Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

KAKI DIABETIK SINISTRA WAGNER IV

Nama Penderita

: Tn. P

No. Rekam Medik

: 172986

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 65 Tahun

Alamat

: Sudiang

Tanggal Pemeriksaan

: 2-3-2015

Dokter yang Memeriksa

: dr. Happy Lawrentz, Sp. PD

Dokter Muda

: Andi Dwi Wulandari Sukma Praja, S. Ked

I.

SUBJEKTIF

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA

Luka pada punggung kaki kiri

ANAMNESIS TERPIMPIN :
Luka pada punggung kaki kiri dialami sejak 5 hari yang lalu. Awalnya
bengkak, dan muncul bisul yang kemudian pecah. Sehari kemudian luka juga
meluas ke sela-sela jari kaki dan telapak kaki yang kemudian menghitam disertai
dengan rasa nyeri. Pasien juga mengeluh sering kram, kebas, gatal dan merasa

panas pada kedua kaki dan ujung jari-jari sejak sebulan terakhir. Demam tidak
ada, sakit kepala ada terasa seperti berputar, penglihatan kabur tidak ada, batuk
tidak ada, mual dan muntah tidak ada, riwayat nyeri ulu hati tidak ada. BAB
kesan normal. Pasien mengeluh sering kencing dan selalu merasa haus. Riwayat
penyakit gula sejak 3 tahun yang lalu, namun tidak teratur minum obat, pasien
berobat ke dokter praktek dan diberi obat tapi lupa nama obat. Riwayat keluarga
dengan penyakit gula disangkal. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit
jantung tidak diketahui, riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

II.

OBJEKTIF

KU

:
Sakit sedang/Gizi cukup/Komposmentis
BB : 57,5 kg

TB : 160 cm

IMT : 22.5

Tanda vital :

Tensi
Nadi
Pernapasan
Suhu

Kepala

: 120/80 mmHg,
: 80 kali/menit,
: 24 kali/menit,
: 36,50C
:

Bentuk : normocephal
Deformitas
: Tidak ada, Simetris: simetris kanan dan kiri, Rambut:

hitam, lurus, sukar dicabut


Mata
: Eksoptalmus/Enoptalmus tidak ada, Gerakan dalam batas
normal, Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan, kelopak mata:
udem palpebra tidak ada, konjungtiva: tidak anemis, Sklera: tidak ikterus,

Kornea: jernih, refleks kornea +/+, Pupil: isokor 2,5 mm/2,5 mm.
Telinga : Tophi tidak ada, Pendengaran: otore tidak ada, normal, Nyeri

tekan di processus mastoideus tidak ada.


Hidung : Perdarahan tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut
: Bibir kering tidak ada, Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, Gigi
geligi: caries dentis tidak ada, Faring: hiperemis tidak ada. Gusi: perdarahan
gusi tidak ada. Lidah kotor tidak ada.

Leher :
Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran, Kelenjar gondok: tidak ada
pembesaran, DVS: R-2 cmH2O, Pembuluh darah: tidak ada kelainan, Kaku
kuduk: tidak ada.
Dada :

Inspeksi
:
Bentuk : Simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada. Pembuluh darah: tidak
ada kelainan. Buah dada: tidak ada kelainan. Sela iga: simetris kiri dan kanan.
Palpasi
:
Fremitus raba: simetris kiri dan kanan. Nyeri tekan: tidak ada. Massa tumor
tidak ada

Perkusi

Paru kiri: sonor. Paru kanan: sonor. Batas paru-hepar: ICS VI kanan. Batas
paru belakang kanan: linea V.Th X kanan. Batas paru belakang kiri: linea
V.Th XI kiri.

Auskultasi
:
Bunyi pernapasan: vesikuler. Bunyi tambahan: rhonki tidak ada, wheezing
tidak ada.

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS III kiri, Batas bawah ICS VI kiri, Batas kanan
linea parasternalis kanan, Batas kiri linea midclavicularis kiri.

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni reguler. Bunyi tambahan: bising

tidak ada.
Abdomen

Inspeksi

:
: Datar, ikut gerak napas. Tidak tampak benjolan atau massa

Palpasi
: Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
o Hati
: Tidak teraba
o Limpa
: Tidak teraba
o Ginjal
: Ballotement (-)
Perkusi
: Timpani (+) , ascites tidak ada
Auskultasi
: Peristaltik (+), kesan normal

Alat kelamin

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan rektum

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Punggung

: Simetris kiri dan kanan

: Nyeri tidak ada, fremitus raba simetris kiri dan kanan


: Tidak ada
: Vesikuler
: dalam batas normal

Palpasi
Nyeri ketok
Auskultasi
Gerakan

Ekstremitas : superior dalam batas normal


Status lokalis :
o Tampak ulkus pada regio dorsum pedis (s), darah (+), pus (+), foetor (+),
jaringan nekrotik (+), nyeri (+), udem (+). Pada sekitar luka, perban hangat
(+), kehitaman (+).
o Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) kesan , arteri tibialis posterior (s) (+),
arteri poplitea (s) (+), arteri femoralis (s) (+).
Foto Pedis Sinistra AP/Oblique :
Tampak osteofit pada aspek laterocalcaneus sinistra
Tidak tampak penyempitan celah sendi
Tidak tampak fraktur, destruksi ataupun infeksi
Mineralisasi tulang baik
Kesan:

Osteoartritis Pedis

Foto tanggal 01/03/2015

Foto tanggal 08/03/2015

III.

ASSESSMENT
1. Kaki diabetik sinistra wagner IV
2. Diabetes Mellitus tipe 2 non obes
3. Neuropati diabetik

IV.

PLANNING
Pengobatan :
Diet DM 1700 kkal/hari
IVFD RL 24 tetes/menit
Cefadroxil 500mg 2x1
Metronidazole 3x500mg
Baquinor F 2x500mg
Propepsa 3x1
Zink 2x1
Novomix 10-0-10
Rawat luka pagi dan sore + gentamisin

Rencana Pemeriksaan:
Gula darah puasa
HBA1C
Tes sensitivitas antibiotik
Ankle Brachial Index
Foto Pedis (S) AP/Oblique
EKG
V. PROGNOSIS
Ad Functionam : Dubia et Bonam
Ad Sanationam : Bonam

Ad Vitam
Tanggal
02/03/2015

: Bonam
Perjalanan Penyakit
Instruksi dokter
S: Luka pada punggung kaki Diet DM 1700 kkal/hari
kiri, kram +, kebas +.

Infus RL 24 tetes/menit

O: Anemis tidak ada

Baquinor Forte 2x1

DVS R-2 cmH2O

Cefadroxil 2x500mg

Bunyi pernapasan vesikuler

Metronidazole 3x500mg

Rhonki tidak ada, wheezing Novomix 10-0-10


tidak ada.

Rawat luka pagi dan siang +

Tampak ulkus pada dorsum Gentamisin


pedis (s), darah (+), pus (+),
nyeri (+), bengkak (+). Pada
sekitar luka, perban

hangat

(+), kehitaman (+).


Pulsasi arteri dorsalis pedis (s)
kesan , arteri tibialis posterior
(s) (+), arteri poplitea (s) (+),
arteri femoralis (s) (+).
A: Kaki diabetik wagner IV
pedis sinistra
Diabetes

Mellitus

tipe

normoweight
03/03/2015

Neuropati
S : Luka pada kaki kiri yang Diet DM 1700 kkal/hari
luas dan menghitam, kram +, Infus RL 24 tetes/menit
kebas +.
O:

Tampak

Baquinor Forte 2x1


gangren

pada Cefadroxil 2x500mg

dorsum pedis (s), sela-sela jari Metronidazole 3x500mg


(s), darah (+), pus (+), nyeri Novomix 12-0-12
(+), bengkak (+). Pada sekitar Rawat luka pagi dan siang +
luka,

perban

hangat

(+), Gentamisin

kehitaman (+), GDP 214.


Pulsasi arteri dorsalis pedis (s)
kesan , arteri tibialis posterior
(s) (+), arteri poplitea (s) (+),
arteri femoralis (s) (+).
A:

Kaki

diabetik

sinistra

wagner IV, Neuropati diabetik,


Diabetes mellitus tipe 2 non
04/032015

obes.
S : Luka pada kaki kiri yang Diet DM 1700 kkal/hari
luas dan menghitam, kram +, Infus RL 24 tetes/menit
kebas +.

Baquinor Forte 2x1

O: Tampak ulkus pada dorsum Cefadroxil 2x500mg


pedis (s), sela-sela jari (s), Metronidazole 3x500mg
darah (+), pus (+), nyeri (+), Novomix 12-0-12
bengkak (+). Pada sekitar luka, Propepsa 3x1 cth
perban hangat (+), kehitaman Rawat luka pagi dan siang +
(+).

Gentamisin

Pulsasi arteri dorsalis pedis (s)


kesan , arteri tibialis posterior
(s) (+), arteri poplitea (s) (+),
arteri femoralis (s) (+).
A:

Kaki

diabetik

sinistra

wagner IV, Neuropati diabetik,


Diabetes mellitus tipe 2 non
obes.

RESUME
Seorang laki-laki, 65 tahun masuk dengan keluhan ulkus pada dorsum
pedis sinister yang dialami sejak 5 hari yang lalu. Awalnya udem kemudian

muncul seperti bulla lalu pecah. Sehari kemudian ulkus meluas ke interdigiti I, II
pedis dan plantar pedis sinister. Yang kemudian mengalami nekrosis dan disertai
dengan rasa nyeri. Keluhan neuropati juga dirasakan oleh pasien sejak sebulan
yang lalu.Vertigo ada, febris tidak ada, nausea dan vomitus tidak ada, epigastric
pain tdk ada. Selain itu, pasien mengeluh mengalami poliuri, polidipsi, dan
polifagi. BAB kesan normal. Riwayat DM sejak tiga tahun yang lalu tapi tidak
berobat teratur, riwayat keluarga dengan penyakit gula disangkal. Riwayat
hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak diketahui. Riwayat merokok
dan minum alkhol disangkal.
Pada

pemeriksaan

fisis,

Keadaan

umum:

sakit

sedang/gizi

cukup/composmentis, tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisis kepala,


thorax, abdomen tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan status lokalis, pada pedis
sinister tampak ulkus disertai gangren dan tanda-tanda inflamasi pada dorsum
pedis, interdigiti I, II pedis, plantar pedis sinister.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah sewaktu sebesar
484 mg/dl dan gula darah puasa sebesar 214 mg/dl (on terapi insulin), leukositosis
sebesar 16,40 103/mm3. Pada pemeriksaan radiologi foto pedis sinistra didapatkan
Osteoartritis Pedis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik sisnistra wagner IV + Diabetes
Mellitus tipe 2 non obese + Neuropati diabetik.
DISKUSI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik sisnister wagner IV + Diabetes
Mellitus tipe 2 non obese + Neuropati diabetik. Pasien di diagnosa kaki diabetik
sinister Wagner IV karena adanya luka pada punggung, sela-sela jari kaki, dan
telapak kaki kiri yang awalnya bengkak kemudian muncul seperti bisul lalu pecah
dan meluas serta menghitam disertai rasa nyeri. Hal ini biasanya sering
dikeluhkan oleh pasien-pasien dengan riwayat DM yang tidak terkontrol gula
darahnya.

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan

oleh

diabetes

mellitus.

Faktor

utama

yang

mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati


somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.
Dari hasil anamnesis pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan
merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan sejak 1 tahun terakhir.
Hal ini merupakan tanda neuropati diabetik yang merupakan salah satu
komplikasi paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Proses kejadian
neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C
(PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam
sel terjadilah neuropati diabetik.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah sewaktu
sebesar 484 mg/dl dan gula darah puasa sebesar 214 mg/dl (on terapi insulin) dan
leukositosis sebesar 16,1 103/mm3. Leukositosis merupakan tanda terjadinya
infeksi pada kaki diabetik. Adanya hiperglikemik menyebabkan terjadinya
immunosupresif dimana fungsi fagosit dan neutrofil terganggu sehingga imunitas
menurun dan terjadi kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah
merebak menjadi infeksi yang luas.
Pada pemeriksaan radiologi foto pedis sinistra didapatkan kesan
osteoartritis pedis serta ditemukan gangren yang luas sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai kaki diabetik sinistra wagner IV.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mengatasi
infeksi lebih lanjut pada kaki, memperbaiki vaskularisasi, dan mengontrol kadar
gula darah. Untuk kaki diabetiknya diberikan antibiotik sesuai kultur jaringan dan
sensitivitas, sambil menunggu hasil kultur jaringan dan sensitivitas digunakan

triple drugs combination yang terdiri atas Cefadroxil, Ciprofloxacin, dan


Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,
yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif,
maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang
dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat
vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri
untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.
Adapun untuk kontrol gula darahnya, pada pasien ini diberikan terapi insulin
yang terdiri atas long-acting insulin dan rapid-acting insulin, sehingga kadar gula
darah diturunkan secara cepat. Selain itu, diberikan terapi antiplatelet untuk
mencegah terjadinya vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh
bagian tubuh yaitu cilostazol untuk memperbaiki vaskularisasi dan dilakukan
tindakan debridement serta penanganan luka.
Untuk menentukan terapi pengontrolan gula darah yang tepat, dilakukan
pemeriksaan kadar HbA1c pada pasien ini. Jika kadar HbA1c masih di bawah
6,5%, masih dapat diatasi dengan modifikasi gaya hidup. Kadar HbA1c 6,5-7%
diberikan oral monotherapy, 7-8% diberikan combination oral therapy,
sedangkan kadar HbA1c > 8% sudah perlu dipertimbangkan pemberian injeksi
insulin. Melihat hasil pemeriksaan HbA1c pasien ini adalah 8,3% menunjukkan
pasien ini memerlukan injeksi insulin, maka diperlukan pemberian edukasi pada
pasien dan keluarganya agar dapat menggunakan insulin injeksi secara mandiri di
rumah.
Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas penanganan komplikasi, dan
pencegahan timbulnya luka. Edukasi pasien mengenai pemakaian pelindung kaki,
dan merawat luka. Pengaturan diet dianjurkan untuk mengurangi risiko timbulnya
berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-lain.

KAKI DIABETIK
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan

oleh

diabetes

mellitus.

Faktor

utama

yang

mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati


somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2

EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki diabetik,
ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok.
Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau
oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik. 1
Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi. 1
ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 2

Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka


Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang

paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. 2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi
endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan


makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan

tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.


Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan

menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.


Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot

polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.


Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik

DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.


Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan
kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan
oksidasi fosfolipid dan protein.

Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi


platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin

sulfat.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi

endotel,

namun

aktivasi

koagulasi

yang

berulang

dapat

menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan


terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 2
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. 2
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran
darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren. 2
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya


akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 4
a. Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat
atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan
pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada
telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw
foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah
terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
1. Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
2. Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
3. Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4. Timbul ulserasi plantaris pedis.
b. Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi
dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada

keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan


reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan
dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah
kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
a. Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
b. Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
c. Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan
pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis,
ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya
pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat
pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan
jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. 2
3. Fokus infeksi

Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2
KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot


Stage 6: Unsalvable Foot.

B. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
C. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1
Impaired Perfusion

Size/Extent in mm
Tissue Loss/Depth

None

PAD + but not critical

Critical limb ischemia

Superficial full thickness, not deeper than dermis

Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous

structures, fascia, muscle, or tendon

Infection

All subsequent layers of the foot involved

including bone and or joint


No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous tissue only

Erythema > 2 cm or infection involving


subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response

Infection with systemic manifestation:


Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability

Impaired Sensation

Hypotension, azotemia
Absent

Present

DIAGNOSIS
Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasikomplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
Gejala klinis akibat neuropati perfier
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hypesthesia
Hyperesthesia
Paraesthesia
Dysesthesia
Radicular pain
Anhydrosis

Gejala akibat insufisiensi arteri perifer


Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman,
kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otototot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah

terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene


hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.5
PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah. 1

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki


yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas
lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles. 1
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba


pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1

4.

Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.

Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas

mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif


maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko 1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga

kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan. 1
Selain

itu,

terapi

hiperbarik

dilaporkan

juga

bermanfaat

untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik


sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1

PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2

Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Faktor pendidikan, sosioekonomi,
dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah
terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan
pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi
pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki
keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudah terjadinya
infeksi. 2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6

Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat

dilakukan oleh pasien secara mandiri)


Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
Pemeriksaan mata (setiap tahun)
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis setiap tahun)
Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
Imunisasi influenza/pneumococcus
Pertimbangkan terapi antiplatelet.

Anda mungkin juga menyukai