Anda di halaman 1dari 25

A.

Pendahuluan
Dewasa ini, koflik Palestina-Israel seakan-akan menjadi kota
kelahiran setiap manusia. Sehingga ketika mereka ditanya tentang
konflik Palestina-Israel, sedikit banyak mereka akan menjawab
pertanyaan tersebut layaknya ketika mereka ditanya kota kelahiran
mereka. Meski demikian, ada pula yang menganggapnya sebagai
hal yang tabu dan menjadi masa lalu. Barangkali pendapat mereka
benar, kenyataannya dunia Internasional hari ini -diakui maupun
tidak- nyaris sependapat dengan pendapat tersebut.
Pagi ini, dunia internasional sedang mencanangkan two-state
solution dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Masyarakat
internasional, termasuk Indonesia, secara serentak menyatakan
dukungannya

terhadap

two-state

solution

sebagai

bentuk

perdamaian di tanah yang dijanjikan tersebut. Andai, terdapat dua


pihak yang bertikai merebutkan sepotong roti kemudian keduanya
sepakat

untuk

membagi

roti

tersebut

agar

dapat

dinikmati

keduanya, maka hanya seorang dungu yang kemudian berteriak


dan melarang hal tersebut. Bagaimana mungkin seseorang yang
memiliki sedikit saja akal sehat dan hati nurani, melarang terjadinya
perdamaian di tengah pertikaian ? Faktanya, Iran, Suriah, Lebanon,
dan beberapa negara teman bermain mereka tidak setuju dengan
two-state solution.
Ada apa dengan mereka ? Ada apa dengan two-state solution ?
Atas dasar apa mereka tidak menyetujuinya ? Bukan bijak rasanya
jika melarang sesuatu namun tidak memberikan solusinya, lantas
ketika two-state solution tidak disetujui, solusi apa yang ditawarkan

? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian menggerakkan hati


dan jemari penulis untuk kemudian mengkaji kembali apa dan
bagaimana two-state solution dan kaitannya dengan Hak Asasi
Manusia yang selama ini dielu-elukan masyarakat internasional.
Harapannya, meski makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
makalah ini dapat sedikit menyumbang perubahan dalam persepsi
dunia internasional terkait dengan masa depan Palestiana dan
Israel. Dan untuk sebagian manusia yang menganggap bahwa Hak
Asasi Manusia adalah hal yang seharusnya dikedepankan lebih dari
apapun, jangan abaikan Palestina dan jangan tinggalkan Israel !

B. Menganalisa Sejarah
Sebelum memasuki tentang apa dan bagaimana two-state
solution, ada beberapa hal dari masa lalu yang perlu diluruskan.
Banyak orang yang salah dalam memahami konflik Palestina-Israel
terlebih ketika mereka dimintai untuk memberi solusi, dikarenakan
pada hakekatnya mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya
terjadi. Di manakah Palestina ? Siapakah penduduk asli Palestina ?
Siapa itu Bani Israel ? Bagaimana dengan Yahudi dan Zionis ?
Pertanyaan-pertanyaan asas semacam inilah yang seharusnya
dipahami terlebih dahulu, sebelum menyatakan penilaian mereka
terhadap konflik tersebut. Mendukung rakyat Palestina atau pun
membenci rakyat Israel tanpa alasan, adalah salah lagi keliru
menurut akal sehat dan hati nurani. Oleh karenanya, di awal
pembicaraan makalah ini akan mencoba untuk menyampaikan
pernyataan-pernyataan yang selama ini dibenarkan oleh sebagian

orang. Berikut adalah pernyataan-pernyataan baru yang sedikit


berbeda dengan pemahaman orang selama ini.
Penduduk asli Palestina adalah orang Arab
Bermula dari kota kuno Jericho, sekitar 10.000 tahun yang lalu
para penduduk asli bangsa arab mulai membangun kota baru
bernama Jericho di atas tanah yang hari ini disebut dengan Tepi
Barat. Berbagai bukti arkeologis telah membuktikan bahwa orangorang kuno-yang dikenal dengan nama Natufia- telah membangun
sebuah peradaban dengan rumah-rumah yang kokoh serta irigasi
pertanian, mengingat bangsa ini sudah mulai mengenal aktivitas
perdagangan. Dan semua ini terjadi 6000 tahun sebelum Ibrahim
(Abraham) dan 8000 tahun sebelum Yesus.
Berjalan ke 7000 SM, di mana bangsa Natufia telah mampu
membangun dinding di sekeliling kota Jericho, dan membuat jalan
yang menghubungkan antara Jericho dengan Bylos (Lebanon). Pada
5000 SM, wilayah ini telah berkembang pesat bahkan lebih
berkembang pesat jika dibandingkan dengan wilayah Asia Barat
lainnya. Pada 4000 SM, mereka kedatangan pendatang baru yang
berasal dari Syiria yang dikenal dengan bangsa Ghassulia. Bangsa
Ghasulia ini kemudian menetap di atas tanah yang sekarang ini
dekenal dengan Palestina Selatan. Seiring berjalannya waktu, kota
Jericho ini kemudian dikenal dengan nama Kanan dan penduduknya
dikenal dengan bangsa Semit yang artinya para pengikut Shem,
anak tertua Nuh as. Menurut penemuan arkeologis di Mesir dan Iraq,
Semit merupakan bangsa kuno yang paling dikenal yang tinggal di
tanah Palestina. Dalam berbagai literature Yahudi, telah disebutkan

bahwa penghuni asli Palestina adalah penduduk Kanan dan tertera


juga dalam Kitab Suci Taurat bahwa mereka adalah orang-orang
Amorite. Para sejarawan juga mendiskripsikan Kanan sebagai kota
yang memiliki peradaban bahkan sebelum masuknya orang-orang
Yahudi ke tanah tersebut.
Pada 1200 SM, bangsa Semit mulai membangun kota-kota baru
seperti Gaza, Askalan, Asdoud, Aqir, dan Tal As-Safy. Meski
demikian, budaya, karakter, bahkan kepercayaan penduduk Kanan
telah mendarah daging dan menjadi pola kehidupan masyarakat di
wilayah tersebut secara keseluruhan.
Semua ini telah cukup untuk membuktikan bahwa sebenarnya
penduduk asli Palestina adalah orang-orang Arab yang berpindah
dari Jazirah Arab dan kemudian menetap di tanah Palestina yang
kala itu belum berpenghuni. Sebagaimana kejujuran yang tidak
disengaja oleh Menachem Begin, Jika ini adalah Palestina dan
bukan tanah Israel, maka kalian adalah penakluk bukan peladang
tanah. Kalian adalah penjajah. Jika ini adalah Palestina, maka dia
adalah milik orang yang tinggal di sini sebelum kalian dating.
Orang Arab bukan keturunan Bani Israel, sebaliknya Bani Israel
adalah keturunan Arab
Sejak dulu, mitologi Yahudi sangat bersikeras bahwa bangsa
Arab adalah keturunan Bani Israel. Pendapat ini berdasarkan
prasangka mereka bahwa bangsa Arab adalah keturunan Ismail as,
putra Ibrahim (Abraham) yang merupakan orang Israel pertama
anggapan mereka. Faktanya, Ibrahim adalah keturunan bangsa
Semit sebagaimana telah dijelaskan di atas- dan bangsa Semit
berasal dari Jazirah Arab. Maka dari sini jelas sudah bahwa bangsa

Arab bukan keturunan Bani Israel. Bahkan, jika saja ada anggapan
bahwa Semit bukan keturunan Israel maupun Arab, maka anggapan
ini sama sekali tidak membenarkan anggapan mereka bahwa
bangsa Arab adalah keturunan Bani Israel.
Kata Palestina sudah ada sejak 800 SM
Pada masa pemerintahan Raja Assyiria, kawasan ini dikenal
dengan

istilah

Palestina.

Di

kala

itu,

Raja

Assyiria

telah

menuliskannya dalam sebuah tugu sebagai simbol bahwa para


tentaranya telah menyerahkan Palastu dibawah kontrolnya serta
mewajibkan

rakyatnya

untuk

membayar

pajak.

Dan

sejarah

mencatat bahwa peristiwa ini terjadi 800 tahun sebelum Masehi.


Sejak dahulu tanah Palestina menjadi tanah perebutan
Selain dikarenakan letaknya yang strategis-menjadi titik
pertemuan tiga benua- tanah Palestin juga terkenal dengan sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang sangat melimpah,
sehingga seringkali menjadi perebutan banyak pihak. Dimulai dari
pertikaian antara Kekaisaran Romawi dan Persia, kemudian berlanjut
kepada penaklukan Kerajaan Arab. Setelah itu tanah Palestina
menjadi saksi perebutan banyak pihak bahkan antar kerajaan Arab.
Dimulai dari masa Kekhalifahan Abu Bakar ra, Kekhalifahan Umar ra,
Kekhalifahan Usman ra, Dinasti Umaiyah, Dinasti Abbashiyah, Kaum
fathimiyah, Pemerintahan Mamluk, bangsa Seljuk (Turki), Negara
Usmaniyah, Perang Salib pertama, Perang Salib kedua, Perang Salib
ketiga, dan seterusnya. Dan hingga kini, tanah Palestina menjadi
tempat persembahan darah yang haus kekuasaan dan cinta
terhadap ketamakan.

Masa Kerajaan Arab, Palestina menjadi bagian dari wilayah


Bilad Al-Sham
Memasuki era Umar ra, pengganti Abu Bakar ra, Kekuasaan

Romawi menyusut hingga tersisa Yerussalem dan Qisarya. Pada


akhirnya,

penduduk

Yerussalem-yang

sebelumnya

menjadi

perebutan antara Persia dan Romawi-berbaiat (menyerah) kepada


Arab dan menjadikan Umar sebagai pemimpin mereka. Pada masa
Utsman ra, Muawiyah ditunjuk sebagai gubernur Palestina hingga
Syiria yang kemudian dikenal dengan nama Bilad Al-Sham.
Pada 661 M, pemerintahan kaum muslimin terpusat pada Bilad
Al-Sham. Namun seiring berjalannya waktu, banyak terjadi konflik di
tubuh Dinasti Umaiyah (Dinasti Arab yang berkuasa kala itu) sendiri.
Berbagai

konflik

tersebut

mengakibatkan

lepasnya

beberapa

wilayah, kecuali Syiria, Palestina, Yordania, serta kawasan Bilad AlSham lainnya. Setelah itu, Syiria yang awalnya setia dengan Dinasti
Umayyah mulai merapat ke Ali Zubeir, rival Umayyah kala itu,
sedangkan Palestina dan Yordania tetap bersiteguh membela
Umayyah. Seiring berjalannya waktu, Palestina pun goyah dan
merapat ke Ali Zubeir yang kala itu semakin kuat dan semakin luas
kekuasaannya. Sehingga, Yordania menjadi satu-satunya pendukung
Dinasti Umayyah. Akan tetapi semua berubah paska perang Marj
Rahit, Syiria dan Palestina merapat ke Umayyah. Meski demikian,
karena sebelumnya terdapat banyak konflik internal di dalam
Dinasti Umayyah, ditambah lagi munculnya banyak pemberontakan
dari berbagai kota, Dinasti Umayyah pun binasa dan digantikan
dengan Dinasti Abbashiyah.

Pada bulan April 750 M, Damaskus jatuh ke tangan Abbashiyah.


Kemudian meluas hingga Palestina dan Syiria. Dinasti Abbashiyah
terkenal kejam dan disiplin, sehingga rakyat mengalami tekanan
yang cukup besar dari para penguasa. Akibatnya, muncul berbagai
pembeberontakan dari berbagai kalangan hingga berujung kepada
kebinasaan Dinasti Abbashiyah.
Memasuki era baru dengan

munculnya

Negara

Tulun.

Sebelumnya, Syiria menjadi basis dari kekuatan Abbashiyah yang


kemudian melepaskan diri dan melakukan berbagai pemberontakan.
Melihat situasi semacam ini, pada 870 M Negara Tulun berhasil
menguasai Palestina dan Syiria serta meluas hingga ke seluruh Bilad
Al-Sham. Nagara Tulun bertujuan untuk menyatukan tanah arab dan
menghadapi pengaruh Byzantine Romawi. Dan pada akhirnya,
seperti biasa perluasan kekuasaan ini berujung kepada munculnya
banyak pemberontakan, termasuk dari Palestina dan Syiria.
Sementara itu, kaum Fatimiyah yang berasal dari Mesir juga
bermaksud memperluas kekuasaan hingga ke Bilad Al-Sham. Sekali
lagi,

perluasan

kekuasaan

ini

memicu

terjadinya

berbagai

pemberontakan terlebih karena perbedaan ideology antara kaum


Fatimiyah dengan penduduk Palestina dan Syiria. Untuk yang
kesekian kalinya, bangsa Palestina kedatangan tamu yang kali ini
berasal dari Turki. Pada tahun 1067, bangsa Seljuk secara diamdiam memasuki Bilad Al-Sham dan membaur di tengah penduduk
setempat. Bangsa Seljuk bukan keturunan yang sama dari bangsa
Arab yang tinggal di Bilkad Al-Sham, melainkan
Turkistan.

Seiring

berjalannya

waktu,

bangsa

keturunan dari
Seljuk

semakin

bertambah jumlahnya dan semakin menyebar di tanah Arab. Hingga


abad 20 bangsa Seljuk memaksakan keberadaanya di Bilad AlSham, baik secara damai maupun kekerasan.
Keadaan ini terus berlajut hingga terjadi Perang Salib dan
kebangkitan Al-Ayyubi. Terlepas semua itu, faktanya adalah Bilad AlSham itu ada dan tanah Palestina merupakan bagian dari Bilad AlSham.
Perang Salib bukan perang atas nama agama
Berbicara soal kenyataan, sebelum Perang Salib dicanangkan
tanah Palestina menjadi perebutan kerajaan-kerajaan Arab yang
katanya adalah sesama pemeluk agama islam. Dengan akal yang
bijak, mudah dikatakan bahwa mustahil sesama kelompok yang
berdiri atas nama sebuah agama berperang antara satu sama lain.
Hanya ada dua kemungkinan, hanya salah satu di antara mereka
yang sesuai dengan islam atau keduanya tidak sesuai dengan islam.
Faktanya, banyak di antara kerajaan-kerajaan yang mengaku
berideologi islam, namun melakukan berbagai pelanggaran HAM,
menyiksa

rakyatnya,

melakukan

berbagai

kekerasan

dan

kemaksiatan, bahkan lebih dari itu mereka menyiksa para keturunan


Nabi Muhammad saw baik pria maupun wanita -dalam hal ini
mengacu pada pembantaian keluarga Husein di Karbala serta
diracuninya Ali Ridho putra mahkota dinasti Abbashiyah. Oleh
karenanya, dari awal penulis tidak menyebutnya dengan kerajaan
Islam melainkan Kerajaan Arab mengingat jauhnya politik mereka
dari siyasah islamiyah.
Kembali kepada Perang Salib, mengingat bahwa ide Perang Salib
di

Eropa

tidak

sebegitu

mudahnya

disebarkan

sebagaimana

anggapan orang-orang yang takut mencari kebenaran. Berbagai


pemaksaan dilakukan agar ide yang katanya merupakan perintah
Tuhan

ini

dapat

terealisasikan.

Sejatinya,

semua

itu

hanya

kebohongan semata. Tuhan mana yang memerintahkan hamba-Nya


untuk menumpahkan darah dan membunuh orang tak berdosa ?
Sebagaimana

yang

terjadi

di

antara

Kerajaan

Arab,

demi

memuaskan nafsu mereka dan menghalalkan perbuatan mereka


Nama Tuhan menjadi jaminannya. Sekali lagi, tidak pernah ada
dan tidak akan pernah ada konflik antar agama yang memang
disebabkan oleh ajaran agama tersebut. Faktanya, banyak orang
Nasrani yang berada di barisan Al-Ayyubi dan sebaliknya, banyak
orang muslim yang berada di barisan Pasukan Salib.
Tidak semua orang Yahudi keturunan Israel
Sekitar empat ribu tahun yang lalu, tinggal seorang penyembah
matahari bernama Terah di sebuah kota Ur (Khaldea). Ia tinggal di
sana bersama keluarganya dan dikaruniai seorang anak, Ibrahim
as.di masa itu, Khaldea berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Namrud. Pada 1943 SM,Ibrahim meninggalkan Khaldea menuju
Kanan. Kemudian Ibrahim dikaruniai dua orang putra, Ismail as dan
Ishaq as
Ishaq tumbuh dewasa dan dikaruniai seorang anak yang
bernama Yaqub (Jacob) as yang nantinya menjadi leluhur Bangsa
Bani Israel. Adapun Israel adalah nama kebesaran Yaqub as.
Kemudian Yaqub dikaruniai dua belas orang anak yang kemudian
keduabelasnya memiliki keturunan yang banyak dan menjadi
sebuah suku yang besar tersebar di berbagai wilayah. Ur, Aseria,

Mesopotamia, babilonia, Mediterania, bahkan hingga mencapai


Mesir.Yusuf (Jusarsif) as, anak kesebelas Israel as, ditunjuk sebagai
pembesar istana sehingga keselamatan keturunan Israel as terjamin
di Mesir. Namun sepeninggal Yusus as, keadaan keturunan Israel as
yang tinggal di Mesir berubah drastis. Keturunan Israel -yang
mulanya disanjung- diangap sebagai bangsa asing oleh rakyat Mesir.
Kemudian terbentuklah berbagai bentuk kesenjangan sosial di
negeri tersebut. Salah satu yang mendasar, dikarenakan rakyat
Mesir menyembah berhala sedangkan keturunan Israel as mengikuti
ajaran nenek moyang mereka agama Ibrahim as. Kemudian,
kesenjangan ini berlanjut hingga penyiksaan bahkan pembunuhan.
Seiring berjalannya waktu, banyak keturunan Israel as yang
meninggalkan

agama

Ibrahim

as

dan

menyembah

berhala.

Memasuki era Musa as, Bani Israel pergi meninggalkan Mesir guna
menyelamatkan diri dari kekejaman Firaun.
Di bawah bimbingan Musa as, Bani Israel menolak untuk kembali
kepada agama Ibrahim as, kecuali segelintir orang. Di masa Yusa,
pengganti Musa as setelah Harun as, Bani Israel bersama Yusa
berpindah dan memasuki Palestina. Di sinilah awal kejayaan Bani
Israel, kemudian berlanjut hingga Kerajaan Sulaeman.

Munculnya

istilah Yahuda dinisbatkan kepada Yahuda pura Israel as. Kemudian


Kekaisaran Persia menisbatkan bangsa Yahuda dengan nama Yahudi
dan

menamakan

keyakinan

mereka

sebagai

agama

Yahudi.

Kemudian, penganut agama Yahudi semakin banyak dan menyebar


ke berbagai tempat. Sejak saat itu, penyebutan Yahudi delekatkan

pada orang yang menganut agama Yahudi, meskipun bukan


keturunan Israel as. Dengan kata lain, tidak semua orang Yahudi itu
keturunan Israel as.
Doktrin Zionis awal segala kesengsaraan
Mulanya, kondisi orang-orang Yahudi di setiap negeri di mana
mereka

tinggal

senantiasa

mengalami

kegoncangan

dan

kebingungan. Hal ini disebabkan karena mereka berupaya untuk


membentuk komunitas ekslusif dan cenderung mengisolasi diri
mereka sendiri dari non-Yahudi. Di sisi lain, banyak juga di antara
mereka

yang

berhasil

menimbun

kekayaan

yang

luar

biasa

dikarenakan kecerdasan dan kerjasama mereka.


Pada penghujung abad ke-19, seorang pemimpin besar Yahudi
Theodore Hertsell menulis sebuah buku berjudul Negara Yahudi.
Buku tersebut mengisyaratkan kepada seluruh umat Yahudi untuk
mendirikan

negara

sendiri

guna

meminimalisasi

sekaligus

menhindarkan diri mereka dari segala bentuk kekejian yang


menimpanya. Akan tetapi, meski ia menyarankan untuk membentuk
sebuah pendirian Negara Yahudi, ia tidak menentukan di mana
lokasinya. Dari sinilah doktrin Zionis muncul dan semakin kuat
karena

didukung

oleh

doktrin

tanah

yang

dijanjikan

dan

mengannggap bahwa Palestina, bagaimanapun caranya, harus


kembali ke pangkuan mereka.
Sejatinya, Yahudi adalah agama yang penuh kasih sayang dan
mengakui adanya Hak Asasi Manusia. Baik pemeluk agama Yahudi
maupun keturunan Israel as, semuanya adalah orang-orang yang
bersama para Nabi, yang senantiasa mendapatkan bimbingan dutaduta Tuhan. Meski di sisi lain, banyak juga di antara mereka yang

melanggar

ketentuan

agama

dan

menghianati

para

Nabi

terpercaya. Doktrin Zionis adalah salah satu bentuk pelanggaran


tersebut. Perlu diingat, bahwa tidak semua orang Yahudi menerima
Doktrin Zionis. Dengan kata lain, tidak semua orang Yahudi wajib
dibenci dan berhak mendapatkan konsekwensi dari penyerangan
Palestina.
Awal pemukiman Yahudi di Palestina
Berawal dari berpencarnya masyarakat Yahudi ke berbagai
penjuru negeri. Kala itu, Negara Usmaniyah memang mengizinkan
para pengungsi Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina dengan
beberapa syarat, di antaranya harus mengikuti aturan-aturan yang
ada di tempat di mana mereka tinggal. Akan tetapi, dikarenakan
adanya hama dalam tubuh Usmaniyah sendiri, dan intervensi
yang sangat besar dari Inggris pengungsi Yahudi ini semakin
mendapatkan tempat di tanah Palestina. Pada awalnya, negaranegara Arab menganggap migrasi orang Yahudi sebagai hal yang
wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. Seiring berjalannya waktu,
pada tahun 1904 orang yahudi yang bermigrasi semakin besar dan
mengundang kecurigaan bangsa Arab yang sudah terlambat.
Berdasarkan keputusan Liga Bangsa Bangsa, pada tahun 1923
Inggris mendapatkan mandate untuk mengatur Palestina yang
mana memang sejak bertahun-tahun yang lalu Inggris telah
mengontrolnya. Kegelapan semakin melanda rakyat Palestina ketika
berbagai keluhan mereka ditanggapi dengan pasif oleh organisasioraganisasi internasional yang ada. Berbagai aksi protes dan

demontrasi dilakukan rakyat Palestina yang pada akhirnya berujung


pada bentrok dengan tentara Inggris dan pemukim Yahudi.
Kenyataannya bangsa Yahudi berada dalam kondisi yang lebih
baik di wilayah Arab dibandingkan di wilayah Eropa
Tanggal 30 Januari 1993, Hitler ditunjuk sebagai Duta Jerman.
Dalam beberapa tahun berikutnya, Jerman menghalangi Yahudi
mendapatkan

pekerjaan

yang

layak

bahkan

mencabut

kewarganegaraan mereka. Bulan maret 1938, sepuluh hari setelah


Nazi berderap menuju Austria, Amerika mengundang 33 negara
untuk mengadakan konferensi yang membahas bagaimana cara
untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi keluar dari Jerman.
Perancis, Belanda, Denmark, Inggris serta beberapa negara lainnya
tergabung dalam kenferensi tersebut. Ironisnya, dengan berbagai
alasan kesemuanya menolak untuk menjadikan negaranya sebagai
tempat pengungsian orang-orang Yahudi tersebut.
Kekejian Nazi semakin diperjelas dengan aksinya membakar
setiap sinagog di Jerman, menghancurkan pertokoan - perkantoran
milik Yahudi, dan pelanggaran HAM lainnya. Mau tidak mau,
akhirnya dengan kapal bernama St. Louis hampir seribu orang
Yahudi pergi meninggalkan Jerman dan bersandar di Belgia. Tahun
1941, pembantaian orang Yahudi telah mencapai Rumania dan terus
meluas ke belahan Eropa lainnya.
Dapat dijelaskan, bahwa selama pembantaian yang dilakukan
oleh Hitler terhadap orang-orang Yahudi di Eropa, tidak satu pun
negara-negara

di

Eropa

yang

kataya

menyanjung

prinsip

Demokrasi- yang mau menerima para pengungsi Yahudi ini kecuali


hanya sebagian kecil dari mereka. Malahan, ketika Perang Dunia II

hampir berakhir Amerika membuat undang-undang imigrasi baru


yang

membuat

orang-orang

Yahudi

semakin

kesulitan

untuk

memasuki Amerika.
Berbeda dengan kondisi Yahudi di wilayah Eropa, kondisi orangorang Yahudi di Arab jauh lebih terjamin keamanannya. Baik dari
zamannya Nabi Muhammad saw maupun para khalifah setelahnya,
orang-orang

Yahudi

diberi

jaminan

keselamatan

bahkan

perlindungan. Dan seburuk-buruknya, mereka masih diperlakukan


layaknya manusia. Lebih dari itu, ketika pengaruh Inggris di tanah
Arab semakin kuat dalam mendukung terwujudnya negara Yahudi,
orang-orang Yahudi jauh lebih makmur ketimbang sebelumnya.
Memang pada kenyataannya, bangsa Yahudi yang tinggal di wilayah
Arab berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan di wilayah
Eropa.
Penyerangan Israel terhadap Palestina mutlak pelanggaran HAM
Sepertinya, untuk sesi ini penulis tidak perlu menjelaskan
kembali, karena pelanggaran HAM Israel telah menjadi rahasia
umum. Bagaimanapun alasannya, sanksi pelanggaran HAM telah
melekat

pada

Israel

dan

sampai

kapanpun

mereka

harus

mempertanggungjawabkannya.
HAMAS bukan teroris
Sebelumnya, apa itu terorisme ? Jika, kata Terorisme hanya
mensyaratkan adanya aksi kekerasan, adanya aksi terror, dan
adanya tujuan politik, lantas apa bedanya terorisme dengan
patriotisme ? Bukankah kaduanya akan terlihat sama jika dipandang
dari sudut yang sama ? Apakah bijak jika para pahlawan yang telah
membebaskan negeri ini dari penjajahan disebut teroris ? Memang

benar mereka melakukan kekerasan terhadap para penjajah,


membuhuh para penjajah, melakukan aksi teror di malam hari, dan
tentunya bertujuan politik (kemerdekaan NKRI), meski demikian
pantaskah mereka disebut teroris ?
Sama halnya dengan gerakan HAMAS dalam pembebasan
Palestina. Pada dasarnya, gerakan HAMAS tidak anti perdamaian.
HAMAS

akan

menyetujui

perdamaian,

mengajak

kepada

perdamaian, dan berusaha merealisasikan perdamaian. HAMAS


sepakat dengan seluruh negara-negara di dunia tentang perlunya
perdamaian.

Hanya

saja

hamas

hanya

akan

mennyetujui

perdamaian yang adil yakni yang mengembalikan seluruh hak-hak


bangsa palestina, sehingga mereka bisa menggunakan hak mereka,
kembali ke tanah air mereka, dan menentukan nasib mereka sendiri.
HAMAS memandang bahwa kesepakatan-kesepakatan yang telah
dicapai hingga saat ini, tidak memenuhi tuntutan-tuntutan rakyat
palestina bahkan juga tidak memenuhi batas minimal keingginan
mereka. Semua itu merupakan kesepakatan yang tidak adil dan
pada

hakekatnya

hanya

akan

menghalalkan

kedzaliman

dan

kerugiaan pada rakyat palestina, menguntungkan pihak yang


aniaya, dan mengakui legitimasi mereka atas sesuatu yang mereka
rampas dari rakyat Palestina.
Memang benar, mungkin saja apa yang dilakukan HAMAS juga
merupakan pelanggaran HAM, pertanyaannya, munhkinkah HAMAS
terlebih dulu melakukan pelanggaran HAM terhadap Israel ? Sekali
lagi kenyataannya, HAMAS tidak mungkin didirikan jika Palestina
tidak dijajah.

Pernyataan Israel menginginkan perdamaian tapi Arab ingin


mendorong Israel ke laut merupakan dusta belaka
Kenyataanya, pada tahun 1977, PLO menawarkan perjanjian

damai secara penuh dengan Israel, namun Israel menolaknya. Di


tahun

yang

sama,

AS

dan

Rusia

berunding

bersama

dan

menghasilkan proposal perdamaian bersama. PLO menerimanya


namun Israel menolak hingga akhirnya AS membatalkannya.
Pada bulan November 1978 Arafat menyatakan keinginannya
untuk mengadakan pembicaraan damai. Arafat berkata bahwa PLO
akan menerima kemerdekaan Palestina yang terdiri dari Tepi Barat
dan Gaza dengan koridor-koridor penghubungnya, namun sekali lagi
Israel menolaknya. Tahun 1982, Arab Saudi, Iraq, Suriah, dan
Yordania,

semua

menawarkan

perdamaian

namun

Israel

menolaknya.
Tahun-tahun setelahnya diwarnai dengan kisah yang sama di
mana masyarakat internasional menyarankan perdamaian namun
Israel menolaknya. Akan tetapi, semua gosip ini seakan-akan
menjadi dusta dikarenakan pengaruh media yang sangat kuat.
Dalam hal ini salah satu media terkenal seperti The New York Times
memiliki peran yang sangat besar dalam memanipulasi fakta dan
membangun opini masyarakat internasional.

C. Kegagalan two-states solution


Setelah

menganaslisa

sejarah

sebelumnya,

tiba

waktunya

membicarakan tentang two-states solution. Perserikatan Bangsa


Bangsa dan hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesiamengusulkan

solusi

dua

negara

(two-states

solution)

untuk

mendamaikan Palestina-Israel. Tawaran solusi ini adalah: Israel dan

Palestina menjadi dua negara yang hidup berdampingan secara


damai.
Jika kita pahami lebih dalam lagi, akan terlihat sebuah lubang
besar dalam tawaran ini, yaitu sifat alami (nature) dari Rezim Zionis
sendiri. Penyelesaian dengan cara mendirikan dua negara terpisah
yang berdampingan secara damai, sementara wilayah Palestina
sendiri (Tepi Barat dan Gaza) letaknya terpisah satu sama lain, sulit
untuk diwujudkan. Sifat alami Rezim Zionis sejak didirikan adalah
menyerang, mengusir, dan menduduki wilayah milik orang-orang
Palestina. Terbukti, hingga hari ini, Israel masih terus melakukan
kekerasan, yang dibalas oleh para pejuang Palestina. Pembangunan
permukiman Yahudi terus dilanjutkan, bahkan ditambah pula
dengan pembangunan Tembok Zionis. Israel juga melancarkan
perang terbuka secara terang-terangan, seolah mengejek dunia
internasional yang tidak mampu berbuat apa-apa. Pada tahun 2006,
Israel membombardir Gaza dengan

Summer Rains and Autumn

Clouds Operation, tahun 2009 dengan Cast Lead Operation, tahun


2012 dengan Pillar of Defence Operation, dan kini tahun 2014
aksinya

diulang

lagi

dengan

diberi

nama

Protective

Edge

Operation.
Seorang sejarawan Yahudi Ilan Pappe mengatakan bahwa twostate solution lebih merupakan sebuah cara untuk mengatur sejenis
pemisahan antara penjajah dan yang dijajah, daripada sebuah solusi
permanen yang terkait dengan kriminalitas Israel tahun 1948,
dengan keberadaan 20% orang Palestina di dalam wilayah Israel,

dan dengan populasi para pengungsi yang terus meningkat sejak


1948.
Singkatnya, ketika ide two-state menjadi landasan dari proses
perdamaian,

ide

itu

memberikan

payung

bagi

Israel

untuk

meneruskan operasi pendudukannya tanpa takut. Hal ini karena


pemerintah Israel, siapapun perdana menterinya, dianggap terlibat
dalam proses perdamaian. Dan pada prinsipnya, sebuah negara
yang terlibat dalam proses perdamaian akan sulit untuk disalahkan.
Di bawah kedok proses perdamaian atau bisa juga disebut di
bawah

kedok

dua

negara

untuk

dua

bangsa

permukiman-

permukiman diperluas, kekerasan dan penindasan terhadap bangsa


Palestina semakin mendalam. Jelas bahwasanya semua ini adalah
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang selama ini mereka elu-elukan.
Dari sini akan muncul sebuah pertanyaan, apa yang berubah dari
sebelum dan sesudah dicanangkannya two-states solution ? Bukan
berarti buruk konsep tersebut, memang benar bahwa ide solusi dua
negara adalah prinsip yang tepat dalam mendamaikan suatu
pertikaian. Akan tetapi mungkin kah terealisasikan ? Inilah alasan
yang mendasar mengapa muncul beberapa negara yang menolak
solusi dua negara dan manganggapnya sebagai pelanggaran atas
HAM. Bahkan, secara tidak langsung, siapapun yang mendukung
solusi

dua

negara

ini

sama

halnya

mendukung

terjadinya

pelanggaran HAM di tanah Palestina.


DI satu sisi ide ini akan dihadapkan pada tuntutan rakyat
Palestina yang menuntut wilayahnya kembali. Di sisi lain, rakyat
Israel akan mengajukan tuntutan-tuntutan lain seperti keamanan
para pemukim Yahudi dan menolak otonomi Palestina menjadi

Negara Independen. Mengingat perjanjian-perjanjian sebelumnya,


solusi dua negara ini akan menemui titik yang sama.

D.Solusi yang ditawarkan : one-state solution


Selama puluhan tahun, jaringan Zionisme yang bertujuan untuk
menguasai dan menjajah, telah memanfaatkan negara-negara Barat
untuk mewujudkan impiannya di tanah Palestina. Masalah Palestina
bukan hanya problem bagi Dunia Islam, melainkan juga masalah
kemanusiaan hari ini. Tragedi pendudukan dan kejahatan harian di
Palestina telah memberikan pukulan terhadap kehormatan dan
kemuliaan kemanusiaan. Manusia bebas mana yang akan rela
terhadap apa yang sedang terjadi di tanah pendudukan ? Betapa
banyak orang Palestina yang meninggal dalam harapan untuk
kembali ke rumahnya ? Betapa banyak anak-anak Palestina yang
berada dalam impian untuk hidup di tanah airnya sendiri dan
berharap bisa kembali ke rumah ayah mereka ? Lantas, di manakah
jalan keluar?
Mengutip

dari

pemaparan

Mahasiswi

Doktor

Hubungan

Internasional Dina Sulaeman, bahwa pemerintahan illegal Zionis


merupakan meeting point dari semua kejahatan dan ketidakadilan.
Konflik Palestina hanya bisa selesai dengan berdirinya sebuah
pemerintahan yang merakyat. Hak memerintah adalah dari rakyat
Palestina dan merekalah yang harus memilih jenis dan pejabat
pemerintahan mereka sendiri. Dengan kata lain, harus diberikan
kesempatan supaya semua orang Palestina asli, baik itu muslim,
Kristen dan Yahudi, yang tinggal di dalam Palestina serta para
pengungsi Palestina yang tinggal di negara-negara lain secara

bebas mengungkapkan kehendak mereka dalam penentuan jenis


pemerintahan dan siapa pejabatnya.
Dengan kata lain, satu-satunya jalan yang bijaksana dan logis
dalam parameter yang diakui oleh dunia internasional adalah
referendum dengan diikuti oleh semua orang Palestina asli. Para
pendukung rezim Zionis dalam menghadapi usulan logis ini akan
berdiam diri. Yang dimaksud dengan Palestina asli adalah semua
orang yang tinggal di Palestina, termasuk orang-orang yang tinggal
di wilayah Palestina yang sejak 1948 diberi nama Israel. Juga
orang-orang yang semula tinggal di Palestina, lalu diusir keluar oleh
tentara Zionis dan hingga kini hidup di pengungsian ataupun di
berbagai negara lainnya. Ada dua hal yang perlu dicatat :
1. Rezim Zionis secara esensial tidak akan bisa mengakomodasi
solusi perdamaian apapun. Karena itu, satu-satunya jalan
keluar adalah perubahan rezim.
2. Rezim
(pemerintahan)
baru

harus

dibentuk

dan

pembentukannya harus melalui referendum yang diikuti oleh


semua orang Palestina asli.
Ide one-state solution ini dilandaskan pada pemikiran berikut:
1. Bila Rezim Zionis terus berdiri, perang tidak akan pernah
berhenti karena cita-cita Zionis adalah mendirikan negara
khusus Yahudi dan untuk itu, mereka akan terus mengusir
orang-orang Palestina demi memperluas wilayahnya.
Bila Palestina ingin mendirikan negara khusus Palestina dan
mengusir keluar orang-orang Yahudi, perang juga akan terus
berlanjut. Namun dalam perang ini, Palestina berada dalam posisi
yang lebih lemah: wilayahnya lebih kecil dan terpisah, dikepung
oleh wilayah Israel, serta kekurangan logistik karena blokade Israel.

Akibatnya,

lagi-lagi,

penindasan

akan

terus

berlangsung

di

Palestina.
Bila ide ini diterima, konsekwensinya, rezim Zionis harus
dibubarkan, begitu pula Otoritas Palestina, semua batas wilayah
Palestina-Israel dihapus dan dilebur ke dalam satu negara. Setelah
itu, para pengungsi diizinkan kembali ke tanah/rumah mereka
masing-masing, serta dilakukan referendum untuk menentukan
bentuk pemerintahan dan menetapkan pejabat pemerintahan itu.
Secara garis besar ada dua masalah dalam penerapan ide ini,
pertama dari sisi orang-orang Israel dan kedua dari sisi orang-orang
Palestina. Bagi kebanyakan orang Israel, melepaskan cita-cita
historis pendirian negara khusus Yahudi adalah hal yang sangat
sulit. Cita-cita itu telah berurat-berakar dalam benak banyak orang
dan sebagian mereka menyatakan, lebih baik mati dari pada
melepaskan cita-cita ini. Orang-orang Israel juga mengkhawatirkan
bahwa bila dibentuk negara bersama, otomatis mereka akan
menjadi penduduk minoritas, sehingga negara yang dibentuk itu
akan menjadi sebuah negara Islam dengan dipimpin oleh kelompokkelompok garis keras semacam Hamas. Selain itu, umumnya
mereka selama 60 tahun hidup dalam dunia mereka sendiri, hidup
di permukiman-permukiman yang dijaga ketat dan terisolir dari
kehidupan orang-orang Arab, dan menerima informasi satu arah.
Banyak di antara mereka yang tidak percaya bahwa militer Israel
sedemikian kejam seperti yang diceritakan orang-orang kepada
mereka. Mereka memandang orang-orang Arab Palestina dengan
citra yang buruk dan identik dengan teroris. Itulah sebabnya, sulit

bagi mereka untuk menerima ide ini: hidup bertetangga dengan


orang-orang Arab.
Di pihak Palestina sendiri, situasi juga tidak sedemikian mudah.
Pihak elit politik Palestina lebih diuntungkan dengan status quo. Hal
seperti ini sangat umum terjadi di banyak negara, dimana kehendak
elit politik belum tentu menyuarakan kehendak rakyat. Elit politik
Palestina,

harus

diakui,

banyak

hidup

makmur

berkat

berlangsungnya konflik. Karena itu banyak dari mereka yang lebih


menyukai

two-states

solution,

yang

sebenarnya

hanya

memperpanjang konflik.
Namun yang namanya kesepakatan itu akan sulit tercapai jika
tidak ada kemauan saling memahami satu sama lain. Sebagian
orang

mengkhawatirkan

nasib

orang-orang

Yahudi

bila

para

pengungsi Palestina diizinkan kembali ke tanah mereka masingmasing. Namun, hal itu bisa diatasi bila ada undang-undang yang
adil. Di antara solusinya adalah ganti rugi yang layak bagi orangorang Palestina yang rumah atau tanahnya ternyata sudah diduduki
orang Yahudi. Dengan uang ganti rugi itu, mereka bisa membeli
tanah/rumah baru di lokasi yang berdekatan atau di tempat lain.
Tidak perlu ada pengusiran di manapun karena akan menimbulkan
konflik baru.
Akhirnya, telah tiba waktunya untuk menegakkan semua sisi
persaudaraan dan perdamaian. Tentu saja, yang mengambil langkah
awal

dalam

menegakkan

keadilan

adalah

para

pemikir,

cendekiawan, ulama, dan orang-orang yang hatinya dipenuhi hanya


oleh cinta kepada kemanusiaan, kemuliaan kemanusian, dan

perdamaian. Rakyat Palestina dan Rakyat Israel harus saling


bergandengan

tangan

dalam

melakukan

usaha

global

untuk

menegakkan perdamaian dan mengikis akar ketidak amanan dan


ketidakadilan di tanah mereka. Harapannya, ide tentang one-state
ini tidak hanya menjadi usul belaka, tetapi kedepannya, semua
masyarakat internasional dapat mendukungnya guna tercapainya
tatanan dunia yang baru, yang mampu meminimalisasi terjadinya
konflik.

E. Kesimpulan
Solusi dua negara atau two-state solution merupakan solusi yang
baik dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Akan tetapi, jika
dilihat dari sejarah kedua bangsa serta realita hari ini, two-state
solution hanya akan menjadi wacana belaka dan meneruskan
kegagalan perjanjian-perjanjian damai sebelumnya.
One state solution adalah ide untuk mendirikan sebuah negara
bersama Palestina-Israel, dengan dihuni oleh semua ras dan agama
yang semuanya memiliki hak suara. Tidak ada dikriminasi di antara
kedua bangsa, keduanya hidup secara harmonis dan damai. Dengan
tatanan negara yang baru, tanpa ada perbedaan antara wilayah
Palestina dan Israel.
Akan tetapi, ide ini selamanya akan tetap menjadi ide jika tidak
didukung oleh masyarakat internasional. Oleh karenanya, penulis
berharap agar PBB, negara-negara maju, dan seluruh masyarakat
internasional, untuk bersama-sama mewujudkan one-state solution.

Daftar Pustaka
Syalabi, Ahmad. 2006. Sejarah Yahudi dan Zionisme. Arti
Bumi Intaran : Yogyakarta
Pappe, Ilan. 2009. Pembersihan Etnis Palestina. Elex Media
Komputindo : Jakarta
Irawan, Aguk. 2009. Rahasia Dendam Israel. Kinza Books :
Jakarta
Davin, rod.2007. Arab Israel. Resist Book : Yogyakarta
Al-Ghodiry, Fawzi. Sejarah Palestina.

Makalah
Menolak Two-States Solution
Dalam Menyelesaikan
Konflik Palestina-Israel

Dibuat Oleh :

Mustofa Zahir

14010413120026

Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Diponegro
2014

Anda mungkin juga menyukai