Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Keterampilan berbahasa
terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara, sebab
keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan, 1986:86). Keterampilan ini
bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun
pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan berbicara
secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif.
Stewart dan Kennert Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) memandang kebutuhan
akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai
keberhasilan setiap individu maupun kelompok. Siswa yang mempunyai keterampilan
berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya.
Berbicara menunjang keterampilan membaca dan menulis. Menulis dan berbicara
mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi bahasa dan bersifat menyampaikan
informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan bermanfaat dalam kegiatan
menyimak dan memahami bacaan.
Menurut pandangan whole language berbicara tidak diajarkan sebagai suatu pokok
bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa
bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Menurut Badudu (1993:131) pelaksanaan
pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas
masih terkesan bahwa guru terlalu banyak menyuapi materi, guru kurang mengajak siswa
untuk lebih aktif menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Proses pembelajaran di
kelas yang tidak relevan dengan yang diharapkan, mengakibatkan kemampuan berbicara
siswa menjadi rendah. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam pembelajaran
keterampilan berbicara siswa Sekolah Dasar adalah penerapan pendekatan pengalaman
berbahasa dalam pembelajaran berbicara siswa Sekolah Dasar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakekat berbicara?
2. Bagaimana pembelajaran berbicara di Sekolah Dasar?
3. Bagaimana strategi pembelajaran untuk meningkakan keterampilan berbicara di
Sekolah Dasar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakekat berbicara.
2. Untuk mengetahui bagimana pembelajaran berbicara di Sekolah Dasar.
3. Untuk mengetahui bagaimana strategi pembelajaran untuk meningkakan keterampilan
berbicara di Sekolah Dasar?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Berbicara
Pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan (Tarigan, 2008:16). Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa
berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan
apa yang akan disampaikan baik itu perasaan, ide atau gagasan.
Definisi berbicara juga dikemukakan oleh Brown dan Yule dalam Puji Santosa, dkk
(2006:34). Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk
2

mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan.


Pengertian ini pada intinya mempunyai makna yang sama dengan pengertian yang
disampaikan oleh Tarigan yaitu bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata.
Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara
dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat
dipahami orang lain. Pengertian ini mempunyai makna yang sama dengan kedua
pendapat yang diuraikan diatas, hanya saja diperjelas dengan tujuan yang lebih jauh lagi
yaitu agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh orang lain.
Sedangkan St. Y. Slamet dan Amir (1996: 64) mengemukakan pengertian berbicara
sebagai keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk
menyampaikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
penyimak. Pengertian ini menjelaskan bahwa berbicara tidak hanya sekedar
mengucapkan kata-kata, tetapi menekankan pada penyampaian gagasan yang disusun dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak atau penerima informasi atau gagasan.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan
bahwa pengertian berbicara ialah kemampuan mengucapkan kata-kata dalam rangka
menyampaikan atau menyatakan maksud, ide, gagasan, pikiran, serta perasaan yang
disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak agar apa yang
disampaikan dapat dipahami oleh penyimak.

B. Hakekat Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan dalam menyampaikan pesan yang dilakukan
secara lisan. Rofiuddin (1998: 13) mengatakan bahwa berbicara merupakan keterampilan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan secara lisan.
Salah satu keterampilan pembicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai
suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Tarigan, 1983: 12)
Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor
fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang
memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Faktor
psikologis memberikan andil yang cukup besar dalam kelancaran berbicara, seperti
3

stabilitas emosi sangat mendukung. Berbicara tidak lepas dari faktor neurologis yaitu
jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga dan organ tubuh
lain yang ikut dalam aktivitas berbicara.
Berbicara sebagai salah satu unsur keterampilan berbahasa sering dianggap sebagai
suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Hal ini dibuktikan dari kegiatan pengajaran berbicara
yang selama ini dilakukan. Dalam praktiknya, pengajaran berbicara dilakukan dengan
menyuruh siswa berdiri di depan kelas untuk berbicara, misalnya bercerita atau berpidato.
Siswa yang lain diminta mendengarkan dan tidak mengganggu. Akibatnya, pengajaran
berbicara di sekolah-sekolah itu kurang menarik. Siswa yang mendapat giliran merasa
tertekan sebab di samping siswa itu harus mempersiapkan bahan seringkali guru
melontarkan kritik yang berlebih-lebihan. Sementara itu, siswa yang lain merasa kurang
terikat pada kegiatan itu kecuali ketika mendapatkan giliran.
Agar seluruh anggota kelas dapat terlibat dalam kegiatan pembelajaran berbicara,
hendaklah selalu diingat bahwa hakikatnya berbicara itu berhubungan dengan kegiatan
berbicara yang lain seperti menyimak, membaca, dan menulis dan pokok pembicaraan.
Dengan demikian, sebaiknya pengajaran berbicara memperhatikan komunikasi dua arah
dan fungsional. Tugas pengajar adalah mengembangkan pengajaran berbicara agar
aktivitas kelas dinamis, hidup dan diminati oleh anak sehingga benar-benar dirasakan
sebagai sesuatu kebutuhan untuk memepersiapkan diri terjun ke masyarakat. Untuk
mencapai hal itu, dalam pembelajaran berbicara harus diperhatikan beberapa faktor,
misalnya pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan.
Terkait dengan hal tersebut, Rofiuddin (1998: 18) mengemukakan beberapa
prinsip pembelajaran berbicara sebagai berikut:
a. Berbicara bercirikan oleh pertemuan antara dua orang atau lebih yang melangsungkan
komunikasi secara lisan, ada pembicara dan ada penyimak;
b. Ada banyak tipe dalam komunikasi lisan antara pembicara dan penyimak, mulai dari
orang berbincang-bincang sampai ke pertemuan umum di lapangan;
c. Pembelajaran berbicara tidak dapat mencakup semua variasi atau tipe pertemuan lisan
itu;
d. Pembelajaran berbicara harus bersifat fungsional.
Agar prinsip pembelajaran berbicara dapat terlaksana dengan baik, hendaknya
seorang guru juga memperhatikan kriteria pemilihan bahan ajar berbicara, sebagai
berikut:
a. Bahan yang dipilih harus memiliki nilai tambah, (1) memperkenalkan gagasan baru,
(2) mengandung informasi yang belum diketahui siswa, (3) membantu siswa
memahami cara berpikir orang lain, dan (4) mendorong siswa untuk membaca tanpa
disuruh;
4

b. Meningkatkan kecerdasan siswa;


c. Memperluas kosakata yang dapat dikuasai siswa dalam jumlah yang memadai;
d. Bahan bacaan memberikan kemungkinan kepada guru untuk mengajukan pertanyaan,
yakni (1) membuat gambar, (2) mengolah kembali informasi dalam teks, (3)
melakukan permainan peran, percakapan;
e. Saduran sesuai dengan tingkat keterampilan siswa;
f. Karangan guru terdiri atas, (1) sesuai dengan tujuan pendidikan, (2) sesuai dengan
jiwa Pancasila, (3) sesuai dengan tujuan pembelajaran, (4) sesuai dengan tema, dan (5)
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku.
C. Tujuan Bebicara
Berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun
serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Mulgrave (dalam Tarigan,2008) menjelaskan bahwa berbicara merupakan
instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung
apakah sang pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun
peyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dia dapat menyesuaikan diri atau tidak,
pada saat dia mengomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta
antusias atau tidak.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, sebaiknya sang pembicara memahami makna
segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.
Selain itu, Iskandarwassid dan Dadang (2008:242) menjelaskan bahwa tujuan
berbicara akan mencakup hal-hal berikut:
1. Kemudahan berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai
mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan,
baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar umum yang lebih besar
2.

jumlahnya.
Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi maupun
diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan-gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan
baik. Dengan latihan berdiskusi yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas,
kejelasan berbicara tersebut dapat dicapai.
3. Bertanggung jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung jawab agar
berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang
menjadi topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan
bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian ini akan
5

menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggung jawab atau
bersifat silat lidah yang mengelabuhi kebenaran.
4. Membentuk pendengaran yang kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak
secara tepat dan kritis. Di sini peserta didik perlu belajar untuk dapat mengevaluasi
kata-kata, niat, dan tujuan pembicara.
5. Membentuk kebiasaan
Kebiasaan berbicara tidak dapatt dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa
yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam
mebentu kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.

D. Jenis-jenis Berbicara
Puji, dkk. (2008:6.35) mengemukakan bahwa klasifikasi berbicara dapat dilakukan
berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya.
Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Berbicara berdasarkan tujuannya
a. Berbicara memberitahukan, melaporkan, dan menginformasikan.
Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau menginformasikan
dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu proses; menguraikan,
menafsirkan sesuatu; memberikan, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan;
dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi antarbenda, hal atau peristiwa.
b. Bicara menghibur
Berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik
perhatian
pendengar. Suasana pembicaraannya bersifaf santai dan penuh canda. Humor yang
segar, baik dalam gerak-gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat
akan memikta para pendengar.
c. Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakkan
Dalam kegiatan berbicara ini, pembicara harus pandai merayu, mempengaruhi atau
meyakinkan pendengarnya. Kegiatan berbicara seperti ini akan berhasil jika
pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, kebutuhan atau cita-cita
pendengarnya.
2. Berbicara berdasarkan situasinya
a. Bebicara formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya,
ceramah dan wawancara.
b. Berbicara informal
Dalam situasi informal, pembicara boleh berbicara secara tidak formal.Misalnya,
bertelepon.
3. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
6

a. Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanaka sebelumnya harus


berbicara di muka umum.
b. Berbicara berdasarkan catatan
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu
yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraannya
sebelum tampil di muka umum.
c. Berbicara berdasarkan hafalan
Dalam berbicara hafalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis
dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian, dihafalkan kata demi kata,
kalimat demi kalimat sebelum membicarakannya.
d. Berbicara berdasarkan naskah
Dalam berbicara seperti ini, pembicara telah menyusun naskah pembicaraannya
secara tertulis dan dibacakannya pada saat berbicara. Jenis berbicara ini, dilakukan
dalam situasi yang menuntut kepastian dan resmi, serta menyangkut kepentingan
umum.
4. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya
a. Berbicara antarpribadi
Berbicara antarpribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu. Suasana
pembicaraannya dapat bersifat serius atau santai bergantung pada masalah yang
diperbincangkan atau bergantung kepada hubungan kedua pribadi yang terlibat
dalam pembicaraan.
b. Berbicara dalam kelompok kecil
Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekelompok kecil
pendengar (3-5 orang). Dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti ini,
sering dilakukan. Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat digunakan untuk
melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih
siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih memungkinkan
siswa berani berbicara.
c. Berbicara dalam kelompok besar
Jenis berbicara seperti ini terjadi apabila pembicara menghadapi pendengar yang
berjumlah besar. Perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari
pendengar menjadi pembicara dalam berbicara seperti ini kemungkinan kecil sekali,
bahkan tidak terjadi.
E. Pembelajaran Berbicara
1. Pengertian Pembelajaran Berbicara
Pembelajaran merupakan terjemahan dari instructional yaitu proses memberi
rangsangan kepada siswa supaya belajar, sedangkan yang dimaksud dengan
pembelajaran bahasa adalah proses memberi rangsangan belajar berbahasa kepada
siswa dalam upaya siswa mencapai kemampuan berbahasa (Puji, 2008).Oleh karena
7

berbicara adalah salah satu kemampuan dalam berbahasa maka pembelajaran


berbicara adalah proses memberi rangsangan belajar berbicara kepada siswa dalam
upaya siswa mencapai kemampuan berbicara.
2. Tujuan Pembelajaran Berbicara
Tujuan Pembelajaran Berbicara pada siswa SD adalah siswa diharapkan mampu
berbicara secara efektif untuk mengungkapkan gagasan, pendapat dan perasaan, dalam
berbagai bentuk dan cara kepada berbagai sasaran sesuai dengan tujuan dan konteks
pembicaraan.
3. Karakteristik Pembelajaran Berbicara
Kegiatan berbicara dapat berlangsung jika setidak-tidaknya ada dua orang yang
berinteraksi, atau seorang pembicara menghadapi seorang lawan bicara. Kegiatan
berbicara yang bermakna juga dapat terjadi jika salah satu pembicara memerlukan
informasi baru atau ingin menyampaikan informasi penting kepada orang lain.
Berikut disajikan sejumlah karakteristik yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran
berbicara antara lain:
a. Harus ada lawan bicara;
b. Penguasaan lafal, struktur, dan kosa kata;
c. Ada tema atau topik yang dibicarakan;
d. Ada informasi yang ingin disampaikan atau sebaliknya ditanyakan;
e. Memperhatikan situasi dan konteks.
F. Strategi Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Sekolah
Dasar
Kamus besar bahasa Indonesia (dalam Puji,dkk.,2008) menjelaskan bahwa strategi
bermakna rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Selain kegiatan, termasuk dalam strategi pembelajaran adalah materi dan paket
pembelajaran.Dick & Carey (dalam Abdul,2012) menjelaskan strategi pembelajaran
diartikan sebagai semua komponen materi, paket pengajaran, dan prosedur yang
dilakukan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
a. Kriteria Pemilihan Materi Pembelajaran Berbicara
Abdul (2012:66) mengemukakan bahwa materi pembelajaran adalah sekumpulan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dipelajari siswa untuk membantu
tercapaiya kompetensi atau tujuan pembelajaran. Pemilihan materi pembelajaran
berbicara bergantung pada jenis keterampilan berbicara yang akan dikembangkan
dalam

diri

siswa.

Kegiatan

pembelajaran

berbicara

meliputi:

menyapa,

memperkenalkan diri, bertanya, menjawab pertanyaan, bercerita (menceritakan


pengalaman, buku/cerita yang pernah didengarkan/dibaca), berpendapat dalam diskusi
kelompok, memberi petunjuk, bermain peran, mewawancarai dan lain-lain.Kriteria
pemilihan bahan atau materi sebagai berikut:
8

1)
2)
3)

Sesuai dengan jenis keterampilan berbicara yang akan dilatihkan;


Bervariasi sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang beragam;
Dapat mengembangkan kosakata sehingga keterampilan berbicara tidak

menjemukan;
4) Memberikan contoh ketepatan ucapan (pelafalan), dan intonasi sehingga siswa
mampu berbicara dengan jelas;
5) Dapat mengembangkan wawasan yang lebih luas;
6) Topik kegiatan berbicara harus aktual ( tengah menjadi sorotan publik);
7) Bahan diorganisasi secara sistematis dengan mengikuti prinsip-prinsip
pembelajaran (dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dekat ke yang jauh dari
yang dikenal ke yang tidak dikenal, dari yang sederhana ke yang kompleks);
8) Kegiatan pembelajaran dikemas yang menarik, kadang dilakukan di luar kelas;
9) Menggunakan metode dan teknik yang dapat menumbuhkan minat siswa
belajar dan tertarik dengan pembelajaran bahasa;
10) Memilih sumber dan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan pikiranpikiran kritis dan kreatif.
Pemilihan materi pembelajaran berbicara seharusnya sesuai dengan butir-butir
materi yang telah digariskan di dalam standar isi. Selain itu, pemilihan materi juga
disesuaikan dengan tingkat kelas, keadaan siswa, situasi dan kondisi yang
melingkupinya serta kompetensi dasar yang harus dicapai pada setiap tingkat. Di
samping itu, pemilihan materi harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa dan
kecakapan hidup.
b. Metode Pembelajaran Berbicara
Menurut Abdul (2012) metode mengajar lebih menunjuk kepada tehnik atau cara
mengajar.Metode pembelajaran merupakan salah satu unsure dalam strategi
pembelajaran. Berikut ini adalah ciri metode pembelajaran yang baik:
1)Mengundang rasa ingin tahu murid;
2)Menantang murid untuk belajar;
3)Mengaktifkan mental, fisik dan psikis murid;
4)Memudahkan guru;
5)Mengembangkan kreatifitas murid; dan
6)Mengembangkan pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.
Dalam strategi pengajaran, pemakaian beberapa teknik dipandang lebih
menguntungkan daripada hanya menggunakan satu tehnik saja. Berikut ini adalah
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
c.

kemampuan berbicara pada anak SD:


Strategi Mengembangkan Keterampilan Berbicara
1) Permainan Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolaholah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Dengan
demikian, simulasi dalam metode mengajar dimaksudkan sebagai cara untuk
menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat pura-pura
9

atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain peranan mengenai suatu
tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya.
Permainan simulasi adalah model yang mengilustrasikan atau menggambarkan baik
sistem sosial maupun sistem fisik yang diabstraksi dari realitas dan disederhanakan.
Berdasarkan peristiwa yang sebenarnya, dilakukan abstraksi (pemindahan)
terhadap kondisi-kondisi yang mendukung terjadinya peristiwa tersebut, ditambah
dengan penyederhanaan-penyederhanaan, kemudian menyusun ulang peristiwa
tersebut sesuai dengan kondisi-kondisi yang telah disederhanakan. Di samping itu,
metode permainan simulasi cocok diterapkan pada semua tingkatan siswa, dari
siswa taman kanak-kanak, sampai siswa pada tingkatan yang lebih tinggi. Sebagai
contoh dari permainan simulasi yaitu saat siswa bermain peran dan berusaha
menghayati

perannya.

Disinilah

akan

adanya

suatu

keberanian

untuk

mengekpresikan dirinya dengan belajar untuk berbicara dan memerankan orang


lain.
2) Dongeng
Peristiwa atau cerita yang terjadi dalam lingkungan masyarakat maupun dari
buku-buku dongeng yang tersedia di perpustakaan belum dimanfaatkan dengan
maksimal sebagai sumber belajar yang dapat menunjang proses pembelajaran
khususnya dalam pembelajaran berbicara.Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang
tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak
terikat oleh waktu maupun tempat. James Danandjaja (1986: 86) berpendapat
bahwa kata dongeng menurut pengertian yang sempit adalah cerita pendek kolektif
kesusastraan lisan, sedangkan pengertian dongeng dalam arti luas adalah cerita
prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi.
Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga
melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) bahkan sindiran. Jadi, dongeng
adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh
waktu maupun tempat, yang mempunyai keguanaan sebagai alat hiburan atau
pelipur lara dan sebagai alat pendidik (pelajaran moral).Cara meningkatkan
kemampuan berbicara siswa dengan dongeng dapat didahului dengan dipraktekkan
terlebih dahulu oleh guru.Unsur keterampilan berbahasa yang terdapat didalamnya
adalah menyimak dan berbicara.Menyimak dengan siswa mendengarkan cerita
yang disampaikan dan menugaskan siswa untuk menceritakan kembali dongeng
yang telah didengarnya dengan bahasanya sendiri. Disini akan menggali keberanian
siswa untuk tampil ke depan dan mendongeng untuk temannya dengan cara dan

10

gayanya sendiri. Jika seorang siswa berani tampil dengan bagus, hal itu akan
memotivasi siswa lain untuk mencoba berbicara kedepan.
3) Bermain peran
Bermain peran merupakan salah satu bentuk aktivitas drama yang didalamnya
terdapat aktivitas berbicara.Aktivitas tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda,
aksentuasi/tekanan yang jelas, kemudian penggunaan bahasa yang baik, serta
pengorganisasian ide yang terstruktur. Artinya ketika bermain peran aspek tersebut
secara otomatis akan dipergunakan. Bermain peran merupakan teknik yang banyak
dipakai oleh guru bahasa Indonesia di sekolah, untuk melatih dan meningkatkan
keterampilan berbicara muridnya. Selain menyenangkan juga menawarkan pelarian
mental atau pengungkapan ekspresi sebagai feedback dari keterampilan berbicara.
Cara atau strategi yang bisa diterapkan dengan bermain peran yaitu dengan
mengajak siswa untuk memerankan tokoh dalam sebuah cerita dengan karakter
tertentu dan membimbing siswa untuk mendalami karakter yang didapatkannya.
4) Menggunakan strategi Modelling The Way
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara
bahasa Indonesia perlu menerapkan strategi Modeling The Way (membuat contoh
praktik). Strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan
keterampilan

berbicara

bahasa

Indonesia melalui

demonstrasi,

dari

hasil

demonstrasi ini kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu siswa


dibagi dalam beberapa kelompok kecil, identifikasi beberapa situasi umum yang
biasa siswa lakukan di ruang kelas dan

luar kelas dalam berbicara

bahasaIndonesia yang baik dan benar, kemudian siswa mendemonstrasikan satu


persatu dalam berbicara bahasa Indonesia.
Modeling
The
Way
memberi
menciptakan skenario sendiri dan

menentukan

waktu
bagaimana

siswa

untuk

mengilustrasikan

keterampilan berbicara sesuai kelompoknya. Kemudian siswa diberi kesempatan


untuk memberikan feedback pada setiap demonstrasi yang dilakukan.
5) Cerita berantai
Menurut Tarigan (1990), Penerapan teknik cerita berantai ini dimaksudkan
untuk membangkitkan keberanian siswa dalam berbicara. Jika siswa telah
menunjukkan

keberanian,

diharapkan

kemampuan

berbicaranya

menjadi

meningkat.Teknik cerita berantai bisa dimulai dari seorang siswa yang menerima
informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada teman
lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada teman yang
lain lagi.Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu: siswa
yang mana yang menerima informasi yang benar atau salah. Siswa yang salah
11

menerima informasi tentu akan salah pula menyampaikan informasi kepada orang
lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima oleh siswa itu benar
tetapi mereka keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu,
diperlukan pertimbangan yang cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan
teknik cerita berantai ini.Tarigan (1990) berpendapat bahwa teknik cerita berantai
adalah salah satu teknik dalam pengajaran berbicara yang menceritakan suatu cerita
kepada siswa pertama, kemudian siswa pertama menceritakan kepada siswa kedua,
dan seterusnya kemudian cerita tersebut diceritakan kembali lagi kepada siswa yang
pertama. Menurut Tarigan (1990), cerita berantai dapat diterapkan dengan langkahlangkah sebagai berikut.
Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas./
Cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa.
Siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa

kedua.
Siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga.
Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama.
Sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam.
Guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan tulis.
Hasil rekaman diperbandingkan dengan teks asli cerita.

Pembentukan kelompok dalam menerapkan teknik cerita berantai dapat


membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk

berbicara

dan sekaligus

menyimak bahan pembicaraan. Pada waktu siswa menyimak pesan, tampak siswa
saling mengingatkan dengan sesama anggota kelompok. Ini dilakukan agar siswa
tidak keliru menyampaikan isi bahan simakan. Fenomena ini membuat siswa harus
dapat menyimak dengan teliti, sebab siswa takut sekali akan membuat kesalahan
dalam menyampaikan isi bahan simakan pada saat ia disuruh untuk berbicara.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian,
minat, dan motivasi siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan
ketelitian siswa pada waktu akan menyampaikan isi bahan simakan di depan kelas.
Cara ini akan menunjukkan kemampuan berpikir, menyimak serta berbicara siswa.
6) Media gambar dalam bercerita
Guru mengembangkan media pembelajaran melalui penggunaan media gambar
cerita dengan maksud agar siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan
imajinasinya yang akhirnya siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita,
mengungkapkan hasil pengamatan dengan bahasa yang runtut, sehingga
bermakna.Penggunaan gambar cerita merupakan alat bantu (media) agar
pembelajaran tidak terkesan monoton dan terjadi bina suasana kelas. Dengan media
12

ini diharapkan anak terangsang untuk menggunakan daya indera pendengarannya


secara maksimal untuk menyimak cerita guru. Setelah anak menyimak cerita guru,
daya imajinasi anak akan muncul selaras dengan alur dan tokoh cerita guru, dan
akhirnya anak diharap mempunyai kemampuan menceritakan kembali apa yang
telah diceritakan oleh gurunya dan juga dapat mengadopsi perilaku positif dari
tokoh cerita. Kemampuan anak untuk menceritakan kembali isi cerita merupakan
modal dasar anak dalam melatih aspek keterampilan berbicara.Siswa kurang
berminat terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan
berbicara, karena tidak dipergunakannya alat peraga atau gambar yang membuat
siswa tertarik untuk mempelajarinya.Siswa juga kurang menguasai keterampilan
berbicara dalarn Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
7) Menyajikan Informasi
Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak
kelas 3-6 SD ialah menyampaikan laporan secara lisan.Untuk mengingatkan agar
anak-anak menggunakan cara-cara yang efektif dalam menyajikan laporan secara
lisan, masalah mereka menceritakan hal-hal yang mereka inginkan dan tidak
mereka inginkan dari seorang pembicara. Bentuk kegiatan lain yang untuk melatih
penyajian informasi ialah dengan berpidato. Tujuan kegiatan ini untuk menolong
anak-anak mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara dengan orang lain,
belajar menyusun, dan menyajikan suatu pembicaraan, dan mempelajari cara yang
terbaik untuk berbicara di hadapan sejumlah pendengar.Empat langkah dalam
menyiapkan dan menyajikan pidato yang seharusnya dikerjakan oleh anak-anak
yang belajar berpidato adalah sebagai berikut (Ross and Roe, 1990: 135136).
8) Merencanakan pidato
Tentukan tujuan berpidato, untuk menginformasikan, menghibur, atau
mendorong suatu tindakan.Pilihlah topik yang menarik, tidak terlalu sulit dan dapat
diceritakan secara ringkas.
Menyusun pidato.
Membuat kerangka pidato, menentukan urutan untuk menyajikan hal-hal yang
penting, buatlah awal dan akhir pidato yang mengesankan, dan rencanakan
penggunaan media visual apabila meyakinkan.
Mempraktikan.
Praktikan berpidato di depan teman-teman sekelompok atau di depan kelas sebagai
latihan.Menyampaikan pidato di depan pendengar yang sebenarnya. Apabila tidak
memungkinkan penyampaian pidato dapat dalam bentuk simulasi dikelas. Anakanak lain yang menjadi pendengar diamati berperan sebagai pendengar yang
sebenarnya, sesuai dengan tujuan pidato tersebut.
9) Berpartisipasi Dalam Diskusi
13

Diskusi memberikan kesempatan kepada murid untuk berinteraksi dengan


murid-murid laindan guru, mengekspresikan pikiran secara lengkap, mengajukan
berbagai

pendapat,

dan

mempertimbangkan

perubahan

pendapat

apabila

berhadapan dengan bukti-bukti yang meyakinkan atau tangapan yang masuk akal
yang dikemukakan oleh peserta diskusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
diskusi merupakan strategi yang membuat murid-murid lebih bergairah dalam
proses pembelajaran (Alverman, dkk, lewar ross and Roe, 1990: 138).Diskusi
kelompok, merupakan teknik yang paling sering digunakan sebagai teknik
pengembangan bahasa lisan yang menuntut kemampuan murid untuk membuat
generalisasi dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai suatu topik atau
permasalahan.
Berdasarkan

pengetahuan

dan

pengalaman

mereka,

murid-murid

mengungkapkan gagasan dan berbagi informasi dengan mendeskripsikan


keputusan, dan mengajukan pemecahan masalah.Selama berpartisipasi dalam
diskusi, murid-murid kurang bergantung pada jawaban benar dari guru, tetapi
mencermati gagasan mereka sendiri dan gagasan teman-teman mereka. Diskusi
untuk memecahkan masalah akan berhasil dengan baik apabila guru dan muridmurid bersama-sama merumuskan masalah-masalah yang akan di diskusikan. Guru
dapat mengontrol pelaksanaan diskusi dengan memfokuskan perhatian pada
ketertarikan murid pada topic yang didiskusikan. Apabila pelaksanaan diskusi
menyimpang dari topic, guru dapat mengarang dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan topic diskusi.
10) Menghibur (menyajikan pertanyaan)
Kadang-kadang murid-murid dapat menyajikan pertunjukan untuk teman atau
teman sekelas, teman-teman dari kelas lain, orang tua dan angota masyarakat di
sekitar gedung sekolah. Siswa dapat menyatakan keingintahuannya dengan
bertanya. Tingkat atau ragam pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan
apa yang diinginkannya.
11) Sandiwara boneka
Pertunjukan sandiwara boneka memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk berbagai gagasan dan cerita lewat percakapan, disertai dengan gerakan
boneka. Di dalam kelas anak-anak dapat menggunakan boneka dengan dua cara.
Mereka menemukan (m/encari) cerita yang sesuai dengan boneka-boneka yang
sudah sesuai tersedia, atau mereka dapat membuat beberapa boneka kemudian
mengarang cerita yang sesuai.Cerita yang baik untuk sandiwara boneka adalah
yang dialognya terasa hidup dan sederhana, yang alur ceritanya bergerak cepat
14

(tidak berputar-putar).Agar dapat memainnkan sandiwara boneka dengan baik,


anak-anak perlu berlatih mengucapkan dialog atau monolog dan menggerakkan
tangan.Anak-anak

harus

berbicara

seolah-olah

menjadi

pelaku

yang

sebenarnya.Misalnya dalam cerita kancil dan gajah, kancil berbicara dengan suara
tinggi dan cepat, sedangkan gajah dengan suara rendah dan mantap.Ucapan anakanak harus benar dan jelas agar dapat ditangkap dengan baik oleh
pendengar.Boneka dapat dibeli atau dibuat sendiri oleh anak-anak.Tentu saja guru
perlu memberikan bimbingan dan menyediakan bahan yang diperlukan, atau
meminta anak-anak memebawa sebagian bahan tersebut seperti jarum, benang,
kertas, pensil, lem, pita atau kain perca.
12) Bercerita atau membaca puisi secara Kor
Melalui kegiatan bercerita atau membaca puisi secara kor, anak-anak dapat
mengekspresikan karya sastra.Mereka dapat merasakan keindahan karya sastra
lewat ritme, rima, aliterasi, dan suasana batin yang diungkapkan.Beberapa cerita
rakyat dapat digunakan untuk kegiatan ini, tetapi yang paling mudah digunakan
untuk kegiatan ini adalah puisi. Cerita atau puisi yang digunakan harus menarik
bagi anak-anak, yang mudah dipahami secara lisan, dan yang mudah dihafalkan.
Mereka perlu mendengarkan cerita atau puisi yang akan dibaca secara kor itu
berulang-ulang agar dapat menafsirkan isinya. Mereka harus dapat menangkap
perasaan batin yang terkandung didalam cerita atau puisi tersebut, mungkin bersifat
humor, menyedihkan, misterius dan mereka mengetahui perhentian serta
mengetahui kata-kata yang harus diberi tekanan. Tujuan utama bercerita dan
membaca puisi secara kor adalah untuk memperoleh kesenangan. Oleh karena itu
guru hendaknya tidak mengharapkan penampilan yang benar-benar bagus, tetapi ia
harus menolong murid-murid belajar menafsirkan karya satra secara lisan untuk
memproleh kesenangan. Norton (lewat Ross dan Roe, 1990: 143) menyajikan lima
bentuk bercerita atu membaca puisi secara lisan seperti tertera di bawah ini. Refren.
Guru atau murid yang mampu melakukan dengan baik menyajikan bagian utama
ceritya atu puisi, kemudian anak-anak yang lain menirukan bersama-sama. Contoh:
Satu baris per anak atau satu baris perkelompok. Seorang anak atau suatu kelompok
mulai membacakan baris pertama, anak atau kelompok yang lain membacakan
baris berikutnya. Demikian seterusnya sampai cerita atau puisi terbaca selurhnya.
Contoh: Antifonal atau dialog. Setiap bagian dibaca oleh kelompok yang berbeda,
seperti anak-anak laki-laki dan perempuan, suara tinggi dan suara rendah, atau
anak-anak yang duduk di sebelah kanan dan yang duduk di sebelah kiri.Komulatif.
15

Kelompok I membacakan bagian awal cerita atau bait pertama puisi , kemudian
kelompok II bergabung pada bagian tengah cerita atau bait kedua puisi. Demikian
seterusnya sampai semua kelompok berpartisipasi.Contoh : serentak. Semua anak
13)

di kelas membacakan cerita atau puisi bersama-sama.


Bermain Drama
Bentuk lain apresiasi sastra secara lisan ialah membacakan naskah drama atau
bermain drama. Diantara anak-anak yang berperan sebagai narrator, yakni yang
membacakan diskripsi cerita. Anak-anak yang lain memerankan semua pelaku
cerita yang ditentukan. Dalam memilih naskah drama yang memiliki perwatakan
yang kuat dan menggunakan gaya penyajian yang lembut. Anak-anak harus dapat
memahami

karakter

pelaku

yang

akan

dierankannya

sehingga

dapat

memerankannya dengan baik. Dalam membacakan atau memerankan drama, setiap


anak harus dapat membayakan latar dan tindakan pelaku dan dapat menggunakan
suara sesuai dengan pemahamannya terhadap perasaan dan pikiran pelaku tersebut.
Dengan kegiatan ini para murid dapat menunjukkan sebag dalam menerjemahkan
tulisan kedalam bahasa lisan yang ekspresif sebagai ungkapan perasaan dan pikiran.
Disamping yng telah diutarakan di atas, pengemb ngn kemampuan bhasa lisan juga
dapat berbentuk curah pendapat, dan percakapan.Curah pendapat digunakan untuk
merangsang

kemampuan

berfikir

dan

berekspresi

secara

lisan.

Guru

perlumenyampaikan aturan-aturan sederhana dalam melakukan curah pendapat,


sebagi berikut:
Berpikir untuk mengungkapkan gagasan sebanyak mungkin yang berhubungan

dengan topic.
Dengarkan yang dikatakan teman-temanmu, kemudian kembangkan gagasan
mereka.
Pikirkanlah gagasan-gagasan yang asli dan belum dikemukakan orang lain.
Kemudian satu gagasan setiap kali berbicara.
Jangan mengkritik gagasan seseorang.
Wawancara
Wawancara dapat digunakan oleh murid untuk memproleh informasi yang
berhubungan dengan suatu tugas tertentu.Melakukan wawancara membutuhkan
keterampilan berbicara dan menyimak.Hal ini dapat dilakukan dengan baik
apabila murid-murid mengikuti langkah-langkah sesui dengan rencana. Langkah
pertama adalah tujuan mewawancarai seseorang, seperti memperoleh informasi
untuk majalah dinding, mengumpulkan bahan mengenai cara hidup pada zaman
dulu, atau untuk mempelajari tanggung jawab dalam pekerjaan-pekerjaan yang
berbedaagar dapat memilih pekerjaan. Langkah berikutnya ialah menyusun
daftar pertanyaan terbuka (yang tidak dapat dijawab dengan ya atau tidak saja),
16

kemudian membuat perjanjian dengan orang yang akan diwawancarai mengenai


waktu yang tepat untuk pelaksanaan wawancara. Sebelum melakukan
14)

wawancara, anak-anak daptberlatih dengan mewawancarai temannya.


Bercakap-cakap
Bercakap-cakap adalah berbicara secara alami antara dua atau lebih pembicara.
Bercakap-cakap merupakan bentuk ekspresi lisan yang paling alami dan bersifat
tidak resmi, tetapi anak-anak kurang mendapat kesempatan untuk melakukan
percakapan khususnya percakapan dalam bahasa Indonesia bagi anak-anak yang
berbahasa ibu bahasa daerah, selama berada di sekolah. Oleh sebab itu, sebaiknya
tersedia tempat bercakap-cakap dengan tempat duduk yang nyaman (anak-anak
duduk di karpet atau tikar).Anak-anak bercakap-cakap dalam kelompok-kelompok
kecil selama waktu tertentu. Untuk melatih siswa mau dan mampu berbicara, guru
bersama siswa dapat

merencanakan materi percakapan. kegiatan ini dapat

dilakukan di luar waktu belajar.


15) Laporan Lisan
Siswa dilatih menyusun laporan sederhana yang menyangkut

yang

menyangkut topic atau tema mata pelajaran. Laporan dapat beruberupa isi buku,
hasil percobaan, hasil pengamatan, ataupun isi cerita.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpilan
Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa
adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan,
1986:86). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam pembelajaran keterampilan
berbicara siswa Sekolah Dasar adalah penerapan pendekatan pengalaman berbahasa dalam
pembelajaran berbicara siswa Sekolah Dasar.
B. Saran
Somoga dari makalah yang kami buat dapat menjadi rujukan untuk para guru,
siswa,pemerintah dan khususnya kami calan guru. Dimana makalah mengenai keterampilan
berbicara dapat diterapkan dalam suatu pembelajaran.

Daftar Pustaka
18

19

Anda mungkin juga menyukai