TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar Perpajakan
2.1.1
KUP) Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1, yang dimaksud dengan Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli dalam gaya bahasa
yang berbeda-beda. Namun masing-masing definisi memiliki tujuan yang sama.
Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Perpajakan Mardiasmo (2006 :1), yang
dimaksud dengan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut di atas menurut Mardiasmo (2006:1) dapat disimpulkan
bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
b. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal balik atau kontra prestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga
2.1.2
Fungsi Pajak
Dari pengertian pajak yang telah disampaikan pada sub bab diatas, secara
teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam
kehidupan negara dan masyarakat (Mardiasmo, 2006:1), yaitu;
1. Fungsi Budgeter
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai-pengeluaranpengeluarannya.
2. Fungsi Regulerend
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
2.1.3
Jenis Pajak
Menurut Resmi (2005:6), terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat
merupakan
pajak yang
pengenaannya memperhatikan
memperhatikan
timbulnya
memperhatikan
keadaan
kewajiban
pribadi
membayar
Subjek
pajak,
tanpa
umumnya.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Daerah
Pajak Daerah
2.1.4
2.1.5
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak, bentuknya
antara lain:
a. Tax Avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang.
b. Tax Evasion, yaitu meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).
2.2
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan
(KUP) yang berlaku (Djuanda dan Lubis, 2002:65). Dalam hal ini, inisiatif dan
kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada di tangan Wajib
Pajak. Aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk
mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.
Jadi, self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi
kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri
kewajiban dan hak perpajakannya. Dalam hal ini dikenal 5 M, yakni mendaftarkan
diri di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak), menghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang
terutang, menyetor pajak tersebut ke Bank/Kantor Giro Pos dan melaporkan
penyetoran tersebut kepada DJP (Direktur Jenderal Pajak) melalui SSP (Surat
Setoran Pajak) PPh Pasal 25, serta terutama menetapkan sendiri jumlah pajak yang
terutang melalui pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar.
(Nurmantu, 2005:108)
Self Assessment System ini pada dasarnya sudah mulai diterapkan di
Indonesia sejak tahun 1967 melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1967, Jo. PP 11
Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak atas Pajak Pendapatan, Pajak
Perseroan, dan Pajak Kekayaan, yang lebih dikenal dengan sistem Menghitung Pajak
Sendiri/Menghitung Pajak Orang (MPS/MPO). Akan tetapi dalam pelaksanaannya
ternyata sistem ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, bahkan penerimaan
dari sektor pajak menurun. Dapat dikatakan bahwa pemungutan pajak dengan sistem
MPS/MPO gagal, karena tidak didukung dengan sikap yang jujur dari Wajib Pajak
serta pengawasan yang intensif dan akurat dari pihak pemerintah/administrasi pajak.
Selain itu sanksi yang diterapkan juga tidak efektif dijalankan.
Kegagalan sistem tersebut tidak menyrutkan optimisme aparat pajak untuk
membangun sistem perpajakan yang modern dan menjadikan pemerintah dan
berbagai kalangan mendukung konsep Self Assessment System ini sebagai sesuatu
yang wajar dan prospektif di masa depan sehingga secara konsepsional Self
Assessment System yang digunakan telah diterapkan sejak tahun 1984 hingga saat ini,
yang sangat ideal bagi sistem perpajakan Indonesia. Disebut ideal, karena sistem
tersebut di berlakukan di lingkungan sosial yang ketika itu masih memiliki
pengetahuan dan kesadaran perpajakan yang relatif rendah. Di lingkungan itu masih
banyak masyarakat yang memandang pajak secara negatif, sehingga masyarakat
berusaha untuk menghindarinya.
kewajiban
perpajakannya
seperti
mendaftarkan
diri,
kepercayaan
kepada
Wajib
Pajak
untuk
yang
bentuk refleksi dari azas pemungutan pajak yang dianut oleh pemerintah yaitu azas
pelimpahan kepercayaan sepenuhnya kepada masyarakat.
Azas pemungutan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi Wajib Pajak.
Konsekuensi yang ditimbulkan oleh Self Assessment System ini, Wajib Pajak
diwajibkan untuk mendaftarkan diri, menghitung, melaporkan dan menyetorkan
pajaknya yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak tersebut. Sarana perhitungan,
pelaporan, serta penyetoran tersebut (Gunadi, 2002:33), antara lain :
1. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang
menurut
Menteri
Keuangan.
3. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan
atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
4. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang digunakan untuk
menjadi dasar jumlah pajak yang harus dibayar, atau pajak kurang bayar
tambahan, atau pajak lebih bayar, dan pajak nihil
Gambar 2.1
Self Assessment System
Menghitung
Tarif PTKP
Memperhitungkan
Pajak dilunasi
dalam tahun
berjalan
Self
Assessment
( PT - KP )
Membayar
Melapor
Surat
Pemberitahuan
PT > KP
PT = KP
PT < KP
Kurang
Bayar
Nihil
Bayar
Lebih
Bayar
Restitusi
Pembayaran
2.3
a. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi
Warisan
yang
Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha
dalam
tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit
1.
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
2.
3.
4.
dan
tidak bertempat
kedudukan
di Indonesia,
yang
di Indonesia; dan
b. Orang Pribadi
yang
hari
yang
didirikan
menerima atau
kedudukan di Indonesia,
yang dapat
tidak
dari
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini;
Laba usaha;
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran,
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
Royalti;
15 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16 Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai
pajak;
Menurut golongannya Pajak Penghasilan digolongkan kepada Pajak
Langsung, dikarenakan pajak ini harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Dan menurut sifatnya, Pajak
Penghasilan adalah Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Sedangkan
berdasarkan Lembaga Pemungutannya Pajak Penghasilan termasuk kedalam Pajak
Pusat (Pajak Negara) yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Gustian dan Lubis (2001:18), mengungkapkan bahwa :
Pajak Penghasilan dikenankan kepada Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Apabila seseorang atau badan hukum
termasuk Subjek Pajak dan menerima penghasilan yang merupakan Objek Pajak,
maka Subjek Pajak tersebut menjadi Wajib Pajak. Oleh karena itu, wajib
mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan wajib membayar Pajak penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 25, yaitu ketentuan yang mengatur tentang
perhitungan besarnya angsuran bulanan Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.(Brevet Pajak, Lambert Consult)
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu dikurangi dengan :
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22.
2. Penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
3. Dibagi 12 ( dua belas ) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun yang lalu.
PPh Pasal 25 ini mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan
yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Pajak penghasilan
PPh Pasal 25 harus dibayar / disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwin
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
paling lambat dua puluh hari setelah masa pajak dalam bentuk Surat Setoran Pajak
(SSP) lembar ketiga.
Orang pribadi yang tidak melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan apabila
besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan adalah nihil, tidak mempunyai
kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.
2.4
2.4.1
KUP) Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 6, yang dimaksud dengan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
2.4.2
Fungsi NPWP
Fungsi NPWP (Penyuluhan Pajak Bandung, Desember 2009), yaitu:
2.4.3
Pencantuman NPWP
NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, (penyuluhan Pajak
2.4.4
Pendaftaran NPWP
Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self assessment wajib mendaftarkan
diri pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.
(Mardiasmo, 2006:23)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 2 Ayat 1, menjelaskan :
Semua Wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem
self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh
penghasilan
pemotongan/pemungutan
sesuai
atau
dengan
diwajibkan
ketentuan
untuk
melakukan
Undang-Undang
Pajak
Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan
kewajiban perpajakan suaminya.
2.4.5
Sanksi
Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau
2.4.6
Penghapusan NPWP
Dalam UU KUP Pasal 2 Ayat 6, Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal:
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah
selesai bagi,
Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk
usaha tetap,
Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam angka 1 (satu)
dan angka 2 (dua) yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
2.4.7
Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama
merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.(Mardiasmo, 2006:25)
Formatnya adalah sebagai berikut : XX. XXX. XXX. XXXX. XXX
2.5
2.5.1
2.5.2
Fungsi SPT
Menurut Primandita (2009;10), yang dikutip dari susunan satu naskah
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28 Tahun 2007,
fungsi SPT yaitu:
a. Wajib Pajak PPh
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
Pemotongan / pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa
Pajak.
2.5.3
bahwa SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas, dan harus ditandatangani. Dalam
hal SPT diisi dan ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
2.5.4
2.5.5
tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda:
1 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).
2 SPT Tahunan PPh Badan Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
3 SPT Masa PPN Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
4 SPT Masa lainnya Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).
Pasal 7 ayat (2) UU KUP No. 28 tahun 2007, pengenaan sanksi administrasi
berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia,
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjan bebas,
c. Wajib pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak
tinggal lagi di Indonesia,
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melaukan kegiatan lagi di Indonesia,
e. Wajib Pajak Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan berlaku.
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi,
g. Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan,
h. Wajib Pajak lain yaitu Wajib Pajak yang dalam keadaan antara lain: kerusuhan
massal, kebakaran, ledakan bom, atau aksi terorisme, perang antar suku atau
kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
2.6.
perhitungan besarnya angsuran bulanan Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.(Brevet Pajak, Lambert Consult).
Adapun yang menjadi dasar hukum pemungutan PPh Pasal 25 menurut Ilyas
dan Suharno ( 2007: 233) yaitu :
1
Pasal 25 Undang undang No.7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan
diperbarui lagi menjadi Undang undang No. 36 Tahun 2008 yang mulai
berlaku per 1 Januari 2009.
Keputusan
Direktorat
Jendral
Pajak
No.
KEP-537/PJ./2000
tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal
Hal Tertentu.
4
2.7.
Terhadap
Penerimaan Pajak