Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

Tumor kantung empedu dapat dikenali karena meningkatnya penggunaan dan


perbaikan dari teknik pencitraan dan meningkatnya pemanfaatan pada studi ini.
Sekitar 5% hasil ultrasonografi pada pasien nyeri abdomen menunjukkan adanya
polip kantung empedu. Kanker kantung empedu merupakan kasus yang jarang,
meskipun merupakan kasus keganasan gastrointestinal nomor 5 tersering.
Penyembuhan kanker kantung empedu dimungkinkan apabila dilakukan tindakan
pembedahan pada stadium awal. Karena polip kantung empedu merupakan kasus
tersering, maka sangat penting untuk mengidentifikasinya guna mencegah resiko
keganasan. Ukuran polip kantung empedu umumnya menjadi prediktor terkuat untuk
melihat progesifitas menjadi keganasan.
Lesi jinak pada kantung empedu relatif sering, tetapi hanya polip adenoma yang
mempunyai potensi menjadi sebuah keganasan. Meskipun pada ultrasonografi dapat
menentukkan jenis lesi ini, tapi kadang dapat ditemui kesulitan untuk menegakkan
diagnosa preoperative.
Pada tahun 1924, Blalock menyarankan untuk meghindari dilakukan tindakan operasi
pada pasien dengan kanker kandung empedu bila diagnosis sudah bisa dibuat
sebelum operasi. Terapi nihilisme dilanjutkan untuk mendapatkan pendekatan pada
kanker kandung empedu sampai abad ke 20. Walaupun kebanyakan pasien dengan
kanker kandung empedu berlanjut ke penyakit yang lebih parah, kemajuan dalam segi
pencitraan dan teknik operasi hepatobilier telah membuat adanya kemungkinan untuk
menyembuhkan banyak kasus kanker kandung empedu.
Pendekatan ilmu bedah pada kanker kantung empedu mencakup pencegahan, deteksi
dini, penentuan stadium, dan reseksi kuratif.

Polip Kolesterol
Polip kolesterol merupakan 50 % polip tersering dari semua lesi polip pada kantung
empedu, Lesi ini diperkirakan merupakan akibat dari metabolisme kolesterol. Pada
polip ini ditemukan titik kuning ( yellow spots ) pada permukaan mukosa kantung
empedu dan pada pemeriksaan histologi ditemukan permukaan epitel yang ditutupi
oleh makrofag berisi trigriserida dan esterified sterol pada lamina propia. Biasanya
polip kolesterol muncul sebagai lesi multipel dengan ukuran < 10 mm. Polip
kolesterol biasanya tanpa gejala.
Inflammatory Polyps
Lesi ini terjadi karena inflamasi kronik, Polip meluas ke lumen kantung empedu
melalui pembuluh darah .
Adenomyomatosis
Adenomyomatosis digambarkan sebagai perpanjangan dari sinus Rokitansky-Aschoff
melalui dinding otot kantung empedu. Pada ultrasonografi lesi ini muncul sebagai
penebalan dinding kantung empedu dengan divertikula intramural. Walaupun pada
umumnya Adenomyomatosis merupakan lesi jinak, serangkaian evaluasi dengan
ultrasonografi diperlukan untuk menyingkirkan pembesaran dari adenomatus polip
dan kanker kantung empedu. Beberapa penulis melaporkan bahwa kanker kantung
empedu terjadi pada lokasi adenomyomatosis, dan menyarankan pendekatan yang
lebih agresif pada lesi jinak
Polip Adenoma
Polip adenoma merupakan polip neoplasma jinak yang berpotensi berkembang
menjadi keganasan. Adenoma papilari berbentuk pedunculated, kompleks, dan
bercabang ke dalam lumen kantung empedu. Adenoma tubular muncul sebagai lesi
yang datar, neoplasma yang tidak bergerak/kaku. Oleh karena itu pada ultrasonografi

sangat sulit untuk membedakan adenoma polip dengan jenis polip lainnya. Seperti
banyak kasus tumor gastrointestinal, adenoma carcinoma diduga akibat dari lesi
seperti ini.
Lesi lainnya
Lesi lainnya yang ditemukan pada kandung empedu meliputi fibroma, leiomyoma,
lipoma, hemangiomata, granular sel tumor, dan jaringan heterotropik termasuk gaster,
pancreas, dan epitel saluran cerna.
Lesi malignan
Insidensi dari kasus kanker kantung empedu adalah 1,2 kasus dari 100.000 orang di
Amerika serikat, frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada suku meksiko-amerika dan
Amerika asli, walaupun insidensi tertinggi ditemukan pada penduduk asli gunung
andes di bagian timur laut eropa, dan di Israel. Perbandingan perempuan dan laki-laki
adalah 3:1, puncak insidensi penyakit ini terjadi pada umur 70-an.
Faktor resiko yang paling sering untuk terjadinya kanker kandung empedu adalah
batu kantung empedu, dimana ditemukan pada

75-90 % kasus kanker kantung

empedu. Ukuran batu kandung empedu mempunyai peranan yang penting dalam
perkembangan menjadi kasus keganasan. Pada kantung empedu yang mempunyai
batu kandung empedu dengan ukuran > 3 cm mempunyai resiko 10 kali lipat untuk
berkembang menjadi ganas dibandingkan yang berukuran 1 cm. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti tetapi inflamasi kronik seperti fistula cholecystoenteric,
primary sclerosing cholangitis, pancreatobiliary maljunction dan infeksi kronik yang
diakibatkan salmonella typhii berperan dalam meningkatnya resiko keganasan.
Seri yang moderen melaporkan sekitar 10% kasus kanker kantung empedu terjadi
pada dinding kandung empedu yang sudah terjadi kalsifikasi, mempunyai tingkat
insidensi yang lebih rendah dari yang pernah dilaporkan. kalsifikasi yang berupa
titik-titik pada mukosa kantung empedu diperkirakan mempunyai resiko tinggi

untuk menjadi kanker kantung empedu dibandingkan dengan kalsifikasi pada semua
kandung empedu. Berdasarkan kasus ini, inflamasi kronik terlibat dalam patogenesis
kanker kantung empedu.
Kanker kantung empedu sering ditemukkan secara tidak sengaja pada saat
pemeriksaan untuk batu empedu, dan sekitar 50 % kasus kanker kantung empedu
didiagnosis secara tidak sengaja dari specimen cholescystectomy. Sayangnya 35 %
kasus telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.
Pada pemeriksaan histology, adenocarcinoma ditemukan pada 90% kasus kanker
kantung empedu, dan squamous cell carcinoma ditemukan pada 2% kasus kanker
kantung empedu. Tipe yang jarang termasuk sarcoma, karsinoma adenosquamous ,oat
cell carsinoma, carcinoid, karsinoid limfoma, melanoma, dan tumor metastase.
Sejumlah subtype histologi dari adenocarcinoma telah ditemukan, tetapi papilari
adenocarcinoma mewakili sekitar 5% dari kasus kanker kantung empedu dan
cenderung terdiferensiasi dengan baik dan membawa prognosis yang lebih
menguntungkan.
Anatomi
Kantung empedu merupakan sebuah kantung yang berlokasi pada permukaan bawah
hepar yang membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri, hanya dibawah
segment iv dan v. Kantung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi: fundus,
corpus, infundibulum dan leher. Panjang kantung empedu 7-10 cm dan lebar 2,5-3,5
cm, dengan kapasitas 30-50 ml cairan,tetapi dapat terdistensi dan isinya dapat
mencapai 300 ml. Kanker kantung empedu umumnya menyebar melalui aliran limfa,
melalui aliran vena,dan

metastase peritoneal. Karena letaknya yang berdekatan

dengan hati, duktus biliar, vena portal, arteri hepatica, duodenum dan kolon
transversum, keterlibatan pada struktur ini biasa terjadi.

Cystic plate merupakan refleksi dari peritoneum viscera yang terletak di antara hati
dan kantung empedu. Diseksi antara kantung empedu dan hati saat cholecystectomy
membagi bidang antara cystic plate dengan lapisan otot dari kandung empedu. Dasar
anatomi ini berguna untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien
yang menjalani reseksi untuk stadium T1b kasus kanker kantung empedu.
Aliran limfa pada kantung empedu berjalan dari cystic node ke pericholedochal nodes
dan

kemudian

ke

regional

nodal

basins

termasuk

mesenterika

superior,

retropankreatis, retroportal, dan celiac. Yang menarik adalah drainase langsung dari
kantung empedu ke nodus aortacava telah terbukti. Ini menunjukkan bahwa
penelusuran pada wilayah ini sangat penting dalam penentuan stadium pada operasi
kanker kantung empedu.
Patofisiologi
inflamasi kronis dari berbagai rangsangan terlibat dalam pathogenesis dari kanker
kantung empedu. Beberapa studi meneliti bahwa abnormalitas genetik dalam
terjadinya kanker kantung empedu menunjukkan 39-59 % kasus kanker kantung
empedu terkait dengan mutasi gen k-ras, dimana lebih dari 90% terkait dengan mutasi
p53. Penelitian lain mengidentifikasi bahwa tingginya ketidakstabilan mikrosatelit
dan hilangnya heterozigot pada saat kanker berkembang merupakan penyebab dari
kolesistitis kronik. Sejumlah abnormalitas genetik lainnya yang terkait dalam
terjadinya kanker kantung empedu adalah karena over ekspresi dari c-erb-2 gene,
upregulation dari cyclin D1, p16, p27, dan MSH2.
Diduga bahwa adanya keterlibatan antara adenoma carcinoma dengan kasus kanker
kantung empedu. Kanker kantung empedu menyebar melalui limfatik, hematogen,
dan transcoelomic dissemination. Invasi lokal ke hati dan organ disekelilingnya
sering terjadi.

Etiologi
Batu empedu terdapat pada 75-90 % kasus kanker kantung empedu, tetapi etiologi ini
belum dapat dibuktikkan. Faktor resiko pada kanker kantung empedu termasuk
karena adanya inflamasi, usia lanjut, dan adanya batu empedu berdiameter lebih > 3
cm. Anomali dari pancreatobiliary junction juga merupakan factor resiko dari kanker
kantung empedu. Beberapa penulis mengatakan derajat asam dari biliar, metildopa,
dan kontrasepsi oral dan pekerjaan yang berpaparan dengan karet menjadi faktor
resiko kanker kantung empedu namun hal ini belum terbukti. Penelitian pada tahun
2008 membuktikan bahwa berat badan berlebih pada perempuan dimana melebihi
IBM normal > 5 kg/m2 merupakan faktor resiko terkuat pada kanker kantung
empedu.
Epidemiologi
Sekitar 5% pasien yang dievaluasi dengan menggunakan ultrasonografi dengan
keluhan nyeri perut menunjukkan adanya polip pada kandung empedu. Polip
adenomatous ditemukan sekitar 1% pada spesimen kolesistektomi.
The American Cancer Society memperkirakan bahwa ada 10.910 kasus baru dari
kanker kandung empedu terdiagnosa pada tahun 2015 dan ada 3700 kematian karena
kanker kandung empedu. Insidensi dari kanker kandung empedu adalah 1,2 setiap
100.000 orang di Amerika Serikat. Campuran Meksiko-Amerika dan Amerika asli
mempunyai insidensi tertinggi dibandingkan dengan populasi pada amerika utara.
Sedangkan insiden tertinggi dijumpai pada penduduk di gunung andes, eropa timur
laut dan di Israel
Perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 3:1, puncak insidensi adalah
pada dekade ke 7.

Prognosis
Tingkat kelangsungan hidup pasien dengan adenocarcinoma pada kandung empedu
sangat

bergantung

kepada

stadium.

Untuk

lesi

T-1,

banyak

penelitian

mengungkapkan bahwa tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun adalah 100%,


terutama ketika hepatectomy dilakukan secara rutin pada lesi T1b atau lesi yang lebih
dalam.
Tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun pada pasien yang yang menjalani
kolesistektomi pada lesi T-2 sekitar 38%-77%. Lokasi tumor akan berpengaruh
terhadap tingkat kelangsungan hidup pada lesi T-2. Pada suatu penelitian dengan 252
pasien yang menjalani kuratif reseksi untuk stadium T-2 menunjukkan bahwa tumor
yang terletak pada sisi/pinggir hati mempunyai tingkat yang lebih tinggi untuk
terjadinya invasi ke vaskular, invasi ke neural, dan nodal metastase serta mempunyai
tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun dan 3 tahun yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai tumor di sisi peritoneal.
Reseksi penting untuk tumor stadium 3 dan 4 dan tingkat kelangsungan hidup selama
5 tahun sekitar 25%.
Pasien yang tidak menjalani reseksi mempunyai kelangsungan hidup selama 2-4
bulan dan tingkat kelangsungan hidup selama 1 tahun berkisar kurang dari 5%.

Anda mungkin juga menyukai