Anda di halaman 1dari 5

Keracunan Insektisida

Definisi
Suatu kejadian dimana zat insektisida masuk ke dalam tubuh seseorang melalui oral,
inhalasi, transdermal atau mukosa baik yang disengaja atau tidak dengan kadar
tertentu.
Cara Terjadinya Keracunan
1. Self Poisoning
Keracunan jenis ini diakibatkan karena ketidaktahuan dan kekurang hatihatian dalam penggunaan. Penderita biasanya menggunakan insektisida
umumnya golongan organofosfat dengan dosis berlebih tanpa mengetahui batas
dosis maksimal.
2. Attempted Poisoning
Pada kondisi ini keracunan dilakukan dengan sengaja dengan tujuan untuk
mengakhiri hidupnya.
3. Acciental Poisoning
Pada kondisi ini keracunan diakibatkan murni karena unsur kecelakaan tanpa
adanya unsur kesengajaan. Biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun karena
kebiasaanya yang memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetulan
benda tersebut sudah tercemar pestisida.
4. Homicidal Poisoning
Digolongkan sebagai tindak kejahatan karena seseorang dengan sengaja ingin
menyebabkan orang lain meninggal akibat keracunan pestisida.
Farmakologi Insektisida
1. Organofosfat
Komposisi organofosfat diabsorbsi sangat baik melalui paru-paru, saluran
cerna, kulit, membran mukosa dan konjungtiva melalui kontak inhalasi, tertelan,
atau kontak topikal. Kulit yang luka, dermatitis, dan temperatur lingkungan yang
tinggi akan meningkatkan absorbsi melalui kulit.

Konsentrasi tertinggi organofosfat pada manusia dideteksi 6 jam setelah zat


ini tertelan. Meskipun waktu paruhnya beberapa menit hingga beberapa jam,
absorbsi yang lebih lama atau redistribusi dari cadangan lemak mengakibatkan
kadar zat ini masih dapat terdeteksi hingga 48 hari. Organofosfat mengalami
metabolisme oksidasi di hati dan mukosa usus, namun jalur pastinya belum
diketahui.
Kemampuan fosforilasi organofosfat akan berkurang jika sebagian rantainya
mengalami hidrolisis. Hasil metabolit yang inaktif akan diekskresikan melalui
urin.

Mekanisme

kerja

organofosfat

secara

langsung

menghambat

asetilkolinesterase tanpa mengganggu struktur tubuh.


2. Carbamates
Insektisida jenis carbamate diabsorbsi baik melalui kulit dan membran
mukosa setelah terhirup atau tertelan. Konsentrasi puncak zat ini dapat dideteksi
setelah 30-40 menit setelah tertelan. Sebagian besar zat ini akan mengalami
hidrolisis, hidroksilasi, dan konjugasi dalam hati dan dinding usus.
Ada 2 sifat farmakokinetik yang khas pada carbamate yang membedakan dari
organofosfat. Pertama yaitu tidak mudah mencapai sistem saraf pusat (SSP).
Meskipun efeknya pada SSP jarang terjadi, namun tidak menutup kemungkinan
disfungsi SSP terjadi apabila terjadi intoksikasi yang sifatnya masif atau terjadi
hipoksia sekunder akibat toksisitas dan paralisis pada paru. Kedua yaitu ikatan
carbamate-kolinesterase tidak seperti ikatan pada keracunan organofosfat, ikatan
carbamate bersifat reversible dan dapat terjadi hidrolisis spontan dalam beberapa
jam.
Patogenesis
Asetilkolin adalah neurotransmitter yang ditemukan pada ganglia simpatis
dan parasimpatis, skeletal neuromuskular junction, terminal junction dari post
ganglion saraf parasimpatis dan post ganglion saraf simpatis, kelenjar keringat dan
beberapa ujung saraf pada SSP.
Pada akson terminalis yang depolarisasi, vesikelnya yang mengandung
asetilkolin akan menyatu dengan membran eksternal dan ruptur kemudian
melepaskan asetilkolin kedalam sinaps atau neuromuskular junction. Asetilkolin
kemudian berikatan dengan reseptor post sinaptik menyebabkan aktivasi.

Asetilkolinesterase menghidrolisis asetilkolin menjadi asam asetat dan kolin. Pada


keadaan normal semua asetilkolin yang dilepaskan akan segera dihidrolisis.
Komponen organofosfat dan carbamate akan menghambat proses hidrolisis ini. Pada
carbamate pengikatan enzim asetilkolinesterase berlangsung reversible hanya
beberapa jam. Sedangkan pada organofosfat pengikatan asetilkolinesterase bisa
menetap. Hingga akhirnya terjadi penumpukan asetilkolin dan timbul toksisitas.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis untuk keracunan insektisida golongan carbamate-organofosfat dapat
dibedakan menjadi 2 yakni toksisitas akut dan kronik.
1. Toksisitas Akut
Gejala yang muncul tergantung jenis racun, rute, dan lamanya paparan.
Pasien akan mengalami gejala dalam 5 menit setelah menelan zat ini dalam
jumlah yang banyak dan bisa mengakibatkan kematian dalam 15 menit. Sebagian
besar korban keracunan akut gejala mulai muncul pada 8 jam setelah terpapar dan
pada 24 jam berikutnya semua gejala sudah muncul.
Keracunan insektisida ditandai dengan peningkatan aktivitas muskarinik
dengan gejala SLUD dan DUMBBLES yakni Salivation, Lacrimation, Urination,
Defecation

dan

Defecation,

Urination,

Myosis,

Bronchospasm

atau

Bronchorrhea, Lacrimation, Emesis, Salivation.


2. Toksisitas Kronik
Paparan kronik sering terjadi pada pekerja yang kontak dengan sedikit toksin
dalam satu waktu lama kelamaan terakumulasi dan akhirnya menimbulkan gejala
toksisitas. Mekanisme untuk toksisitas kronik mirip dengan toksisitas pada tahap
akut. Keracunan carbamate jarang menjadi kronik karena sifatnya yang
reversible. Paparan kronik umumnya tidak menimbulkan gejala keracunan yang
signifikan.
Diagnosis
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka diperlukan autoanamnesis dan
aloanamnesis yang cukup cermat serta diperlukan bukti-bukti yang diperoleh di
tempat kejadian. Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat
masuknya racun yang dapat melalui berbagai cara yaitu inhalasi, per oral, absorpsi

kulit dan mukosa atau parenteral. Hal ini penting diketahui karena berpengaruh pada
efek kecepatan dan lamanya (durasi) reaksi keracunan.
Racun yang melalui rute oral biasanya bisa diketahui lewat bau mulut atau
muntahan kecuali racun yang sifat dasarnya tidak berbau dan tidak berwarna seperti
arsenikum yang sulit ditemukan hanya melalui inspeksi saja. Luka bakar warna
keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat
bahan kaustik atau korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat.
Perbedaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam
kuat sedangkan basa kuat mengakibatkan nekrosis likuitatif.
Insektisida dan metabolit aktifnya dapat ditemukan pada jaringan biologik
seperti urin tetapi pemeriksaan ini hanya bersifat eksperimental. Umumnya
laboratorium komersial dapat mengukur jumlah butyrylcholines-terase dan aktivitas
AchE eritrosit yang lebih lanjut, bisa merefleksikan aktivitas kolinesterase neuronal.
Pada keracunan organofosfat, kadar butyrylcholinesterase ditekan sampai enzim baru
disintesis. Jika aktivitas AchE eritrosit tidak diperbarui dengan oximes (seperti
pralidoxime), maka aktivitasnya akan ditekan sampai terbentuknya sel darah merah
yang baru. Pada keracunan karbamat, ikatan karbamat-kolinesterase secara spontan
dihidrolisis sehingga aktivitas kolinesterase sel darah merah cepat kembali normal.
Spesimen untuk kolinesterase sel darah merah umumnya dimasukkan ke dalam
tabung yang mengandung antikoagulan EDTA untuk mencegah bekuan darah.
Sampel untuk butyrylcholinesterase tidak membutuhkan antikoagulan dan dapat
dimasukkan ke dalam tabung tanpa EDTA.
Pemeriksaan Penunjang
Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini selain dapat membantu
penegakkan diagnosis, juga berguna untuk kepentingan penyidikan polisi pada kasus
kejahatan. Sampel yang dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml serum,
bahan muntahan dan feses.
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila dicurigai adanya aspirasi
zat racun melalui inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung.
2. Laboratorium Klinik

Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama pemeriksaan gas darah. Beberapa


gangguan gas darah dapat membantu menegakkan diagnosis keracunan.
Pemeriksaan fungsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan karena
selain berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadikan sebagai
dasar diagnosis penyebab keracunan. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan
darah perifer lengkap juga harus dilakukan.
3. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi,
takikardi supraventrikular, takikardi ventrikular, Torsade de Pointes, fibrilasi
ventrikular, asistol dan disosiasi elektromekanik.
Penatalaksanaan
1. Stabilisasi
Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan
resusitasi kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa :
a. Pembebasan jalan napas
b. Perbaikan fungsi pernapasan (ventilasi dan oksigenasi)
c. Perbaikan sistem sirkulasi darah
2. Dekontaminasi
Merupakan terapi ntervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan
terhadap zat toksin, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Petugas
sebelum melakukan pertolongan harus menggunakan pelindung diri berupa
sarung tangan, masker dan apron.
3. Pemberian Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang memiliki
obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial
sangat sedikit jumlahnya. Misalnya saja antidotum untuk organofosfat yaitu
atropin sulfas dan pralidoksim.

Anda mungkin juga menyukai