Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Manajemen
Bayi
Anak
Masalah
Remaja
Istimewa
Dewasa
Lansia
Bumil
Anamnesis dengan pasien dilakukan pada tanggal 13 April 2016 pukul 16.30 WIB di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Simo, Boyolali.
Pasien datang dengan keluhan dada berdebar-debar, keluhan ini selalu dirasakan bila
memikirkan anaknya yang terlambat pulang sekolah dan telah berlangsung semenjak 7
bulan yang lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien merasa bahwa
setelah kecelakaan tersebut, jantungnya tidak berdetak seperti sebelumnya, sering
berdebar-debar dan suara detak jantung terasa sangat keras. Pasien menduga bahwa
mungkin saja ia menderita darah tinggi atau penyakit jantung. Meskipun secara medis
dikatakan oleh beberapa dokter pasien tidak memiliki penyakit tertentu sebagai penyebab
langsung dari gejala saat ini, tetapi pasien masih bersikeras bahwa mungkin ada faktor
lain yang membuatnya merasakan keluhan-keluhannya saat ini. Pasien mengatakan
bahwa suasana hatinya sangat miris, sering merasa sedih dan tidak bersemangat.
Beberapa kali saat ke dokter pasien merasa bahwa ia takut mati karena penyakitnya ini.
Pasien merasakan sewaktu ia memikirkan anaknya detak jantungnya berdetak
terlampau cepat, keluar keringat dingin, tangan bergetar, dan tengkuk lehernya sakit.
Saat itulah pasien ketakutan jika ia terkena serangan jantung atau stroke dan pasien
semakin yakin bahwa ia menderita suatu penyakit jantung.
Pasien adalah seorang Ibu berusia 38 tahun dengan 2 orang anak, tinggal bersama anak
perempuan yang berusia 14 tahun, saat ini SMP kelas 3. Pasien bekerja sebagai pedagang
di toko kelontong miliknya. Suami pasien sudah meninggal sejak 1 tahun yang lalu
karena sakit jantung. Masalah yang sering pasien pikirkan adalah tentang anaknya. Pasien
bercerita bahwa anak laki-laki sulungnya sedang merantau ke Jakarta sejak 6 bulan yang
lalu, hingga saat ini belum mendapat pekerjaan tetap dan belum pulang kampung.
Sedangkan anak perempuan bungsu sebentar lagi akan menyelesaikan SMP, pasien masih
mencemaskan mengenai biaya sekolah lanjutan. Hal inilah yang sering dipikirkan pasien
hingga dada terasa berdebar-debar. Selain itu, setelah kecelakaan lalu lintas yang
dialaminya, pasien merasa khawatir kalau ia tidak dapat berusia panjang sehingga tidak
bisa menyekolahkan anak bungsunya. Hubungannya dengan keluarga dan masyarakat
baik. Pasien makan dan minum teratur, mandi dan ganti baju teratur.
Tujuan :
o Menegakkan diagnosis gangguan hipokondriasis
o Penatalaksanaan dan edukasi pada pasien serta keluarga pasien mengenai gangguan
hipokondriasis
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Cara Membahas :
Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Data pasien:
Nama:Ny. R (Perempuan/38 No.Registrasi:1604100992
tahun) Simo
Nama klinik: RSUD
Telp: -
Boyolali
Data utama untuk bahan diskusi:
Terdaftar sejak: -
Audit
Pos
1. Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan keluhan dada berdebar-debar, keluhan ini selalu dirasakan bila
memikirkan anaknya yang terlambat pulang sekolah dan telah berlangsung semenjak 7
bulan yang lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien merasa bahwa
setelah kecelakaan tersebut, jantungnya tidak berdetak seperti sebelumnya, sering
berdebar-debar dan suara detak jantung terasa sangat keras. Pasien menduga bahwa
mungkin saja ia menderita darah tinggi atau penyakit jantung. Meskipun secara medis
dikatakan oleh beberapa dokter pasien tidak memiliki penyakit tertentu sebagai penyebab
langsung dari gejala saat ini, tetapi pasien masih bersikeras bahwa mungkin ada faktor
lain yang membuatnya merasakan keluhan-keluhannya saat ini. Pasien mengatakan
bahwa suasana hatinya sangat miris, sering merasa sedih dan tidak bersemangat.
Beberapa kali saat ke dokter pasien merasa bahwa ia takut mati karena penyakitnya ini.
Pasien merasakan sewaktu ia memikirkan anaknya detak jantungnya berdetak terlampau
cepat, keluar keringat dingin, tangan bergetar, dan tengkuk lehernya sakit. Saat itulah
pasien ketakutan jika ia terkena serangan jantung atau stroke dan pasien semakin yakin
bahwa ia menderita suatu penyakit jantung.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah beberapa kali memeriksakan penyakitnya ke dokter keluarga maupun
puskesmas, tidak ditemukan kelainan tetapi pasien terus mengeluhkan hal yang sama
sejak 7 bulan yang lalu. Salah seorang dokter keluarga menyarankan agar pasien periksa
rekam jantung ke rumah sakit untuk memastikan penyakit yang dialaminya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat darah tinggi dan riwayat penyakit jantung di akui pasien, tetapi hasil
pemeriksaan beberapa dokter tidak ditemukan kelainan.
4. Riwayat Keluarga :
Suami pasien menderita penyakit jantung dan meninggal 1 tahun yang lalu.
Riwayat darah tinggi (+) pada ibu pasien, riwayat kencing manis dan penyakit
jantung disangkal.
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai pedagang di toko kelontong miliknya. Penghasilan per bulan tidak
menentu.
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal bersama anak perempuan bungsunya. Pasien memiliki 2 orang anak,
anak laki-laki sulungnya sedang merantau ke Jakarta sejak 6 bulan yang lalu, hingga saat
ini belum mendapat pekerjaan tetap dan belum pulang kampong, anak perempuan bungsu
kelas 3 SMP. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
7. Lain-lain:
(diberi contoh : PEMERIKSAAN
FISIK,
PEMERIKSAAN
Disforik
( )
Euthymi
( )
Hiperthymi
( )
Hipothymi
( )
Eksaltase
( )
Iritabel
( )
Ambivalensi
( )
2. Afek
Sesuai
()
Tidak sesuai
( )
Terbatas
( )
C. BICARA
Kualitas : cukup
Kuantitas : cukup
D. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi
Halusinasi visual
( )
Halusinasi akustik ( )
Halusinasi olfaktorik ( )
Halusinasi kinestetik ( )
2. Ilusi
Ilusi visual
( )
Ilusi akustik
( )
Ilusi olfaktorik
( )
Ilusi gustatorik
( )
Ilusi taktil
( )
E. GANGGUAN PROSES PIKIR
1. Bentuk pikir : realistik
2. Arus pikir :
Flight of idea ( )
Inkoherensi ( )
Sirkumstansial ( )
Blocking
( )
Asosiasi longgar ( )
Verbigerasi
( )
Asosisasi bunyi ( )
3. Isi pikiran :
Waham kebesaran
Waham berdosa
Waham kejar
Waham curiga
Waham cemburu
Waham somatis
Waham nihilistik
Waham hipokondri
Poikilothymi
Parathymi
Tension
Cemas
Panik
Euphoria
Depersonalisasi
( )
( )
( )
()
( )
( )
(-)
Datar
Tumpul
Labil
( )
( )
( )
Halusinasi gustatorik( )
Halusinasi taktil
( )
Halusinasi haptik ( )
Halusinasiautoskopi (-)
Tangensial ( )
Neologisme ( )
Retardasi
( )
Preserverasi ( )
Lancar
()
Asosiaso pengertian ( )
(
(
(
(
(
(
(
(
)
)
)
)
)
)
)
)
dan
Keadaan Umum
B.
Tanda Vital
C.
D.
E.
Kulit
Kepala
Mata
(E4M6V5=15)
Tensi :120/80 mmHg
Nadi : 84 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Respirasi : 22 x/menit, irama teratur
Suhu : 36,5 0C (aksiler)
Turgor cukup, pucat (-), petechie (-), ikterik (-)
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) , pupil
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
F.
G.
H.
I.
J.
Auskultasi
Pulmo (depan):
Inspeksi
Palpasi
K.
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
L.
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Sianosis
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : Irama normosinus, HR 86 kali/ menit
DAFTAR PROBLEM
Axis I : F45.2.30 Gangguan Hipokondrik Jantung dan sistem kardiovaskular
Axis II: Axis III: Axis IV: Problem dengan keluarga (anak) dan ekonomi
Axis V : GAF : 70 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik
INITIAL PLAN
F45.2.30 Gangguan Hipokondrik Jantung dan sistem kardiovaskular
Rujuk Psikiater Terapi Pikiran-Perilaku (Cognitive Behavioral Therapy)
Medikamentosa untuk relaksasi otot progresif:
Diazepam 1 x 2 mg (malam)
Eperison HCl 2 x 1 tab (kalau perlu)
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku saku : diagnosis gangguan jiwa PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2003.
2. Setyonegoro KR. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di indonesia.
Edisi ke-2 (revisi). Jakarta : Direktorat Kesehatan Jiwa; 1985.
3. Maslim R. Panduan praktis : penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ke-3. Jakarta: PT
Nuh Jaya; 2007.
4. Anonim. Simtomatologi psikiatri. Semarang : Universitas Diponegoro.
5. Kaplan dan Sadock. Sinopsis psikiatri : ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jakarta
: Binarupa Aksara; 2008.
6. Abramowitz, J. & Braddock, A.E. (2006). Hypochondriasis: Conceptualization,treatment,
and relationship to obsessive-compulsive disorder. Psychiatric Clinic North America, 29,
503519.
7. Arsky, A.J., & Klerman. GL. (1983). Hypochondriasis, bodily complaints, and somatic
styles. American Journal Psychiatry 1983;140:27383.
8. Davidson, G.C., 2010. Psikologi Abnormal Edisi Ke-9. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
HASIL PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
B. Epidemiologi
C. Etiologi
E. Diagnosis
F. Diferensial Diagnosis
G. Penatalaksanaan
D. Gambaran Klinis
H. Prognosis
Pendahuluan
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang
dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatik
lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang
dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan
gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik
yang dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh
keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang
sebenarnya.
Gangguan somatoform diperkenalkan pada DSM-III sebagai kategori diagnosis bagi gejala
somatic yang tidak dapat dijelaskan oleh kondisi medis umum.
B.
Epidemologi
Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi hipokondriasis dalam
enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari keseluruhan populasi medis umum, namun
demikian angka presentase ini dapat mencapai 15 persen. Laki-laki dan wanita mempunyai
perbandingan yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat
terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur 20
sampai 30 tahun. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3 persen mahasiswa kedokteran
terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini hanyalah hipokondriasis yang
bersifat sementara.
C.
Etiologi
Pada kriteria diagnosis untuk hipokondriasis, DSM-IV-TR mengindikasikan bahwa
gejala yang timbul menunjukkan misinterpretasi pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak
data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat
sensasi somatik yang mereka rasakan sendiri. Pasien ini mempunyai batasan toleransi yang
rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Sebagai contoh, pada orang normal merasakan itu
sebagai tekanan pada perut, pasien hipokondriasis menganggapnya sebagai nyeri pada perut.
Mereka menfokuskan diri pada sensasi pada tubuh, salah menginterpretasikannya, dan
menjadi selalu teringat oleh sensasi tersebut karena kesalahan skema kognitifnya. Teori yang
lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat merupakan suatu sifat yang dipelajari, yang
dimulai dari masa kanak-kanak, dimana pada anggota keluarganya sering terpapar oleh suatu
penyakit. Etiologi lain yang diajukan adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian dari
gangguan depresi atau obsesif-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik.
D.
Gejala Klinis
Gejala dan Tanda
Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan ketakutan dan
perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala yang dirasakannya. Pasien
dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu penyakit yang serius
yang belum pernah dideteksi, dan tidak dapat menerima penjelasan akan gangguan yang
dideritanya. Mereka terus menyimpan keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang
serius. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi dan anxietas dan biasanya
terjadi bersamaan dengan gangguan depresi dan anxietas.Walaupun pada DSM-IV
membatasi bahwa gejala yang timbul telah berlangsung paling kurang 6 bulan, keadaan
hipokondriasis yang sementara dapat muncul setelah stress yang berat, paling sering adalah
akibat kematian atau penyakit yang sangat serius dari seseorang yang sangat penting bagi
pasien, ataupun penyakit serius yang yang pernah diderita oleh pasien namun telah sembuh,
yang dapat meninggalkan keadaan hipokondriasis sementara pada kehidupan pasien.
Keadaan diatas dimana perlangsungannya kurang dari enam bulan, maka di diagnosis
sebagai gangguan somatoform yang tak tergolongkan.
Pemeriksaan fisis
Tidak adanya kelainan pada pemeriksaan fisis, pada pemeriksaan serial, mendukung
diagnosis hipokondriasis. Namun demikian, pasien tetap harus menerima pemeriksaan fisis
untuk meyakinkan tidak ada kelainan organic. Pada pemeriksaan fisis, pada pasien
hipokondriasis bisa didapatkan :
Kooperatif dengan pemeriksa, namun gelisah dan tidak mudah untuk ditenangkan
Status psikomotor
Agitasi
Proses berpikir
Isi pikiran
Berbicara tentang apa yang dipikirkan bahwa dalam tubuhnya telah terjadi
kesalahan, kenapa bisa terjadi seperti demukian, dan bagaimana ia merasakannya
Dapat merasa putus asa dan tidak ada lagi harapan tentang penyakitnya, walaupun
keadaan ini biasa juga tidak terjadi
Tidak terdapat keinginan untuk bunuh diri, walaupun secara bersamaan terdapat
depresi
Fungsi kognitif
Penuh perhatian
Insight
Daya nilai
Laboratorium
Diagnosis
Diagnosis hipokondriasis berdasarkan PPDGJ-III adalah :
Keyakinan yang menetap akan adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
1.
2.
Diferensial diagnosis
Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan, yaitu kelainan dalam bidang
neurogik, endokrinilogi dan penyakit sistemik lainnya. Diferensian diagnosis pada psikiatri
untuk hipokondriasis adalah gangguan somatoform lainnya, gangguan mood, kecemasan, dan
gangguan psikotik
Gangguan somatisasi
Kelainan ini ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat kambuh, mencakup
keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi, yang terjadi adalah preokupasi
tentang beberapa gejala yang timbul, bukan tentang penyakit yang mendasarinya Gejala
yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat diklasifikasikan sebagia
gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang terjadi pada 4 tempat yang berbeda, 2
gejala gastrointestinal yang berbeda, 1 gejala seksual, dan 1 gejala neurologi. Gangguan
somatisasi dibedakan dengan penyakit sistemik dari banyaknya keluhan pada beberapa
organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan dengan kelainan somatik yang ada. Onset
gangguan somatisasi lebih dini dari hipokondriasis (<15 hari pada 50% kasus). Wanita
lebih sering terkena, rasio wanita : laki-laki; 10:1. Perbedaan yang lai juga adalah pada
gangguan somatisasi, pasien lebih terfokus pada gejala dibandingkan dengan penyakit
yang mendasarinya.
Gangguan nyeri
Pasien dengan gangguan nyeri lebih terfokus pada nyeri yang muncul dibandingkan
penyakit yang mendasarinya.
G.
Penatalaksanaan
Farmako terapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi edukasi yang
dilakukan. Tujuan dari pemberian farmako terapi adalah untuk mengurangi gejala dan
gangguan yang menyertai (contohnya depresi), untuk mencegah komplikasi, dan untuk
mengurangi gejala hipokondrik. Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan
depresi, anxietas, obsesif-kompulsif. Apabila salahsatu dari gangguan diatas ada,
penatalaksanaan yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi diberikan
dengan memulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. Hal ini
untuk mencegah efek samping dimana pasien dengan gangguan hipokondriasis sangat
sensitif terhadap efek samping obat.
H.
Prognosis
Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya hanya mengalami
hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress mempunyai prognosis yang
baik dan dapat mengalami kesembuhan yang sempurna.
SOAP
SUBJEKTIF.
Pasien datang dengan keluhan dada berdebar-debar, keluhan ini selalu dirasakan bila
memikirkan anaknya yang terlambat pulang sekolah dan telah berlangsung semenjak 7
bulan yang lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien merasa bahwa
setelah kecelakaan tersebut, jantungnya tidak berdetak seperti sebelumnya, sering berdebardebar dan suara detak jantung terasa sangat keras. Pasien menduga bahwa mungkin saja ia
menderita darah tinggi atau penyakit jantung. Meskipun secara medis dikatakan oleh
beberapa dokter pasien tidak memiliki penyakit tertentu sebagai penyebab langsung dari
gejala saat ini, tetapi pasien masih bersikeras bahwa mungkin ada faktor lain yang
membuatnya merasakan keluhan-keluhannya saat ini. Pasien mengatakan bahwa suasana
hatinya sangat miris, sering merasa sedih dan tidak bersemangat. Beberapa kali saat ke
gejala yang dirasakan merupakan akibat dari distorsi kognitif yang menimbulkan respon
cemas dan symptom fisik
PLANNING
1. Diagnosis :
Axis I : F45.2.30 Gangguan Hipokondrik Jantung dan sistem kardiovaskular
Axis II: Axis III: Axis IV: Problem dengan keluarga (anak) dan ekonomi
Axis V : GAF : 70 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik
2. Penatalaksanaan :
Rujuk Psikiater Terapi Pikiran-Perilaku (Cognitive Behavioral Therapy)
Medikamentosa untuk relaksasi otot progresif:
Diazepam 1 x 2 mg (malam)
BORANG PORTOFOLIO
Eperison HCl 2 x 1 tab (kalau perlu)