Anda di halaman 1dari 4

PENDEKATAN SISTEM DALAM PENANGANAN PATIENT SAFETY

DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN


Ns. Ferdinandus Felix Tasaeb, S.Kep.
Management Patient Safety
Pendahuluan
Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. Menurut Wijono (1999),
mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah
sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan. Keselamatan (safety) telah
menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah
sakit.
Sejak awal tahun 1900, institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen
yaitu struktur, proses, dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang
berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator
Klinis dan lain sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih
terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan belajar dari
accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko (Dep Kes R.I, 2006).
Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik oleh penyedia jasa atau
pelayanan (Tomey, 2006). Aplikasi mutu sebagai suatu sifat dari penampilan produk atau
kinerja yang merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan
yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar atau pun sebagai strategi untuk terus
tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa atau pelayanan adalah tergantung dari keunikan jasa
tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan keinginan pelanggan (Supranto, 2001).
Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan
manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa
pelayanan, mengukurnya,

mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya

dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target
yang bergerak dalam pasar yang kompetitif (Wijono, 1999).

Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan


Lori Di Prete Brown, et. al dalam Wijono, 1999, menjelaskan bahwa kegiatan
menjaga mutu dapat menyangkut dalam beberapa dimensi:
1. Kompetensi teknis, yang terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan
petugas. Kompetensi teknis berhubungan dengan standar pelayanan yang telah
ditetapkan. Kompetensi teknis yang tidak sesuai standar dapat merugikan pasien.
2. Akses terhadap pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial
dan ekonomi, budaya atau hambatan bahasa.
3. Efektifitas, kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas pelayanan
kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
4. Hubungan antar manusia, berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan
pasien, manajer, petugas serta antar tim kesehatan. Hubungan antar manusia yang
baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga
rahasia, menghormati, responsif , dan memberikan perhatian.
5. Efisiensi, pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber daya
pelayanan kesehatan. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang
optimal daripada memaksimalkan pelayanan pasien dan masyarakat.
6. Kelangsungan pelayanan, klien menerima pelayanan yang lengkap sesuai yang
dibutuhkan. Klien hendaknya mempunyai pelayanan rutin dan preventif.
7. Keamanan dan kenyamanan klien, mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping,
atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan
petugas dan pasien.
8. Keramahan/kenikmatan (amenietis) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak
berhubungan langsung dengan efektifitas klinik tetapi dapat mempengaruhi kepuasan
pasien dan bersedia untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh
pelayanan berikutnya.
Dimensi mutu yang lain menurut Dep Kes 2006, yaitu keprofesian, efisiensi,
keamanan pasien, kepuasan pasien, aspek sosial budaya.
Pendekatan Sistem dalam Menjaga Mutu
Mutu pelayanan rumah sakit perlu untuk ditingkatkan dengan pendekatan sistem,
menurut Donabedian dalam Wijono, 1999 bahwa penilaian mutu terbagi atas input/struktur,
proses, dan outcome.

Struktur meliputi peralatan dan sarana fisik, keuangan, organisasi dan, sumber daya
kesehatan lainnya. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari: jumlah besarnya
input, mutu struktur atau mutu input, besarnya anggaran atau biaya, kewajaran.
Proses merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan.
Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan
kasus.
Sedangkan outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional
terhadap pasien. Penilaian terhadap outcome merupakan evaluasi hasil akhir dari kesehatan
atau kepuasan pelanggan (Wijono, 1999).
Penilaian mutu menurut Dep Kes R.I, 2006 terdiri dari struktur, proses, dan outcome.
Struktur adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan, dan sumber
daya pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Proses adalah kegiatan yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien,
evaluasi, diagnosa keperawatan, konseling, pengobatan, tindakan dan penanganan pasien
secara efektif dan bermutu.
Outcome adalah kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam
arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan pelanggan.
Mengukur Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan pengukuran, dengan cara mengetahui
tentang pengertian indikator, kriteria, dan standar.
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur. Indikator mutu asuhan kesehatan atau
pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur,
proses, dan outcome. Indikator terdiri dari indikator proses, indikator outcome. Indikator
proses memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur
asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.
Indikator outcomes merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu
input dan proses seperti BOR, LOS, dan Indikator klinis lain seperti: Angka Kesembuhan
Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan, dan
sebagainya.
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Untuk pelayanan kesehatan,
kriteria ini adalah fenomena yang dapat dihitung. Selanjutnya setelah kriteria ditentukan
dibuat standar- standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup
hal-hal yang standar baik (Wijono, 1999).

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan yang dapat mengukur mutu
pelayanan kesehatan menurut Depkes (2006) yaitu melalui indikator, kriteria, dan standar.
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk dapat melihat perubahan.
Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
Standar adalah tingkatan performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenangan dan merupakan suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi
yang sangat baik.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien diantaranya pasien terjatuh dari
tempat tidur, pasien diberi obat salah, tidak ada obat/alat emergensi, tidak ada oksigen, tidak
ada alat penyedot lendir, tidak tersedia alat pemadam kebakaran, dan pemakaian obat
(Muninjaya, 1999).
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan R.I (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Jakarta: Bhakti Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah
Sakit Khusus dan Swasta.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Muninjaya, Gde, A.A.(1999). Manajemen kesehatan. Jakarta. EGC
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Salemba Medik. Jakarta.
PERSI KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006

Anda mungkin juga menyukai