang terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan
denganperkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik

dalam

pelayanankedokteran keluarga,
c. Menguasai ketrampilan berkomunikasi,
menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk :
a. Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan
perhatiankhusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga,

b. Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikanmasalah


kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, sertapengawasan
dan pemantauan risiko kesehatan keluarga
c. Dapat bekerjasama secara profesional

secara

harmonis

dalam

satu

tim

pada

penyelenggaraanpelayanan kedokteran/kesehatan
Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.
a. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yangdimiliki
pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya,
b. Menyelenggarakanpelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar yang
ditetapkan.B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
c. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan
termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).
5.STANDAR PELAYANAN MEDIS DOGA:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
c. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
d. Prognosis
e.

Konseling membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik


penatalaksanaan untuk pasien sendiri.

f. Konsultasi jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain
(dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan) yang
dianggap lebih berpengalaman.
g. Rujukan
h. Tindak lanjut
i. Tindakan
j. Pengobatan rasional
k. Pembinaan keluarga dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih baik
jika adanya partisipasi keluarga.
Pada kasus, dr. Rino telah dapat dikatakan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kompetensinya sebagai Doga. Dokter Rino telah menegakkan diagnosis penyakit anak Ibu
Rini sesuai dengan standar pelayanan medis Doga, melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dokter Rino juga telah berusaha menjelaskan dan meyakinkan Ibu

Rini untuk merujuk anaknya ke RSUD agar mendapatkan tindakan yang lebih spesialistik
dalam penanganan penyakit, dalam kasus ini apendisitis akut, yang diluar kompetensinya
sebagai Doga.
6. PRAKTEK DOKTER KELUARGA MANDIRI
Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic).
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik
yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family
clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama, klinik
keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari rumah sakit
tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di luar negeri klinik
dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk
menopang pelayanan dan juga
penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau
hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga tersebut
menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang memerlukan
pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut.
Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersamasama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini,
yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok.
Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga.
Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajernen yang
sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut secara
bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen
keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula. Jika
bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai
berikut (Clark, 1971) :
a)

Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu Penyebab utamanya
adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara kelompok, para dokter
keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar menukar pengalaman, pengetahuan dan
keterampilan. Di samping itu, karena waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai
cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Kesemuannya ini,

ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work) disatu pihak, serta lancarnya hubungan
dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan
akan lebih bermutu.
b) Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau Penyebab utamanya
adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok, pembelian serta
pemakaian pelbagai peralatan medis dan non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost
sharing). Lebih dari pada itu, karena pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan
dokter akan lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan
penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan,
pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih terjangkau.
Kesimpulannya, Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga
adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter
keluarga (family clinic center). Klinik doga ini dapat digunakan sendiri (solo practice) atau
bersama-sama dalam satu kelompok(group practice) biasanya 2 atau 3 orang doga.Dari kedua
bentuk ini yang lebih dianjurkan adalah klinik doga bersama. Dalam arti para dokter yang
tergabung dalam klinik tersebut secara bersama-sama membeli dan menggunakan alat-alat
praktik bersama agar lebih bermutu dan lebih terjangkau.
Pelayanan Pada Praktek Dokter Keluarga
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya
pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut
tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat
inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke
tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat
inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup
pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan
bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan
rumah sakit.

3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah
mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan
rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter
keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah
sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya
di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama
antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah
lainnya. Di Amerika Serikat misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah
mulai jarang dilakukan. Penyebabnya adalah karena mulai timbul kesadaran pada diri pasien
tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan dan perawatan pasien di rumah
dengan di tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang mengunjungi tempat praktek dokter,
karena telah tersedia pelbagai peralatan kedokteran yang dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga
tidak mempunyai akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja. Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan
sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi pengaturan rujukan untuk
pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga
memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika
perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama,
perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap
tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan
penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit. Atau jika tindakan penyembuhan
yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus mempertimbangkan keadaan pasien
sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi
keluarga dan lingkungannya. Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau
bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.

7.KLINIK DOKTER KELUARGA ( KDK )


a.

Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK),

b.
c.
d.
e.
f.

Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis),


Mempunyai bangunan yang memadai,
Dilengkapi dengan sarana komunikasi,
Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK,
Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan

khususpembantu KDK,
g. Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok.
h. Mempunyai izin yang berorientasi wilayah,
i.
Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna,

holistik,

terpadu,

danberkesinambungan,
j. Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur,
k. Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs

Mengenai apakah klinik DOGA dapat didirikan di daerah cakupan dokter keluarga lain,
belum ada peraturan pasti yang mengatur ini.
8.SUMBER PEMBIAYAAN PRAKTEK DOKTER KELUARGA

Keuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang umum dan
bersifat transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem pembiayaan praupaya
maupun sistem pembiayaan fee for service.

BPJS : Badan Pengelola Jaminan Sosial


Manajemen Pembiayaan Klinik Doga

Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan klinik dokter
keluarga dapat berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, dan out of pocket. Model
pembiayaan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan tersedianya
dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan pelbagai sarana dan prasarana medis dan non
medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga untuk membiayai pelayanan dokter
keluarga yang diselenggarakan (operational cost) Seyogiyanyalah semua dana yang
diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien dan atau keluarga yang memanfaatkan jasa
pelayanan dokter keluarga. Masalah kesehatan seseorang dan atau keluarga adalah tanggung
jawab masing-masing orang atau keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat mengatasi
masalah kesehatan tersebut adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga bersedia
membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak macamnya.
Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, pembiayaan
secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien datang berobat diharuskan
membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan melalui program asuransi kesehatan (health
insurance), dalam arti setiap kali pasien datang berobat tidak perlu membayar secara tunai,
karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga, yang dalam hat ini adalah
badan asuransi.
Tentu tidak sulit dipahami, tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai sesuai untuk
pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal tersebut, yang dinilai
sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah pembiayaan melalui program asuransi
kesehatan saja. Mudah dipahami, karena untuk memperkecil risiko biaya, program asuransi
sering menerapkan prinsip membagi risiko (risk sharing) dengan penyelenggara pelayanan,
yang untuk mencegah kerugian, tidak ada pilihan lain bagi penyelenggara pelayanan tersebut,
kecuali berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau mencegah para anggota
keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidak sampai jatuh sakit. Prinsip kerja yang
seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga.
Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka pada
saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya ada tiga
bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan.
Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:
1. Sistem kapitasi (capitation system)

Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan
sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada
penyelenggara pelayanan yang tidak ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan
kesehatan oleh peserta, melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka
waktu jaminan.
2. Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan
sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, melainkan oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit
apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan
biaya dengan besar yang sama. Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama
sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait (diagnosis related group) yang di banyak
negara maju telah lama diterapkan.
3. Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan
kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada sistem anggaran ini, besarnya biaya yang
dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh
macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang
telah disepakati.
Info terbaru terkait sistem pembiayaan dalam SKN:
Salah satu solusi yang dilakukan dalam sumber pembiayaan (termasuk nantinya pembiayaan
praktek dokter keluarga) untuk menyelenggarakan Sistem Kesehatan Nasional yang baik
adalah dengan menyelenggarakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang yang telah ditetapkan tahun 2004 ini mengalami kendala dalam realisasinya
terkait pembentukan badan penyelenggaranya (BPJS) yang seharusnya telah ditetapkan saat
2009. Akhirnya pada hari rabu, 28 oktober 2011 sekitar pukul 20.40 WIB, RUU BPJS
disahkan menjadi UU BPJS dengan kesepakatan bahwa BPJS I yang mengurus jaminan

kesehatan diselenggarakan oleh ASKES akan mulai beroperasi pada tanggal 1 januari 2014.
Sedangkan BPJS II (Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang mengurus ketenagakerjaan
selambat-lambatnya beroperasi 1 juli 2015. Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan
sistem dokter keluarga dapat menjadi lebih baik.
9. PELAKSANAAN DOGA DI INDONESIA
Mekanisme dan jenjang pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan sebenarnya atau idealnya, ada tiga tahap pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh
masyarakat.Ketiga tahap pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut; pertama, Pelayanan
Tingkat Primer. Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktik Umum atau yang
selama ini dikenal dengan sebutan Dokter Umum. Tahap ini merupakan kontak pertama
pasien dengan dokter yang biasanya bertempat di Klinik Pribadi, Klinik Dokter Bersama,
Puskesmas, Balai Pengobatan, Klinik Perusahaan, atau Poliklinik Umum di rumah sakit, dsb.
Kedua,`Pelayanan Tingkat Sekunder. Jika diangap perlu, pasien akan dirujuk ke Pelayanan
Tingkat Sekunder. Untuk itu dokter praktik umum akan menulis surat konsultasi atau rujukan
kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli, dalam hal ini dokter spesialis. Ketiga, Pelayanan
Tingkat Tersier. Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh
pelayanan di tingkat sekunder maka pasien akan dikirim ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu
pasien akan dirujuk kepada dokter konsultan atau subspesialis.
Setiap pasien semestinya harus ke pelayanan kesehatan primer terlebih dulu untuk
semua masalah kesehatan yang dihadapinya. Perkecualian tentu saja ada, misalnya untuk
kasus kedaruratan yang parah, pasien bisa langsung ke unit gawat darurat terdekat di
manapun. Jika masalah pasien telah ditangani di tingkat sekunder atau tersier, maka pasien
akan dikembalikan ke dokter umumnya untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
Pada dasarnya dokter keluarga adalah dokter praktik umum yang bertugas
menyelenggarakan pelayanan primer. Beberapa negara masih menggunakan istilah dokter
praktik umum, karena memang lulusan dokter yang keluar dari pendidikan kedokteran
memang telah memiliki keterampilan khusus dokter keluarga, dan sistem pelayanan dokter
keluarga telah digunakan secara menyeluruh di negara tersebut. sedang kan beberapa negara
termasuk Indonesia belum menerapkan sistem pelayanan dokter keluarga ini. Lulusan-lulusan
dokter dari berbagai institusi pendidikan kedokteran di Indonesia juga belum memiliki
kompetensi dokter keluarga.
Di Indonesia memang dokter di Puskesmas belum menerapkan fungsi DK, karena
masih terbentur oleh sistem. Yang kedua terbentur pada dokternya sendiri yang belum
menguasai prinsip pelayanan DK. Sistem itu begini, sebenarnya sudah ada bahwa pelayanan

kedokteran itu terdiri dari pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Sistem yang ada di
program Depkes juga menyebutkan Puskesmas itu hanya melayani Unit Kesehatan
Masyarakat (UKM), namun yang terjadi Unit Kesehtan Personal (UKP)-nya tidak terlayani.
Mungkin saja terlayani, tapi tidak manfaatnya kurang terasa. Konsep itu yang seharusnnya
ada, namun dilapangan kenyataannya tidak seperti itu. PDKI menghendaki UKM dan UKP
berjalan di sebagaimana mestinya, bagaimana UKP adalah bagian dari UKM, dan bisa
dikatakan Puskesmas adalah klinik DK. Selain peranannya sebagai UKM
Namun, ada banyak hal yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan secara
komprehensif sistem pelayanan dokter keluarga. Sebagian besar masyarakat masih belum
mengerti denagn peran sistem pelayanan kesehatan dokter keluarga, serta mekanisme
pelayanan kesehatan berjenjang. Akibatnya, sebagian masayarakat masih datang ke tempat
pelayanan kesehatan sekunder untuk wilayah kerja yang harusya mampu ditangani oleh
pelayanan primer. Ini tentu saja, menyebabkan biaya kesehatan yang dikelurkan oleh
masyarat menjadi jauh lebih mahal. Selain itu, sistem pembiayaan kesehatan berbasis
asuransi yang masih belum bisa terlaksana maksimal juga menghambat terlaksananya sistem
pelayanan kesehatan dokter keluarga.
Satu hal lain yang juga penting untuk diperbaiki jika kita ingin menerapkan sistem
pelayanan dokter keluarga ini secara konsisten adalah paradigma kita dalam pembangunan
kesehatan. Semua pihak yang terkait, mulai dari pemerintah sebagai penanggung jawab
pelayanan kesehatan, Rumah sakit, PKM, serta penyedia jasa layanan kesehatan lainnya,
tenaga kesehatan, maupun masyarakat harus mampu mengubah paradigma kita dalam
pelayanan kesehatan. Paradigma orang sakit yang selama ini kita gunakan, yang
mengakibatkan kita lebih banyak mengarahkan pembiayaan dan upaya-upaya kesehatan
untuk pengobatan dan perawatan pasca sakit, harus diubah ke arah paradigm sehat yaitu
sebuah paradigma yang berusaha mengarahkan upaya dan pembiayaan kesehatan ke arah
pencegahan masyarakat dari penyakit dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat agar mampu
menjaga

kesehatannya

secara

mandiri.

Dengan

paradigma

sehat,

penulis

yakin

penyelenggaraan pelayanan kesehatan berbasis dokter keluarga bisa terwujud dalam waktu
dekat.
Mengenai sistem pembiayaan dokter keluarga, ASKES sebagai salah satu BUMN yang
digadang menjadi BPJS menerapkan besaran kapitasi Dokter keluarga mengacu pada pola
perhitungan yang didasarkan pada 2 (dua) ketentuan popok:

1. Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas pelayan


yang dimiliki

1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.

2.

3.

2. Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di Dokter
Keluarga tersebut (Community Rating by Class)

Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan bila Kantor
Cabang telah melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-ketentuan pokok seperti di atas
Penetapan penggolongan Dokter Keluarga berdasarkan kapitasi pelayanan yang dimilikinya
dilakukan melalui pelaksanaan seleksi PPK (credentialing) dan seleksi kembali PPK (recredentialing) dengan memperhatihkan indicator-indikator penentu yakni:
Hasil penilaian sarana dan prasarana
Ketersediaan tenaga perawat
Ketersediaan tenaga administrasi
Kemampuan penyediaan sarana laboratorium
Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:
-Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator (indicator
penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp
6500,00 per jiwa
-Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi minimal 2
(dua) indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp
6000,00 per jiwa
-Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi indicator sarana
dan prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak terpenuhi. Besarnya kapitasi yang
ditetapkan adalah maksimal Rp 5500,00
Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter Keluarga untuk
masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri dari: jasa medis
dokter, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan
pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri dari : jasa medis
dokter, pelayanan obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan
urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat
dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri dari : jasa medis
dokter, pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana). Besaran jasa medis dokter
adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium
sederhana)
Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal dasar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
dokter keluarga secara konsisten, yaitu mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang dan
sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi. Sayangnya sistem pembiayaan yang ada,
seperti dilakukan ASKES belum ideal. Penelitian yang dilakukan oleh pakar jaminan sosial
Prof. Hasbullah Thabrany menunjukkan bahwa untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang
ideal, paling tidak kapitasina sebesar Rp. 20.000 per jiwa, tentu angka ini masih jauh
dibanding yang telah dilaksanakan (Rp.5.500- Rp. 6500 per jiwa). Tanpa pelaksanaan
mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang sangat sulit untuk mengedukasi masyarakat akan
peran dan manfaat dokter keluarga. Tanpa pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang

merata, juga akan tetap sangat sulit bagi masyarkat untuk mengakses pelayanan dokter
keluarga. Di berbagai negara, pelaksanaan pelayanan dokter keluarga telah diintegrasikan
dengan mekanisme pembiayaan kesehatan berbasis asuransi dan mekanisme pelayanan
kesehatan berjenjang. Sayangnya sistem jaminan sosial yang memiliki prinsip asuransi belum
terlaksana (2014 akan dilaksanakan) sehingga saat ini pembiayaan praktek dokter keluarga
masih menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan sistem ini.
10. KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN
Hubungan yang berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama
proses pemeriksaan/pengobatan/perawatan yang terjadi di ruang praktik perorangan,
poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu menyelesaikan masalah
kesehatan pasien. Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung
secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang
diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi
yang dilakukan secara verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap
keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter
mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi
dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan.
Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan
pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik
kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi
ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang
dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat
dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien
percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil
mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis,
adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan
sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama
pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di
Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan
kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas.

Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna
memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman
tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi
perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan
proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan
pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan:

Disease centered communication style atau doctor centered communication style.


Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

Illness centered communication style atau patient centered communication style.


Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu
merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya,
harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta
kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan waktu
lebih lama dari pada doctor centered communication style. Keberhasilan komunikasi antara
dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua
belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu
sendiri dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara
yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya
empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi
berikut:

1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitive
capacity to understand patients needs),
2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity
to patients feelings),
3) kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien
(a behavioral ability to convey empathy to patient).

Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang


dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS)
Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:
Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien
Mengacuhkan pendapat pasien

Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti Kalau stress ya,
mengapa datang ke sini? Atau Ya, lebih baik operasi saja sekarang.
Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu

A ha, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan
lain-lain
Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implicit
Pasien, Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja
Dokter, Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?
Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien
Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa
yang membuat Anda stres?
Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien
Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk
menyempatkan berolah raga
Level 5:Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.
Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah
mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat,
khawatir
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang
pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.
maka dokter dapat sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat
di sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan Secara
ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan
pasien, yaitu:
1. Materi Informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat
pemeriksaan).
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

c.

Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk

manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.


d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan
e.
f.
g.
h.

diagnosis.
Diagnosis, jenis atau tipe. (??)
Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing cara).
Prognosis.
Dukungan (support) yang tersedia.

2. Siapa yang diberi informasi


a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas
pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara
langsung
3. Berapa banyak atau sejauh mana
a.
Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk
b.

disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.


Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter
perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

4. Kapan menyampaikan informasi


Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
5.
a.
b.
c.
d.

Di mana menyampaikannya
Di ruang praktik dokter.
Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
Di ruang diskusi.
Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter.

6. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telpon, juga
tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati
oleh tim);
ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh
dari tv/radio, telepon;
waktu yang cukup;
mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga/orang yang
ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang).
c. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan.
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati
kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

Tujuan dan manfaat


Tujuan
Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokter
adalah:
1) Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).
2) Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk kepentingan
pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial.
3) Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan pasien.
4) Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit/masalah yang
dihadapinya.
5) Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau halhal
6) yang telah disetujui pasien.
Manfaat
Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di antaranya:
1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau institusi
pelayanan medis.
2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan dokterpasien yang baik.
3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam menghadapi
penyakitnya.
11.RUJUKAN
Masalah Konsultasi dan Rujukan
Masalah yang dimaksud mencakup antara lain:
1. Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas inisiatif dokter serta penjelasan
yang dilakukan tidak dapat meyakinkan pasien, daat menimbulkan rasa kurang percaya
pasien terhadap dokter. Sebenarnya timbul rasa kurang percaya pasien ini tidak perlu terlalu
dirisaukan dalam praktik sehari-hari. Malah telah terbukti, dokter yang bijaksana serta
berpikiran dewasa, untuk kebaikan pasien tidak segan-segan melakukan konsultasi atau
rujukan. Yang perlu dilakukan di sini hanyalah memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya
kepada pasien tentang alasan serta maksud dilaksanakannya konsultasi atau rujukan
tersebut.

2.

Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas permintaan pasien, dapat
menimbulkan rasa kurang senang pada diri dokter. Dalam hal ini dokter harus meyakinkan
pasien tentang perlu atau tidaknya konsultasi atau rujukan yang dimintakan pasien tersebut.
Tetapi apabila pasien tetap meminta, dokter yang bijaksana lazimnya tidak menolak
permintaan pasien.

3. Apabila tidak ada jawaban dari konsultasi


4. Apabila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
5. Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan. Ada yang berasal
dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak menunjang. Ada yang berasal dari pasien,
misalnya tidak bersedia dan ataupun yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena
kesulitan transportasi. Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya berbagai
ketentuan program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan yang menanggung biaya
pelayanan kesehatan. Penyelesaian terhadap berbagai pembatas ini harus dapat dilakukan
dengan sebaik-baiknya, dengan catatan seyogyanya sikap dan perilaku dokter sendiri tidak
bersifat negatif terhadap konsultasi atau rujukan.
6.

Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk. Banyak yang
berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai dengan hambatan sosial ekonomi.
Di Indonesia hambatan yang paling banyak ditemukan adalah karena keadaan ekonomi
penduduk yang belum memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat
memenuhi anjuran konsultasi dan atau rujukan tersebut.
Tata cara rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan.
Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli
tertentu.
Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter
yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi
secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh
dokter keluarga.
Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap
mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis,
menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang
lainnya.

Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib
memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus
menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih sesuai.
Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak
Pembagian wewenang & tanggungjawab
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada
dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb
tidak ikut menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya
untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
Kewajiban dan Hak Pasien
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 7 mengatur
kewajiban dan hak pasien sebagai berikut:
Kewajiban Pasien
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Hak Pasien
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis; dan
5. Mendapatkan isi rekam medis
Kewajiban dan Hak Dokter

Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan hak dan kewajiban
bagi dokter. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, hak
dan kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam paragraf 6, yaitu;
Kewajiban Dokter/Dokter Gigi
1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien;
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
meninggal dunia;
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas mampu melakukannya;
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.
Hak Dokter/Dokter Gigi
1.

memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional;


2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
4. menerima imbalan jasa.

Anda mungkin juga menyukai