Anda di halaman 1dari 5

Selain proses pembangunan candi yang diluar logika mausia, terdapat pula

simbol yang menceritakan nilai-nila kehidupan dalam agama Hindu dan Budha.
Pada agama Hindu terukir dalam mandala sedangkan pada agama Budha terukir
dalam vastupurusa.
Ukiran candi-candi di Indonesia mengekspresikan tentang paham dasar dalam
tata cara menyembah dewa pada agama Hindu dan Budha. Namun pada
akhirnya model candi tergantung pada pemahaman pembuat yang menganut
agama tersebut. Paham tentang tata cara menyembah dewasudah ada dari
jaman prasejarah dan terhubung dengan konsep-konsep agama Hindu dan
Budha. Pendapat tersebut berdasarkan penelitian dalam bidang sejarah yang
bersumber pada candi-candi di pulau Jawa. Secara teoritis ukiran pada candicandi yang berada di pulau Jawa berkaitan dengan tulisan-tulisan Jawa kuno
yang dibuat pada zaman Hindu-Budha. Tetapi tidak ada satupun sumber dari
tulisan Jawa kuno yang menceritakan detil tentang agama tersebut.
A. Candi-candi Hindu-Budha yang da di pulau Jawa
Pembangunan candi diperkirakan mulai akhir abad ke 7 M di Jawa Tengah.
Candi pertama adalah Sivaitic Hindu in character, pondok Linggam, simbol dari
Sivas fiery energy. Pada pertengahan abad ke 8 M, candi-candi Budha mulai
mucul di Jawa Tengah. Prasasti berkembang pesat di Jawa Tengah sampai akhir 9
M, sedangkan pasokan prasasti dari Jawa Tengah ke Jawa Timur mulai pada abad
10 M. Kekuatan sentral dari kerajaan yang berbeda berlangsung sampai abad 16
M. Berikut adalah beberapa kerajaan tersebut: (1) Kerajaan Kahirupan (10-11 M);
(2) Kerajaan Kadiri dan Janggala (11-13 M); (3) Karajaan Singhasari (13 M); (4)
Kekaisaran Majapahit (13-16 M). Sementara itu kerajaan tertua di Jawa Tengah
dikenal dengan nama Kerajaan Mataram.
Semua candi Hindu yang ada di Pulau Jawa merupakan Siviatic Character.
Haya beberapa tempat mandi yang berisi patung dewa, beraliran Visnuitic. Pada
penelitian terakhir, bangunan tersebut tidak termasuk dalam bagian candi,
tetapi memiliki kegunaan yang lain.
Candi Sivaitic yang berada di Pulau Jawa pada dasarnya memiliki model yang
sama. Pada ujung candi terdapat ruangan yang menggambarkan dewa Siva,
baik dalam bentuk antropomorfik atau non-antropomorfik. Ruangan itu hanya
ada satu disetiap Candi. Namun, dalam versi yang lebih lengkap dewa utama
didampingi oleh tiga dewa lainnya, diantaranya dewa Durga Mahisasuramardini,
dewa Ganesa (putra Siva dan panglima tentara), dan rsi Agastya. Sekarang ada
dua candi lain yang berada di sekitar dewa Siva, yaitu dewa Visnu dan dewa
Brahma, disebut sebagai Trimurti.
Di sisi lain, bangunan Budha kuno di Pulau Jawa dapat dikelompokan dalam 3
jenis yaitu, candi par exelence, stupa, dan pertapaan. Candi par exelence adalah
ruangan yang berisikan beberapa gambar yang diduga sebagai barang untuk
disembah. Cohtohnya adalah candi Mendut dan Kalasan yang terletak di Jawa
Tengah, ada juga Jago dan Bayalungu yang terletak di Jawa Timur. Stupa adalah
bangunan yang besar yang memiliki rongga kecil didalamnya, yang bertujuan
untuk menjaga barang peninggalan yang berada di dalamnya. Seni ukir itu
berada di bagian luar cantdi. Contohnya adalah candi besar yang kita sebut
dengan Candi Borobudur yamh berada di Jawa Timur. Ada candi besar yang

kurang terkenal, yautu candi Sumberawan, Jawa Timur. Type terakhir adalah
pertapaan, terdiri dari dua tingkat, tingkat kedua terbuat dari kayu. Contohnya
adalah Sari dan Plaosan Lor yang berada di Jawa Tangah. Ketiganya disebut
sebagai candi di Indonesia, yang digunakan sebagai bangunan bersejarah dari
agama Hindu dan Budha.
Umat Hindu dan Budha masing-masing memiliki kosep sejarang yang spesifik.
Secara singkat agama Hindu yang sebernarnya itu awalnya berpatokan pada
Brahman, sedangkan sekarang pada Isvara, keduanya merupakan suatu
kesatuan. Agama Budha memiliki pandangan yang berbeda terhadap Hindu
dalam pandangan kebenaran yang hakiki, agama Budha awalnya mengacu pada
Nirvana, kepercayaan yang menjerumuskan, sedangkan sekarang beralih pada
paham yang leibih baik yaitu Sunyata, walaupun sampai saat ini masih belum
ada bukti yang kuat.
Pemahaman agama Hindu tentaang alam semesta dibagi menjadi dua, yaitu
masa penciptan dan masa penghancuran. Dalam pencptaan bumi terdapat
beberapa struktur yang mengisi bumi, dimana tempat dewa beda dengan
tempat mnusia biasa dan terpisah pula dengan jenis-jenis yang lainnya. Konsep
trasmigrasi makluk hidup ini bertujuan untuk membebaskan makluk hidup dari
level rendah hingga tinggi. Dewa adalah level teringgi diantara yang lainnya, dia
adalah makluk tertinggi di gunung kosmik. Candi Hindu adalah simbol gunung
kosmik, terutama puncaknya, disitulah tempat tinggal dewa. Patung dewa yang
berada di dalam candi mewakili dewa tertinggi, kekal dan inti dari kosmik.
Stupa Budha dengan kubah yang menjadi bagian penting seperti simbol
kosmik, tersusun dari beberapa bentuk yang berbeda. Kosmik Budha tidak
melambangkan tingkat dan strata kehidupan. Bangunan itu terdiri dari lubang
yang berisikan prinsip pokok umat Budha (nivana atau suyata).
Harus ada patung Buddha atau salah satu patung dewaa yang ditemptkan di
sekitar stupa tersebut, patung itu bukan perwakilan dari god as part of cosmos
(menurut pemahanan agama Hindu), menurut agama Budha itu adalah simbol
yang tepat (Buddha-Hood) yang dapat dicapai dari berbagai penganut agama
Budha.
Walaupun ada perbedaan konsep kosmik dari sumber agama Hindu dan
Budha, di Indonesia keduanya berpadu menjadi satu, terutama pada zaman Jawa
Timuran. Pada masyarakat lokal kepercayaan terhdap kedua agama tersebut
masih dipegang erat.
B. Susuan vertikal Candi
Candi Hindu. Candi Hindu terkenal dengan strata kehidupannya: bhur-loka
(tingkat tanah), bhuvar-loka (tingkat awan), svar-loka (tingkat surga). Ada juga
sumber yang menyatakan seven loka (dunia) dan seven patala (bawah bumi).
Tulisan Jawa kuno yang membahas tentang agama juga menyebutkan tiga atau
tujuh tingkat alam semesta, bukan hanya tingkatannya, namanya pun dijelaskan.
Soekmono, salah satu ahi dalam bidang candi menjelaskan tiga tingkat alam
semesta tergambarkan oleh candi Hindo yang berada di pulau Jawa. Bagian
dasar menggambarkan bhurloka (tingkat manusia biasa), bagian badan
menggambarkan bhuvarloka (tingkat yang disucikan), bagian atap
mengambarkan svarloka (tingkat dewa). Ketiganya menggambarkan bahwa
candi merupakan simbol kosmik.

Pendapat itu sekarang diuji kembali paa Candi Hindu yang bernama Rara
Jonggrang, yang berada di Prambana Jawa Tengah. Penelitian dilakukan di candi
Rara Janggrang karena candi ini adalah candi yang masih kokoh dan lengkap di
Pulau Jawa. Candi ini merupakan candi yang kompleks karena memiliki tiga
ruangan, salah satunya ada di dalam candi.setiap ruangan memiliki tingkanya
masih-masing, ruang yang berada di tengah menjadi yang tertinggi, pada
tempat itulah Candi utama berada. Ruangan kedua berisi empat candi kecil yang
lokasinya berpusat pada ruang pertama. Ruang ketiga berada paling luar dari
kompleks candi dan sudah tidak begitu berbentuk lagi.
Itu adalah tiga rangkaian candi dengan pusat candi yang berada di tengah.
Candi yang terbesar berada di tengh diatara candi yang lainnya yang merupakan
temat dari dewa Siwa. Pada candi itu memiliki atap yang mengunung-gunung
dan runcing di bagian tengah seperti gunung pada umumnya. Ukiran pada
dinding candi menandakan tingkatannya dalam kosmik.
Pada sekitar relung pintu terdapat ukiran yang berupa awan surgawi. Pada
dinding badan candi ada ukiran yang menggambarkan pemimpin surgawi,
dikenal dengan nama Lokapala. Ukiran ini menngelilingi badan candi sampai
balkon setinggi manusia. Dibagian luar balkon juga terdapat ukiran yang
berisikan tiga orang berpakaian surga yang disebut apsara, ghandrva,
vidyadhara. Didepan ukiran itu ada ukiran tersembunyi yang menggambarkan
penari di surga yang sedang menari di hadapan dewa Siva disebut juga Sivas
tandava dance. Dibagian luar balkon terdapat tembok yang merupakan tingkat
terakhir, pada tembok ini juga terdapat ukiran, tapi membahas hal yang lain.
Ukiran tersebut bernama Prambanan motif. Setiap ukiran terdiri dari tiga tiang:
bagian tengahnya adalah harimau, sedangkan sisi kanan dan kirinya terpadat
pohon dan binatang dari surga yang disebut kinnara atau kinnari. Disekitar
pohon terdapat pemandangan yang indah seperti bunga, burung dan daun yang
membentuk payung, dibawah pohon itu terdapat guci harta karun.
Penggambaran lebih jelasnya terdapat pada kumpulan sastra Jawa kuno yang
bernama Sanskrit. Makhluk surga yang bernama Kinara/i memiliki tubuh bagian
atas manusia bagian bawah burung.
Dengan mengbservasi candi Rara Jonggrang, dapat diketahui dengan jelas
bahwa candi adalah tempat bersemayamnya dewa terutama pada bagian
svarloka. Sedangkan pada bagian dasar candi merupakan ciri-ciri surga. Candi
terdiri dari tiga loka, svarloka adalah bagian dalam candi yang paling penting
diantara yang lainnya, bhuvarloka adalah tingkat kedua, bhurloka adalah tingkat
terakhir dan merupakan tingkat terendah. Ketiganya merupakan salah satu
sejarah manusia yang perlu kita ketahui .
Tafsiran ini memerlukan spekulasi terhadap intisarinya, karena masih sulit
dalam mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di masa itu hanya degan
ukiran, pada ketiga candi yang telah doteliti terdapat cerita Rama (di candi Siva
dan Brahma) dan Krisna (di candi Visnu). Rama dan Krisna merupakan
reinkarnasi dari dewa Siva. Mereka berdua menjelma menjadi manusia untuk
menciptakan ketentraman dan kedamaian pada umat manusia. Itu adalah dasar
yang kita ketahuin, berarti masuk dala tingkatan bhurloka, tapi bukan ini
masalahnya. Menurut fakta dari Candi Rara Jongrang disimpulkan bahwa Rama
dan Krisna masih merupakan dewa. Kita juga mempertimbangkan pemahaman
W.F. Stutterheim yang beranggapa bahwa relief cerita Rama dalam Candi Rara

Janggrang merupakan simbol dari perjalanan menuju matahari. Dapat


disimpulkan bahma cerita Rama dalam ukiran candi merupakan perbuatan dewa
Visnu, simbol dewa matahari.
Candi Budha. Pertama kita harus melakukan survey terhadap jenis candi
agama Budha, dan melihat apa hubungannya dengan candi Hindu. Penelitian
diambil dari candi Kalasan, candi Pawon, candi Mendut (semua berasal dari Jawa
Tengah). Pada arsitektur dasar candi sama dengan candi agama Hindu, terdiri
dari bagian dasar, badan yang berisi beberapa ruangan dan atap yang runcing.
Tapi berbeda dalam simbol-simbol kosmologinya, bisa berupa penempatan
patung dalam candi.
Dalam candi Budha ukirannya menggambrkan poho yang berada di surga.
Komponen pohonnya sama dengan yang ada di candi Rara Jonggrang: dedaunan
dan bunga-bunga yang indah, burung dan guci harta karun. Tapi perbedaan
dengan candi Roro Jonggrang adalah pada penematan ukirannya, pada candi
Pawon dan Mendut ukirannya terdapat pada badan candi, bukan bagian bawah
candi. Pada tingkat pertama candi terdapat ukiran yang menggambarkan
makhluk yang berasal dari air, pada bagian tengah ukiran terdapat pusat
kehidupan. Penggambaran tentang inti kehidupan juga sering ditemukan di
candi-candi yang berada di Pulau Jawa baik itu candi Hindu atau Budha, telah
diteliti oleh F.D.K. Bosch dengan judul hiraya grabha (the golden womb).
Penelitian itu menggambarkan tentang saat-saat sebelum dan sesudah
kosmologi Hindu ada. Pada beberapa ukiran yang berada d tingkat pertama
candi Budha (seperti candi Mendut dan candi Sajiwan, Jawa Tengah) di tengah
ukiran terdapat cerita Jataka dari agama Budha, peran utamanya adalah sebuah
binatang. Modulasi fountainhead of llifediubah oleh orang Budha menjadi
foutainhead of right conduct dan dan dibubah lagi menjadi the right path.
Pandangan tentang the right path dibuktikan di candi bBudha yang lain,
yaitu candi Borobudur, Jawa Tengah.
Candi Borobudur terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu kamadhatu, rupadhatu,
dan arupadhatu, sumber dari literature Sankrit dan Budha Jawa kuno.secara
vertikal candi Borobudur dibagi menjadi 3 bagian. Bagian paling bawah adalah
bagian kaki candi yang berisi ukiran yang mengelilingi candi. Ukiran itu
menceritakan tentang kisah Karmavibangga, menggambarkaan tentang
kelakuan baik buruknya manusia dan ganjarannya pada kehidupan yang akan
datang. Bagian ini menggambarkan kembali kamdhatu, atau regioon of wishes.
Bagian tengah candi terdiri dari lima tingkatan, diantara tangga menuju
tingkat keudua terdapat dinding yang membuat 4 gang kecil, bertumpuan pada
rangka kotak yang ramping. Pada sisi-sisi koridor terdpat ukiran yang
menggambarkan kelahiran Buddha (Avadana dan Jataka), kehidupan Buddha
(Lalitavistara), dan perjalanan bodhisattva dari bitsu ke bitsu lainnya untuk
mencari kebenaran (Bhadracari or Gandavyuha). Kelima tingkat dari badan candi
menggambarkan simbol rupadhatu, atau bentuk keagamaan. Pada tingkat
tertinggi dari badan candi terdapat tiga tingkat lingkaran dan berpusat pada
candi besar pada tingkat terakhir. Tiga lingkaran tersebut berisi patung Budha
yang dapat dilihat dari luar. Tidak ada hiasan yang terlihat dalam area ini, pada
area ini juga tidak begitu berbentuk dan disebut arupadhatu.

Konsep tiga dhatu berisi tentang alur dalam agama, menyatakan bahwa
kehiduan manusia pada microcosmos. Tidak menceritakan tentag macrocosmos,
tiga dhatu sama degan tiga loka dalam agama Hindu.
Menurut pandangan J.G de Casparis terhadap sepuluh tingkat candi Borobudur
(tingkat dasar, lima tingkat pada badan, tiga lingkat lingkaran, dan candi
terbesar sebagai tingkat ke sepuluh) menggambarkan sepuluh bodhisattvabhumi (level dari Bodhisattva-hood). Semua penafsiran terhadap candi
Borobudur pada dasarnya adalah penggambaran kosmik.
C. Susunan Horizontal candi
Candi di Jawa Tengah
D. Lingkungan Candi

Anda mungkin juga menyukai