Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh

orang

berdasarkan

pribadi

atau

badan

Undang-Undang,

yang

dengan

bersifat
tidak

memaksa

mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara


bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak
merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran
serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara
dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan,

membayar

pajak

bukan

hanya

merupakan

kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk


ikut

berpartisipasi

dalam

bentuk

peran

serta

terhadap

pembiayaan negara dan pembangunan nasional.


Salah satu jenis pajak adalah pajak penghasilan. Yang
dimaksud dengan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang
dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang
pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima
atau diperoleh selama satu tahun pajak. Dalam makalah ini akan
diuraikan mengenai apa itu pajak penghasilan umum dan
bagaimana cara menghitungnya.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian, subjek dan objek pajak penghasilan


umum?
2. Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan umum?
3. Bagaimana cara melunasi pajak?
C. Tujuan
1. Untuk

memahami

pengertian,

subjek

dan

objek

pajak

penghasilan umum.
2. Untuk memahami cara menghitung pajak penghasilan umum.
3. Untuk memahami cara melunasi pajak.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Subjek dan Objek PPh
Undang-undang No. 7 tahun tentang Pajak Penghasilan (PPh)
berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa
kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan
undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan
kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan.1
Undang-undang

Pajak

Penghasilan

(PPh)

mengatur

pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan


dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun
pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima
atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-undang PPh
disebut Wajib Pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau
1 http://www.pajak.go.id/content/belajar-pajak, diakses pada tanggal 27
September 2016 pukul 12:17 WIB.

dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun


pajak apabila kewajiban pajaknya subjeknya dimulai atau
berakhir pada tahun pajak.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pajak penghasilan dikenakan terhadap

Subjek

Pajak

atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.


Yang menjadi subjek pajak adalah:
1. a. Orang pribadi;
b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif,
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari:
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu:
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan, atau


Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai nilai bertempat tinggal di

Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu:
Badan

yang

didirikan

atau

bertempat

kedudukan

di

Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan


yang memenuhi kriteria:

Pembentukannya

berdasarkan

perundang-undangan;
4

ketentuan

peraturan

Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan


dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah;
Penerimaannya

pemerintahan pusat atau pemerintah daerah, dan;


Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan

dimasukkan

fungsional negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu:
Warisan yang belum dibagi

dalam

sebagai

satu

anggaran

kesatuan,

menggantikan yang berhak.


2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak

bertempat

kedudukan

di

Indonesia,

yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui


bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh panghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalakan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak
apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang
besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak
badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan,
atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri

baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak


karena

menerima

dan/atau

memperoleh

penghasilan

yang

bersumber dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap


di Indonesia. Dengan perkataan lain, wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri, antara lain adalah:
Wajib Pajak Dalam Negeri
o Dikenakan

pajak

penghasilan
diterima
dari

baik

atau

Indonesia

luar Indonesia.
o Dikenakan
berdasarkan

Wajib Pajak Luar Negeri

atas o Dikenakan pajak hanya atas


yang

penghasilan

yang

berasal

diperoleh

dari sumber penghasilan di

dan

Indonesia

dari

o Dikenakan

pajak

berdasarkan

penghasilan

pajak
penghasilan

bruto
netto.
o Tarif pajak yang digunakan
o Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif sepadan (tarif
adalah tarif umum (tarif
UU PPh pasal 26)
UU PPh pasal 17)
o Tidak wajib menyampaikan
o Wajib menyampaikan SPT
SPT.

Kewajiban Pajak Subjektif


Untuk

lebih

memperjelas

pengertian,

kapan

mulai

dan

berakhirnya sebagai subjek pajak dalam negeri maupun subjek


pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan
berakhirnya pajak subjektif.

MULAI

BERAKHIR

Subjek
Pajak
Dalam Subjek Pajak Dalam Negeri
Negeri Orang Pribadi:
Orang Pribadi:
o Saat dilahirkan
o Saat berada di Indonesia
atau bertempat tinggal di
Indonesia
Subjek
pajak
negeri badan:

o Saat meninggal
o Saat
meninggalkan
Indonesia untuk selamalamanya

dalam Subjek pajak dalam negeri


badan:

o Saat
didirikan
atau o Saat dibubarkan atau tidak
bertempat kedudukan di
bertempat kedudukan di
Indonesia
Indonesia
Subjek pajak luar negeri Subjek pajak luar negeri
melalui BUT:
melalui BUT:
o Saat menjalankan usaha o Saat tidak lagi menjalankan
atau melakukan kegiatan
usaha
atau
melakukan
melalui BUT di Indonesia
kegiatan melalui BUT di
Indonesia
Subjek pajak luar negeri Subjek pajak luar negeri
tidak melalui BUT:
tidak melalui BUT:
o Saat
menerima
atau o Saat tidak lagi menerima
memperoleh penghasilan
atau
memperoleh
dari Indonesia
penghasilan dari Indonesia
Warisan belum terbagi:

Warisan belum terbagi:

o Saat timbulnya warisan o Saat warisan telah selesai


yang belum terbagi
dibagikan

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
1.
2.

Kantor perwakilan Negara asing,


Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat
lain

dari

Negara

asing,

dan

orang-orang

yang

diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan


bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
7

a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak


menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan
3.

memberikan

perlakuan

timbal balik.
Organisasi internasional, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh

penghasilan

dari

Indonesia

selain

pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya


4.

berasal dari iuran para anggota.


Pejabat perwakilan organisasi internasional,

dengan

syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesia.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan,
pensiun,

honorarium,

atau

imbalan

komisi,
dalam

bonus,
bentuk

grafitasi,
lainnya,

uang
kecuali

ditentukan lain dalam Undang-undang ini;


2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
3. Laba usaha;

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta


5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan

sebagai

biaya

dan

pembayaran

tambahan

pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
10.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
12.
Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14.
Premi asuransi;
15.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
16.
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak;
17.
Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undangundang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata
cara perpajakan; dan
19.
Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari
praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
9

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti


sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari penjualan
harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok
penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak
adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri,
yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari
Indonesia saja.
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterma oleh penerima zakat yang berhak atas sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan
pemerintah.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan instansi lainnya
seperti: badan pendidikan, badan sosial, koperasi, yayasan, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagai pengganti saham.
10

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan


atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
Kecuali yang diberikan ole bukan wajib pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan pajak secara final atau Wajib pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan

dengan

asuransi

kesehatan,

asuransi

kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi


beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas

sebagai wajib pajak dalam negeri,

koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada


badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor.
7. Iuran yang diterima atau dana pensiun yang pendiriannya
telah dipisahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh
pemberi kerja atu pegawai
8. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana
pensiun
9. Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komaditer
yang modalnya tidak terbagi ats saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unitpenyertaan kontrak investasi kolektif
10.
Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dri badan pasangan usaha yang didirikan
dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan
syarat badan pasangan usaha tersebut:

11

a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang


menjalankan krgiatan dalam sektor-sektor usaha yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
11.

Indonesia
Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan


Peraturan Menteri keuangan.
12.
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang begerak dalam bidang pendidikan dan
atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya. Yang ditanam
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan
dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
keuangan
13.
Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS
kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
keuangan.2

B. Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Umum


Dasar Pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap (BUT)
yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena
pajak.

Sedangkan

untuk

wajib

pajak

luar

negeri

adalah

2 Mardiasmo, Perpajakan Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2016),


hlm. 163-171.

12

penghasilan bruto. Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena


pajak

untuk

wajib

pajak

pada

badan

dihitung

sebesar

penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi


dihitung dari penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.

Penghasilan kena pajak (WP Badan) = penghasilan


netto
Penghasilan kena pajak (WP Orang Pribadi) = penghasilan
netto - PTKP
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak
dalam negeri dan badan usaha tetap dapat dilakukan
dengan dua cara:
1. Menggunakan pembukuan
2. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara

teratur

untuk

mengumpulkan

data

dan

informasi

keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan


dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi setiap tahun pajak berakhir.
Wajib

pajak

badan

dan

wajib

pajak

orang

pribadi

yang

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan


menyelenggarakan pembukuan.
Dikecualikan dari kewajiban penyelenggaraan pembukuan tetapi
wajib melakukan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan:

13

1. Diperbolehkan

menghitung

penghasilan

netto

dengan

menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto, dan


2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran dan
penerimaan

bruto

Sedangkan

bagi

dan

penerimaan

mereka

yang

penghasilan

semata-mata

lainnya.
menerima

penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya


hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan
netto yang merupakan objek pajak penghasilan. Disamping itu
pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak
dan atau yaang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pembukuan atau pencatatan harus:
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan ikttikad baik dan
mencerminkan

keadaan

atau

kegiatan

usaha

yang

sebenarnya
2. Diselenggarakan di indonesia dengan menggunakan huruf
latin, angka arab, saruan mata uang rupiah, dan
3. Disusun dalam bahasa indonesia atau dalam bahasa asing
yang diizinkan oleh menteri keuangan (misalnya, bahasa
Inggris)
Menghitung

Penghasilan

Kena

Pajak

dengan

Menggunakan Pembukuan
Untuk Wajib Pajak Badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama
dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang
PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya

14

Penghasilan

Kena

Pajak

sama

dengan

penghasilan

netto

dikurangi PTKP. Untuk menghitung penghasilan kena pajak dapat


dirumuskan sebagai berikut
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan Netto - PTKT
= (Penghasilan bruto - biaya yang diperkenankan UU PPh) - PTKP
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)
= Penghasilan neto
= Penghasilan bruto - biaya yag diperkenankan UU PPh
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto

dikurangi

biaya

untuk

mendapatkan,

menagih,

dan

memelihara penghasilan, termasuk:


1. Biaya yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha antara lain:
a. Biaya pembelian bahan
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasaa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang.
c. Bunga, sewa dan royalti
d. Biaya perjalanan
e. Biaya pengolahan limbah
f. Premi asuransi
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau
berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan
h. Biaya administrasi
i. Pajak, kecuali pajak penghasilan

15

2. Penyusutan

atas

pengeluaran

untuk

memperoleh

harta

berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh


hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
4.

Kegiatan karena penjualan atau pengalihan harta yang


dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing


6. Biaya

penelitian

dan

pengembangan

perusahaan

yang

dilakukan diindonesia
7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. Telah dibebankann sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial
b. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara,

atau

adanya

perjanjian

tertulis

mengenai

penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur


dan debitur yang bersangkutan atau telah dipublikasikan
dalam

penerbitan

umum

atau

khusus,

atau

adanya

pengakuan dri debitur bahwa utangnya telah dihapuskan


untuk jumlah utang tertentu
d. Syarat pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil

16

9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional


yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
10.

Sumbangan

pengembangan

dalam
yang

rangka

dilakukan

di

penelitian

dan

Indonesia

yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah


11.

Biaya

pembangunan

infrastruktur

sosial

yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pmerintah.


12.

Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya

diatur dengan Peraturan Pemerintah


13.

Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah


14.

Kompensasi

kerugian

fiskal

tahun

sebelumnya

(maksimal 5 tahun)
Untuk menentukan besanya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak dalam Negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh
dikurangkan
1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun.
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang, kecuali:
a. Cadangan piutang
b. Cadangan untuk usaha asuransi
c. Cadangan penjaminan
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
e. Cadangan

biaya

penanaman

kembali

untuk

usaha

kehutanan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
4. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
5. Penggantian atau imbalan

17

6. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang


dibayarkan

kepada

pihak

yang

mempunyai

hubungan

istimewa.
7. Harta yang dihibahkan
8. Pajak penghasilan
9. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan WP atau orang
yang menjadi tanggungannya.
10.

Gaji

11.

Sanksi administrasi

12.

Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat

final dan bukan objek PPH


13.

Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan

penghasilan netto
Menghitung

Penghasilan

Kena

Pajak

Dengan

Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto.


Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya Wajib
Pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto,
besarnya penghasilan netto adalah sama dengan besarnya
(persentase) NPPN dikalikan dengan dengan jumlah peredaran
usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan
disempurnakan secara terus menerus dan diterbitkan oleh
Direktur Jendral Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunaka NPPN adalah WP Orang
Pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Predaran bruto kurang dari RP.4.800.000.000,00 per tahun.

18

2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan


pertama dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.
Contoh:
Wajib Pajak Anton kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 2
orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta.
Misalnya, besarnya presentase norma untuk dokter di Jakarta
45%. Penerimaan bruto praktik dokter di rumah sakit di Jakarta
setahun Rp. 500.000.000,00
Penghasilan netto dihitung sebagai berikut:
Sebagai dokter: 45% x Rp. 500.000.000,00

Rp.

Rp.

Rp.

225.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2)
45.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak
180.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah:
1. RP. 36.000.000,00 untuk diri wajib pajak pribadi.
2. RP. 3.000.000,00 tambahan untuk wajib pajak kawin.
3. RP.

36.000.000,00

tambahan

untuk

seorang

istri

yang

penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan


syarat:
a. Penghasilan

istri

tidak

semata-mata

diterima

atau

diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong


pajak berdasarkan ketentuan dalam undang-undang PPh
pasal 21, dan
b. Pekerjaan istri tidak ada hubunganya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

19

4. RP. 3.000.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga


sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya (maksimal 3 orang).
Contoh perhitungan PTKP:
Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP
Joko adalah:
PTKP setahun:
Untuk Wajib Pajak sendiri

Rp. 36.000.000,00

Tambahan WP Kawin

Rp. 3.000.000,00

Tambahan 1 anak

Rp.

3.000.000,00
Jumlah

Rp. 42.000.000,00

TARIF PAJAK
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi
wajip pajak orang pribadi dalam negri adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak
Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.0000.000,00
5%
Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan Rp
15%
250.0000.000,00
Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp.
25 %
500.0000.000,00
Diatas Rp. 500.0000.000,00
30%
2. Wajib Pajak badan usaha dalam negeri dan bentuk usaha
tetap

20

Sedangkan tarif pajak yang di terapkan atas Penghasilan


Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negri dan bentuk
usaha tetap adalah sebesar 28 % . Tarif pajak bagi wajib pajak
badan dalam negeri mulai dan bentuk usaha tetap berlaku sejak
tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%.
Wajib pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham
yang disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5 % (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang
berlaku.
Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai

dengan

pengurangan

Rp.

tarif

50.0000.000,00
sebesar

50%

mendapat

yang

fasilitas

dikenakan

atas

Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai


dengan Rp.4.800.000.000,00.
Cara Menghitung Pajak
Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Pajak penghasilan (wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
penghasilan
(WP
orangyang
pribadi)
=Pajak
(penghasilan
bruto
biaya
diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= (penghasilan netto PTKP) x tarif pasal 17
= [(penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU pph) PTKP] x tarif pasal
17
Catatan: untuk keperluan menghitung PPh yangn terutang pada
akhir tahun, penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah hingga
ribuan penuh.

21

Contoh:
1. Peredaran bruto PT Jaya dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp.
30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp. 3.000.000.000,00. Penghitungan Pajak Penghasilan yang
Terutang:
Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:
(Rp. 4.800.000.000,00

Rp.

30.000.000.000,00)

3.000.000.000,00 = Rp. 480.000.000,00.


Jumlah PKP daribagian peredaran bruto
memperoleh fasilitas:
Rp.3.000.000.000,00

RP.

60.000.000,00
25% x Rp. 2.520.000.000,00

630.000.000,00
Jumlah pajak penghasilan yang terutang
690.000.000,00
2. Gunawan pada

tahun

2010

yang

480.000.000,00

2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp. 480.000.000,00

mempunyai

Rp.
tidak
Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

PKP

sebesar

Rp.241.850.600,00 besarnya pajak penghasilan yang harus


dibayar atau terutang oleh gunawan adalah:
Penghasilan kena pajak Rp.241.850.600,00
kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar :
5% x Rp.50.000.000,00

2.500.000,00
15% x Rp.191.850.000,00

Rp.28.777.500,00
Jumlah

(dibulatkan

Rp.

Rp.31.277.500,00
Pemotongan Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Yang
Bersifat Final

22

Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh


yang bersifat final, tetap dilaporkan dalam surat pemberitahuan
(SPT),

hanya

penghasilan

saja

jumlahnya

lainnya.

Pajak

tidak

yang

dijumlahkan

sudah

dengan

dipotong

tidak

diperhitungkan sebagai Kredit Pajak.3

C. Cara Melunasi Pajak


Pada dasarnya, Wajib Pajak dapat menghitung dan melunasi
Pajak penghasilan melalui dua cara, yaitu:
1.
Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak
dalam masa pajak yang meliputi:
a. Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh pasal 25 ) untuk setiap
masa pajak.
b. Pembayaran pajak melalui pemotongan / pemungutan
pihak

ketiga

berupa

kredit

pajak

yang

dapat

diperhitungkan dengan jumlah pajak yang terutang selama


tahun pajak, yaitu:
1) Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa,
atau kegiatan (PPh pasal 21)
2) Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di
bidang impor atau lainnya(PPh pasal 22)
3) Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau
penggunaan dharta oleh orang lain,jasa, hadiah , dan
penghargaan ( PPh pasal 23)
4) Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar
negeri ( PPh pasal 24)
5) Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas
WP luar negeri ( PPh pasal 26)
3 Ibid, hlm. 171-181.

23

6) Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito


dan

tabungan-tabungan

lainnya,

penghasilan

dari

transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,


penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau
bangunan serta penghasilan tertentu lainnya(PPh pasal
4 ayat (2) untuk PPh 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.
2.
Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
Pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan
dengan cara:
a. Menbayar

pajak

yang

kurang

disetor

yaitu

dengan

menghitung sendiri jumlah pajak penghasilan terutang


untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit
pajak tahun yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat
ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan
oleh direktur jenderal pajak, apabila terdapat bukti bahwa
jumlah pajak penghasilan terutang tidak benar.4

4 Ibid, hlm. 181-182.

24

25

Anda mungkin juga menyukai