Anda di halaman 1dari 28

Tugas : Keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II

1. Emilia lisa R.
2. Asriani
3. Putriyanti Wulandari
4. Awirullah
5. Indrayanti Karim
6. Kartika Gemalasari
7. Ramadan
8. Dwi Widiastuti
9. Dahlia ramli
10. Nurul Indah
11. Ade Hermawan
12. Sulistiawati

13.Zulkhairah
14. Khaerul Amin
15. Deden Saputra
16. Intan Nur cahya
17. Neneng Sundari
18. Sangkala
19. Hernawati
20. St. Irawati
21. Ema
22. Mirnayana
23. Aisyah Basaru

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MANDALA WALUYA KENDARI
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karena dengan
limpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul
KONSEP KETERGANTUNGAN PADA LANSIA

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penilaian mata kuliah Keperawatan
anak untuk memperoleh pengetahuan, integritas dan kontrol. Penulis sangat berterima kasih
kepada semua pihak dari baik dari dosen mata kuliah maupun rekan rekan yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini baik, dan disamping itu penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu penulis sangat mengharapkan saran, kritikan dan
masukan yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan makalah kelak dikemudian hari.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepeda semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin..

Kendari,

November 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II KONSEP LANSIA DAN KETERGANTUNGAN OBAT.................................................3
A. Konsep Lansia......................................................................................................................3
B. KONSEP KETERGANTUNGAN OBAT..........................................................................13
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................23
A. Kesimpulan.........................................................................................................................23
B. Saran...................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................26

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa
keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual
yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh
kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada
pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri.
Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia 60 tahun menurut Undang-Undang RI
No. 13, Tahun 1998) di Indonesia adalah sebesar 7,28% dari jumlah penduduk. Diperkirakan
pada Tahun 2020 nanti akan meningkat menjadi sebesar 11,34%. Indonesia memiliki jumlah
warga lanjut usia keempat terbanyak di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat
(Kosasih dkk., 2004). Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah
populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan
diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah
populasi anak (0-14 tahun). Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan
bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah balita, yaitu sekitar
19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk (Maryam dkk., 2008). Setiap manusia
pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai menjadi tua. Masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan
yang perlu penanganan segera dan terintegrasi.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini,
tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia
secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang
saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut
usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu (Affandi, 2008).
Di Indonesia, sekitar tahun 2000, diprakirakan akan terjadi ledakan populasi lanjut
usia (lansia), populasi penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih. Karenanya, tidak
berlebihan bila berbagai masalah kesehatan yang mungkin akan muncul, perlu diantisipasi.
Salah satu di antaranya, terkait dengan masalah penggunaan obat yang rasional. Tepat dosis,

tepat aturan pakai, dan tepat penderita, merupakan kriteria prasyarat penting bagi
penggunaan obat yang rasional (Benet dan Sheiner, 1985; Rane, 1985).
Pada penderita lansia, kriteria tepat dosis dan aturan pakai sering kali sulit ditegaskan.
Keadaan ini terkait dengan aneka gangguan dan keluhan akibat proses menua, yang sering
kali sulit dibedakan dengan gejala-gejala yang diakibatkan oleh penyakit yang diderita.
Karenanya, dapat dimengerti bila para lansia cenderung mengkonsumsi sejumlah obat
(polifarmasi), dengan dampak negatif berupa meningkatnya efek samping atau ketoksikan
obat. Sebagai gambaran, pernah dilaporkan oleh Triggs dan Nation (1975) serta Kenny
(1979), angka kejadian ketoksikan obat meningkat sampai 7 kali lipat pada penderita lansia
(21%) bila dibandingkan dengan penderita dewasa (3%).
Jika pada bayi dan anak-anak organ-organ tubuhnya masih belum sempurna, pada
lansia justru kemampuan organ-organ tubuh tersebut telah mengalami penurunan. Proses
penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi,
dan sosiologi.
Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna
dalam penatalaksanaan obat. Kita sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang
perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul. Penggunaan obat
yang tidak tepat merupakan problem utama dalam terapi pasien lanjut usia. Keahlian klinis
farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk memperbaiki
pelayanan dalam bidang ini. Efek samping obat lebih sering terjadi pada mereka yang lanjut
usia. Pasien lanjut usia tiga kali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat.
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang
sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian
ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih
dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan
infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi
kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran. Semua keadaan ini
menyebabkan lansia memperoleh pengobatan yang banyak jenisnya (Darmansjah, 1994).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu bagaimana konsep ketergantungan obat pada lansia.
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana konsep lansia
yang menggunakan obat sebagai bagian dari kehidupan mereka.

BAB II
KONSEP LANSIA DAN KETERGANTUNGAN OBAT
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Dari beberapa referensi yang ada menjelaskan bahwa pengertian lanjut usia
menurut undang-undang No. 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan hidupnya
sehari-hari (Darmojo & Martono, 2006). Sedangkan menurut undang-undang No. 13
tahun dinyatakan bahwa usia 60 tahun keatas disebut sebagai lanjut usia (Noorkasiani,
2009).
Lanjut usia ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu usia kronologis yang
dihitung berdasarkan tahun kalender, usia biologis yang diterapkan berdasarkan
pematangan jaringan dan usia psikologis yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian terhadap setiap situasi yang
dihadapinya (Noorkasiani, 2009).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
terrtentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan suatu
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu
anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Jadi usia lanjut dapat kita artikan sebagai seseorang yang berusia 60 tahun
keatas dimana proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya.
2. Batasan Usia Lanjut
Batasan umur lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia
meliputi (Notoadmodjo, 2007) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia
45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun, Usia
lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 71-90 tahun, Usia sangat tua (very old)
adalah kelompok usia di atas 90 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang nomer
13 tahun 1998 Menjelaskan tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub dalam
BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur

diatas 60 tahun. Sedangkan menurut Sumiati (2000) Membagi periodesasi biologis


perkembangan hidup manusia sebagai berikut : Umur 40-65 tahun : masa setengah
umur (prasenium), Umur 65 tahun keatas : masa lanjut usia (senium). Sedangkan
menurut Setyonegoro (dalam Nugroho, 2008) Pengelompokan usia lanjut sebagai
berikut : Lajut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun, Young age yaitu umur
70-75 tahun, Old yaitu umur 75-80 tahun, Very old yaitu umur lebih dari 80 tahun.
3. Masalah Pada Usia Lanjut
a. Biologis/Fisik/Tubuh
1) Sistem Pernafasan (Paru-Paru)
a) Sesak nafas
b) Pneumonia
Disebabkan oleh Kuman/bakteri streptococcus pneumonia gram positif

dan gram negatif


Gejala : Demam ringan (37,5-37, 9 o C), Batuk dengan keluar dahak,
Nafsu makan menurun, kekurangan cairan, Sesak, Kelemahan,

Pernafasan cepat, dll.


Penanganan: Pemberian obat antibiotik, Penambahan cairan, Istirahat

total, Perubahan posisi tidur (miring kanan dan kiri)


Pencegahan: Kebersihan saluran pernafasan, Kebersihan gigi dan
mulut, Gizi yang seimbang, Istirahat aktivitas seimbang, Pertahankan

kecukupan konsumsi cairan/minum


c) TBC (TB Paru)
Disebabkan oleh Bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Umumnya

terjadi bertahun-tahun sebelumnya.


Gejala: Sesak nafas, Penurunan berat badan, Gangguan mental,

Demam, Batuk dengan dahak, Keringat malam


Pencegahan: Hindari kebiasaan merokok, Istirahat dan aktifitas yang
seimbang, Gizi seimbang, Kebersihan saluran pernafasan, gigi dan

mulut, Pertahankan konsumsi cairan (minum yang banyak)


d) Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
Gejala: Batuk dan pilek, Demam, panas dingin, Pusing, Badan pegal

pegal, Lemas, dll


Penyebab: Infeksi virus yang menyebar ke seluruh tubuh
Pengobatan dan perawatan : Obat flu di pasaran, Anti biotic, Obat
penurun panas dan istirahat yang cukup, Buka baju atau beri baju yang
tipis apabila terasa panas dan selimuti jika terasa dingin, Minum air
yang banyak

Pencegahan: Aktivitas dan istirahat seimbang, Gizi yang seimbang

Kanker paru
2) Penyakit Jantung Koroner
a) Pengertian: Penyakit yang terjadi pada jantung
b) Penyebab: Pola hidup yang tidak sehat, Makan makanan berkolesterol
tinggi,

mengandung

banyak

lemak,

Minum

kopi,

teh

dan

minuman/makanan mengandung kafein, Istirahat dan aktivitas yang tidak


seimbang, dll
c) Angina Pectoris: yaitu gejala klinis penyakit jantung Koroner yang
ditandai dengan nyeri/sakit dada yang khas yaitu nyeri dada sebelah kiri
menjalar sampai ke punggung, terasa seperti di tekan atau di remas dan
terasa berat di dada badan terasa lemah sekali. Gejala ini timbul saat
seseorang melakukan aktifitas dan akan menghilang apabila beristirahat.
Tetapi ini perlu di waspadai dan jika terdapat gejala seperti tersebut diatas,
cepat dibawa ke rumah sakit.
d) Infark Miokard Akut: adalah serangan angina pectoris yang berlangsung
saat seseorang beristirahat/tidak melakukan aktifitas.

Pencegahan dan Penanganan


Hindari penyebab, Bawa langsung ke rumah sakit
e) Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan penyakit dengan tanda peningkatan tekanan darah
160 mmHg tekanan sistolik. Hipertensi ini sering menjadi problem bagi
usia lanjut dan menjadi faktor resiko utama terjadinya stroke, payah/gagal
jantung dan penyakit jantung koroner.
f) Edema/bengkak Kaki
Edema kaki/tungkai sering di ditemukan pada usia lanjut, keadaan ini
disebabkan oleh gagal jantung, pengaruh daya tarik bumi/gravitasi, posisi
berdiri dan kurangnya gerak/mobilitas, penurunan fungsi hati, luka luas
yang terbuka, obat-obatan, dll
Cara menangani antara lain: menggantung kaki, mengurangi makanan
yang mengandung garam, beraktifitas/olah raga teratur, makanan teatur
dan ke pusat pelayanan kesehatan.
3) Sistem Persyarafan (Otak)
a) Kaku otot, refleks meningkat, Sarankan untuk istirahat
1) Gangguan berjalan
Karena kekuatan otot dan syaraf menurun, maka perlu dilakukan
pengamanan terhadap lansia dengan memberikan alat bantu berjalan,

menempatkan alat dan perabot rumah tangga yang dapat di jangkau


oleh lansia, lantai tidak lincin, lampu tidak terlalu gelap dan tidak
terlalu terang, berikan keset yang kasar di kamar mandi, dll.
b) Demensia (pikun)
Pengertian Adalah gejala hilangnya fungsi intelektual
ingatan/memori

sedemikian

berat

sehingga

dan

menyebabkan

disfungsi/tidak berfungsinya hidup sehari-hari


Penyebab : Obat-obatan, depresi, gangguan emosi, gangguan pada
mata dan telinga, gangguan nutrisi/makanan, adanya tumor atau luka,

infeksi dan komplikasi dari berbagai penyakit.


Penanganan : Obati penyakit yang mendasari pikun, hindari
pemakaian obat yang memberikan efek pada syaraf, modifikasi
lingkungan, hindari stres dan depresi, perbaiki gizi, upayakan nasehat
kepada lansia; keluarga dan masyarakat, berika kesibukan seperti

merawat bunga; merajut; mengisi TTS; dll.


c) Gangguan ingatan jangka pendek
Usia lanjut mempunyai ingatan terhadap pengalaman masa lalu dan
cepat lupa pada kejadian/pengalaman yang baru saja di alami,
sehingga dibutuhkan kesabaran untuk mengingatkan apa yang baru
saja di alami.
d) Nyeri kepala
Kemungkinan penyebab:
Gangguan peredaran darah, gangguan/penyakit mata, penyakit tulang;
sinus dan gigi, gangguan otak dan selaput otak, gangguan/penyakit
syaraf, gangguan/penyakit telinga, kekurangan gula darah, kekurangan

oksigen, sulit buang air besar, kurang tidur


Penanganan:
Hilangkan penyebab, obati penyebab, istirahat yang cukup, gizi
seimbang.

4) Sistem Gastrointestinal (Perut)


1) Nyeri perut
Penyebab tersering nyeri perut ini adalah pembuntuan usus, tumor perut,
gangguan dalam usus, dll
2) Diare
Penanganan: berikan pengganti cairan dengan air degan, oralit, air kuah
sayur setiap kali berak, jangan diberi obat urus-urus, istirahat cukup dan
gizi seimbang serta bawa ke rumah sakit atau Puskesmas

3) Konstipasi (sulit berak)


Sulit berak disebabkan karena kurang minum, kurang gerak/aktivitas
berkurang, makanan yang kurang bergizi, penyakit lain, depresi, obatobatan. Penyakit ini dapat di cegah dengan pemberian makanan yang
mengandung serat misalnya sayuran dan buah, olah raga dan aktivitas
yang teratur.
4) Kurang nafsu makan (anorexia) dan kehilangan berat badan
Pada orang lanjut usia, penyebab penyakit ini kebanyakan karena
psikis/kejiwaan, depresi, kecemasan, penyakit jantung, efek samping obat
dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan makanan yang bergizi seimbang
dengan 4 sehat 5 sempurna, porsi makan yang sedikit tapi sering, dan
berikan makanan yang menimbulkan minat serta tidak membahayakan
atau merangsang.
5) Inkontinensia alvi
Yaitu ketidak mampuan menahan rasa ingin berak sehingga kotoran keluar
dengan sendirinya. Penyebabnya bisa karena penurunan fungsi syaraf dan
otot dari saluran untuk berak, penyakit yang lain, obat-obatan. Penyakit ini
ditandai dengan adanya kotoran yang cair dan tak berbentuk keluar
merembes atau kotoran yang sudah berbentuk keluar di pakaian atau saat
di tempat tidur. Cara penanganan seperti masalah diare dan konstipasi
6) Infeksi lambung
Infeksi ini bisa disebut gastritis dan ulkus peptikum. Keluahan yang timbul
antara lain penurunan berat badan, nafsu makan menurun, mual dan etrasa
tidak enak di tubuh, demam, nyeri perut, dll. Penanganan perlu di bawa ke
dokter. Di rumah perlu dihindarkan makanan yang merangsang seperti
pedas, merica, terlalu panas atau terlalu dingin, mengandung lemak,
hindari alkohol, makanan kecut, kopi, rokok, dll.
7) Hepatitis
Perlu penjagaan makanan yang bersih dan gizi seimbang, hal ini bisa
dilakukan dengan memasak makanan, menutup makanan, memilih
makanan kebutuhan lansia. Menjaga tidak terkontaminasi dengan darah
atau cairan pasien hepatitis.
8) Sirosis
Suatu penyakit lanjutan dari hepatitis dengan pembesaran perut, mual,
muntah, lemah, demam, nyeri/pegal-pegal, kuning pad mata/kulit, dll.
Perlu di bawa ke dokter/rumah sakit.

5) Sistem Urinaria (kencing)


Inkontinensia urin/ngompol
Penyakit ini disebabkan karena gangguan pada syaraf dan otot saluran
kencing, misalnya disebabkan karena tumor, batu, stroke, spinkter
mengendur, obat-obatan dll. Untuk itu, disarankan pada usia lanjut
diharapkan menghindari minum banyak pada malam hari, mengurangi
minum kopi dan teh, mengurangi minuman dan makanan manis, melatih
respon kencing, melatih perilaku berkemih, obat-obatan, pembedahan,
sesuai dengan petunjuk dokter.
Penyakit ginjal
6) Sistem Muskuloskeletal (Kulit, Rambut dan Tulang)
Untuk penyakit kulit dan rambut perlu perawatan kulit dan rambut sehari-hari.
Sedangkan penyakit tulang yang sering dirasakan lanjut usia antara lain:
1) Osteoporosis
Adalah keadaan berkurangnya massa tulang karena proses menua.
Gejalany ayaitu nyeri tulang belakang, pemendekan tinggi badan, tulang
belakang melengkok, tulang keropos, tulang menjadi lebar tapi rapuh
sehingga tulang terasa nyeri sekali dan cenderung untuk patah.
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan vitamin D dan proses menua
sehingga perlu suplay kalsium, vitamin D dari luar selain menjaga
keamanan lansia agar tidak berada pada kondisi jatuh.
2) Rematoid arthritis/rematik
Gejala yang timbul antara lain kaku sendi pada pagi hari > 1 jam,
pembengkakan pada sendi, penonjolan pada kulit dan tulang. Penyakit ini
sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
3) Osteoartritis
Faktor resiko penyebab timbulnya penyakit ini antara lain: umur, pada
wanita setelah usia 50 tahun, kegemukan, trauma/perlukan yang berulang,
kelainan bawaan, adanya kristal di sendi/tulang, perokok, diabetes
mellitus, tekanan darah tinggi, beban berat yang di pikul dan daerah
menanjak/berbukit.
Gejala: nyeri lutut, krepitasi, kaku pagi hari < 30 menit, umur > 38 tahun,
pembesaran tulang, nyeri pinggung, nyeri tangan.
Penanganan seperti penyakit tulang yang telah di sebut diatas.
b. Psikologis/Kejiwaan

Dengan perubahan di bidang kejiwaan, maka lansia merasa dirinya sendiri,


kehilangan sesuatu yang berharga dan akan menyebabkan lansia stress, tidak mau
makan, depresi, gangguan proses berfikir.
Muncul perilaku yang harus diperhatikan, misalnya: mengembara
(ngelutus), meremasa-remas jari, berbicara cepat, terus berbicara, gerakan anggota
tubuh berulang, menggigit, melempar barang, meludah, mencaci/menngomel,
tendangan, mengumpat, isolasi diri, menolak makan/minum, curiga, menghayal,
halusinasi.
Lebih lengkapnya bisa dilihat pada uraian berikut ini:
Kehilangan memori: Depresi, merasa tidak berguna
Kebingungan: percakapan tidak tepat, kurang mampu merawat diri, sering
apatis, kebingungan pada pagi hari, kebingungan malam hari, tidak mampu

berorientasi pada orang, tempat dan waktu.


Paranoid/curiga: ketakutan, kekhawatiran, merasa terancam, dll.
Gangguan suasana hati: perubahan emosi yang mendadak. Maka perlu

kesabaran untuk menentramkan hati dan memberi dukungan


Depresi: karena kehilangan, reaksi obat, ditandai dengan menurunnya BB dan

nafsu makan, lelah, apatis, menurunnya perhatian.


Resiko tinggi kekerasan: karena menurunnya kemandirian, tidak mampu

bergerak, stroke dan sakit terminal


Harga diri rendah: karena berkuraqngnya kemampuan baik fisik, psikis

maupun sosial.
Sulit tidur

Kekurangan nutrisi
Kurang mampu merawat diri
Menapause

c. Sosial/Hubungan kemasyarakatan
Bagi lansia yang tidak dapat menerima perubahan diatas, maka akan
mengisolasi diri dan tidak mau berkumpul atau berhubungan dengan orang lain.
Tetap ibagi yang menyadarinya, maka mereka tetap mampu untuk mengikuti
kegiatan sosial dan berhubungan dengan lingkungan sekitar.
d. Ekonomi
Karena turunnya seseorang dari jabatan semula, atau sudah tidak bekerja
lagi maka akan terjadi penurunan penghasilan atau bahkan tidak mendapatkan
penghasilan. Hal ini menyebabkan menurunnya kepercayaan dan harga diri
sehingga mampu menyebabkan masalah psikologis dan sosial seperti di atas.
e. Spiritual/Keagamaan

Kebanyakan akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.


4. Gizi Pada Usia Lanjut
Masalah yang timbul antara lain gizi lebih (kegemukan) atau gizi kurang
(nafsu makan menurun). Lansia membutuhkan makanan dengan gizi yang seimbang
sehingga akan membantu metabolisme tubuh agar tetap sehat. Zat gizi yang harus
tersedia antara lain:
a. Protein: susu, telur, daging, kacang-kacangan, susu kedelai, kacang hijau.
b. Lemak: hindari makanan yang mengandung lemak.
c. Hidrat Arang: beras, singkong, gaplek, dll.
d. Vitamin: A, B6, asam folat, C, D
e. \Mineral: zat besi dan calcium
f. Air dan Serat: sangat dibutuhkan dan harus di konsumsi lebih banyak.
Pedoman Makanan Usia Lanjut
a. Makanlah setiap hari beraneka ragam bahan makanan dari semua golongan bahan
b.
c.
d.
e.

makanan selama tidak ada kontra indikasi


Makanlah sesuai dengan kecukupan gizi usia lanjut
Gunakan cairan minimal 2 liter/hari
Batasi jumlah lemak makanan terutama yang berasal dari hewan.
Makanlah sumber hidrat arang sedikitnya 50% kalori, pilihlah biji-bijian, kacang-

kacangan dan buah-buahan.


f. Gunakanlah bahan makanan yang banyak mengandung zat besi sweperti kacangkacangan, hati, daging, bayam, sayuran hijau.
g. Minum lah susu tanpa lemak, atau makanlah sumber zat kalsium lain seperti ikan
h.
i.
j.
k.
l.

dan sayuran.
Batasi garam dapur dan makanan yang di awetkan.
Gunakan bahan makanan segar, cegah penggunaan tablet vitamin bila tak perlu
Kurangi kopi, teh, coklat, Batasi alkohol dan sebaiknya di hindari.
Latihan/olah raga minimal 3 x seminggu
Hindari merokok

5. Latihan Jasmani/Olah Raga Pada Usia Lanjut


Prinsip olah raga pada usia alnjut adalah:
Yang perlu dilatih adalah: ketahanan jantung dan paru, kelenturan, kekuatan otot,

komposisi tubuh.
Selalu memperhatikan keselamatan
Latihan teratur dan tidak terlalu berat
Permainan dalam bentuk ringan sangat dianjurkan
Latihan dengan dosis berjenjang (perlahan-lahan)
Hindari kompetisi-kompetisi
Perhatikan kontra indikasi latihan

10

Olah raga yang bisa dilakukan: Jalan kaki ringan / jogging, Aerobik, Senam ringan
(senam tera)

6. Aspek Kehidupan Seksual Usia Lanjut


a. Wanita
Telah disebutkan diatas, bahwa wanita akan mengalami menopause sekitar 40-45
tahun. Hal ini akan mempengaruhi kehidupan seksual wanita. Maka disarankan
untuk para isteri:
Usahakan fungsi sebagai ibu rumah tangga dan isteri berjalan sebaik-baiknya.
Usahakan tetap mempertahankan dan meningkatkan keindahan tubuh/fisik
agar tetap menarik. Perhatikan juga kecantikan watak/kepribadian.
Pelihara terus kesehatan (hygiene) alat kelamin.
Menopause bukan berarti bahwa kehidupan seksual berhenti.
b. Pria
Penyakit yang rasakan laki-laki akan mempengaruhi kehidupan seksual pria:
Tingkatkan kesediaan/kerelaan untuk berdialog dengan isteri, berikan
bimbingan, dorongan dan arahan yang dapat membantunya mengatasi gejala

menopause dan purna menopause


Jauhkan egoisme dan kembalikan (atau tingkatkan) kemesraan bersama isteri.
Berikan perhatian secukupnya.

B. KONSEP KETERGANTUNGAN OBAT


1. Definisi
Ketergantungan obat adalah kebutuhan secara psikologis terhadap suatu obat
dalam jumlah yang makin lama makin bertambah besar untuk menghasilkan efek
yang diharapkan
Menurut WHO merupakan gabungan berbagai bentuk penyalahgunaan obat
dan didefenisiskan sebagai suatu keadaan psikis maupun fisik yang terjadi karena
interaksi suatu obat dengan organisme hidup. Hal ini termasuk reaksi perilaku dan
selalu terpaksa menggunakan obat secara periodik untuk mengalami efekpsikis dan
mencegah efek yang tidak enak karena kehilangan obat tersebut.
Pada tahun 1979, penelitian yang dilakukan pemerintah federal membuat
batasan

penyalahgunaan

obat

sebagai

penggunaan

setiap

zat

psikoaktif

nonterapeutik, termasuk alcohol, dengan cara apa pun yang menibulkan efek
merugikan pada beberapa aspek kehidupan penggunanya. Pola pemakaian dapat

11

habitual atau kadang-kadang. Penggunanya mungkin mendapat zat tersebut dari resep
yang legal, teman, preparat tanpa resep, atau koneksi illegal.
Insiden ketergantungan obat pada lansia tidak terdokumentasi dengan baik
seperti pada penyalahgunaan alkohol. Akan tetapi, kita mengetahui bahwa hanya
sekitar 60% lansia yang meminum obat-obatan yang diresepkan untuk mereka secara
benar dan sekitar 30% obat-obatan yang mereka minum adalah preparat tanpa resep.
Sangat sedikit lansia yang dilaporkan menggunakan zat-zat illegal (seperti
ganja, heroin, kokain, atau LSD). Hal ini mungkin karena lansia sudah terlalu tua
untuk memakai obat-obatan tersebut atau karena pecandu cenderung meninggal
sebelum mencapai usia tua atau masalah tersebut mungkin jarang dilaporkan dengan
adekuat karena lansia penyalahguna obat tidak menjalani pengobatan atau lolos dari
kontak dengan penegak hokum. Penelitian menunjukkan bahwa lansia pria lebih
cenderung menyalahgunakan zat-zat psikoaktif daripada wanita, kecuali obat-obatan
psikotropik seperti haloperidol.
Informasi yang berlebihan, pengobatan mandiri, polifarmasi, dan kesalahan
menafsirkan gejala adalah beberapa fakor dari banya banyak factor yang berperan
pada penyalahgunaan atau penggunasalahan obat di kalangan lansia.

2. Berbagai Jenis Zat Adiktif Dan Dampaknya


1) ROKOK
Tembakau mengandung suatu senyawa proaktif yang disebut nikotin.Nikotin
berasal dari nama Jean Nicot, orang yang memperkenalkan manfaat nikotin
dalam bidang medis.
Efek negatif dari beberapa bahan kimia yang berasal dari rokok adalah sebagai
berikut :
a.

Karbon monoksida (CO) .

Zat ini merupakan gas yang sangat beracun.

Gas karbon monoksida mudah terikat pada hemoglobin, sehingga


mengurangi kemampuan darah mengikat oksigen dan membuat jantung
akan bekerja lebih keras.

Keracunan gas CO dapat menyebabkan kematian.

12

b.

PAH, dapat menyebabkan ganker.

c.

Tar dan resin

Suatu cairan berwarna kuning kecoklatan.Keduanya dapat menumpuk dan


mengganggu kerja paru-paru.

Sekitar 30 jenis senyawa yang terdapat dalam tar dapat menyebabkan


kanker.

Tar dan resin juga dapat membuat sistim pernapasan teriritasi, sehingga
sesak napas.

d.

Nikotin

Bersifat racun. Zat inilah yang menyebabkan adiksi dalam rokok.

Nikotin dapat menstimulan susunan saraf pusat.

Kadar nikotin dalam sebatang rokok berkisar antara 1% sampai


4%.Sedangkan kadar nikotin yang masuk ke paru-parau sekitar 0,25 mg
dari setiap batang rokok yang di hisap.

Dosis fatal nikotin pada manusia adalah 60 mg.

Kandungan zat-zat kimia pada rokok

a) Narkotika
Narkotika meliputi : Opioda , ganja dan kokain.

13

Narkotika alami berasal dari 3 jenis tumbuhan, yaitu :


1. Opium (papever somniferum)
2. Ganja (cannabis sativa)
3. kokain (Erythroxylum coca)
3. Farmakokinetik
Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga
mengubah absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran
darah ke usus akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan
lambung dan gerak saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatan dan tingkat absorbsi
obat tidak berubah pada usia lanjut, kecuali pada beberapa obat seperti fenotain,
barbiturat, dan prozasin (Bustami, 2001).
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam
cairan tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin,
tetapi pada beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan
sel darah merah dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usia lanjut
terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh tanpa lemak dan cairan tubuh
total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma. Penurunan
albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi berarti
bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga
dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat
dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.
Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan
cara penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi
oleh kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya
membuat obat menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang
aktif atau dengan ekskresi metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah
diekskresi oleh hati, antara lain melalui ambilan (uptake) oleh reseptor dihati dan
melalui metabolisme sehingga bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman
ke hati oleh darah. Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga
kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol,
lidokain, dan propanolol.

14

Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat.
Umumnya obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan
kecepatan ekskresinya berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh
karena itu berhubungan juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan
antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang,
begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus
berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan tetapi,
kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap
normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat
semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal,
mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus (Bustami, 2001).
4. Interaksi Farmakokinetik
a. Fungsi Ginjal
Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnya
fungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat
penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi
obat sering berkurang, sehingga memperpanjang intensitas kerjanya. Obat
yang mempunyai half-life panjang perlu diberi dalam dosis lebih kecil bila
efek sampingnya berbahaya. Dua obat yang sering diberikan kepada lansia
ialah glibenklamid dan digoksin. Glibenklamid, obat diabetes dengan masa
kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan dengan
dosis terbagi yang lebih kecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan
produsen. Digoksin juga mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan
obat lansia yang menimbulkan efek samping terbanyak di Jerman karena
dokter Jerman memakainya berlebihan, walaupun sekarang digoksin sudah
digantikan dengan furosemid untuk mengobati payah jantung sebagai first-line
drug (Darmansjah, 1994).
Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria fungsi ginjal, maka
harus digunakan nilai creatinine-clearance untuk memperkirakan dosis obat
yang renal-toxic, misalnya aminoglikoside seperti gentamisin. Penyakit akut
seperti infark miokard dan pielonefritis akut juga sering menyebabkan
penurunan fungsi ginjal dan ekskresi obat.

15

Dosis yang lebih kecil diberikan bila terjadi penurunan fungsi ginjal,
khususnya bila memberi obat yang mempunyai batas keamanan yang sempit.
Alopurinol dan petidin, dua obat yang sering digunakan pada lansia dapat
memproduksi metabolit aktif, sehingga kedua obat ini juga perlu diberi dalam
dosis lebih kecil pada lansia.
b. Fungsi Hati
Hati memiliki kapasitas yang lebih besar daripada ginjal, sehingga
penurunan fungsinya tidak begitu berpengaruh. Ini tentu terjadi hingga suatu
batas. Batas ini lebih sulit ditentukan karena peninggian nilai ALT tidak seperti
penurunan creatinine-clearance. ALT tidak mencerminkan fungsi tetapi lebih
merupakan marker kerusakan sel hati dan karena kapasitas hati sangat besar,
kerusakan sebagian sel dapat diambil alih oleh sel-sel hati yang sehat. ALT
juga tidak bisa dipakai sebagai parameter kapan perlu membatasi obat tertentu.
Hanya anjuran umum bisa diberlakukan bila ALT melebihi 2-3 kali nilai
normal sebaiknya mengganti obat dengan yang tidak dimetabolisme oleh hati.
Misalnya pemakaian methylprednisolon, prednison dimetabolisme menjadi
prednisolon oleh hati. Hal ini tidak begitu perlu untuk dilakukan bila dosis
prednison normal atau bila hati berfungsi normal. Kejenuhan metabolisme
oleh hati bisa terjadi bila diperlukan bantuan hati untuk metabolisme dengan
obat-obat tertentu.
First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-binding)
berpengaruh penting secara farmakokinetik. Obat yang diberikan oral diserap
oleh usus dan sebagian terbesar akan melalui Vena porta dan langsung masuk
ke hati sebelum memasuki sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme
obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat mengurangi kadar
plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang kemudian ditemukan dalam
plasma merupakan bioavailability suatu produk yang dinyatakan dalam
prosentase dari dosis yang ditelan. Obat yang diberikan secara intra-vena tidak
akan melalui hati dahulu tapi langsung masuk dalam sirkulasi umum. Karena
itu untuk obat-obat tertentu yang mengalami first-pass effect dosis IV sering
jauh lebih kecil daripada dosis oral.
Protein-binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat
yang diikat banyak oleh protein dapat digeser oleh obat lain yang berkompetisi

16

untuk ikatan dengan protein seperti aspirin, sehingga kadar aktif obat pertama
meninggi sekali dalam darah dan menimbulkan efek samping. Warfarin,
misalnya, diikat oleh protein (albumin) sebanyak 99% dan hanya 1%
merupakan bagian yang bebas dan aktif. Proses redistribusi menyebabkan 1%
ini dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian diberi aspirin yang 8090% diikat oleh protein, aspirin menggeser ikatan warfarin kepada protein
sehingga kadar warfarin-bebas naik mendadak, yang akhirnya menimbulkan
efek samping perdarahan spontan. Aspirin sebagai antiplatelet juga akan
menambah intensitas perdarahan. Hal ini juga dapat terjadi pada aspirin yang
mempunyai waktu-paruh plasma hanya 15 menit. Sebagian besar mungkin
tidak berpengaruh secara klinis, tetapi untuk obat yang batas keamanannya
sempit dapat membahayakan penderita (Boestami, 2001)
5. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Respon seluler
pada lansia secara keseluruhan akan menurun. Penurunan ini sangat menonjol
pada respon homeostatik yang berlangsung secara fisiologis. Pada umumnya obatobat yang cara kerjanya merangsang proses biokimia selular, intensitas
pengaruhnya akan menurun misalnya agonis untuk terapi asma bronkial
diperlukan dosis yang lebih besar, padahal jika dosisnya besar maka efek
sampingnya akan besar juga sehingga index terapi obat menurun. Sedangkan obatobat yang kerjanya menghambat proses biokimia seluler, pengaruhnya akan
terlihat bila mekanisme regulasi homeostatis melemah (Boedi, 2006)
6. Interaksi Farmakodinamik
Interkasi farmakodinamik pada usia lanjut dapat menyebabkan respons
reseptor obat dan target organ berubah, sehingga sensitivitas terhadap efek obat
menjadi lain. Ini menyebabkan kadang dosis harus disesuaikan dan sering harus
dikurangi. Misalnya opiod dan benzodiazepin menimbulkan efek yang sangat
nyata terhadap susunan saraf pusat. Benzodiazepin dalam dosis normal dapat
menimbulkan rasa ngantuk dan tidur berkepanjangan. Antihistamin sedatif seperti
klorfeniramin (CTM) juga perlu diberi dalam dosis lebih kecil (tablet 4 mg
memang terlalu besar) pada lansia.
Mekanisme terhadap baroreseptor biasanya kurang sempurna pada usia
lanjut, sehingga obat antihipertensi seperti prazosin, suatu 1 adrenergic blocker,

17

dapat menimbulkan hipotensi ortostatik; antihipertensi lain, diuretik furosemide


dan antidepresan trisiklik dapat juga menyebabkannya (Darmansjah, 1994)
7. Faktor-faktor resiko penyalahgunaan obat pada lansia
Lansia dapat menjadi bergantung pada obat-obatan karena berbagai alas
an. Perhatikan faktor-faktor resiko di bawah ini ketika mengakaji pasien apakah
mengalami penyalahgunaan zat.
8. Faktor-faktor predisposisi

Riwayat keluarga (penyalah gunaan alcohol)

Penyalahgunaan zat sebelumnya

Pola konsumsi zat sebelumnya (tunggal atau dengan yang lain)

Sifat kepribadian (cemas, insomnia)

9. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pajanan dan konsumsi zat

Jenis kelamin (pria: alcohol dan obat-obatan terlarang; wanita: hipnotik-sedatif


dan anxiolytic)

Penyakit kronis dengan nyeri (analgesic opioid); insomnia (obat-obatan


hipnotik); cemas (anxiolytic)

Pemberian obat-obatan yang berlebihan jika diperlukan oleh pemberi


asuhan, misalnya, obat tidur atau nyeri (lansia di panti jompo)

Stressor hidup, kehilangan, dan isolasi sosial (alcohol digunakan untuk


membuatnya mati rasa dan mengatasi nyeri emosional)

10. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efek dan kemungkinan penyalahgunaan


zat

Sensitivitas obat terkait usia (faktor farmakokinetik dan farmakodinamik)

Penyakit medis kronis

Obat-obatan lain (interaksi obat-alkoho atau obat-obat)

11. Cara mengatasi ketergantungan obat pada lansia.


Tindakan awalnya adalah dengan mengonsumsi makanan empat sehat lima
sempurna secara berimbang. Empat sehat berarti mengandung karbo hidrat seperti
nasi/jagung dan yang sejenis, mengandung serat seperti sayur sayuran,
mengandung protein seperti telur atau daging, mengandung vitamin seperti buah
buahan. Kesemuanya akan lebih sempurna bila disertai susu dan kesemuanya
dikonsumsi secara seimbang.

18

Selain itu direkomendasikan pemakaian kalsium tinggi sebagai suplemen


untuk mencegah mudahnya terjadinya patah tulang dan pengeroposan tulang.
Lakukan pemeriksaan secara berkala terhadap pengeroposan tulang pada
dokter/rumah sakit yang mempunyai fasilitas pemeriksaan tulang. Jauhi jamu dan
obat obatan yang mengandung cortisone, sehingga tidak terdapat ketergantungan
lagi.
Usaha berikutnya adalah olahraga secara teratur dan berkesinambungan
untuk mengeluarkan obat-obatan tersebut melalui keringat, pencernaan dan ginjal.
Tentunya olahraga yang dimaksud sesuai dengan usia pemakai obat- obatan
golongan cortisone. Diusia dewasa muda, semua olahraga dapat dilakukan dengan
tahapan pemanasan sebelum olahraga, olahraga sesuai kapasitas/kemampuannya
dan pendinginan pada akhir olahraga.
Pada usia tua/lansia, olahraga yang dianjurkan senam ringan disertai jalan
pagi. Sebaiknya dalam melakukan olahraga, para lansia didampingi oleh orang
lain untuk menjaga agar yang bersangkutan tidak jatuh waktu berolahraga.
Jatuhnya para lansia dapat berakibat pada patahnya tulang, atau risiko terberat
adalah perdarahan.
Tahap ketiga dari upaya penyembuhan adalah melalui tapering off, atau
penurunan dosis secara bertahap. Penghentian pemakaian obat-obatan golongan
cortisone secara mendadak, akan berdampak buruk pada tubuh dan kejiwaan si
pemakai. Tahap tapering off dimulai dengan penurunan berkala dosis obat/jamu
dalam waktu tertentu, misalnya awalnya minum 2 bungkus sehari, diturunkan
menjadi 1 bungkus sehari selama 3 minggu atau sebulan pemakaian. Kemudian
dosis diturunkan kembali setelah satu bulan menjadi setengah bungkus sehari
selama sebulan, atau minum 1 bungkus setiap dua hari.
Upayakan agar dosis pemakaian jamu atau obat tidak bertambah banyak
dengan berolahraga dan makan-makanan yang sehat. Penurunan bertahap terus
dilakukan sehingga pemakai obat cortisone benar-benar merasa terbebas dari rasa
nyeri dan ketergantungan obat cortisone. Selanjutnya jauhi obat-obatan yang
mengandung cortisone dengan tidak membeli obat secara bebas. Mintalah obatobatan pada dokter sesuai dengan penyakitnya, dan beli obat dari tempat yang

19

legal, yaitu di apotik. Jangan ulangi lagi meminum jamu atau obat-obatan yang tak
jelas asalnya dan gunanya.
12. Prinsip umum penggunaan obat pada lansia.
Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan obat, karena pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada
organ dan sistema tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat.
Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :
a. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi
yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya
b. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan
tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya
c. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada orang dewasa yang masih muda.
d. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnya lebih
rendah.
e. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan
untuk memelihara kepatuhan pasien
f. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat
yang tidak diperlukan lagi (Manjoer, 2004)
13. Hal - hal yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan farmakoterapi
lansia
a. Dosis, keamanan dan manfaat dari obat.
Dosis umumnya diturunkan hingga 1/5, ttp berbeda untuk setiap individu.
Obat dengan indeks terapi sempit dimulai dengan 1/3 atau dosis lazim
Untuk obat yang eliminasinya dipengaruhi (menurun), berikan 50 % dari dosis
awal yg dianjurkan.
b. Jumlah obat yang diberikan Semakin banyak jumlah obat polifarmasi dengan
segala risiko
c. Kepatuhan pasien Hanya 60 % yang patuh sedangkan 40 % pasien lansia
meminum obat kurang dari yang diberikan dokter.

20

21

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia
banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut
usia tua (old) 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan
menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan
dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan
dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Ketagihan adalah perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan keterlibatan
yang berlebihan terhadap suatu kegiatan tertentu. Kegiatan ini bisa berupa pertaruhan (judi)
atau berupa penggunaan berbagai zat, seperti obat-obatan. Obat-obatan dapat menyebabkan
ketergantungan psikis saja atau ketergantungan psikis dan fisik. Pemberian obat atau terapi
untuk kaum lansia, memang banyak masalahnya, karena beberapa obat sering beinteraksi.
Kondisi patologi pada golongan usia lanjut, cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih
banyak obat dibandingkan dengan pasien yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami efek samping dan interaksi obat yang merugikan (Anonim, 2004).
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang
sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian
ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih
dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan
infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi
kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran.
22

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat direkomendasikan beberapa hal diantaranya :
1.
Lansia adalah proses terjadinya perubahan fungsi pada semua organ
dalam baik fisik maupun psikologi, sehingga dalam pemberian obat harus sesuai dengan
2.

indikasi medis dan keperawatan.


Pemberian obat khususnya pada lansia harus sesuai dan

3.

memperhatikan prinsip pemberian obat secara umum.


Semoga makalah ini dapat member manfaat bagi pembaca.

23

24

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2006,
Terapi
pada
Usia
Lanjut
(Geriatri),
http://pojokapoteker.blogspot.com/2008/12/terapi-pada-usia-lanjut-geriatri.html,diakses
31 oktober 2013
Anonim, 2004, Bagi Kaum Lansia Obat tidak Selalu Menjadi Sahabat http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/01/index.htm.. Diakses tanggal 31 oktober 2013
Bustami,Z.S. 2001. Obat Untuk Kaum Lansia. Edisi kedua. Penerbit ITB. Bandung
Darmojo-Boedi, Martono Hadi (editor). 2006. Buku Ajar Geriatri. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta
Darmansjah, Iwan, Prof. 1994. Jurnal Ilmiah : Polifarmasi pada Usia Lanjut. Diakses tanggal 14
Maret 2009
Manjoer, Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, 12, Media Aesculapius, Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai