DISUSUN OLEH
KELOMPOK II
1. Emilia lisa R.
2. Asriani
3. Putriyanti Wulandari
4. Awirullah
5. Indrayanti Karim
6. Kartika Gemalasari
7. Ramadan
8. Dwi Widiastuti
9. Dahlia ramli
10. Nurul Indah
11. Ade Hermawan
12. Sulistiawati
13.Zulkhairah
14. Khaerul Amin
15. Deden Saputra
16. Intan Nur cahya
17. Neneng Sundari
18. Sangkala
19. Hernawati
20. St. Irawati
21. Ema
22. Mirnayana
23. Aisyah Basaru
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karena dengan
limpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul
KONSEP KETERGANTUNGAN PADA LANSIA
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penilaian mata kuliah Keperawatan
anak untuk memperoleh pengetahuan, integritas dan kontrol. Penulis sangat berterima kasih
kepada semua pihak dari baik dari dosen mata kuliah maupun rekan rekan yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini baik, dan disamping itu penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu penulis sangat mengharapkan saran, kritikan dan
masukan yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan makalah kelak dikemudian hari.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepeda semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin..
Kendari,
November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II KONSEP LANSIA DAN KETERGANTUNGAN OBAT.................................................3
A. Konsep Lansia......................................................................................................................3
B. KONSEP KETERGANTUNGAN OBAT..........................................................................13
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................23
A. Kesimpulan.........................................................................................................................23
B. Saran...................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa
keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual
yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh
kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada
pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri.
Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia 60 tahun menurut Undang-Undang RI
No. 13, Tahun 1998) di Indonesia adalah sebesar 7,28% dari jumlah penduduk. Diperkirakan
pada Tahun 2020 nanti akan meningkat menjadi sebesar 11,34%. Indonesia memiliki jumlah
warga lanjut usia keempat terbanyak di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat
(Kosasih dkk., 2004). Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah
populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan
diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah
populasi anak (0-14 tahun). Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan
bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah balita, yaitu sekitar
19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk (Maryam dkk., 2008). Setiap manusia
pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai menjadi tua. Masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan
yang perlu penanganan segera dan terintegrasi.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini,
tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia
secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang
saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut
usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu (Affandi, 2008).
Di Indonesia, sekitar tahun 2000, diprakirakan akan terjadi ledakan populasi lanjut
usia (lansia), populasi penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih. Karenanya, tidak
berlebihan bila berbagai masalah kesehatan yang mungkin akan muncul, perlu diantisipasi.
Salah satu di antaranya, terkait dengan masalah penggunaan obat yang rasional. Tepat dosis,
tepat aturan pakai, dan tepat penderita, merupakan kriteria prasyarat penting bagi
penggunaan obat yang rasional (Benet dan Sheiner, 1985; Rane, 1985).
Pada penderita lansia, kriteria tepat dosis dan aturan pakai sering kali sulit ditegaskan.
Keadaan ini terkait dengan aneka gangguan dan keluhan akibat proses menua, yang sering
kali sulit dibedakan dengan gejala-gejala yang diakibatkan oleh penyakit yang diderita.
Karenanya, dapat dimengerti bila para lansia cenderung mengkonsumsi sejumlah obat
(polifarmasi), dengan dampak negatif berupa meningkatnya efek samping atau ketoksikan
obat. Sebagai gambaran, pernah dilaporkan oleh Triggs dan Nation (1975) serta Kenny
(1979), angka kejadian ketoksikan obat meningkat sampai 7 kali lipat pada penderita lansia
(21%) bila dibandingkan dengan penderita dewasa (3%).
Jika pada bayi dan anak-anak organ-organ tubuhnya masih belum sempurna, pada
lansia justru kemampuan organ-organ tubuh tersebut telah mengalami penurunan. Proses
penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi,
dan sosiologi.
Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna
dalam penatalaksanaan obat. Kita sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang
perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul. Penggunaan obat
yang tidak tepat merupakan problem utama dalam terapi pasien lanjut usia. Keahlian klinis
farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk memperbaiki
pelayanan dalam bidang ini. Efek samping obat lebih sering terjadi pada mereka yang lanjut
usia. Pasien lanjut usia tiga kali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat.
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang
sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian
ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih
dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan
infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi
kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran. Semua keadaan ini
menyebabkan lansia memperoleh pengobatan yang banyak jenisnya (Darmansjah, 1994).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu bagaimana konsep ketergantungan obat pada lansia.
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana konsep lansia
yang menggunakan obat sebagai bagian dari kehidupan mereka.
BAB II
KONSEP LANSIA DAN KETERGANTUNGAN OBAT
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Dari beberapa referensi yang ada menjelaskan bahwa pengertian lanjut usia
menurut undang-undang No. 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan hidupnya
sehari-hari (Darmojo & Martono, 2006). Sedangkan menurut undang-undang No. 13
tahun dinyatakan bahwa usia 60 tahun keatas disebut sebagai lanjut usia (Noorkasiani,
2009).
Lanjut usia ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu usia kronologis yang
dihitung berdasarkan tahun kalender, usia biologis yang diterapkan berdasarkan
pematangan jaringan dan usia psikologis yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian terhadap setiap situasi yang
dihadapinya (Noorkasiani, 2009).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
terrtentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan suatu
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu
anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Jadi usia lanjut dapat kita artikan sebagai seseorang yang berusia 60 tahun
keatas dimana proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya.
2. Batasan Usia Lanjut
Batasan umur lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia
meliputi (Notoadmodjo, 2007) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia
45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun, Usia
lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 71-90 tahun, Usia sangat tua (very old)
adalah kelompok usia di atas 90 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang nomer
13 tahun 1998 Menjelaskan tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub dalam
BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur
Kanker paru
2) Penyakit Jantung Koroner
a) Pengertian: Penyakit yang terjadi pada jantung
b) Penyebab: Pola hidup yang tidak sehat, Makan makanan berkolesterol
tinggi,
mengandung
banyak
lemak,
Minum
kopi,
teh
dan
sedemikian
berat
sehingga
dan
menyebabkan
maupun sosial.
Sulit tidur
Kekurangan nutrisi
Kurang mampu merawat diri
Menapause
c. Sosial/Hubungan kemasyarakatan
Bagi lansia yang tidak dapat menerima perubahan diatas, maka akan
mengisolasi diri dan tidak mau berkumpul atau berhubungan dengan orang lain.
Tetap ibagi yang menyadarinya, maka mereka tetap mampu untuk mengikuti
kegiatan sosial dan berhubungan dengan lingkungan sekitar.
d. Ekonomi
Karena turunnya seseorang dari jabatan semula, atau sudah tidak bekerja
lagi maka akan terjadi penurunan penghasilan atau bahkan tidak mendapatkan
penghasilan. Hal ini menyebabkan menurunnya kepercayaan dan harga diri
sehingga mampu menyebabkan masalah psikologis dan sosial seperti di atas.
e. Spiritual/Keagamaan
dan sayuran.
Batasi garam dapur dan makanan yang di awetkan.
Gunakan bahan makanan segar, cegah penggunaan tablet vitamin bila tak perlu
Kurangi kopi, teh, coklat, Batasi alkohol dan sebaiknya di hindari.
Latihan/olah raga minimal 3 x seminggu
Hindari merokok
komposisi tubuh.
Selalu memperhatikan keselamatan
Latihan teratur dan tidak terlalu berat
Permainan dalam bentuk ringan sangat dianjurkan
Latihan dengan dosis berjenjang (perlahan-lahan)
Hindari kompetisi-kompetisi
Perhatikan kontra indikasi latihan
10
Olah raga yang bisa dilakukan: Jalan kaki ringan / jogging, Aerobik, Senam ringan
(senam tera)
penyalahgunaan
obat
sebagai
penggunaan
setiap
zat
psikoaktif
nonterapeutik, termasuk alcohol, dengan cara apa pun yang menibulkan efek
merugikan pada beberapa aspek kehidupan penggunanya. Pola pemakaian dapat
11
habitual atau kadang-kadang. Penggunanya mungkin mendapat zat tersebut dari resep
yang legal, teman, preparat tanpa resep, atau koneksi illegal.
Insiden ketergantungan obat pada lansia tidak terdokumentasi dengan baik
seperti pada penyalahgunaan alkohol. Akan tetapi, kita mengetahui bahwa hanya
sekitar 60% lansia yang meminum obat-obatan yang diresepkan untuk mereka secara
benar dan sekitar 30% obat-obatan yang mereka minum adalah preparat tanpa resep.
Sangat sedikit lansia yang dilaporkan menggunakan zat-zat illegal (seperti
ganja, heroin, kokain, atau LSD). Hal ini mungkin karena lansia sudah terlalu tua
untuk memakai obat-obatan tersebut atau karena pecandu cenderung meninggal
sebelum mencapai usia tua atau masalah tersebut mungkin jarang dilaporkan dengan
adekuat karena lansia penyalahguna obat tidak menjalani pengobatan atau lolos dari
kontak dengan penegak hokum. Penelitian menunjukkan bahwa lansia pria lebih
cenderung menyalahgunakan zat-zat psikoaktif daripada wanita, kecuali obat-obatan
psikotropik seperti haloperidol.
Informasi yang berlebihan, pengobatan mandiri, polifarmasi, dan kesalahan
menafsirkan gejala adalah beberapa fakor dari banya banyak factor yang berperan
pada penyalahgunaan atau penggunasalahan obat di kalangan lansia.
12
b.
c.
Tar dan resin juga dapat membuat sistim pernapasan teriritasi, sehingga
sesak napas.
d.
Nikotin
a) Narkotika
Narkotika meliputi : Opioda , ganja dan kokain.
13
14
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat.
Umumnya obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan
kecepatan ekskresinya berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh
karena itu berhubungan juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan
antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang,
begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus
berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan tetapi,
kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap
normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat
semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal,
mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus (Bustami, 2001).
4. Interaksi Farmakokinetik
a. Fungsi Ginjal
Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnya
fungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat
penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi
obat sering berkurang, sehingga memperpanjang intensitas kerjanya. Obat
yang mempunyai half-life panjang perlu diberi dalam dosis lebih kecil bila
efek sampingnya berbahaya. Dua obat yang sering diberikan kepada lansia
ialah glibenklamid dan digoksin. Glibenklamid, obat diabetes dengan masa
kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan dengan
dosis terbagi yang lebih kecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan
produsen. Digoksin juga mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan
obat lansia yang menimbulkan efek samping terbanyak di Jerman karena
dokter Jerman memakainya berlebihan, walaupun sekarang digoksin sudah
digantikan dengan furosemid untuk mengobati payah jantung sebagai first-line
drug (Darmansjah, 1994).
Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria fungsi ginjal, maka
harus digunakan nilai creatinine-clearance untuk memperkirakan dosis obat
yang renal-toxic, misalnya aminoglikoside seperti gentamisin. Penyakit akut
seperti infark miokard dan pielonefritis akut juga sering menyebabkan
penurunan fungsi ginjal dan ekskresi obat.
15
Dosis yang lebih kecil diberikan bila terjadi penurunan fungsi ginjal,
khususnya bila memberi obat yang mempunyai batas keamanan yang sempit.
Alopurinol dan petidin, dua obat yang sering digunakan pada lansia dapat
memproduksi metabolit aktif, sehingga kedua obat ini juga perlu diberi dalam
dosis lebih kecil pada lansia.
b. Fungsi Hati
Hati memiliki kapasitas yang lebih besar daripada ginjal, sehingga
penurunan fungsinya tidak begitu berpengaruh. Ini tentu terjadi hingga suatu
batas. Batas ini lebih sulit ditentukan karena peninggian nilai ALT tidak seperti
penurunan creatinine-clearance. ALT tidak mencerminkan fungsi tetapi lebih
merupakan marker kerusakan sel hati dan karena kapasitas hati sangat besar,
kerusakan sebagian sel dapat diambil alih oleh sel-sel hati yang sehat. ALT
juga tidak bisa dipakai sebagai parameter kapan perlu membatasi obat tertentu.
Hanya anjuran umum bisa diberlakukan bila ALT melebihi 2-3 kali nilai
normal sebaiknya mengganti obat dengan yang tidak dimetabolisme oleh hati.
Misalnya pemakaian methylprednisolon, prednison dimetabolisme menjadi
prednisolon oleh hati. Hal ini tidak begitu perlu untuk dilakukan bila dosis
prednison normal atau bila hati berfungsi normal. Kejenuhan metabolisme
oleh hati bisa terjadi bila diperlukan bantuan hati untuk metabolisme dengan
obat-obat tertentu.
First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-binding)
berpengaruh penting secara farmakokinetik. Obat yang diberikan oral diserap
oleh usus dan sebagian terbesar akan melalui Vena porta dan langsung masuk
ke hati sebelum memasuki sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme
obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat mengurangi kadar
plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang kemudian ditemukan dalam
plasma merupakan bioavailability suatu produk yang dinyatakan dalam
prosentase dari dosis yang ditelan. Obat yang diberikan secara intra-vena tidak
akan melalui hati dahulu tapi langsung masuk dalam sirkulasi umum. Karena
itu untuk obat-obat tertentu yang mengalami first-pass effect dosis IV sering
jauh lebih kecil daripada dosis oral.
Protein-binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat
yang diikat banyak oleh protein dapat digeser oleh obat lain yang berkompetisi
16
untuk ikatan dengan protein seperti aspirin, sehingga kadar aktif obat pertama
meninggi sekali dalam darah dan menimbulkan efek samping. Warfarin,
misalnya, diikat oleh protein (albumin) sebanyak 99% dan hanya 1%
merupakan bagian yang bebas dan aktif. Proses redistribusi menyebabkan 1%
ini dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian diberi aspirin yang 8090% diikat oleh protein, aspirin menggeser ikatan warfarin kepada protein
sehingga kadar warfarin-bebas naik mendadak, yang akhirnya menimbulkan
efek samping perdarahan spontan. Aspirin sebagai antiplatelet juga akan
menambah intensitas perdarahan. Hal ini juga dapat terjadi pada aspirin yang
mempunyai waktu-paruh plasma hanya 15 menit. Sebagian besar mungkin
tidak berpengaruh secara klinis, tetapi untuk obat yang batas keamanannya
sempit dapat membahayakan penderita (Boestami, 2001)
5. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Respon seluler
pada lansia secara keseluruhan akan menurun. Penurunan ini sangat menonjol
pada respon homeostatik yang berlangsung secara fisiologis. Pada umumnya obatobat yang cara kerjanya merangsang proses biokimia selular, intensitas
pengaruhnya akan menurun misalnya agonis untuk terapi asma bronkial
diperlukan dosis yang lebih besar, padahal jika dosisnya besar maka efek
sampingnya akan besar juga sehingga index terapi obat menurun. Sedangkan obatobat yang kerjanya menghambat proses biokimia seluler, pengaruhnya akan
terlihat bila mekanisme regulasi homeostatis melemah (Boedi, 2006)
6. Interaksi Farmakodinamik
Interkasi farmakodinamik pada usia lanjut dapat menyebabkan respons
reseptor obat dan target organ berubah, sehingga sensitivitas terhadap efek obat
menjadi lain. Ini menyebabkan kadang dosis harus disesuaikan dan sering harus
dikurangi. Misalnya opiod dan benzodiazepin menimbulkan efek yang sangat
nyata terhadap susunan saraf pusat. Benzodiazepin dalam dosis normal dapat
menimbulkan rasa ngantuk dan tidur berkepanjangan. Antihistamin sedatif seperti
klorfeniramin (CTM) juga perlu diberi dalam dosis lebih kecil (tablet 4 mg
memang terlalu besar) pada lansia.
Mekanisme terhadap baroreseptor biasanya kurang sempurna pada usia
lanjut, sehingga obat antihipertensi seperti prazosin, suatu 1 adrenergic blocker,
17
18
19
legal, yaitu di apotik. Jangan ulangi lagi meminum jamu atau obat-obatan yang tak
jelas asalnya dan gunanya.
12. Prinsip umum penggunaan obat pada lansia.
Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan obat, karena pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada
organ dan sistema tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat.
Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :
a. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi
yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya
b. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan
tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya
c. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada orang dewasa yang masih muda.
d. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnya lebih
rendah.
e. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan
untuk memelihara kepatuhan pasien
f. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat
yang tidak diperlukan lagi (Manjoer, 2004)
13. Hal - hal yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan farmakoterapi
lansia
a. Dosis, keamanan dan manfaat dari obat.
Dosis umumnya diturunkan hingga 1/5, ttp berbeda untuk setiap individu.
Obat dengan indeks terapi sempit dimulai dengan 1/3 atau dosis lazim
Untuk obat yang eliminasinya dipengaruhi (menurun), berikan 50 % dari dosis
awal yg dianjurkan.
b. Jumlah obat yang diberikan Semakin banyak jumlah obat polifarmasi dengan
segala risiko
c. Kepatuhan pasien Hanya 60 % yang patuh sedangkan 40 % pasien lansia
meminum obat kurang dari yang diberikan dokter.
20
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia
banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut
usia tua (old) 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan
menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan
dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan
dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Ketagihan adalah perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan keterlibatan
yang berlebihan terhadap suatu kegiatan tertentu. Kegiatan ini bisa berupa pertaruhan (judi)
atau berupa penggunaan berbagai zat, seperti obat-obatan. Obat-obatan dapat menyebabkan
ketergantungan psikis saja atau ketergantungan psikis dan fisik. Pemberian obat atau terapi
untuk kaum lansia, memang banyak masalahnya, karena beberapa obat sering beinteraksi.
Kondisi patologi pada golongan usia lanjut, cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih
banyak obat dibandingkan dengan pasien yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami efek samping dan interaksi obat yang merugikan (Anonim, 2004).
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang
sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian
ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih
dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan
infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi
kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran.
22
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat direkomendasikan beberapa hal diantaranya :
1.
Lansia adalah proses terjadinya perubahan fungsi pada semua organ
dalam baik fisik maupun psikologi, sehingga dalam pemberian obat harus sesuai dengan
2.
3.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2006,
Terapi
pada
Usia
Lanjut
(Geriatri),
http://pojokapoteker.blogspot.com/2008/12/terapi-pada-usia-lanjut-geriatri.html,diakses
31 oktober 2013
Anonim, 2004, Bagi Kaum Lansia Obat tidak Selalu Menjadi Sahabat http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/01/index.htm.. Diakses tanggal 31 oktober 2013
Bustami,Z.S. 2001. Obat Untuk Kaum Lansia. Edisi kedua. Penerbit ITB. Bandung
Darmojo-Boedi, Martono Hadi (editor). 2006. Buku Ajar Geriatri. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta
Darmansjah, Iwan, Prof. 1994. Jurnal Ilmiah : Polifarmasi pada Usia Lanjut. Diakses tanggal 14
Maret 2009
Manjoer, Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, 12, Media Aesculapius, Jakarta.
25